BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi - Pengaruh Penyuluhan oleh Tenaga Pelaksana Gizi dengan Metode Ceramah Disertai Media Poster dan Leaflet terhadap Perilaku Ibu dan Pertumbuhan Balita Gizi Kurang di Kecamatan Tanjung Beringin Tahun 2010

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi

  Menurut Stuart (1983), komunikasi sebagai kata benda yaitu pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama dan informasi. Komunikasi juga sebagai proses pertukaran antara individu-individu melalui sistem simbol-simbol yang sama, seni untuk mengekspresikan gagasan.

  Pengertian komunikasi menurut beberapa pakar dalam Vardiyansah (2004), adalah :

  1. Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu.

  2. Komunikasi berarti membagikan informasi agar sipenerima maupun sipengirim sepaham atas suatu pesan tertentu.

  3. Komunikasi hakekatnya adalah proses penyimpanan pikiran atau perasaan oleh komunikator kepada komunikan.

  4. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi dan keterampilan.

  Menurut Wiryanto (2006), secara ontologis kebenaran yang hakiki, komunikasi adalah perhubungan atau proses pemindahan dan pengoperan arti, nilai, pesan, melalui media atau lambang-lambang. Secara aksiologis, komunikasi adalah proses pemindahan pesan dari komunikator kepada komunikan.

  7 Secara epictomologis, komunikasi bertujuan merubah tingkah laku, merobah pola pikir, atau sikap orang lain.

  Fungsi komunikasi menurut Tyastuti (2008), sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan.

2.2. Penyuluhan Kesehatan

  Penyuluhan adalah penyampaian informasi dari sumber informasi kepada seseorang atau sekelompok orang mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan suatu program (Depkes, 2011).

  Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Azrul & Azwar, 1983).

  Penyuluhan merupakan jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Penyuluhan merupakan suatu hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seseorang (yaitu penyuluh) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.

  Penyuluhan akan membuat klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki perilaku pada saat ini dan mungkin pada saat yang akan datang ( Sukardi & Ketut, 1995).

  Penyuluhan adalah usaha mengubah perilaku masyarakat, keluarga, terutama ibu rumah tangga, agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan dan kemauan, serta tanggung jawab untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya (Kartasapoetra, 1994).

  Penyuluhan kesehatan adalah bagian dari upaya kesehatan yang menitik beratkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku sehat, penyuluhan kesehatan mendorong perilaku yang menunjang kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan membantu pemulihan. Penyuluhan kesehatan adalah suatu kegiatan yang terencana dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku seseorang atau masyarakat dalam pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (WHO, 1992). Sedangkan Glanz, dkk., (1997) mengatakan bahwa penyuluhan kesehatan merupakan alat untuk merubah perilaku dan kombinasi dari berbagai pengalaman belajar seseorang untuk memberikan fasilitas/sarana menuju perilaku sehat.

  Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan untuk perorangan, kelompok antara lain kelompok terarah, simulasi, demonstrasi/praktik yang melibatkan peserta dan lain- lain.

  Metode yang digunakan dalam penyuluhan kesehatan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai dari penyuluhan kesehatan tersebut. Tujuannya menyangkut tiga hal, yaitu peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude), dan ketrampilan atau tingkah laku (practice), yang berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1997). Beragam teknik penyuluhan meliputi ceramah, seminar, diskusi, lokakarya, simulasi, pameran, demonstrans, perlombaan, kunjungan lapangan dan tutorial.

  Sasaran penyuluhan kesehatan disetiap tingkatan masyarakat berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut Simons-Morton, dkk., (1995), ada empat tingkatan yang dapat dijadikan sasaran. Keempat tingkatan tersebut adalah : 1.

  Tingkatan individu : Sasarannya yaitu pengetahuan, sikap, perilaku dan filosofi dari individu yang menjadi target sasaran.

2. Tingkatan organisasi : Sasarannya yaitu kebijakan, praktek/pelaksanaan program, fasilitas yang tersedia dan sumber daya pendukung.

  3. Tingkatan kelompok masyarakat : Sasarannya yaitu kebijakan, praktek/pelaksanaan program, fasilitas yang tersedia dan sumber daya yang tersedia.

  4. Tingkatan pemerintahan : Sasarannya yaitu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dibidang kesehatan, program kesehatan, fasilitas sebagai sarana pendidikan kesehatan, sumber daya, peraturan-peraturan yang dibuat di bidang kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

  Menurut Depkes (2011), kiat melakukan penyuluhan yang terbaik adalah : 1.

