BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN D. Pengertian Kerugian - Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pos Express Di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan (Studi Kasus PT. Pos Medan)

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN D. Pengertian Kerugian Penggunaan jasa Pos Express sebagai layanan pengiriman barang disatu

  pihak memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat atau pengguna jasa, di lain pihak memiliki suatu resiko yang dapat mendorong terjadinya suatu kerugian bagi pengguna jasa tersebut. Resiko-resiko diatas tidak saja disebabkan dari pihak pos sendiri melainkan juga dari pihak pengirim.

  Dengan adanya isi perjanjian (dalam hal ini PT. Pos Indonesia (Persero) menggunakan ketentuan-ketentuan/syarat-syarat pengiriman paket Pos Express yang tertuang dalam point-point yang terdapat pada tanda bukti pengiriman

  

(consigment note) ataupun pada tanda bukti terima kiriman) yang sudah mendapat

  kata sepakat/persetujuan dari para pihak (pengguna jasa dan PT. Pos), maka timbullah perikatan bagi keduanya yaitu adanya hak dan kewajiban masing- masing pihak. Dimana salah satu pihak berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak lain berhak atasnya. Prestasi merupakan kewajiban yag harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat perjanjian. Menurut pasal 1234 KUHPerdata dapat disimpulkan 3 macam prestasi, yakni memberikan sesuatu,

   untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

  Apabila PT. Pos dalam penyelengaraan jasa Pos Expressnya lalai atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana sudah diatur dalam ketentuan, maka 98 Intenet power point pihak pos telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Menurut J. Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berhutang tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk dilaksanakan, atau melanggar perjanjian dalam hal diperjanjikan bahwa debitur tidak boleh melakukan sesuatu hal, sedangkan ia melakukannya. Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi

  

(schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak

  yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Sebagaimana tertulis dalam keputusan Mahkamah Agung tangal 21 Mei 1973 No. 70HK/Sip/1972: apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi karena tidak melaksanakan pembayaran

   barang yang dibeli, pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan jual-beli.

  Akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi: 1. Pemenuhan/pembatalan prestasi 2.

  Pemenuhan/pembatalan prestasi dan ganti rugi 3. Ganti rugi

  Menurut ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabilah debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. 99 100 Internet ganti rugi http://nasrulloh-one.blogspot.com/2009/03/wanprestasi.html

  Yang dimaksud kerugian dalam pasal ini ialah kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Menurut M Yahya Harahap, kewajiban ganti-rugi tidak dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti-rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai dalam bahasa belanda disebut dengan ”in gebrekke stelling” atau

  

  ”in morastelling”. Suatu pihak dapat dikatakan lalai apabila : 1. terlambat melaksanakan prestasi perikatan; 2. melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan; atau 3. sama sekali tidak melaksanakan prestasi; 4. melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perikatan.

  Ganti kerugian sebagaimana termaktub dalam pasal 1243 di atas, terdiri dari

  

  tiga unsur yaitu : 1.

  Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan; 2. Kerugian yang sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur;

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan.

  Terlambatnya paket pos sampai ke tempat tujuan, rusak ataupun hilangnya paket pos yang dikirimkan merupakan berbagai kelalaian yang mungkin dapat dilakukan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan. Akibat keadaan lalai tersebut, akan mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa Pos Express selaku konsumen dan pihak pos dapat dituntut untuk memberikan ganti kerugian dan berkewajiban 101 102 Internet ganti rugi 103 Internet powre point Internet ganti rugi untuk itu. Hal ini bersesuaian dengan ketentuan Undang-Undang Pos, yang menyatakan, pengguna jasa Pos Express berhak mendapatkan ganti rugi apabila

  

  terjadi : 1. kehilangan kiriman; 2. kerusakan isi paket; 3. keterlambatan kiriman; atau 4. ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dan yang diterima.

  Pada dasarnya UUPK serta Undang-Undang Pos tidak memberikan defenisi

  

  mengenai maksud daripada kerugian. Menurut Kamus hukumi. Secara umum kerugian dapat diartikan sebagai salah satu akibat dari suatu perbuatan yang dialami oleh seseorang atau pihak yang dianggap bersifat menghilangkan sesuatu keuntungan (winderving).

  Faktor-faktor penyebab yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa Pos Express ini bukan saja timbul dari faktor internal akan tetapi dapat timbul

  

  dari faktor eksternal juga (seperti pengirim selaku konsumen). Pembedaan faktor ini didasarkan dari sudut pandang siapa penyelenggara jasanya.

