Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Kadar Senyawa Fenolik dari Asap Cair Cangkang Sawit dan Karakterisasinya Menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS)

(1)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP KADAR SENYAWA

FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT

DAN KARAKTERISASINYA MENGGUNAKAN

KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI

MASSA (GC-MS)

SKRIPSI

SRI SEPADANY BR. PANJAITAN

110822017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP KADAR SENYAWA FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT DAN KARAKTERISASINYA

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI SEPADANY BR. PANJAITAN 110822017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Kadar Senyawa Fenolik dari Asap Cair Cangkang Sawit dan Karakterisasinya Menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS)

Kategori : Skripsi

Nama : Sri Sepadany Br. Panjaitan NIM : 110822017

Program Studi : Sarjana (S1) Ekstensi Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Juni 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph. D Prof. Dr. Tamrin, M. Sc NIP. 195204181980021001 NIP. 196007041989031003 Diketahui/Disetujui Oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA KADAR FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT DAN KARAKTERISASINYA

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GCMS)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

SRI SEPADANY BR. PANJAITAN 110822017


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirobbil’alamiin…

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, atas Karunia dan RahmatNya Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Sarjana (S1) Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Tamrin, M.Sc. dan Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph. D. selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu serta pikirannya dalam memberikan petunjuk dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Juga tak lupa mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Dekan FMIPA USU, Bapak Prof. Dr. Sutarman, M. Sc. Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, kepada Ibu Cut Fatimah Zuhra dan Ibu Yugia Muis selaku anggota penguji dalam Seminar Hasil dan Sidang, kepada seluruh dosen di Departemen Kimia FMIPA USU, staf dan pegawai di FMIPA USU, kepada asisten dan Laboran Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, kepada yang terkasih Dwi Fadly, rekan-rekan kuliah, khususnya Tami, Dinna, dukungan kalian sangat berharga buat Penulis, kepada CV. Warna Warni Musik yang memberikan banyak ijin waktu dan materil kepada Penulis untuk melaksanakan penelitian dalam waktu kerja, dan kepada semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta ribuan terima kasih kepada kedua Orang Tua Penulis. Tanpa mereka Penulis tidak dapat sampai pada saat ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan Karunia dan RahmatNya, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan kita semua.

Medan, Juni 2013

SRI SEPADANY BR. PANJAITAN iii


(6)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP KADAR SENYAWA FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT DAN KARAKTERISASINYA

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis terhadap kadar senyawa fenolik dari asap cair cangkang sawit dan karakterisasinya pada suhu 600 – 950oC dengan interval suhu ± 50oC menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR). Asap cair cangkang sawit diperoleh melalui proses pirolisis, destilasi, kemudian dianalisa senyawa fenoliknya dengan GC-MS dan FTIR. Hasil analisa menunjukkan adanya kandungan fenol yang dengan seiring bertambahnya suhu maka kandungan fenol pun semakin berkurang.

Kata Kunci : Cangkang Sawit, Pirolisis, Asap Cair, Senyawa Fenolik.


(7)

THE TEMPERATURE EFFECT OF PYROLISIS ON CONCENTRATION OF PHENOLIC COMPOUNDS FROM PALM OIL SHELL SMOKE LIQUID AND

THE CHARACTERIZATION USING GAS CHROMATOGRAPHY MASS SPECTROMETRY (GC-MS)

ABSTRACT

The temperature effect of pyrolisis on concentration of phenolic compounds from oil shell smoke liquid and the characterization at 600 – 950oC with interval about 50oC using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infra Red (FTIR) has been done. Oil shell smoke liquid obtained through pyrolysis and distillation, then analyzed by GC-MS and FTIR. The results showed that palm oil shell produced smoke liquid and shows that the phenolic compound that with was increasing temprature, the phenolic compound was decreasing.

Keywords : Palm Shell, Pyrolisis, Liquid Smoke, Phenolic Compound.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka 5

2.1. Cangkang Sawit 5

2.1.1. Asap Cair 6

2.1.2. Komposisi Penyusun Asap Cair 13

2.2. Senyawa Fenolik 15

2.3. Manfaat Asap Cair 17

2.4. Jenis Asap Cair 18

2.5. Reaktor Pirolisa 19


(9)

2.5.1. Pemurnian Asap Cair 20

BAB 3. Metode Penelitian 22

3.1. Alat dan Bahan 22

3.1.1. Alat-alat Penelitian 22

3.1.2. Bahan-bahan Penelitian 22

3.2. Tahap Penelitian 22

3.2.1. Penyediaan Bahan Baku 22

3.2.2. Pembuatan Asap Cair Cangkang Sawit 23 3.2.3. Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Menggunakan FTIR 23 3.2.4. Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Menggunakan GCMS 23