  Informasi yang diberikan sesuai dengan keadaan atau permasalahan peserta

  2. Dalam melaksanakan penyuluhan dapat menggunakan berbagai jenis media antara lain lembar balik, poster, leaflet, lembar simulasi dan sebagainya 3. Penjelasan yang diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat

  4. Saran yang diberikan jelas dan praktis sehingga bisa langsung dilaksanakan oleh sasaran

  5. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya, bukan hanya mendengarkan saja Sikap penyuluh dalam memberikan penyuluhan adalah bersikap sabar, mendengarkan dan tidak mendominasi, menghargai pendapat, bersikap sederajat, ramah dan akrab, tidak memihak, menilasi dan mengkritik dan bersikap terbuka.

  Menurut Pelto, dkk., (2004), adanya training konseling nutrisi yang memiliki beberapa karakteristik dapat menerangkan efek positif atas perubahan perilaku.

  Material konseling nutrisi pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dibangun atas dua dasar yaitu : 1) dapat menyediakan pengetahuan tentang kombinasi makanan dan praktek asupan makanan terhadap usia anak; 2) sebagai alat pengembangan skill untuk meningkatkan hubungan dan komunikasi yang lebih efektif.

  Kiat melakukan penyuluhan yang menarik : 1.

  Informasi yang diberikan sesuai dengan keadaan atau permasalahan peserta.

  2. Dalam melakukan penyuluhan dapat menggunakan berbagai jenis media antara lain lembar balik, kartu konseling, poster, buklet, leaflet/brosur, lembar simulasi, cerita bergambar dan lain-lain.

  3. Penjelasan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.

  4. Saran yang diberikan jelas dan praktis sehingga bisa langsung dilaksanakan oleh sasaran.

  5. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya, bukan hanya mendengar saja.

2.3. Penyuluhan Gizi

  Penyuluhan gizi dapat disampaikan secara perorangan, sasaran kelompok dan masyarakat luas dengan cara ceramah, diskusi, demonstrasi dan lain-lain (Depkes, RI, 2007).

  Menurut Madanijah (2004) dan Notoatmodjo (2007) dapat disimpulkan bahwa, pendidikan gizi pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan-pesan gizi kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan gizi tersebut, masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang gizi yang lebih baik, yang pada akhirnya pengetahuan gizi tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan perilakunya.

  Penyuluhan gizi dilakukan dalam lingkup makro dan mikro. Makro yaitu masyarakat luas, sedangkan mikro adalah keluarga atau kelompok anggota masyarakat. Pendekatan juga dapat dibagi atas pendekatan individu dan pendekatan kelompok (Santoso dkk, 1995).

  Teknik penyuluhan gizi adalah cara mempertemukan sasaran dengan materi. Penentuan teknik tergantung pada tujuan, metode, materi, karakteristik sasaran, media dan situasi. Beragam teknik penyuluhan gizi meliputi ceramah, seminar, diskusi, lokakarya, simulasi, pameran, demonstrans, perlombaan, kunjungan lapangan dan tutorial (Depkes RI, 2009).

  Pesan gizi yang disampaikan dalam penyuluhan gizi harus tepat. Seseorang tidak perlu mencakup semua informasi yang diketahui tentang sesuatu hal, tetapi apa yang disajikan harus didasarkan pada pengetahuan terbaik yang dimiliki (Depkes RI, 2003).

  Penyuluhan gizi adalah kegiatan pendidikan gizi, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan gizi (Azrul & Azwar, 1983). Berdasarkan penelitian Suparyono (2008), tentang pengaruh penyuluhan posyandu terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita di Desa Purwoharjo menyimpulkan bahwa pemberian penyuluhan posyandu pada ibu balita mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap posyandu.

  Berbagai penelitian penyuluhan gizi telah dilakukan dengan berbagai metode untuk mengubah pengetahuan dan perilaku sasaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hiswani terhadap pasien DMTTI di Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan, bahwa penyuluhan gizi dengan metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan pasien dari 17,63 menjadi 23,93 dan dari 17,57 menjadi 25,83 dengan metode diskusi.

  Perubahan perilaku adalah tujuan penyuluhan gizi yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi dalam penyuluhan gizi adalah metode, materi, media, dan petugas yang melakukannya. Agar tercapai suatu hasil yang optimal, faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara optimal dan harmonis (Depkes RI, 2002).