  Dikarenakan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan adalah sebagai pelaku usaha yang menyelenggarakan jasa Pos Express, maka segala kerugian yang ditimbulkan dari lingkup pos dapat dikategorikan sebagai kerugian yang timbul akibat faktor internal. Begitu juga sebaliknya, jika hal-hal/keadaan yang

  104 105 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos, Pasal 28. 106 Departemen Pendidikan Nasional, Op. cit., Hal. 966.

  Wawancara dengan Azhar Tanjung, Staff Pemasaran PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, pada tanggal 12 Maret 2009. menyebabkan kerugian berasal dari luar pihak pos ataupun pihak ketiga, maka dapat disebut sebagai faktor eksternal.

E. Kerugian Yang Disebabkan Faktor Internal

  Yang dimaksud dengan faktor internal yang dapat menyebabkan kerugian disini ialah dari pihak pos itu sendiri. Pada saat menyerahkan barang yang hendak dikirimkan, terkadang masyarakat selaku konsumen yang akan menggunakan jasa Pos Express tidak mengepakkan/membungkus barang dengan baik. Dengan demikian pengepakan akan dilakukan oleh pegawai pos dan ini merupakan kewajiban. Walaupun setiap pegawai PT. Pos Indonesia (Persero) Medan sebenarnya sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam bekerja yang telah ditetapkan oleh Direktur SDM dan diberikan petunjuk bagaimana untuk menjaga paket kiriman agar tidak rusak, dengan adanya pengepakan yang dilakukan oleh pegawai pos di kantor kirim, tidak menutup kemungkinan pegawai pos sebagai manusia dapat melakukan kelalaian (human error) sehingga terjadi kerusakan paket kiriman pada saat pengepakan barang oleh pegawai pos.

  Masih dalam keadaan lalainya pegawai pos, tidak pada saat pengepakan kerusakan dapat terjadi. Namun pada saat pemindahan paket-paket pos kepada jasa angkutan sebagai pihak ketiga juga dapat terjadi kelalaian, seperti kurangnya kehati-hatian pegawai pos dalam mengangkut serta memindahkan paket-paket pos tersebut. Bagi paket pos yang mudah pecah atau rusak, hal ini juga dapat berdampak terhadap rusaknya isi paket pos yang dikirimkan.

  Selain kelalaian yang dilakukan pihak pos, kerugian yang disebabkan faktor internal dapat terjadi berdasarkan tingkat keandalan SDM. Maksudnya, apabila tingkat keandalan SDM dalam memberikan pelayanan Pos Express adalah baik maka pengguna jasa selaku konsumen merasa nyaman dan lebih tertarik lagi untuk menggunakan jasa Pos Express dikemudian hari dan yang terpenting paket pos yang dikirimkan dapat sampai ketujuan dengan tepat waktu dan dalam kondisi yang baik. Sebaliknya jika keandalan SDM buruk atau tidak dapat diharapkan, secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna jasa pos yang akhirnya dapat mengurangi jumlah pengguna jasa Pos Express. Terlebih lagi paket pos yang dikirimkan terlambat sampai dan dalam keadaan yang tidak baik atau rusak.

  Pada umumnya kerugian kerusakan yang ditimbulkan dari pihak pos sendiri jarang terjadi dan hanya dalam skala kecil saja mengingat PT. Pos Indonesia (Persero) Medan pada prinsipnya memberlakukan filosofi bahwa setiap kiriman itu adalah penting tanpa memandang bahwa kiriman itu darimana, dalam bentuk

   apa ataupun nilainya berapa.

F. Kerugian Yang Disebabkan Faktor Eksternal Kerugian disebabkan faktor eksternal yang biasanya pernah terjadi di PT.

  Pos Indonesia (Persero) Medan antara lain berupa keterlambatan sampainya paket pos yang dikirimkan ke tempat tujuan, kerusakan serta kehilangan terhadap paket pos. Kerugian-kerugian diatas dapat disebabkan oleh faktor eksternal antara lain 107

  Wawancara dengan Azhar Tanjung, Staff Pemasaran PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, pada tanggal 12 Maret 2009. berasal dari jasa angkutan sebagai pihak ketiga ataupun adanya keadaan force majeure .