3.3. Skema Pengambilan Data 24

3.3.1. Penyediaan Bahan Baku 24

3.3.2. Pembuatan Asap Cair Cangkang Sawit 24

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 25

4.1. Hasil Penelitian 25

4.2. Pembahasan 32

4.2.1. Analisa Kandungan Senyawa pada Asap Cair Cangkang

Sawit menggunakan GCMS 32

4.2.2. Analisa Kandungan Senyawa pada Asap Cair Cangkang

Sawit menggunakan FTIR 36

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 37

5.1. Kesimpulan 37

5.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 41


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Contoh Senyawa Fenolik yang Terdapat didalam Asap Cair 10

Gambar 2.2. Struktur Lignin 10

Gambar 2.3. Mekanisme Pirolisis Lignin dari Kayu Lunak 11 Gambar 2.4. Mekanisme Pirolisis Lignin dari Kayu Keras 12 Gambar 4.1. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600oC 26 Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada

Suhu ±600oC 27

Gambar 4.3. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±750oC 28 Gambar 4.4. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada

Suhu ±750oC 29

Gambar 4.5. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±900oC 30 Gambar 4.6. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada

Suhu ±900oC 31


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Rata-rata Total Gas yang dihasilkan pada Proses

Karbonisasi Kayu 8

Tabel 2.2. Senyawa Penyusun Asap Cair yang dipisah Berdasarkan Titik

Didihnya 15

Tabel 4.1. Volume Asap Cair dari Cangkang Sawit pada Berbagai Suhu 25 Tabel 4.2. Kandungan Terbesar Asam Asetat dan Fenol pada Asap Cair

Cangkang Sawit pada Masing-masing Suhu 33 Tabel 4.3. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±600oC 34 Tabel 4.4. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±750oC 35 Tabel 4.5. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±900oC 35 ix


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa 42

Lampiran 2. Spesifikasi Alat Gas Kromatografi Spektrometri Massa (GC-MS) 43 Lampiran 3. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit 44 Lampiran 4. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600oC 45 Lampiran 5. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu

±600oC 46

Lampiran 6. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±750oC 47 Lampiran 7. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu

±750oC 48

Lampiran 8. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±900oC 49 Lampiran 9. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu

±900oC


(13)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP KADAR SENYAWA FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT DAN KARAKTERISASINYA

MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis terhadap kadar senyawa fenolik dari asap cair cangkang sawit dan karakterisasinya pada suhu 600 – 950oC dengan interval suhu ± 50oC menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR). Asap cair cangkang sawit diperoleh melalui proses pirolisis, destilasi, kemudian dianalisa senyawa fenoliknya dengan GC-MS dan FTIR. Hasil analisa menunjukkan adanya kandungan fenol yang dengan seiring bertambahnya suhu maka kandungan fenol pun semakin berkurang.

Kata Kunci : Cangkang Sawit, Pirolisis, Asap Cair, Senyawa Fenolik.


(14)

THE TEMPERATURE EFFECT OF PYROLISIS ON CONCENTRATION OF PHENOLIC COMPOUNDS FROM PALM OIL SHELL SMOKE LIQUID AND

THE CHARACTERIZATION USING GAS CHROMATOGRAPHY MASS SPECTROMETRY (GC-MS)

ABSTRACT

The temperature effect of pyrolisis on concentration of phenolic compounds from oil shell smoke liquid and the characterization at 600 – 950oC with interval about 50oC using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infra Red (FTIR) has been done. Oil shell smoke liquid obtained through pyrolysis and distillation, then analyzed by GC-MS and FTIR. The results showed that palm oil shell produced smoke liquid and shows that the phenolic compound that with was increasing temprature, the phenolic compound was decreasing.

Keywords : Palm Shell, Pyrolisis, Liquid Smoke, Phenolic Compound.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asap cair diperoleh dari hasil kondensasi asap pada proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kelompok senyawa kimia yang dihasilkan dalam pengasapan adalah fenol, kabonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton, dan hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA). Dua senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil pirolisis lignin, sedangkan asam-asam organik dari hasil pirolisis selulosa dan hemiselulosa (Kartika, 2009).

Cangkang kelapa sawit memiliki komposisi yang hampir sama dengan tempurung kelapa. Perbedaan terdapat dalam hal persentase kadar komponen yang dikandung, terutama lignin sebesar 21% pada cangkang kelapa sawit dan 36,51% pada tempurung kelapa. Dengan semakin tingginya kadar lignin, diharapkan akan semakin besar kadar fenol yang diperoleh (Siregar, 2001).

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lane tahun 1940 (Girard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain; fenol 85 macam telah diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton, dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Akohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap, serta


(16)

hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA), 47 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat, 20 macam dalam produk asap.