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) (2003) terhadap pekerja di perusahaan elektronik, terjadi perubahan perilaku yang disebabkan intervensi penyuluhan gizi yaitu proporsi pekerja yang berperilaku makan sehat meningkat dari 32,2% menjadi 47,1%. Berdasarkan hasil studi tentang efek penyuluhan gizi pada siswa sekolah dasar terhadap asupan makanan, terjadi peningkatan asupan makanan dari 49,2% sebelum intervensi menjadi 68,0% setelah intervensi (Depkes, 2009).

  Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana tentang pengaruh penyuluhan gizi dan stimulasi psikososial terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah menyimpulkan bahwa stimulasi psikososial yang diberikan berupa diklat dengan metode kelompok belajar di rumah berpengaruh positif signifikan terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak. Stimulasi psikososial yang diberikan dapat meningkatkan lingkungan pengasuhan sebesar 6,2 poin, perkembangan kognitif anak meningkat 12,6 poin, psikomotor meningkat 20,9 poin dan sosial emosional meningkat 10,2 poin.

  Penyuluhan gizi merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat untuk jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung memilih makanan yang lebih baik mutu maupun jumlahnya (Depkes, 2005).

2.4. Metode Ceramah

  Banyak cara dalam menyampaikan informasi melalui penyuluhan kesehatan, salah satunya adalah dengan ceramah. Menurut Maulana (2009), ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh sorang pembicara di depan sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini dipergunakan jika berada dalam kondisi seperti waktu penyampaian informasi terbatas, orang yang mendengarkan sudah termotivasi, pembicara menggunakan gambar dalam kata-kata, kelompok terlalu besar untuk memakai metode lain, ingin menambahkan atau menekankan apa apa yang sudah dipelajar dan mengulangi, memperkenalkan atau mengantarkan apa yang sudah dicapai.

  Menurut Mubarak, dkk (2007), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah yang ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah hanya cocok untuk menyampaikan informasi, bila bahan ceramah langka, kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima, bila perlu membangkitkan minat, bahan cukup diingat sebentar dan untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.

  Menurut Depkes, 2005, ceramah adalah salah satu cara untuk menyampaikan pelajaran dalam bentuk penjabaran/penjelasan oleh instruktur terhadap peserta.

  Metode ceramah seringkali disebut juga metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar peserta pelatihan mengetahui dan memahami materi pelatihan tertentu dengan jalan menyimak dan mendengarkan. Peranan fasilitator dalam metode ceramah sangat aktif dan dominan sedangkan peserta hanya duduk dan mendengarkan saja.

  Menurut Depkes, 2007, ceramah dapat dilakukan kepada kelompok dengan ukuran kecil dan besar. Ceramah sangat efektif untuk memperkenalkan subjek baru, atau mempersentasikan kesimpulan ataupun kajian kepada para peserta. Ceramah yang efektif dilakukan tahap demi tahap dan didukung oleh alat bantu. Ceramah yang baik adalah ceramah yang dipersiapkan sebelumnya dengan memasukkan keterlibatan aktif para peserta.

2.5. Media Promosi Kesehatan

  Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoadmodjo, 2005).

  Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cendrung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. (Angkowo dkk, 2007)

  Gearlach dan Ely (1971) dalam Sutikno (2009) mengatakan bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Menurut Atwi (1977) dalam Sutikno (2009), mendefinisikan media sebagai alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam aktivitas pembelajaran media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan siswa.

  Menurut Rohani (1997) dalam Herliana (2007), media ádalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara /sarana/ alat untuk proses komunikasi (proses relajar mengajar). Menurut Mardikanto (1993), media adalah alat bantu atau benda yang dapat diamati, didengar, diraba atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi untuk memperagakan atau menjelaskan uraian yang disampaikan penyuluh agar materi penyuluhan mudah diterima dan dipahami.

  Menurut Hamalik (2001) dalam Sapta (2007), merumuskan media dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit media pembelajaran hanya meliputi media yang hanya dapat digunakan secara efektif dalam proses pembelajaran yang terencana. Sedangkan dalam arti luas media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencakup alat-alat sederhana, seperti slide, fotografi, diagram, bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah.

  Media menurut Angkowo, dkk., (2007), adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa. Selain itu media secara mendasar berpotensi memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan kepribadian.

  Berdasarkan hasil beberapa penelitian tentang media seperti penelitian yang dilakukan oleh Pujiati (1979), tentang pengaruh media visual gambar terhadap peningkatan status gizi anak balita menyimpulkan bahwa media visual gambar dapat meningkatkan pengetahuan gizi para ibu balita yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Sapta (2007) , menyimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran komputer pada siswa yang berpersepsi positif maupun negatif pada pelajaran matematika memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik.