  Keterlambatan adalah kerugian yang biasanya disebabkan oleh faktor eksternal yakni si pengirim sendiri. Pencantuman alamat yang kurang jelas oleh si pengirim sebagai salah satu penyebabnya. Seperti alamat-alamat yang kemungkinan besar mempunyai satu nama jalan tetapi berbeda daerahnya, terlebih lagi tidak dituliskan beserta kode posnya. Walaupun pada akhirnya terkadang alamat yang pengirim cantumkan adalah salah. Sehingga petugas pos memerlukan waktu untuk menyampaikan kiriman tersebut. Hal ini berimplikasi terhadap waktu tempuh pengiriman pos yang akhirnya dapat menyebabkan keterlambatan.

  Selain itu, ada juga faktor keterlambatan yang timbul dari pihak ketiga lainnya seperti pihak penerbangan/angkutan darat sebagai jasa angkutan. Adanya faktor-faktor diluar kekuasaan manusia, seperti kerusakan pesawat, ditundanya penerbangan sehingga kiriman tersebut juga harus memerlukan waktu tambahan untuk sampai ke tempat tujuan. Akan tetapi di lain sisi, faktor kerugian yang disebabkan pihak jasa angkutan ini tidak hanya ditujukan pada badan yang menyelenggarakan jasa angkutan bersangkutan ataupun pada keadaan-keadaan yang diluar kendali manusia. Faktor eksternal ini dapat ditujukan pada individu- individu yang ada pada pihak jasa angkutan, khususnya di pelabuhan/bandara. Tidak dapat dipungkiri jika individu yang mengeluarkan serta memindahkan paket-paket pos yang sudah sampai untuk diangkut selanjutnya ke kantor pos, terkadang mencuri keadaan untuk menunda-nunda pemindahan paket pos ke container pos. Bahkan tidak menutup kemungkinan individu tersebut bisa saja mengambil paket pos sehingga dapat terjadi kehilangan terhadap paket pos.

  Terhadap kehilangan yang disebabkan oleh pihak ketiga seperti jasa angkutan, hal ini tidak mungkin bagi pengguna jasa selaku konsumen untuk menuntut pihak ketiga atas kelalaian bersangkutan. Hal ini dikarenakan jasa angkutan sebagai pihak ketiga bukan termasuk pihak yang terikat dalam perjanjian dan hanya pengguna jasa Pos Express selaku konsumen dan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan selaku pelaku usaha yang telah mengikatkan diri dalam perjanjian penggunaan jasa Pos Express. Dengan demikian PT. Pos Indonesia (Persero) Medan akan mengambil kebijakan untuk menyelesaikan klaim dengan konsumen terlebih dahulu dengan tidak melupakan tanggungjawab jasa angkutan sebagai pihak ketiga atas kehilangan yang terjadi. Dengan syarat, nyata-nyata setelah dilakukan penelusuran bahwa kelalaian ada pada jasa angkutan sebagai pihak ketiga. Karena bagaiamanpun setiap perusahaan angkutan darat, laut, udara bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kiriman

   yang diserahkan kepadanya.

  Untuk kerugian yang disebabkan keterlambatan sampainya paket pos ke tempat/pihak yang dituju, hampir tidak pernah diajukan klaim terhadap pihak pos oleh konsumen. Karena pada umumnya, konsumen sesaat menerima paket pos yang dikirimkan tersebut sudah tidak memikirkan lagi persoalan keterlambatan bersangkutan.

  108 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos, Pasal 17. Selain keterlambatan, kehilangan terhadap paket pos yang dikirimkan juga pernah terjadi. Pengaduan terhadap hilangnya paket pos yang dikirimkan melalui PT. Pos Indonesia (Persero) Medan adalah salah satu bentuk klaim yang diajukan oleh pelanggan. Menurut kasus yang pernah terjadi tepatnya di kantor pos Medan, bahwa kehilangan terhadap paket kiriman tersebut adalah disebabkan oleh si pengirim sendiri. Ketika ditelusuri lebih lanjut, bahwa nyata-nyata pengirim hanya mengirimkan bungkusan paket tersebut tanpa turut isinya. Paket kiriman yang seharusnya berisikan satu buah handphone tidak dikirimkan, melainkan hanya bungkusannya saja.