Beberapa peneliti terkini mengenai asap cair telah berkembang bukan lagi menganalisa senyawa yang terkandung pada asap cair akan tetapi telah maju lebih jauh yaitu pemanfatan asap cair dalam berbagai keperluan. Salah satu pemanfatan dari asap cair yang menarik untuk dikaji adalah dalam pengawetan ikan, atau yang sering disebut pengasapan ikan. Penemuan A.S. Pimenta, dkk 29 Januari 1998 mengenai senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik (HPA) dari bahan Eucalyptus Grandis yang menyimpulkan bahwa senyawa ini sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Selain itu F. Chinnici dan Natali pada tanggal 9 November 2006 dari Departement Science University Degli Bologna, Italy, telah meneliti senyawa yang sama dari asap cair menggunakan bahan baku kayu. Arturo A. Rincon, dan Veronica pada tahun 2011, pada jurnalnya, menganalisa kandungan fenolik pada empat bahan yang berbeda menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Ia menyimpulkan bahwa kandungan utama asap yaitu vanillin, fenol, dan metoksifenol.

Komponen kimia asap dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kayu dan suhu pirolisis yang digunakan. Pengasapan secara tradisional sulit dikerjakan terutama oleh masyarakat perkotaan karena sulitnya mendapatkan kayu, dan timbulnya polusi udara yang mengganggu (Girard, 1992). Disisi lain, Gorbatov et al. (1971) mengatakan bahwa kelemahan pengasapan tradisional yaitu kesulitan dalam mengatur flavor dan konsentrasi konstituen asap yang diinginkan, waktu dan suhu yang optimal tidak dapat dipertahankan sama sehingga produk yang dihasilkan tidak seragam, kemungkinan terbentuk senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA) yang bersifat karsinogenik. Pengawetan dengan asap cair ini dapat mengurangi kendala dari pengasapan tradisional.

Dari uraian diatas, maka peneliti ingin meneliti mengenai kadar senyawa fenolik yang terkandung pada asap cair dari bahan baku limbah cangkang sawit yang diperoleh dengan cara pirolisis pada suhu diatas 600oC dan akan dianalisa menggunakan FTIR dan GC-MS sebagai penelitian awal untuk dapat digunakan


(17)

sebagai bahan dasar penelitian pembuatan asap cair suhu diatas 600oC selanjutnya. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1.2. Permasalahan

1. Berapa kadar senyawa senyawa fenolik yang terbentuk didalam asap cair cangkang sawit dengan perlakuan suhu pirolisis diatas 600oC yang diuji dengan menggunakan FTIR dan GC-MS.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Sampel limbah cangkang sawit diambil secara acak.

2. Analisa senyawa fenolik pada asap cair cangkang sawit dilakukan dengan FTIR dan GC-MS.

3. Suhu pembuatan asap cair cangkang sawit yaitu pada 600 – 950oC dengan interval suhu 50oC.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa kadar senyawa fenolik yang terbentuk didalam asap cair cangkang sawit dengan perlakuan suhu pirolisis diatas 600oC yang diuji dengan menggunakan FTIR dan GC-MS.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan khususnya


(18)

kepada masyarakat tentang penggunaan limbah cangkang sawit serta kegunaan asap cair cangkang sawit sebagai bahan pengganti metode pengasapan tradisional yang digunakan selama ini.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan suatu reaktor pirolisa dimana suhu yang digunakan yaitu pada suhu 600 – 950oC dengan interval suhu 50oC. Kemudian dilakukan analisa kandungan senyawa fenolik pada asap cair cangkang sawit menggunakan alat FTIR dan GC-MS.

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel bebas : suhu pirolisis yaitu 600 – 950oC dengan interval suhu 50oC. Variabel tetap : cangkang sawit yang digunakan sebanyak 10 Kg.

Variabel terikat : analisa kandungan senyawa fenolik pada asap cair cangkang sawit menggunakan alat FTIR dan GC-MS.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian pembuatan asap cair ini dilakukan di Bengkel Mekanik Politeknik Negeri Medan. Analisa FTIR dilakukan di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Bea dan Cukai, sedangkan GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cangkang Sawit

Proses pembuatan asap cair salah satunya dengan menggunakan cangkang sawit yang merupakan sisa limbah pembuatan minyak kelapa sawit. Di dalam cangkang sawit tersebut terdapat kandungan asap cair, asap cair tersebut memiliki kandungan fenol yang berperan untuk mengawetkan makanan secara alami. Asap cair cangkang sawit menggunakan cangkangnya sebagai bahan bakunya.