  Penelitian yang dilakukan oleh Supriani (2007), menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara media pembelajaran dan intelegensi dalam mempengaruhi kemampuan membaca. Penelitian Rahmi (2007), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penggunaan media pembelajaran dengan hasil belajar.

  Penelitian Junita (2009), disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dan kecerdasan visual spasial mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar keterampilan dan pengelolaan informasi.

  Disamping berperan dalam meningkatkan semangat belajar dan membangkitkan minat belajar, media pembelajaran juga memberi pengalaman belajar (Rahmi, 2007).

  Media akan membantu dalam melakukan penyuluhan, agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan orang tersebut dengan jelas dan tepat. Dengan media orang dapat lebih mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit, sehingga mereka dapat menghargai betapa bernilainya kesehatan itu bagi kehidupan (Notoatmodjo,2007).

2.5.1 Ciri-ciri Media

  Ciri-ciri media dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitkan rangsangan pada indera penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Secara umum cirri-ciri media pembelajaran adalah bahwa media itu dapat diraba, dilihat, didengar dan diamati melalui panca indera. Cirri-ciri media juga dapat dilihat menurut harganya, lingkup sasarannya, dan kontrol oleh pemakai (Angkowo dkk , 2007).

  Gerlach dan Ely (1971) dalam Arsyad (2009), mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk yaitu 1. Ciri yang menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.

  2. Ciri yang menggambarkan transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan dalam waktu 2-3 menit dengan teknik pengambilan gambar time- lapse recording.

  3. Ciri yang menggambarkan distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah orang dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

  Secara garis besar Rahmi (2007) membagi 4 fungsi utama media yang digunakan untuk perorangan, kelompok besar dan kecil jumlahnya, yaitu memotivasi pendengar yang besar jumlahnya, menyajikan informasi, membangkitkan minat atau tindakan dan memberi instruksi.

2.5.2 Media Poster dan Leaflet

  Menurut Angkowo, dkk., (2007), Sutikno (2009), yang membagi media berdasarkan jenisnya, media poster dan leaflet merupakan media gambar. Raharjo (1991) dalam Junita (2009) berdasarkan jenis media, poster dan leaflet merupakan media visual. Menurut Notoatmodjo (2007), berdasarkan pembuatan dan penggunaan media, poster dan leaflet merupakan alat peraga yang sederhana, mudah dibuat sendiri dan dapat dipergunakan di berbagai tempat. Menurut Mubarak dkk (2007), poster dan leaflet merupakan media sumber belajar, tujuan pembelajaran dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dibanding tanpa bantuan media. Media poster dan leaflet lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo,2007).

  Menurut Sadiman (2003) dalam Junita (2009) media poster dan leaflet merupakan media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di Indonesia.

  Menurut Smaldiono (2005) dalam Herliana (2007) mengemukakan bahwa media poster dan leaflet merupakan media yang dapat disajikan dalam berbagai format.

  Taufik (2007) menjelaskan bahwa media poster dan leaflet merupakan alat peraga yang sering digunakan dalam kegiatan promosi kesehatan masyarakat. Poster adalah pesan singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar tertarik pada suatu objek materi yang diinformasikan.

  Menurut Depkes (2005), poster adalah medium berisikan pesan yang ditujukan bagi khalayak untuk dipelajari dan didiskusikan bersama-sama. Jika digunakan sebagai media penggerak diskusi, isi pesan yang disampaikan bersifat terbuka, sehingga memungkinkan tafsiran yang tidak persis sama.

  Menurut Sadiman (2006), poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu tapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Secara umum poster yang baik hendaklah sederhana, dapat menyajikan suatu ide untuk mencapai suatu tujuan pokok, berwarna dan tulisannya jelas.

  Menurut Brieger (1992), poster dapat dipakai secara efektif untuk tiga tujuan, yaitu untuk memberi informasi dan nasihat, memberikan arah dan petunjuk, serta mengumumkan peristiwa dan program yang penting.

  Menurut Depkes (2005), poster memiliki 4 kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah lebih merangsang minat untuk diperhatikan, relatif tidak membutuhkan terlalu banyak waktu untuk mengembangkan dan menggandakannya, memungkinkan perbedaan gagasan (karena sifatnya yang terbuka/semi terbuka) dan tidak memerlukan tempat khusus untuk disimpan dan dibawa. Kelemahan poster yaitu dalam biaya pembuatan dan penggandaan persatuan media relatif mahal jika jumlah total produksinya sedikit (skala ekonomi), memerlukan keterampilan baca tulis, perlu sedikit keahlian membaca gambar untuk menafsirkan dan kurang cocok untuk menyampaikan banyak pesan atau pesan detail.