  Selain disebabkan faktor internal, kerusakan terhadap paket pos yang dikirimkan juga dapat disebabkan dari faktor eksternal. Yakni kerusakan tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu proses pengangkutan, misalnya petugas bandara/pelabuhan terkadang ceroboh dalam memperlakukan kiriman-kiriman tersebut. Disamping itu tidak menutup kemungkinan pula apabila rusaknya paket kiriman tersebut dikarenakan memang sudah adanya cacat tersembunyi yang pada dasarnya sudah diketahui oleh pengirim ataupun tidak. Dikarenakan hal tersebut, setiap adanya barang kiriman yang diserahkan oleh pengirim kepada pegawai pos, maka daripada itu pegawai pos wajib memeriksa terlebih dahulu isi dari paket pos yang sudah dibungkus oleh si pengirim. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan keterangan pengirim yang tertulis dalam tanda bukti pengiriman terhadap barang yang diserahkan. Selain daripada itu untuk menghindari kesalahpahaman serta dapat mencegah kemungkinan pemberian ganti rugi oleh pihak pos yang tidak semestinya ditanggung oleh pihak pos.

  Selain itu adanya keadaan force majeure seperti bencana alam, perang, huru-hara pergolakan sipil dan sejenisnya, juga merupakan faktor eksternal yang

   dapat menyebabkan keterlambatan, kerusakan serta kehilangan paket pos.

  

Force majeure secara harafiah berarti “kekuatan yang lebih besar”. Dalam

  konteks hukum force majeure dapat diartikan sebagai klausula yang memberikan dasar pemaaf pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang mengakibatkan pihak tersebut tidak dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah

  

  diperjanjikan. Hal yang tidak dapat diperkirakan tersebut tentulah juga menciptakan situasi dimana tidak dapat diambil langkah apa pun untuk mengeliminir atau menghindarinya. Hal yang tidak dapat diperkirakan disini berupa bencana alam, perang huru-hara pergolakan sipil dan sejenisnya, dimana pada saat demikian tidak dapat dicegah ataupun dihindari kerusuhan, pencurian yang dapat mengakibatkan keterlambatan, kerusakan bahkan kehilangan paket pos.

  109 Wawancara dengan Azhar Tanjung, Staff Pemasaran PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, pada tanggal 12 Maret 2009. 110 http://www.google.co.id/m?q=arti+force+majeure di akses kapan?????

BAB IV BENTUK PENYELESAIAN KLAIM DAN GANTI KERUGIAN YANG DIBERIKAN PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN KEPADA PENGGUNA JASA POS EXPRESS YANG DIRUGIKAN C. Klaim dan Ganti Rugi Menurut Perjanjian dan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

  Dalam menjalankan usaha pelayanan jasanya, PT. Pos Indonesia (Persero) Medan tidak selamanya dapat memenuhi kewajibannya dengan sempurna. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal (kelalaian pihak pos sendiri) maupun faktor eksternal.

  Kelalaian yang dilakukan pihak pos ini tentu saja sudah melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam perjanjian. Pelanggaran terhadap isi perjanjian oleh salah satu pihak menyebabkan pihak lain dapat mengajukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawan atau meminta penarikan atas perjanjian tersebut (pembatalan).

  Apabila seorang pengguna jasa Pos Express selaku konsumen merasa telah dirugikan akibat kelalaian dari PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, konsumen dapat meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya tersebut dimana pada umumnya konsumen terlebih dahulu akan mengajukan klaim kepada pihak kantor pos.

  Klaim ataupun dapat disebut dengan sengketa konsumen, menurut AZ. Nasution sengketa konsumen mempunyai batasan yaitu “Setiap perselisihan antara konsumen dan penyediaan produk konsumen (barang dan jasa konsumen)

   dalam hubungan hukum satu sama lain, mengenai produk konsumen tertentu”.

  Klaim yang diajukan konsumen yang ditujukan kepada pihak pos tidak serta merta dapat diterima begitu saja oleh PT. Pos. Bilamana setelah melalui proses penelusuran/investigasi yang dilakukan, ternyata pihak pos dinyatakan lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barulah konsumen segera dapat menuntut ganti rugi, dalam arti PT. Pos Indonesia (Persero) Medan harus menanggung kerugian yang timbul karena wanprestasi tersebut.

