DOCRPIJM 2c5baf1136 BAB IX11 BAB 9 Aspek Pembiayaan (RPI2JM Natuna) FINAL

  Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

  Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk : a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya.

  b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya.

  c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana

  Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan.

  Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman

  Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit

  2,5;

  c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:  Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;  Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat.

  DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:  Kerawanan sanitasi;  Cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke- PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi :

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social

  Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

  Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten Natuna

  Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

  b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

Tabel 9.1. : Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir (Dalam Juta)

  Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Pendapatan Daerah Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Pendapatan 33.618 3,6 36.169 3,5 42.186 4 38.920 3,0 41.890 3,5 Asli Daerah Pajak Daerah

  2.259 0,2 1.023 0,08 1.470 0,1 3.407 0,2 9.957 0,75 Retribusi

  3.421 0.3 4.835 0,4 2.562 0,2 1.405 0,1 624 0,04 Daerah Hasil Pengelolaan

Kekayaan 5.419 0,5 4.689 0,4 4.179 0,3 3.837 0,2 3.871 0,3

Daerah Yang Dipisahkan Lain-lain PAD

  22.517 2,4 25.621 2,2 33.973 2,9 30.270 2,3 27.419 2,09 Dana 699.590 76 944.118

  

82 1.043.134

90 1.175.509 91,5 1.189.088 90,5 Perimbangan Dana Bagi

  569.929 61 923.496

80 943.996

81 1.054.602 82 936.379

  71 Hasil Dana Alokasi

  90.283 9,8 71.909 6,2 85.322 6,6 177.949 13,5 Umum Dana Alokasi

  39.376 4,2 20.622 2 27.229 2,3 35.584 2,7 74.759 5,7 Khusus Lain-Lain Pendapatan 188.586 20,4 166.359 14,5 66.921 6 69.909 5,5 79.692

  6 Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Darurat DBH Pajak dari Pemda

  183.730 20 162.371 14,1 23.508 2,0 27.524 2,1 43.522 3,3 Lainnya Dana Penyesuaiaan

  4.168 0,3 17.588 1,5 12.475 0,9 14.391 1,09 & Otonomi Khusus Bantuan Keuangan

  4.855 0,5 25.824 2,2 29.701 2,3 21.322 1,6 Provinsi /Pemda Lain Pendapatan

  456 0,03 Lainnya

  Total 921.794 100% 1.146.827 100% 1.046.257 100% 1.284.338 100% 1.310.672 100% Sumber : Natuna Dalam Angka

  Tabel diatas menggambarkan perkembangan pendapatan Kabupaten Natuna dalam 5 tahun terakhir, pendapatan daerah Kabupaten Natuna masih didominasi oleh sumber dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dan alokasi khusus dengan proporsi rata-rata hingga 90%, untuk melihat lebih detail mengenai perkembangan proporsi sumber penerimaan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 9.1. : Grafik Perkembangan Proporsi Sumber Penerimaan

  Sumber : Hasil Analisa

  Perkembangan proporsi pendapatan Kabupaten Natuna dalam lima tahun terakhir masih didominasi oleh sumber dana perimbangan, dimana dari tahun ke tahun proporsi dana perimbangan selalu meningkat, dimulai dari tahun 2009 dengan proporsi sebesar 76%, kemudian pada tahun 2010 meningkat hingga 82%, pada tahun 2011 hingga 2013 proporsinya menyentuh angka 90%. Terjadinya pergeseran sumber pendapatan dalam lima tahun terakhir terjadi pada menurunnya proporsi sumber lain yang sah seperti dana hibah, dana darurat, dana otonomi khusus dan lain sebagainya bergeser ke sumber dana perimbangan, sementara untuk PAD tidak terjadi perubahan yang signifikan, masih berada di angka proporsi 3-4 persen.

  Setelah melihat perkembangan pendapatan Kabupaten Natuna dalam lima tahun terakhir maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai perkembangan belanja daerah Kabupaten Natuna dalam lima tahun terakhir, berikut ini ialah tabel perkembangan belanja Kabupaten Natuna lima tahun terakhir.