Komposisi utama yang terdapat dalam cangkang kelapa sawit adalah hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa seperti pentosan (C5H8O4) dan

heksosan (C6H10O5). Pentosan banyak terdapat pada kayu keras, sedangkan heksosan

terdapat pada kayu lunak. Pentosan yang mengalami pirolisis menghasilkan furfural, furan, dan turunannya serta asam karboksilat. Heksosan terdiri dari mannan dan galakton dengan unit dasar mannose dan galaktosa, apabila mengalami pirolisis menghasilkan asam asetat dan homolognya. Selain hemiselulosa, cangkang kelapa sawit juga mengandung selulosa dan lignin. Hasil pirolisis selulosa yang terpenting adalah asam asetat dan fenol dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pirolisis lignin menghasilkan aroma yang berperan dalam produk pengasapan. Senyawa aroma yang dimaksud adalah fenol dan eterfenolik seperti guaiakol (2-metoksi fenol), siringol (1,6-dimetoksi fenol) dan derivatnya (Girard, 1992).

Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Cangkang sawit dapat diolah menjadi beberapa produk yang bernilai ekonomi tinggi salah satunya yaitu asap cair. Produk tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.


(20)

2.1.1. Asap Cair

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan. Asap cair banyak digunakan pada industri makanan sebagai preservatif, industri farmasi, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida dan lain sebagainya (Sutin, 2008).

Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen yang larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati, cangkang kelapa sawit serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997). Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak.

Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pembakaran hemiselulosa, selolusa, dan lignin dari kayu akan menghasilkan senyawa asam dan turunannya dan fenol. Selain kayu juga dapat digunakan tempurung dan sabut kelapa, sampah organik, cangkang kopi, bambu maupun merang padi sebagai penghasil asap (Sutin, 2008).

Menurut Amritama (2007) asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, cangkang kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dll. Pszczola (1995), menyatakan asap cair didefinisikan sebagai kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan


(21)

senyawa tar dan bahan-bahan tertentu. Sedangkan menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Pirolisis merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku penghasil asap cair dengan adanya panas pembakaran dan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisisnya. Pembakaran tidak sempurna pada cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbondioksida dan peristiwa tersebut disebut juga sebagai pirolisis. Istilah lain dari pirolisis adalah destructive distillation atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila cangkang sawit dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi proses penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan, dan gas.

Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO,

CH4, ataupun H2 serta hidrokarbon tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata

dari total gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada tabel 2.1.


(22)

Tabel 2.1. Komposisi Rata-Rata Total Gas yang dihasilkan pada Proses Karbonisasi Kayu

Komponen Gas Persentase (%)

Karbondioksida 50,77

Karbonmonoksida 27,88

Metana 11,36

Hidrogen 4,21

Etana 3,09

Hidrokarbon tak jenuh 2,72

Sumber : Tahir (1992)

2. Destilat berupa asap cair dan tar. Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam formiat, asam butirat, dan lainnya.

3. Residu (Karbon)

Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin.

Adapun proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :

a. Pirolisis selulosa

Selulosa adalah senyawa makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa (Ratna, 2008). Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280oC dan berakhir pada 300 – 350oC. Girard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu reaksi hidrolisis yang menghasilkan glukosa ; dan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya, bersama air dan sejumlah kecil furan dan fenol. Walaupun pembentukan ini lebih sering berhubungan dengan pirolisis hemiselulosa dan lignin.


(23)

b. Pirolisis hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida dengan berat molekul yang relatif rendah dan terdapat didalam dinding sel tanaman bersama-sama dengan lignin dan selulosa. Rantai molekul hemiselulosa jauh lebih pendek dibandingkan dengan selulosa, dan dalam beberapa senyawa mempunyai rantai cabang. Kandungan hemiselulosa dalam kayu keras lebih besar daripada kayu lunak. Contoh hemiselulosa seperti pentosan (C5H8O4)

dan heksosan (C6H10O5). Pentosan terdiri dari dua kelompok utama yaitu xilan

dan araban. Dimana xilan lebih mendominasi dibandingkan araban. Pirolisis dari pentosan membentuk fural, furan, dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Heksosan juga terdiri dari dua kelompok utama, yaitu mannan dan galaktan, dimana unit dasarnya secara berurutan adalah manosa dan galaktosa. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis heksosan membentuk asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250oC.

c. Pirolisis lignin

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul yang tinggi dan tersusun atas sistem aromatik serta unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol seperti guaiakol, siringol, dan homolog serta derivatnya. Struktur kimia lignin antara kayu keras dan kayu lunak berbeda yaitu pada bentuk senyawa metoksi dalam cincin aromatiknya, sehingga menyebabkan perbedaan pada hasil pirolisisnya. Pembakaran kayu keras terutama menghasilkan guaiakol, sedangkan pembakaran kayu lunak menghasilkan siringol (Girard, 1992). Kandungan lignin untuk tiap-tiap tumbuhan yang berbeda akan bervariasi. Namun secara umum kandungan lignin yang terdapat dalam kayu keras berkisar antara 20 – 40%. Lignin mengalami dekomposisi pada temperatur 300 – 350oC dan berakhir pada 400 – 450oC (Ratna, 2008).