  Menurut Notoadmodjo (2005), kelebihan poster dari media lain adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengukit rasa keindahan, mempermudah pemahaman dan meningkatkan gairah belajar. Kelemahannya adalah media poster tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat.

  Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah khususnya untuk suatu sasaran dengan tujuan tertentu. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi (Taufik, 2007). Menurut Depkes RI

  (2009) leafleat adalah tulisan terdiri dari 200-400 huruf dengan tulisan cetak dan biasanya diselingi dengan gambar-gambar, dapat dibaca sekali pandang dan berukuran 20 x 30 cm.

  Leaflet memiliki keunggulan yaitu, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, dan bila lupa akan dapat dilihat dan dibuka kembali, dapat digunakan sebagai bahan rujukan, isi informasi dapat dipercaya karena dicetak dan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, jangkauannya jauh dan dapat membantu jangkauan media lain, bila diperlukan dapat dilakukan pencetakan ulang dan dapat digunakan sebagai bahan diskusi untuk kesempatan yang berbeda (Taufik, 2007).

  Kekurangan leaflet adalah apabila cetakannya kurang dapat menarik perhatian orang maka kemungkinan orang tersebut merasa enggan untuk menyimpannya, apabila huruf tulisannya terlalu kecil dan susunannya kurang menarik, kebanyakan orang juga malas untuk membacanya dan tidak bisa dipergunakan oleh orang yang tidak bisa membaca dan menulis (buta hurup) (Taufik, 2007).

  Pada suatu pendidikan gizi jika tujuannya rumit maka mungkin diperlukan lebih dari satu macam media. Kemampuan peyampaian pesan masing-masing media berbeda-beda, misalnya leaflet lebih banyak berisi pesan, sedangkan poster lebih sedikit pesan-pesan, tetapi bersifat pemberitahuan dan propaganda (Notoatmodjo,2007).

2.6. Perilaku

  Menurut Blum (1974), dalam Maulana (2009), perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Oleh sebab itu, untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang ditimbulkannya. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Bloom (1908) dalam Maulana (2009), membagi perilaku manusia dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif ( sikap) dan psikomotor (tindakan atau keterampilan).

  Pengetahuan merupakan proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep baik melalui proses pendidikan maupun pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, dari guru, orang tua, teman, buku dan media massa (WHO, 1992).

  Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif memiliki enam tingkatan yaitu : 1) tahu, yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya; 2) memahami, yaitu sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar; 3) aplikasi, yaitu mampu menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah; 4) analisis, yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kendala komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  Kemampuan analisa dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya; 5) sintesis, yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) evaluasi, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi (Green & Lewis, 1986).

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden (Azwar, 2003). Sedangkan menurut Simon-Morton, dkk., (1995), pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton TV dan dari pengalaman hidup.

  Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara berstruktur dengan kuesioner. Kedalaman pertanyaan disesuaikan dengan karakteristik responden.

  Penilaian praktis dapat dilakukan jauh lebih mudah apabila penilaian itu dirancang dari semula sebagai bagian dari strategi pengembangan program dan bukan ditentukan kemudian hari (Madanijah, 2004).

  Penilaian tingkat pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan cara : 1.

  Nilai/skor setiap jawaban dijumlahkan 2. Pengkategorian pengetahuan gizi adalah : a.

  Baik : > 80% jawaban benar b. Cukup : 60-80% jawaban benar c. Kurang : < 60% jawaban benar (Madanijah, 2004).

3. Keberhasilan pembelajaran dapat ditinjau dari 4 tingkat yaitu : a.

  Istimewa : Jika seluruh jawaban benar b.

  Baik Sekali : Jika 85-94% jawaban benar c.

  Baik : Jika 75-84% jalaban benar d.

  Kurang : Jika < 75% jalaban benar (Sutikno, 2009). Menurut Campbell (1950) dalam Taufik (2007), sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

  Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang tentang senang, tidak senang, setuju tidak setuju, baik, tidak baik dan sebagainya.

  Menurut Widayatun (1999), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respons individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

  Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996), sikap dapat pula didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak.