Tabel 9.2. : Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir (Dalam Juta)

  Pendapatan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Daerah Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

Belanja

  366.300 41,1 406.792 42,7 591.816 45,1 662.066 45,5 554.278 41,5 Tidak Langsung Belanja

  174.278 19,5 194.150 20,4 211.100 16 233.150 16 248.612 18,6 Pegawai Belanja

  • - - - -

  Bunga Belanja 83.143 9,3 79.428 8,3 64.638 4,9 80.492 5,5 46.656 3,5

  Subsidi Belanja 33.392 3,7 64.408 6,7 226.163 17,2 188.099 12,9 73.889 5,5

  Hibah Belanja 39.702 4,4 40.735 4,2 62.660 4,7 121.423 8,3 146.572 10,9

  Bansos Belanja 34.522 3,8 28.068 2,9 27.254 2 38.323 2,6 38.547 2,8

  Pemda Lain Belanja 1.261 0,14 577 0,03

  Tidak Terduga Belanja 523.211 58,9 543.808 57,3 719.443 54,9 790.216 54,5 778.735 58,5 Langsung Belanja

  54.323 6,1 60.311 6,3 75.894 5,8 89.649 6,1 99.923 6,9 Pegawai Belanja

  225.762 25,3 293.439 30,8 372.327 28,3 403.497 27,7 371.481 27,8 Barang & Jasa Belanja

  243.125 27,3 190.058 20 271.221 20,6 297.069 20,4 307.330 23,0 Modal

  889.511 100% 950.601 100% 1.311.260 100% 1.452.282 100% 1.333.014 100% Total Sumber : Natuna Dalam Angka

  Tabel diatas menjelaskan mengenai perkembangan belanja Kabupaten Natuna dalam lima tahun terakhir dimana proporsi belanja langsung dalam lima tahun selalu lebih besar daripada belanja tidak langsung, untuk melihat proporsi secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 9.2. : Grafik Perkembangan Proporsi Belanja

  Sumber : Hasil Analisa

9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.

  

9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya

Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Tabel 9.3. : Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Dalam 5 tahun Terakhir (Dalam Juta)

  Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Sektor Alokasi % Alokasi % Alokasi % Alokasi % Alokasi % Pengemban

  2, gan Air 63.237 5,7 47.317 4,2 50.885 3,3 65.415 3,8 35.593

  3 Minum Pengemban 2, 58.373 5,3 59.146 5,3 55.973 3,6 60.743 3,5 43.502 gan PLP

  8 Pengemban 5, gan 92.423 8,4 94.634 8,4 114.491 7,4 84.106 4,9 90.960

  9 Permukiman Penataan Bangunan

  1, 29.186 2,6 35.488 3,1 33.075 2,1 23.362 1,3 27.683 dan

  8 Lingkungan Total Belanja 243.221

  22 236.587

14 254.426

8 233.628 16 197.740

  13 APBD Bid. Cipta Karya Total

  1.530.43

  10 Belanja 1.091.869 100 1.115.737 100 1.528.858 100 1.714.814 100

  9 APBD Sumber : Natuna Dalam Angka

Gambar 9.3. : Grafik Proporsi Belanja Daerah

9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya

  Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Berikut ini ialah proyeksi pendapatan APBD Kabupaten Natuna untuk 5 (Lima) tahun kedepan.

Tabel 9.4. : Proyeksi Pendapatan APBD 5 Tahun ke Depan (Dalam Juta)

  

Realisasi % Proyeksi

Kompnen Pertum APBD buhan 42.186 38.920 41.890 2 % 42.727 43.582 44.454 45.343 46.249 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 PAD

  Dana 1.043.134 1.175.509 1.189.088 4 % 1.368.578 1.505.436 1.655.980 1.803.160 1.958.450 Perimban gan 71.909 85.322 177.949 187.015 198.156 208.678 219.784 230.006

  DAU 943.996 1.054.602 936.379 1.350.695 1.823.147 2.249.315 2.568.114 2.801.000 DBH DAK - DAK Air 17.229 21.356 41.528 43.189 45.562 47.195 49.610 51.263 - DAK Minum 10.000 14.228 33.231 35.812 37.690 40.012 42.132 44.867 Sanitasi Lain-Lain Pendapat 66.921 69.909 79.692 9 % 86.864 94.682 103.203 112.491 122.615 an yang

  Sah Sumber : Hasil Analisa Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

  Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total

  penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Berikut ini ialah tabel perhitungan proyeksi Net Public Saving Kabupaten Natuna untuk 5 tahun kedepan.