  Adanya hal ini akan menimbulkan kewajiban/tanggungjawab PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen sebagai pengguna jasanya yang berhak atasnya. Tidak lain perlindungan konsumen yang diberikannnya berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati antara PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dengan pengguna jasanya, yaitu dengan memberikan ganti rugi. Ketentuan pemberian ganti kerugian ini juga diatur dalam UUPK, yaitu pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

   barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

  Ganti rugi, menurut kamus hukum diartikan sebagai uang yang diberikan

  

  sebagai pengganti kerugian. Ganti rugi di dalam suatu perikatan adalah perbuatan yang wajib dilaksanakan pihak yang berwanprestasi, yang menjadi hak 111 AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Diadit Media, 2002), Hal.

  221. 112 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 19 ayat 1. 113

  Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), Hal. 334.

  

  pihak yang menderita akibat langsung dari wanprestasi tersebut. Undang- Undang Pos dan UUPK tidak memberikan defenisi mengenai ganti rugi.

  Sebaliknya di dalam KUHPerdata ada beberapa pasal yang dapat dijadikan alas hak oleh pengguna jasa Pos Express selaku konsumen untuk menuntut ganti rugi. Diantaranya, Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan :

  “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian yang disebabkan kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

  Ada beberapa kemungkinan penuntutan yang dapat didasarkan pada Pasal

  

  1365 KUHPerdata, yaitu : 1.

  Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang; 2. Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula;

3. Pernyataan bahwa perbuatan adalah melawan hukum; 4.

  Larangan dilakukannya perbuatan tertentu; 5. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum; 6. Pengumuman keputusan dari sistem yang telah diperbaiki.

  Konsumen juga dapat menggugat berdasarkan Pasal 1366 KUHperdata, yaitu apabila penyelenggaraan jasa Pos Express lalai atau kurang berhati-hati dalam memperdagangkan jasanya sehingga menyebabkan konsumen mengalami kerugian. Pasal 1366 KUHPerdata yang menyatakan : 114

  Ny. H. Basrah, Ganti Rugi Menurut Ketentuan di Dalam Buku III KUHPerdata, (Medan : FH-USU, 1994), Hal. 2. 115

INTERNET BABIII

  “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

  Perjanjian penggunaan jasa Pos Express menyatakan bahwa kriteria kerugian yang dapat diberikan ganti rugi pada konsumen yakni kerugian akibat kerusakan atau kehilangan yang seluruhnya berdasarkan pengusutan nyata-nyata menjadi tanggungjawab Pos Express, yang akan mendapat penggantian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan ini juga diatur oleh Undang-Undang Pos Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan penyelenggara pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara pos.

  Ada beberapa pengecualian yang menyebabkan kerugian dengan kriteria

  

  diatas tidak dapat diberikan, apabila : 1.

  Kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirimkan; atau 2. Kerusakan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna layanan pos.

  Tuntutan ganti rugi tidak berlaku jika peristiwa kehilangan atau kerusakan terjadi karena bencana alam, keadaan darurat, atau hal lain di luar kemampuan manusia.

  Disamping itu, ganti rugi tidak diberikan untuk kerugian yang tidak langsung atau untuk keuntungan yang tidak jadi diperoleh, yang disebabkan oleh kekeliruan dalam penyelenggaraan pos. Ketentuan ini tidak ada tercantum dalam UUPK, akan tetapi ketentuan ini bersesuaian dengan Pasal 1248 KUHPerdata 116

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos, Pasal 31 ayat 4. menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sebab-sebab ganti rugi adalah ganti rugi yang merupakan akibat “langsung” dari wanprestasi.

  D.

  

Penyelesaian Klaim dan Ganti Rugi Oleh PT. Pos Indonesia (Persero)

Medan

  Klaim-klaim yang terjadi di kantor Pos Medan biasanya berupa keterlambatan, kerusakan serta kehilangan paket pos. Dengan diajukannya klaim- klaim bersangkutan oleh konsumen/pengguna jasa Pos Express, secara tidak langsung konsumen beranggapan bahwa klaim-klaim paket pos diatas tentu saja terjadi bukan karena kesalahan konsumen itu sendiri melainkan diakibatkan sepenuhnya karena kelalaian dari pihak pos sendiri. Akan tetapi hal diatas tidak sepenuhnya dapat dinyatakan benar sebelum ada dilakukan penelusuran/investigasi oleh kantor pos mengenai klaim yang bersangkutan.

  Sebaliknya, kerugian yang terjadi bisa saja karena kesalahan/kelalaian pengirim.