  Menurut Azwar (2003), sikap mempunyai fungsi yang berbeda bagi setiap orang yaitu 1) pengetahuan; dengan sikapnya, seseorang akan mampu mengorganisasikan dan menginterpretasikan berbagai macam informasi yang diterima, 2) ekspresi diri; sehingga individu dapat menyatakan nilai-nilai atau keyakinannya, dan 3) sarana peningkatan harga diri; dengan mengetahui fungsi sikap bagi seseorang maka komunikator dapat menentukan strategi komunikasi yang tepat dengan memberikan pesan persuasi yang berisi informasi yang relevan bagi fungsi sikap yang bersangkutan.

  Menurut Walgito (2003), ada beberapa faktor determinan sikap yang dianggap penting, yaitu 1) faktor fisiologis, seseorang akan ikut menentukan bagaimana sikap seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan kesehatan. Pada umunya orang muda sikapnya lebih radikal daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan pada orang dewasa sikapnya lebih moderat; 2) faktor pengalaman langsung terhadap obyek sikap akan dipengaruhi langsung oleh pengalaman orang yang bersangkutan dengan obyek tersebut; 3) faktor kerangka acuan, merupakan faktor penting dalam sikap seseorang, karena kerangka acuan ini berperan terhadap obyek sikap; dan 4) Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi seseorang kepada orang lain.

  Menurut Azwar (2003), tindakan manusia ada 3 jenis yaitu 1) tindakan ideal, artinya tindakan yang dapat diamati yang dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah; 2) tindakan sekarang, artinya perilaku yang dilaksanakan saat ini, dan 3) tindakan yang diharapkan, yakni tindakan yang diharapkan dilaksanakan oleh sasaran.

  Kurt Lewin dalam Brigham (1991), merumuskan suatu model hubungan tindakan yang mengatakan bahwa tindakan (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E) yaitu :

  B=f (P.E) Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, biografik, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan tindakan. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan tindakan, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi tindakan lebih kompleks.

  Menurut Sutarlinah (1983), perubahan pengetahuan,sikap dan tindakan merupakan proses belajar yang ditujukan untuk peningkatan, pemeliharaan, pengurangan, dan penghilangan serta perkembangan dari tingkah laku lama. Menurut Mantra (1997), ada beberapa rangsangan yang dapat menyebabkan orang berubah pengetahuan, sikap dan tindakan, yaitu : 1) rangsangan fisik; 2) rangsangan rasional; 3) rangsangan emosional; 4) ketrampilan; 5) jaringan perorangan dan keluarga; 6) struktur sosial; 7) biaya; dan 8) perilaku yang bersaing.

  Penyuluhan bukanlah satu-satunya cara merubah pengetahuan, sikap dan tindakan individu atau kelompok, namun secara umum ada tiga macam cara untuk merubah individu atau kelompok yaitu menggunakan kekuasaan atau kekuatan, memberikan informasi, diskusi dan partisipasi (Sarwono, 1997).

  Menurut Rukminto (2001), merencanakan perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan pada individu atau pada sekelompok masyarakat melalui intervensi komunitas tidak mudah. Pada kenyataan di lapangan, ada berbagai kendala yang sering ditemui, kendala tersebut meliputi kendala yang berasal dari kepribadian individu dan kendala yang berasal dari sistem sosial yang berkembang dilingkungan kelompok masyarakat tersebut. Kendala individu antara lain adalah kestabilan, kebiasaan, hal-hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, superego, rasa tidak percaya serta rasa tidak aman. Kendala sistem sosial antara lain meliputi kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal-hal yang bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap orang luar yang datang ke dalam komunitas tersebut.

  Menurut Sarwono (2007), perubahan perilaku melalui pemberian informasi/pendidikan kesehatan akan memakan waktu yang lama. Meskipun lama, hasil/perubahan yang dicapai ternyata lebih lama menetap/lestari dan tidak tergantung dari ketatnya pengawasan, karena individu merasakan sendiri adanya kebutuhan berperilaku sehat.

  Menurut Mubarak dkk (2007), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku itu terjadi akibat adanya paksaan aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

  Menurut Depkes (2009), penyuluhan gizi dengan media dapat meningkatkan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi masalah- maslah gizi yang dihadapi menjadi mampu mengatasinya.

  Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan media dan berbagai metode dalam mengubah perilaku. Penelitian yang dilakukan Djaiman dkk (2004) tentang pengembangan media praktis tentang pertumbuhan balita dengan sasaran ibu balita pengunjung pelayanan kesehatan menyimpulkan bahwa pemberian media saja pada ibu balita tidaklah cukup untuk meningkatkan pengetahuan dan minat ibu untuk memantau pertumbuhan balitanya diposyandu akan tetapi pemberian media yang dikombinasikan dengan penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan dan minat ibu untuk memantau pertumbuhan balitanya diposyandu.

