BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi - Pengaruh Suhu Terhadap Nilai pH, Densitas Dan Kandungan Senyawa Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Kopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kopi

  Kopi (coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-rantingnya. Didunia perdagangan dikenal berbagai macam jenis kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya. Sistematik tanaman kopi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi

  Kingdom Plantae Subkingdom Tracheobionta Super Divisi Spermatophyta Divisi Magnoliophyta Kelas Magnoliopsida SubKelas Asteridae Ordo Rubiales Famili Rubiaceae Genus Coffea

  (Tjitrosoepomo, 2001)

  Bu uah kopi ter rdiri dari d daging buah h dan biji. Daging bua ah terdiri a atas 3 bagian lap pisan kulit l luar (eksoka arp), lapisan n daging (m mesokarp), d dan lapisan n kulit tanduk (en ndokarp) ya ang tipis tet tapi keras. B Buah kopi u umumnya m mengandung g dua butir biji, tetapi kad dang-kadang g hanya me engandung 1 butir ata au bahkan tidak berbiji (ha ampa) sama a sekali. Bij ji ini terdiri atas kulit d dan lembaga ga. Lembaga a atau sering dis sebut endos sperma mer rupakan ba agian yang bisa diman nfaatkan se ebagai bahan me mbuat min uman kopi (Najiati et t al , 1997). Gambar an anatomi biji i kopi dapat dilih hat pada gam mbar 2.1 dib bawah ini.

Gambar 2.1 G

1 Bagian-B Bagian Bua h Kopi

2.2 Prose es Pengolah han Kopi

  Buah kop i biasanya diperdagang gkan dalam m bentuk ko opi beras, y yaitu kopi k kering yang suda ah terlepas dari dagin ng buah dan n kulit arin nya. Pengol lahan buah kopi bertujuan untuk me misahkan b biji kopi d dari kulitny ya dan me engeringkan n biji tersebut s sehingga d diperoleh ko kopi beras dengan ka adar air ter ertentu dan siap dipasarkan n. Pengolah han buah k kopi dapat d dilakukan m melalui dua a cara yaitu u cara basah dan cara kering g. Pengolaha an secara ba asah biasan ya memerlu ukan modal yang lebih besa ar, tetapi leb bih cepat da an menghas silkan mutu u yang lebih h baik (Naji iati et

  , 1997).

  al

  Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik dan prosesnya cepat. Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke et al , 1985).

  Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis Robusta, karena tanpa fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi jenis Arabika sebaiknya dilakukan cara basah. Diperkebunan besar pengolahan secara kering hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk . Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasnya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12%.

  Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buahnya sehingga diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Sedangkan proses hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk dan kulit arinya. Pemisahan ini dilakukan dengan mesin huller. Didalam mesin huller kulit yang sudah terlepas dari biji akan dihembuas keluar sehingga terpisah dari biji dan biji bisa keluar dari mesin dalam keadaan bersih. Kopi yang keluar dari huller ini adalah kopi beras yang sudah siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya (AAK, 1988).

2.3 Kandungan Kimia Kopi

  Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia dengan karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun bentuk minuman. Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi biji dan bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi

  

Komponen Biji kopi Kopi bubuk

  Mineral 4,0 - 4,5 4,6-5,0 Kafein 1,6 - 2,4

  2,0 Trigonelinne 0,6 - 0,75 0,3-0,6 Lipid 9,0 - 13,0 6,0-11,0 Total asam klorogenat 7,0–10 3,9-4,6 Asam alifatik 1,5-2,0 1,0-1,5 Oligosakarida 5,0-7,0 0-3,5 Total polisakarida - 37,0-47,0 Asam amino 2,0 Protein 11,0-13,0 13,0-15,0

  • Asam hummin

  16,0-17,0 (Sumber: Clarke et al, 1985)

  Kulit buah kopi sangat tipis dan mengandung klorofil serta zat – zat warna lainnya. Daging buah terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang lebih tebal dan keras serta bagian dalam yang sifatnya seperti gel atau lendir. Pada lapisan lendir ini, terdapat sebesar 85% air dalam bentuk terikat, dan 15% bahan koloid yang tidak mengandung air. Bagian ini bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari ±80% pektin dan ±20% gula. Bagian buah yang terletak antara daging buah dengan biji disebut kulit tanduk. Kulit tanduk berperan sebagai pelindung biji kopi dari kerusakan mekanis yang mungkin terjadi pada waktu pengolahan. Berikut komposisi kimia kulit tanduk pada biji kopi robusta dan biji kopi Arabica dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika Komponen Arabika (%) Robusta (%)