(24)

Gambar 2.1. Contoh Senyawa Fenolik yang Terdapat didalam Asap Cair

Gambar 2.2. Struktur Lignin

HO OCH3

HO H3CO

H3CO Guaiakol

Siringol

OH

CH3O

[O-CH3] OH

O-CH3 O

C

OH CH3

O-CH3

CH O

O-CH3 OH

O

CH2

CO CH3 O

CH2OH


(25)

LIGNIN

Gambar 2.3. Mekanisme Pirolisis Lignin dari Kayu Lunak.(Ratna, 2008)

C - CH3

OH

CH3O

OH

CH3O

CH2-CH2-CH2OH CH=CH-CH2OH

Dehidrogenasi Pemecahan

Rantai C

Oksigenasi OH

CH3O

CH=CH-COOH

Asam Firulat Dekarboksilasi

OH

CH3O

CH=CH2

4-Vinil Guaialol

OH

CH3O

COH

Vanilin Oksidasi

OH

CH3O

COOH

Asam Vanilat

OH

CH3O

CH3

4-Metil Guaiakol

OH

CH3O

CH2-CH3

OH

CH3O

4-Etil Guaiakol

O Asetovanilon

Dekarboksilasi

CH3O

OH

Guaiakol Oksidasi


(26)

LIGNIN

Gambar 2.4. Mekanisme Pirolisis Lignin dari Kayu Keras.(Ratna, 2008)

OH

CH3O

OH

CH3O

CH2-CH2-CH2OH CH=CH-CH2OH

Dehidrogenasi Pemecahan

Rantai C

Oksigenasi

OH

CH3O

CH=CH-COOH

Asam Sinapat Dekarboksilasi

OH

CH3O

CH=CH2

4-Vinil Siringol

OH

CH3O

COH

Siringaldehid

Oksidasi

OH

CH3O

COOH

Asam Siringat

OH

CH3O

CH3

4-Metil Siringol

OH

CH3O

CH2-CH3

OH

CH3O

4-Etil Siringol

C - CH3

O Asetonsiringon

Dekarboksilasi

CH3O

OH

Siringol

[O-CH3] [O-CH3]

[O-CH3]

[O-CH3]

[O-CH3]

[O-CH3] [O-CH3] [O-CH3]

Oksidasi

[O-CH3]


(27)

2.1.2. Komposisi Penyusun Asap Cair

Telah disebutkan pada Bab 1, asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Girard (1992) mengemukakan bahwa lebih dari 300 senyawa dapat diisolasi dari asap kayu dari keseluruhan yang jumlahnya lebih dari 1000.

Senyawa yang berhasil dideteksi dalam asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan :

a. Fenol, terdapat 85 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap.

b. Karbonil, keton dan aldehid, 45 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat. c. Asam, 35 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.

d. Furan, 11 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.

e. Alkohol dan ester, 15 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat. f. Lakton, 13 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.

g. Hidrokarbon alifatik, 1 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap.

h. Hidrokarbon Polisiklik Aromatik (HPA), 47 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat, 20 macam dalam produk asap.

Senyawa-senyawa tersebut dapat mempengaruhi flavor, pH dan daya simpan produk, karbonil yang akan bereaksi dengan protein dan menghasilkan warna produk dan fenol yang merupakan sumber utama dari flavor dan menunjukkan aktivitas bakteriostatik dan antioksidan.

Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, kadar air kayu dan suhu pembakaran yang digunakan. Jenis kayu yang mengalami pirolisis menentukan komposisi asap. Kayu keras pada umumnya mempunyai komposisi yang berbeda dengan kayu lunak. Kayu keras (misalnya kayu oak dan beech) adalah paling umum digunakan karena pirolisis terhadap kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan senyawa aromatik dan senyawa asamnya dibandingkan kayu lunak (kayu yang mengandung resin).


(28)

Kadar air kayu juga memberikan variasi terhadap komposisi asap. Jumlah kadar air yang meningkat menyebabkan kadar fenol yang rendah dan meningkatkan kadar senyawa karbonil. Flavor dari produk yang diasap pada kondisi ini besifat lebih asam. Suhu pembakaran kayu juga memberikan pengaruh terhadap komposisi asap. Kadar maksimum senyawa fenol, karbonil dan asam tercapai pada suhu pirolisis 600oC. Produk yang diberi perlakuan asap yang diproduksi pada suhu 400oC lebih unggul dalam mutu organoleptiknya terhadap produk yang diberi perlakuan asap pada suhu yang lebih tinggi (Girard, 1992).