  Penelitian yang dilakukan oleh Salimar (2007) tentang peranan penyuluhan dengan menggunakan alat bantu leaflet terhadap perubahan pengetahuan dan sikap ibu balita gizi kurang di kabupaten Bogor menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan dan perubahan sikap ibu balita gizi kurang.

  Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2006 tentang pengaruh intervensi terhadap pengetahuan gizi-kesehatan ibu balita dan pola pengasuhan gizi-kesehatan didapat hasil bahwa penyuluhan gizi-kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan gizi sebesar 29,8 poin dan peningkatan pola pengasuhan gizi-kesehatan sebesar 34,1 poin.

  Guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat mengkonsumsi makanan, perlu dimasyarakatkan perilaku yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu gizi (Depkes, 2002). Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah, 2004). Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidak tahuan. (Depkes, 2005).

  Penanggulangan masalah gizi buruk dapat dilaksanakan dengan strategi mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat. (Depkes, 2005).

  Berdasarkan hasil penelitian oleh Tatik dkk (2004) tentang pengaruh penyuluhan gizi terhadap konsumsi makanan dan status gizi anak balita penderita tuberculosis primer di rawat jalan RSUP dr. Kariadi Semarang menyimpulkan bahwa ada peningkatan konsumsi energi rata-rata sebesar 18,87% dari kebutuhan dan peningkatan konsumsi protein rata-rata sebesar 21,39% dari kebutuhan setelah diberi penyuluhan gizi. Secara praktikal balita yang ibunya mendapat penyuluhan gizi kenaikan berat badannya lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang ibunya tidak mendapat penyuluhan gizi.

2.7. Gizi Kurang

  Balita gizi kurang adalah seorang balita yang ditandai dengan berat badan tidak sesuai standart menurut umur disebut juga (underweight) (Depkes RI, 2009).

  Gizi kurang pada anak disebut disebut KEP (kurang energi protein) (Adisasmito, 2007). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama (Rimbawan dkk, 2004). Kurang energi protein dikelompokkan menjadi 2, yaitu gizi kurang (bila berat badan menurut umur dibawah -2 SD) dan gizi buruk (bila berat badan menurut umur di bawah -3 SD). Ciri fisik KEP adalah berat badan berada di bawah standar normal (Depkes RI, 2005).

  Berat badan anak balita berkaitan dengan dua hal, yaitu umur dan tinggi badan anak tersebut. Dalam keadaan sehat semakin bertambah umur semakin bertambah berat badannya. Anak yang sehat bertambah tinggi badannya bertambah berat badannya secara proposional. Berat badan menurut umur tidak memberikan indikasi spesifik tentang karakteristik masalah gizi yang diderita apakah ”akut”, ” kronis”, atau ”akut-kronis”, tapi secara umum berat badan menurut umur mengindikasikan adanya gangguan gizi (Depkes RI, 2009).

  Kurang Gizi Akut adalah keadaan kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan pada balita. Kurang gizi kronis juga disebut pendek yaitu bila tinggi badan anak lebih rendah dari pada standar tinggi badan normal menurut umurnya. Keadaan kurang gizi pada balita akan menghambat pertumbuhan dan kerusakan jaringan. Keadaan tersebut dikenal dengan marasmus dan bila disertai dengan kekurangan protein disebut kwasiorkor (UI, 2007).

  Marasmus adalah bentuk gizi buruk yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan tanda dan gejala tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai/celana longgar/”baggy pants”), perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diarae (Depkes RI, 2009).

  Kwashiorkor adalah bentuk gizi buruk yang umumnya terjadi pada balita dengan tanda dan gejala odema umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis), wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare (Depkes RI, 2009).

  Marasmic-Kwashiokor adalah bentuk gizi buruk yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, dengan tanda dan gejala campuran dari beberapa gejala klinik kwasiorkor dan marasmus, disertai edema yang tidak mencolok (Adisasmito, 2007).

  Dari hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Gizi Depkes RI (2003), balita yang mengalami gizi buruk pada tahap duduk di bangku sekolah, memiliki IQ 13 poin lebih rendah dari pada balita sehat (Depkes RI, 2009).

  Menurut World Bank (1992), bahwa perbaikan gizi merupakan suatu investasi pembangunan sebab gizi yang jelek akan memberikan dampak rendahnya produktifitas kerja, kehilangan kesempatan sekolah, tingginya angka kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2006).