  Protein kasar 1,46 2,20 Serat kasar 50,20 60,24 Hemiselulosa 11,60 7,58

  21,30 - Gula Pentosan 26,00 - Abu 0,96 3,30

  • Light petroleum extract 0,35 (Sumber: Clarke et al, 1985)

  Senyawa terpenting yang terdapat dalam kopi adalah kafein. Kafein dapat bereaksi dengan asam, basa, dan logam berat dalam asam. Kafein disintesis dalam perikarp, Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi rasanya sangat pahit. Kafein bersifat basa monosidik yang lemah dan dapat memisah dengan penguapan air. Dengan asam, kafein akan bereaksi dan membentuk garam yang tidak stabil. Sedangkan reaksi dengan basa akan membentuk garam yang stabil. Kafein mudah terurai dengan alkali panas membentuk kafeidin (Muchtadi, 2010).

  Analisis komponen organik pada limbah padat kopi membantu menentukan proses daur ulang sebagai bahan dasar pakan ternak, kompos, pupuk, briket, produksi biogas maupun alternatif pemanfaatan lainnya. Rata-rata kandungan serat kasar pada kulit kopi maupun kulit tanduk cukup tinggi demikian pula dengan kandungan senyawa organik memiliki potensi dimanfaatkan sebagai kompos ataupun pupuk. Nilai kalori kulit tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg sedangkan pulpa kopi pada kandungan air 5% memiliki nilai kalori 3300 kkal/kg berpotensi sebagai sumber bahan bakar. Meskipun agak sulit diterapkan pada pulpa kopi yang diperoleh dari pengolahan basah karena masih mengandung kadar air bahan yang tinggi (84%) (Clarke et al, 1985).

2.4 Pirolisis

  Pirolisis adalah salah satu metode untuk menangani limbah padat sekaligus sebagai suatu proses dekomposisi senyawa kimia dengan suhu tinggi dengan pembakaran tidak sempurna atau suatu proses perubahan kimia melaui aksi panas secara umum perubahan kimia dapat meliputi croslinking, isomerisasi deoksigenasi, denitrogenisasi dan sebagainya. Bahan yang paling mudah didekomposisi adalah selulosa. Hasil dari proses pirolisa dapat berupa gas, cairan dan padatan (Murtadho. D, 1988).

  Sedangkan menurut Girard (1992), Pirolisa merupakan proses pemecahan lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa selulosa mengalami 2 tahap. Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi yang menghasilkan glukosa. Tahap kedua pembentukan asam asetat dan homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992).

  Produksi asap merupakan reaksi pembakaran tidak sempurna yang meliputi reaksi dekomposisi karena pengaruh panas (pirolisis) konstituen polimer organik menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah, reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi (Tranggono et al, 1997). Menurut Tranggono, asap kayu mengandung dua komponen, yaitu komponen yang mengandung Tar dan komponen uap. Secara kimia, asap kayu mengandung ratusan senyawa termasuk sejumlah senyawa fenolat dan asam yang menguap.

  Selama pembakaran, komponen utama kayu yang berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin akan menglami pirolisis. Pengolahan asap cair dilakukan dengan berbagai suhu untuk menghasilkan senyawa-senyawa organik yang diharapkan, diantarnya fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton dan hidrokarbon aromatik polisiklik.

  Adapun pada proses pirolisis tersebut yang terjadi adalah dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :

  1. Pirolisis selulosa.

  Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280°C dan berakhir pada 300- 350°C. Girard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu : a.

  Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.

  b.

  Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya, bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

  2. Pirolisis hemiselulosa Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan (C

5 H

  8 O 4 ) dan heksosan (C

  

6 H

  10 O 5 ). Pirolisis pentosan menghasilkan

  furfural, furan dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200-250°C.

3. Pirolisis lignin

  Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperanan penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol seperti guaiakol, siringol dan homolog serta derivatnya (Girard, 1992). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350°C dan berakhir pada 400-450°C.