Peningkatan temperatur sebesar 150oC (dari 350 – 500oC), secara nyata tidak merubah komposisi kondensat asap tetapi terjadi sedikit peningkatan efek antioksidatif dan tidak berpengaruh pada efek antimikrobianya. Ratna (2008), menyimpulkan bahwa temperatur optimum untuk pembuatan asap berkisar 400oC.

Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan senyawa penyusun asap cair adalah air (11 – 92%), fenol ( 0,2 – 2,9%), asam (2,8 – 9,5%), karbonil (2,6 – 4,0%), dan tar (1 – 7%). Senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan.

Senyawa penyusun asap cair dapat dipisahkan berdasarkan titik didihnya. Titik didih senyawa-senyawa pendukung sifat fungsional asap cair dalam keadaan murni dapat dilihat pada tabel 2.2.


(29)

Tabel 2.2. Senyawa Penyusun Asap Cair yang dipisahkan Berdasarkan Titik Didihnya

Senyawa Titik Didih (oC, 760mmHg)

Fenol

- Guaiakol 205

- 4-metilguaikol 211

- Eugenol 244

- Siringol 267

- Furfural 162

- Piroketakol 240

- Hidroquinon 285

- Isoeugenol 266

Karbonil

- Glioksal 57

- Metil glioksal 72

- Glioksal dehida 97

- Diasetil 88

- Formaldehida 21

Asam

- Asam asetat 118

- Asam butirat 162

- Asam propionate 141

- Asam isovalerat 176

Sumber : Endah (2010)

2.2. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik/polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi (OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenol propanoid. Yang termasuk dalam kelompok senyawa fenolik/polifenol adalah fenol sederhana


(30)

dengan berat molekul 94, asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid. Dalam tanaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau esternya.

Senyawa-senyawa fenolik umumnya ditemukan pada tanaman, baik yang dapat dimakan ataupun yang tidak dapat dimakan, dan dilaporkan mempunyai sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan. Senyawa fenolik mampu melindungi tanaman terhadap radiasi ultraviolet, patogen, dan herbivora (Ibnu dan Rohman, 2007).

Sementara itu, seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Senyawa fenol berbentuk kristal halus, tidak berwarna atau merah muda pucat atau kuning pucat dan berwarna gelap dengan penyimpanan, berbau spesifik. Sangat larut dalam alkohol, kloroform, eter dan gliserol. Larut dalam 1 : 15 bagian air dan 1 : 70 bagian parafin cair. Fenol lebih aktif dalam larutan asam. Penyimpanan sebaiknya pada suhu dibawah 15oC, dalam tabung yang tertutup rapat dan terlindungi dari cahaya (Ratna, 2008).

Senyawa fenol bertanggung jawab pada pembentukan flavor pada produk pengasapan dan juga mempunyai aktivitas antioksidan yang mempengaruhi daya simpan makan (Girard, 1992). Komponen senyawa fenol yang berperan dalam pembentukan flavor adalah guaiakol, 4-metilguaiakol, siringol, dan 2,6-dimetoksifenol. Guaiakol berperan memberi rasa asap, sementara siringol memberi aroma asap (Daun, 1979).

Nilai ambang fenol dari kondensat asap adalah 0,147 ppm untuk rangsangan rasa dan 0,023 ppm untuk rangsangan bau. Disamping itu fenol juga memberikan konstribusi dalam pewarnaan produk asapan. Fenol yang mempunyai kontribusi dalam pewarnaan merupakan fenol dengan berat molekul tinggi (di atas 500), memiliki gugus hidroksil yang cukup untuk membentuk ikatan silang dengan protein pada banyak sisi melalui ikatan hidrogen. Daun (1979), Maga (1987) menyatakan fenol dengan titik didih yang lebih tinggi akan menunjukkan sifat antioksidan yang lebih baik jika dibandingkan dengan senyawa fenol yang bertitik didih rendah. Adanya


(31)

fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi. Senyawa fenol menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase lag secara proporsional di dalam bodi atau di dalam produk sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi fenol sangat tinggi.

Penggunaan senyawa fenol sebagai antimikrobia pada makanan dibatasi karena efek toksiknya. Konsentrasi penambahan fenol yang disarankan berkisar 0,020% sampai 1% tergantung dari produknya. Dalam bentuk larutan sampai konsentrasi 1%, fenol berfungsi sebagai bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan sebagai bakterisidal. Fenol pada konsentrasi 0,51% bisa digunakan sebagai anastesi lokal dan dapat diinjeksikan sampai 10 ml pada jaringan sebagai analgesik (Ratna, 2008).

Kadar fenol bervariasi tergantung pada macam dan bentuk kayu dengan rata-ratanya 2,85%, sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 5,13% (Tranggono dkk, 1997). Temperatur pirolisis kayu juga mempengaruhi kandungan senyawa fenol. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10 – 200 mg/kg. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

2.3. Manfaat Asap Cair

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain seperti :

1. Industri Pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung


(32)

banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

2. Industri Perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri, dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri Kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1996).