  PBB mengungkapkan pentingnya penanggulangan kekurangan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas SDM pada seluruh kelompok umur sesuai siklus kehidupan serta investasi gizi sangat berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi. Ada 3 alasan suatu negara perlu melakukan intervensi dibidang gizi, yaitu perbaikan gizi memiliki keuntungan ekonomi (economic returns) yang tinggi, intervensi gizi terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan gizi membantu menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktifitas kerja, pengurangan hari sakit dan pengurangan biaya pengobatan (Depkes RI, 2006).

2.8. Konsumsi

  Dalam rangka meningkatkan gizi balita, salah satunya adalah melalui program pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-Pemulihan). Program pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-Pemulihan) memiliki dua makna ganda, baik dari aspek pendidikan maupun kesehatan. Dari aspek pendidikan, program PMT- Pemulihan merupakan wahana pendidikan gizi dan kesehatan di tingkat keluarga. Sedangkan dari aspek kesehatan, program tersebut merupakan upaya nyata untuk meningkatkan status gizi balita. (Depkes, 2007).

  Pemberian makanan tambahan pemulihan secara umum terdapat dua jenis yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut PMT-Pemulihan Pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut dengan PMT-Pemulihan Lokal. Mengingat pentingnya aspek sosial budaya dan aspek pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pemberian PMT-Pemulihan Lokal maka disebut juga PMT-Pemulihan Dapur Ibu. (Depkes, 2006).

  Makanan tambahan pemulihan yang dibuat ibu balita gizi kurang mengandung kecukupan energi dan protein balita per-hari menurut berat badan yang diberikan minimal selama 30 hari yaitu :

Tabel 2.1 Distribusi Kecukupan Sehari Energi dan Protein pada Balita menurut Berat Badan

  Berat Badan Anak (kg) Kecukupan Sehari Energi (Kkal) Protein (gr) <7 660 15,0 7-8 780 20,0

  9-10 948 20,0

  11-13 1170 21,0

  Sumber : Depkes, 2006

  Pemberian PMT-Pemulihan Lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat PMT-Pemulihan dari bahan pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian PMT-Pemulihan Lokal secara mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti PKK dan Posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi. (Depkes, 2006).

  Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa dkk, 2002). Penilaian konsumsi makanan merupakan cara menilai status gizi masyarakat secara tidak langsung (Riyadi, 2004). Permasalahan konsumsi pangan yang dihadapi tidak hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang dikonsumsi, tetapi juga menyangkut masalah pemenuhan zat gizi. Lima kelompok zat gizi selain air yang esensial diperlukan oleh tubuh manusia adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Penganekaragaman pangan yang disusun secara seimbang akan mampu memenuhi zat gizi (Mudanijah, 2004). Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein (Depkes, 2002).

  Pada tingkat individu metode pengukuran konsumsi makanan dapat dilakukan metode yaitu recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode dietary history, dan metode frekuensi makanan (Supariasa, 2002).

  Berdasarkan buku pedoman petugas gizi puskesmas Depkes RI, (1990) dalam Supariasa (2002), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of

  points

  yaitu : Baik ( ≥ 100% AKG), Sedang (80-99% AKG), Kurang (70-80% AKG) dan Defisit (< 70% AKG).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penyuluhan oleh Tenaga Pelaksana Gizi dengan Metode Ceramah Disertai Media Poster dan Leaflet terhadap Perilaku Ibu dan Pertumbuhan Balita Gizi Kurang di Kecamatan Tanjung Beringin Tahun 2010

5 47 160

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 55 79

Pengaruh Metode Ceramah dengan Media Audio Visual dan Poster Kalender terhadap Perilaku Gizi Ibu Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Kabupaten Bireuen

4 40 146

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 34 78

Efektifitas Penyuluhan dengan metode ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Gizi Balita di Dusun VII Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Provinsi Sumatera Utara

3 43 86

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Kurang - Pengaruh Pemberian cookies Substitusi Tepung Tempe terhadap Pertumbuhan Anak Batita Gizi Kurang di Kelurahan Pakuan Baru Kota Jambi Tahun 2013

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi - Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Anak Balita di RSUP.H.Adam Malik, Medan Tahun 2013

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluhan 2.1.1. Definisi Penyuluhan - Pengaruh Penyuluhan dengan Metode Ceramah tentang Bahaya Narkoba terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Raksana Medan Tahun 2014

0 0 46

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menyusun Menu - Pengaruh Bimbingan Penyusunan Menu Balita dengan Metode Ceramah dan Permainan terhadap Pengetahuan Ibu di Kecamatan Medan Belawan

0 26 28