  Menurut Freheim (1980), produksi asap cair terbesar dicapai pada suhu 4500°C. Senyawa fenol merupakan komponen yang paling besar (40%) yang terdapat dalam asap cair. Fenol mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup besar dan merupakan senyawa utama dalam asapan. Berdasarkan analisis dengan GC-MS diketahui ada 7 senyawa utama golongan fenolat dalam asap cair (Tranggono et al, 1996) yaitu fenol (44,13%), 3-metil -1,2- siklopentadiol (3,55%), 2-metoksifenol (11,5%), 2-metoksi-4-metil-fenol (4,10%), 4-etil-2- alkohol (3,02%).

  Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah banyak dilaporkan, tempurung kelapa, serbuk gergaji, kayu jati, ampas tebu dan kayu bekas kotak kemasan dan menyimpulkan bervariasinya kandungan utama dari komponen kayu akan mempengaruhi asap yang dihasilkan. Namun untuk menghasilkan asap yang lebih baik pada waktu pirolisis sebaiknya menggunakan jenis kayu keras, seperti kayu jati (Info Ristek, 2005).

2.5 Asap Cair

  Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dan lain lain (Amritama, 2007). Pszczola (1995), menyatakan asap cair didefinisikan sebagai kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan tertentu.

  aging

  Sedangkan menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil pirolisis dari senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin diantaranya akan menghasilkan asam organik, fenol, karbonil yang merupakan senyawa yang berperan dalam pengawetan bahan makanan.

  Senyawa-senyawa tersebut berbeda proporsinya diantaranya tergantung pada jenis, kadar air kayu, dan suhu pirolisis yang digunakan. Senyawa-senyawa yang terdeteksi didalam asap cair pernah dikemukakan oleh Girard yang meliputi : 1.

  Fenol, tidak kurang dari 85 macam diiidentifikasi dalam kondensat dan 10 2. Karbonil, keton dan aldehid, lebih kurang 45 macam yang diidentifikasi dalam kondensat

  3. Asam, 35 macam terdapat dalam kondensat.

  4. Alkohol dan eter, 15 macam 5.

  Hidrokarbon alifatik, 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asapan

  6. Hidrokarbon aromatik polisiklis, 47 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asapan. (Girard, 1992)

2.6 Manfaat Asap Cair

  Pengasapan merupakan salah satu proses paling tua yang digunakan untuk tujuan pengawetan bahan makanan. Namun dalam pengembangannya tujuan pengawetan itu berubah menjadi untuk memperoleh cita-rasa dan aroma asap serta kenampakan tertentu pada bahan makanan. Pengaruh yang diinginkan dari pengasapan bahan makanan adalah memberikan cita-rasa, pengawetan dan pewarnaan, sedangkan pengaruh yang tidak dikehendaki adalah kontaminan dengan komponen toksik dan kerusakan asam-asam amino esensial dari protein (Tranggono et al, 1997).

  Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan, diantaranya pada daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah cita rasa pada makanan rendah lemak. Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki warna coklat, sementara beberapa produk lain tidak menghendaki warna coklat (Darmadji, 1998). bakterisida adalah fenol dan asam-asam organik yang dalam kombinasinya bekerjasama secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba. Fenol mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup besar. Telah diteliti bahwa asap kayu dapat difraksionasikan menjadi komponen asam, basa dan netral. Sebaliknya memiliki sedikit sifat antioksidan pada komponen bersifat asam, sedangkan komponen basa memacu oksidasi lipida (Psczola, 1995).

  Pengasapan dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin, misalnya formaldehid, asetaldehid, asam karboksilat (asam formiat, asetat dan butirat), fenol, kresol, alkohol-alkohol primer dan sekunder, keton dll. Zat-zat yang terdapat dalam asap ini dapat menghambat aktivitas bakteri (bakteriostatik). Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, masing- masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan 4 karbon dioksida. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol

  (guaiacol, 4- mettyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi 1 fenol) dan senyawa karbonil (Widyani et al, 2008).

  Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untukmengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono et al, 1997). Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992).