2.4. Jenis Asap Cair

Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis perlu dilakukan proses pemurnian dimana proses ini menentukan jenis asap cair yang dihasilkan. Adapun jenis asap cair yaitu :

1. Asap Cair Grade 3

Dimana asap cair grade 3 ini merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan menggunakan destilasi. Destilasi merupakan cara untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dengan kata lain, destilasi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat dari pada komponen lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatile sehingga proses pemisahan komponen dari capuran dapat terjadi (Astuti, 2000). Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukkan kedalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam labu. Produk destilat yang pertama kali tertampung memiliki kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain.


(33)

Pada asap cair grade 3 ini, asap cair yang diperkirakan masih mengandung tar yang tinggi dimasukkan kedalam tungku destilasi yang dilengkapi dengan suhu dan tekanan. Cara kerjanya sama dengan pirolisis. Bedanya hanya pada proses pirolisis sampel berupa bahan baku contohnya cangkang sawit atau tempurung kelapa, akan tetapi pada proses destilasi ini sampel adalah asap cair yang masih mengandung tar dan suhu pada destilasi sekitar 150oC. Asap cair ini memiliki ciri-ciri yaitu berwarna coklat pekat dan bau yang tajam. Asap cair ini diorientasikan untuk pengawetan karet.

2. Asap Cair Grade 2

Merupakan asap cair yang telah melewati tahapan destilasi kemudian dilakukan penyaringan zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti daging, ayam, atau ikan pengganti formalin.

3. Asap Cair Grade 1

Memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini merupakan hasil dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan dengan destilasi fraksinasi yang dilanjutkan lagi dengan penyaringan dengan arang aktif. Asap cair ini tepat digunakan untuk bahan makanan siap saji seperti mie basah, bakso, maupun tahu (Ratna, 2008).

2.5. Reaktor Pirolisa

Dalam pembuatan asap cair cangkang sawit digunakan suatu reaktor pirolisa (gambar alat dapat dilihat pada lampiran 1) dengan komponen-komponen alat sebagai berikut :

1. Tungku pembakaran berfungsi sebagai tempat membakar. Dapat memuat bahan cangkang sawit sebanyak ±10kg.

2. Pirolisator adalah alat yang berfungsi untuk menghasilkan asap melalui pembakaran bahan.

3. Termokopel (termometer) untuk mengatur suhu diruang pirolisis ke ruang kondensator.


(34)

4. Kondensator adalah ruang pendingin untuk merubah asap yang berfasa uap jenuh menjadi berfasa cair.

5. Pipa pengeluaran asap cair berfungsi sebagai tempat mengeluarkan asap cair dari hasil kondensasi pada tabung kondensator.

6. Tabung penampung asap cair berfungsi sebagai wadah penampung asap cair. 7. Pipa saluran air pendingin yang diambil dari bak penampungan air pendingin

ke ruang kondensator. Juga berfungsi sebagai water tank atau wadah penampung air yang akan dipompakan ke kondensator.

Pada pembakaran bahan baku didalam pirolisis, tumpukan cangkang sawit didalam pirolisis hanya dapat mengisi setengah bagian tabung. Hal ini dilakukan agar semua cangkang sawit didalam tabung pirolisis dapat terbakar dengan baik, karena proses pembakaran terjadi secara tidak langsung.

Setelah 15 – 20 menit proses pembakaran berlangsung, asap akan mengalir melalui pipa penyalur asap dan akan mengalir menuju pipa kondensor dengan air mengalir pada tabung kondesor yang akan mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap berupa cairan. Proses akan berakhir bila alat tidak mengeluarkan asap cair lagi yang membutuhkan waktu rata-rata 3 – 4 jam. Asap cair yang dihasilkan masih bercampur dengan tar dalam konsentrasi yang tinggi dan berwarna hitam. Sehingga masih perlu dilakukan pemurnian dengan cara mendestilasi asap cair cangkang sawit tersebut (Novita, 2011).

2.5.1. Pemurnian Asap Cair

Asap cair yang diperoleh masih mengandung kadar yang tinggi. Destilasi bertujuan untuk memisahkan tar yang bersifat karsinogenik dari asap cair. Suhu yang dipakai pada destilasi sekitar 120oC – 150oC sudah cukup menghasilkan asap cair yang bagus.


(35)

Sejumlah campuran dimasukkan kedalam labu, kemudian dipanaskan dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam wadah. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain (Novita, 2011).