Tabel 9.5. : Proyeksi Net Public Saving 5 Tahun ke Depan (Dalam Juta)

  Jenis Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Penerimaan 1.498.169 1.643.700 1.803.637 1.960.994 2.127.314 Daerah Belanja Wajib

  984.140 1.104.968 1.250.350 1.312.130 1.442.584 Daerah Net Public 514.029 538.732 553.287 648.864 684.730 Saving Sumber : Hasil Analisa

  Dari tabel diatas dapat terlihat kemampuan keuangan Kabupaten Natuna dalam membiayai pembangunan di bidang cipta karya 5 tahun kedepan, hal tersebut tergambar dari angka net public saving dimana selisih antara penerimaan daerah dengan belanja wajib daerah merupakan dana sisa yang dapat di alokasikan ke pembangunan bidang cipta karya. Angka net public saving dalam 5 tahun kedepan sesuai dengan proyeksi mengalami perbaikan dibandingkan dengan Net Public Saving 5 tahun sebelumnya, angka NPS Kabupaten Natuna cenderung stabil untuk 5 tahun kedepan, dengan beban anggaran belanja wajib yang masih minim jumlahnya dapat menjadi keuntungan bagi Kabupaten Natuna untuk mengalihkan sisa anggaran ke pembiayaan pembangunan bidang cipta karya.

  Untuk angka NPS ini tidak dapat menggambarkan secara pasti mengingat rincian pengeluaran untuk masing-masing bidang termasuk bidang

  • – Pekerjaan Umum maupun Cipta Karya banyak dipengaruhi oleh factor factor lainnya antara lain : kebijakan pemerintahan daerah, prioritas pembangunan, maupun aspek-aspek politik lainnya.

  

Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage

Ratio/DSCR)

  Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

  b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

  c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

  d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

  Berdasarkan peraturan yang berlaku, Debt Service Cost Ratio (DSCR) minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah.

Gambar 9.4. : Grafik Perkembangan Proporsi Belanja

9.5. Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bid. Cipta Karya

  Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber. Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Berikut ini ialah strategi-strategi peningkatan investasi bidang cipta karya :

  Strategi Peningkatan Penerimaan Daerah

  Pandapatan Daerah meliputi semua penerimaan yang merupakan hak daerah dalam satu Tahun Anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah. Pendapatan Daerah dirinci menurut Kelompok Pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang mempunyai kedudukan yang strategis menuju kemandirian daerah, didalam komponen PAD tercermin bagaimana kemampuan daerah untuk membiayai sendiri penyelenggaraan pemerintahan.

  Dengan diamanatkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika dibandingkan dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah masih relatif rendah , sehingga ketergantungan terhadap bantuan/sumbangan dari Pemerintah Pusat cukup besar.

  Strategi Efisiensi Penggunaan Anggaran Daerah

  Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Arah Kebijakan Belanja Daerah Kabupaten Natuna tahun 2005-2010, mengacukan kepada visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih yang pengelolaannya akan didasarkan pada prioritas sebagai berikut :

  1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten Natuna yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang- undangan;

  2. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah Kabupaten Natuna;

  3. Belanja dalam rangka peyelenggaraan urusan wajib diarahkan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum;

  4. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan memperbaiki fasilitas dan pengadaan untuk pelayanan dasar kesehatan terutama untuk kelaurga miskin serta kesehatan ibu dan anak, memperbanyak tenaga medis terutama untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;

  5. Dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat, anggaran belanja akan diarahkan pada peningkatan sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, penguatan struktur ekonomi pedesaan berbasis kerakyatan, pemberdayaan koperasi dan UMKM, serta dukungan infrastruktur pedesaan;

  6. Dalam mendukung pengembangan aktifitas ekonomi, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur akan diarahkan pada wilayah sentra produksi di pedesaan dan aksesibilitas listrik;

  7. Kebijakan untuk belanja tidak langsung meliputi hal-hal sebagai berikut

  a. Belanja Pegawai, disediakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, honorarium, dan pengobatan Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam merencanakan belanja gaji pegawai supaya disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengantisipasi realisasi pengangkatan PNS / CPNS, kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga. PNS Daerah dapat diberikan penghasilan tambahan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memperoleh persetujuan DPRD;

  b. Belanja Hibah, yang disediakan untuk penyelenggaraan kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan/ badan/ lembaga swasta, bersifat tidak mengikat penerimanya, namun realisasinya harus disesuaikan kemampuan keuangan daerah; c. Belanja Bantuan Sosial, disediakan untuk mendukung kegiatan sosial pemerintah, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi kepartaian (politik), bersifat tidak mengikat penerimanya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun realisasinya harus disesuaikan kemampuan keuangan daerah;

  d. Mengalokasikan belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya.