  Dalam hal terjadi kerugian yang dianggap disebabkan oleh faktor-faktor kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh kantor pos maka dapat diajukan klaim yang biasanya diajukan lebih dulu oleh si pengirim di kantor kirim bahwa paket tersebut terlambat, rusak ataupun hilang. Oleh kantor pos pengiriman dilakukan investigasi awal dengan cara melacak tahapan-tahapan proses pengiriman. Disamping itu juga kantor pos kirim berhubungan dengan kantor terima untuk meminta keterangan yang diperlukan.

  Klaim atau sengketa yang terjadi di kantor pos Medan biasanya diselesaikan melalui cara perdamaian. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dengan pengguna jasa) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Penyelesaian dapat langsung diadakan anatar kedua belah pihak dan dapat pula dengan menggunakan jasa pihak ketiga yang disepakati. Dalam pembicaraan itu terjadilah proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan terhadap penyelesaian perselisihan yang terjadi

  Sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pos, ganti rugi akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara pos diberikan oleh penyelenggara pos sesuai kesepakatan antara pengguna layanan pos dan

   penyelenggara pos.

  Pemberian ganti rugi apabila dalam hal paket kiriman yang dikirimkan tidak diasuransikan, maka ganti rugi yang diberikan PT. Pos yaitu dalam bentuk uang tunai berdasarkan ongkos kirim saja. Dan sebaliknya apabila paket tersebut sudah diasuransikan terlebih dahulu, maka ganti rugi yang diberikan berdasarkan nilai asuransi atas paket bersangkutan yang sudah dibayarkan preminya.

  Hal ini selaras dengan dengan ketentuan berdasarkan UUPK, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

   berlaku. 117 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pos, Pasal 31 ayat 3. 118 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

  Konsumen, Pasal 18 angka 2.

  Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi dan pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut

   mengenai adanya unsur kesalahan.

  Pasal ini mengandung kelemahan yang sulit diterima karena sangat merugikan konsumen. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen yang mengkonsumsi barang di hari kedelapan setelah transaksi tidak akan mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Oleh karena itu, agar UUPK ini dapat memberikan perlindungan yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan pelaku usaha, maka seharusnya Pasal 19 ayat 3 menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 (tujuh) hari setelah terjadinya kerugian dan bukan 7 (tujuh) hari setelah

  

  Jika pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka pelaku usaha tersebut dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau diajukan ke badan pengadilan di tempat kedudukan konsumen. Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan

  

  tanggung jawab pelaku usaha. Dalam keadaan lain, apabila melalui cara perdamaian tidak ditemukan penyelesaian ataupun pihak konsumen menginginkan penyelesaian dilaksanakan melalui Badan Penyelesaian sengketa Konsumen, hal 119

  Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 19 ayat 3 dan ayat 4. 120 121 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. cit., Hal. 127. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 28. ini dapat dilaksanakan. Hal ini Sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat 1 UUPK yang menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaiakan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

  Menurut UUPK Pasal 1 ayat 12, BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

  Kewenangan BPSK sendiri sangat terbatas. Pelanggaran pasal-pasal lainnya yang bernuansa pidana, sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan. Termasuk kategori ini adalah pelanggaran terhadap pencantuman klausula baku (Pasal 18 UUPK), sekalipun pengawasan terhadap pencantuman klausula baku ini adalah bagian dari tugas BPSK (Pasal 52 UUPK).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab terakhir ini penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan

  dalam bab-bab terdahulu yang berhubungan dengan hukum perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa Pos Express di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan.

A. Kesimpulan

  Dari kesimpulan pembahasan dalam Bab II sampai Bab IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Perlindungan konsumen yang diberikan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan kepada pengguna jasa Pos Express adalah berdasarkan perjanjian (merupakan kontrak baku) dan UUPK. Karena berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya. Perlindungan yang diberikan perjanjian berupa pengaturan mengenai apa yang menjadi hak, kewajiban pengguna jasa dan PT. Pos. Disamping itu juga diatur mengenai kriteria kerugian apa saja yang menjadi tanggung jawab PT. Pos serta bentuk ganti ruginya. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian, masih terdapat kekurangan dalam perlindungan yang diberikan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan karena masih mempergunakan ketentuan-ketentuan berdasarkan Undang- Undang Pos yang lama di dalam perjanjian bakunya. Sedangkan dalam hal