2.7 Keunggulan Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet

  Keuntungan penggunaan asap cair sebagai pengawet menurut Maga (1987) antara lain lebih intensif dalam pemberian cita rasa, kontrol hilangnya cita rasa lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan. Selain itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair, adalah sebagai berikut : 1.

  Keamanan Produk Asapan Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis.

  Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas PAH (Pszczola, 1995).

  2. Aktivitas Antioksidan Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak (Prananta, 2005).

  3. Aktivitas Antibakterial Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai fenol dan kandungan asam organik yang cukup tinggi bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia. Kandungan kadar asam yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikrobia karena mikrobia hanya bisa tumbuh pada kadar asam yang rendah (Pszczola, 1995). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Prananta, 2005).

  4. Potensi pembentukan warna coklat Karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil (Darmajdi, 1998).

  5. Kemudahan dan variasi penggunaan Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah untuk berbagai produk (Pszczola, 1995).

2.8 Asap Cair Redestilasi

  Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu Tar dan senyawa Benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial dari protein dan vitamin. Pengaruh ini disebabkan adanya sejumlah senyawa kimia di dalam asap cair yang dapat bereaksi dengan komponen bahan makanan. Upaya untuk memisahkan komponen berbahaya di dalam asap cair dapat dilakukan dengan cara redistilasi, yaitu proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan titik didihnya. Redestilasi dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya sehingga diperoleh asap cair yang jernih, bebas Tar, poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan benzopiren pendispersi. Asap cair hasil redestilasi memiliki warna yang lebih karbonil 1,67%, dan aroma asapnya sudah berkurang.

  Destilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Destilasi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil, sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi (Prananta, 2005).

  Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam labu erlenmeyer. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil dan asam. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair. Asap cair redestilasi ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobial dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari (Wulandari, 1999).

2.9 Kromatografi Gas - Spektrometri Massa

  GC-MS merupakan instrumentasi yang digunakan pada pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas untuk memisahkan komponen penyusun suatu senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa untuk menganalisis dan mengidentifikasi senyawa-senyawa individual yang terpisah tersebut serta mencoba menentukan struktur molekul senyawa itu.

  Kromatografi Gas merupakan salah satu teknik spektrometri yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Kromatografi Gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

  Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam (Gary, 1997).

  Kombinasi dari alat pemisahan kromatografi gas untuk pemisahan dan spektrometri massa untuk deteksi dan identifikasi komponen gabungan senyawa merupakan alat yang telah digunakan secara luas baik untuk keperluan research dilaboratorium maupun kebutuhan komersial seperti kebutuhn dibidang industri dan fabrikasi. Sistem GC-MS memiliki berbagai jenis dan ukuran bergantung pada kebutuhan dan design yang diinginkan (McMaster, 2008).

  Prinsip dari GC-MS adalah pemisahan komponen-komponen dalam campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil pemisahan dengan kromatografi gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil pemeriksaan spektrometri massa masing-masing senyawa disebut spektrum (Rohman, 2009).

  GC-MS memiliki beberapa kekurangan antara lain, hanya senyawa-

  10

  dianalisa menggunakan instrumen ini. GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap, sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS. (Gritter, 1991).

2.10 Instrumentasi Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)

2.10.1 Instrumentasi Kromatografi Gas a.

  Gas Pembawa Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas berfungsi sebagai fase gerak yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.

  b.

  Injeksi Sampel Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil.

  c.

  Kolom Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya.

2.10.2 Instrumentasi Spektrometri Massa a.

  Sumber Ion Sumber ion adalah bagian MS yang berfungsi untuk mengionkan material analit. Ion kemudian di transfer oleh medan listrik dan medan magnet ke massa analizer . Karena ion sangat reaktif dan massa hidupnya singkat, pembentukan harus di lakukan di ruang vakum, tekanan atmosfer sekitar 760 torr. Pada umumnya, ionisasi di pengaruhi oleh energi sinar yang tinggi dari elektron, dan pemisahan elektron dicapai dengan meningkatkan dan memfokuskan sinar ion, yang kemudian di bengkokkan oleh medan magnet eksternal.

  b.

  Mass Analizer muatan. Jika partikel mempunyai muatan sama, energi kinetik sama dan kecepatan akan bergantung pada massanya. Ion ringan akan mencapai defaktor terlebih dahulu.

  c.

  Detektor Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.

  Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).