  8. Kebijakan untuk Belanja Langsung, diprioritaskan pada hal-hal sebagai berikut : a. Diprioritaskan pada penyediaan fasilitas pelaksanaan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan publik, honorarium dan atau lembur PNS / Non PNS, beasiswa pendidikan/ kursus/ pelatihan/ sosialisasi/ bantuan teknik PNS, pengadaan perangkat kerja dan ATK, biaya pengelolaan dan pemeliharaan asset-asset milik daerah termasuk efisiensi biaya telepon/ listrik/ air, biaya jamuan tamu/ promosi/ belanja jasa pihak ketiga. Penyediaan biaya perjalanan agar dikendalikan secara efisien dan efektif.

  b. Belanja Langsung, agar diprioritas pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sesuai kebutuhan dan dinamika sosial yang berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

  c. Belanja langsung dalam konteks pembangunan infrastruktur / suprastruktur diupayakan untuk melibatkan partisipasi swasta dan masyarakat, agar dapat mendukung kemandirian perekonomian masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru serta menumbuhkan rasa memiliki.

  d. Belanja Langsung, agar dialokasikan untuk pembangunan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat yang diarahkan untuk :  Pembiayaan operasional pendidikan, pembangunan/ rehabilitasi gedung sekolah, penambahan unit kelas rehabilitasi ruang kelas serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan.

   Pembiayaan operasional pelayanan kesehatan, pembangunan/ rehabilitasi gedung Puskesmas/ Pustu Polindes kesehatan serta sarana prasarana penunjang kesehatan, untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, terutama bagi penduduk miskin;  Pembangunan/ rehabilitasi infrastruktur jaringan jalan, termasuk prasarana dan sarana transportasi, untuk meningkatkan mobilitas arus barang dan produktivitas kegiatan perdagangan jasa yang menunjang pertumbuhan ekonomi kerakyatan, ekonomi lokal dan ekonomi regional;

   Pengembangan, pembangunan/ rehabilitasi pusat-pusat perdagangan dan industri sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dalam skala mikro, kecil dan menengah;  Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, keterbelakangan dan keterpencilan.

  e. Belanja pengadaan kendaraan bermotor lebih diutamakan untuk mobilitas dinas pegawai, dan pelayanan umum masyarakat.

  Strategi Peran Masyarakat dan Dunia Usaha

  Sejalan dengan upaya menumbuhkan sikap kemandirian dan peningkatan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah, maka anggaran belanja pembangunan daerah diarahkan untuk menunjang berkembangnya potensi masyarakat, termasuk dunia usaha. Hal ini mengingat keterbatasan dana pembangunan" yang berasal dari pemerintah, sehingga sasaran pembangunan hanya dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai potensi investasi masyarakat dan dunia usaha pada khususnya. Karena itu pembiayaan pembangunan yang berasal dari pemerintah dan swasta diupayakan dan diarahkan untuk dapat saling mengisi, saling melengkapi dan saling menunjang.

  Strategi Pengembangan Infrastruktur Skala Regional

  Pembangunan dan peningkatan daya dukung infrastruktur wilayah guna menunjang mobilitas kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Karena itu pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan, sarana dan prasarana perhubungan dan terminal angkutan darat akan menjadi salah satu perhatian periling oieh pemerintah daerah dalam alokasi pengeluaran pembangunan daerah. Selain itu peningkatan kemampuan sarana air bersih, listrik, telekomunikasi akan ditingkatkan kemampuan- nya dalam melayani kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan kebutuhan pembangunan pada umumnya.

  

Strategi Pendanaan Untuk Operasi, Pemeliharaan dan Rehabilitasi

Infrastruktur Permukiman

  Pendanaan untuk operasi, pemeliharaan maupun rehabilitasi infrastruktur permukiman perlu di alokasikan kedalam anggaran belanja wajib daerah, untuk tetap menjaga seluruh infrastruktur permukiman yang sudah terbangun diperlukan alokasi anggaran yang mencukupi, selain itu pemeliharaan infrastruktur permukiman dapat juga melibatkan masyarakat maupun pihak swasta dengan sebelumnya mengadakan sosialisasi mengenai pemeliharaan infrastruktur permukiman tersebut, dengan begitu beban anggaran untuk pemeliharaan infrastruktur permukiman tidak semua ditanggung oleh pemerintah daerah.