2. Kerugian terhadap penggunaan jasa pengiriman paket pos melalui Pos

  Express di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kerugian yang dapat ditimbulkan faktor eksternal dan internal antara lain, keterlambatan, kerusakan serta kehilangan. Faktor internal yang terjadi yaitu berupa kelalaian (human error) yang dilakukan manusia sehingga terjadi kerusakan paket kiriman pada saat pengepakan barang oleh pegawai pos serta menurunnya tingkat keandalan SDM. Sedangkan kerugian yang timbul dari faktor eksternal dapat timbul oleh karena kelalaian dari si pengirim sendiri dalam mencantumkan alamat yang jelas; adanya keadaan force majeure yang tidak dapat dihindari oleh manusia seperti bencana alam, perang, huru-hara pergolakan sipil dan sejenisnya serta kelalaian jasa angkutan sebagai pihak

3. Bentuk penyelesaian klaim yang diajukan konsumen di PT. Pos Indonesia

  (Persero) Medan biasanya dilakukan dengan cara perdamaian/musyawarah untuk mufakat yang mana tetap berlandaskan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada perjanjian baku yang telah disepakati kedua belah pihak. Apabila dalam musyawarah untuk mufakat ternyata kesalahan/kelalaian terdapat pada pihak pos, maka pihak pos harus memberikan ganti rugi sesuai kesepakatan. Pemberian ganti rugi apabila dalam hal paket kiriman yang dikirimkan tidak diasuransikan, maka ganti rugi yang diberikan PT. Pos yaitu dalam bentuk uang tunai berdasarkan ongkos kirim saja. Sebaliknya apabila paket tersebut sudah diasuransikan terlebih dahulu, maka ganti rugi yang diberikan berdasarkan nilai asuransi atas paket bersangkutan yang sudah dibayarkan preminya. Apabila dalam musyawarah tidak ditemukan kesepakatan antara pihak yang berselisih yaitu pengguna jasa (konsumen) dengan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum atau melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen (BPSK).

B. Saran

  Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa saran yang disarikan dari pembahasan dan kesimpulan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna bagi perusahaan atau bagi siapa saja yang memerlukannya.

  1. Agar PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dapat memperbaiki dan memperbaharui ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian baku dengan berdasarkan Undang-Undang Pos yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009.

  2. Setiap permasalahan yang ada baik itu keluhan-keluhan ataupun kliam-klaim yang diajukan oleh pelanggan kepada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan secara cepat, tepat ditanggapi dan ditangani oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, agar pengguna jasa (konsumen) tidak terlalu lama menunggu penanggulangan atas keluhan-keluhan dan klaim-klaim tersebut.

  3. Agar PT. Pos Indonesia (Medan) untuk kedepannya dapat menyediakan fasilitas X-ray sebagai alat pendeteksi seperti yang sudah dilakukan di kantor pusat, sehingga setiap paket pos yang akan dikirimkan dapat diperiksa tanpa harus membuka terlebih dahulu. Hal ini juga berguna untuk sistem keamanan dalam kriteria paket pos yang boleh dikirim melalui PT. Pos Indonesia (Persero) Medan.

Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pos Express Di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan (Studi Kasus PT. Pos Medan)

3 67 109

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pos Express Pada PT. POS Indonesia (Persero) Kantor Pos Medan

15 109 90

Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pos Di PT. Pos Indonesia (PERSERO) Cabang Pematangsiantar

14 90 131

Analisis Determinan Permintaan Masyarakat Kota Medan Terhadap Jasa Pengiriman Paket Pos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus : Kantor Pos Besar Medan)

12 154 133

Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Terhadap Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa Pengiriman Paket Pos Pada PT. POS Indonesia (Persero) di Kantor Pos Besar Medan

5 55 99

Pengaruh Komunikasi Pemasaran Jasa Ekspedisi Terhadap Minat Pelanggan Pengguna Jasa Pos Express (Studi Pada Pelanggan PT. Pos Indonesia (Persero), di Cabang Kepanjen Kabupaten Malang)

0 7 24

Pengembangan Inovasi Pos Express Untuk Meningkatkan Jumlah Pelanggan PT. Pos Indonesia (Persero)

1 5 1

Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pos Express Di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan (Studi Kasus PT. Pos Medan)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pos Express Di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan (Studi Kasus PT. Pos Medan)

0 1 25

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN A. Sejarah PT. Pos dan Jenis-jenis Layanan Produk Pos 1. Sejarah PT. Pos - Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pos Express Di PT. Pos Indonesia (Pers

0 0 49