(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Reaktor Pirolisa (tungku pengarangan dibuat dari batu tahan api, T = 1300oC) Kolom pendingin model spiral (panjang 6m)

Pipa penyalur asap Seperangkat alat destilasi

3.1.2. Bahan-Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cangkang kelapa sawit yang diambil dari PT. Indah Pontjan Perbaungan, asap cair dari cangkang kelapa sawit dengan berbagai variasi suhu yaitu suhu 600 – 950oC dengan variasi suhu 50oC yang dibuat di Bengkel Mekanik Politeknik Negeri Medan.

3.2. Tahapan Penelitian

3.2.1. Penyediaan Bahan Baku

Cangkang kelapa sawit terlebih dahulu dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama kurang lebih 12jam untuk mengurangi kadar air yang ada didalam cangkang tersebut.


(37)

3.2.2. Pembuatan Asap Cair Cangkang Sawit

a. Cangkang kelapa sawit kering dimasukkan sebanyak 10kg kedalam tungku pengarangan yang dilengkapi dengan termometer.

b. Tungku pengarangan dihidupkan, lalu asap yang dihasilkan dialirkan ke kolom pendingin melalui pipa penghubung.

c. Asap cair yang dihasilkan ditampung saat pertama kali menetes dan dicatat suhu nya.

d. Asap cair yang dihasilkan setiap kenaikan suhu 50oC ditampung menggunakan wadah yang berbeda.

e. Pemanasan dihentikan sampai tidak ada lagi asap cair yang menetes.

f. Asap cair yang dihasilkan masih mengandung kadar tar yang tinggi. Sehingga perlu dilakukan pemisahan dengan melakukan destilasi asap cair tersebut. Setelah asap cair didestilasi dilakukan penentuan senyawa fenolik pada asap cair cangkang sawit menggunakan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) dan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS).

3.2.3. Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Menggunakan FTIR

Asap cair cangkang sawit dipreparasi dengan serbuk KBr. Campuran asap cair cangkang sawit dengan serbuk KBr yang telah di press diuji. Pengujian dilakukan dengan meletakkan sampel pada kompartment. Kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000 – 200 cm-1 terhadap intensitas.

3.2.4. Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Menggunakan GC-MS

Analisa komponen asap cair cangkang sawit dengan GC-MS dilakukan menggunakan gas pembawa helium. Asap cair cangkang sawit mula-mula dilarutkan didalam eter lalu dilakukan pemisahan antar fasa yang larut dalam eter dan fasa polar. Senyawa dilewatkan melalui Kromatografi Gas akan terpisah menjadi komponen-komponen


(38)

individual. Beberapa komponen yang dominan diteruskan ke dalam Spektrometer Massa untuk dianalisa lebih lanjut. Sebagai standard digunakan literatur.

3.3. Skema Pengambilan Data 3.3.1. Penyediaan Bahan Baku

3.3.2. Pembuatan Asap Cair Cangkang Sawit

Cangkang Sawit

Cangkang Sawit kadar air rendah

Dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama kurang lebih 12jam.

10Kg Cangkang Sawit

Dimasukkan kedalam reaktor pirolisa Dinyalakan reaktor pirolisa

Asap

Dialirkan menuju kolom pendingin

Campuran Asap Cair dan Tar

Ditampung asap cair yang menetes pertama kali, dicatat suhu nya. Setiap kenaikan suhu 50oC ditampung asap cair dengan wadah yang berbeda

Didestilasi Asap Cair

Dianalisa menggunakan FTIR dan GC-MS


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh asap cair cangkang sawit pada suhu pemanasan 600oC – 950oC, dimana asap cair cangkang sawit yang diperoleh ditampung dengan variasi suhu 50oC, dapat dilihat pada tabel 4.1. Lalu dianalisa senyawa yang dikandung menggunakan Inframerah (FTIR) dan kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS) untuk suhu ±600oC, ±750oC, dan ±900oC. Kromatogram dari Kromatografi Gas (GC) dan Spektra dari FTIR dapat dilihat pada gambar 4.1 sampai gambar 4.6. Sedangkan spektra dari Spektrum Massa (MS) nya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 4.1. Volume Asap Cair dari Cangkang Sawit Pada Berbagai Suhu

No Suhu (oC) Volume Asap Cair (ml)

1 ±600oC 42,0

2 ±650oC 39,0

3 ±700oC 35,5

4 ±750oC 31,5

5 ±800oC 29,0

6 ±850oC 24,0

7 ±900oC 20,0


(40)

Rendemen hasil = x 100%

Rendemen hasil = x 100% = 2,210%

Gambar 4.1. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600oC

Vtotal asap cair (ml) 10.000 g

221,0 ml 10.000 g

3435,0

2067,14

1633,5

-OH


(41)

Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600oC

Aseton

Metanol Piridin

5-Metilfuran 2-Metil-2-Cyclopentanon

Asam Asetat

Furfural Asetilfuran

Asam Propionat

Asam Butanoat

Furfuril Alkohol

Metoxyfenol Fenol

p-Metilfenol

o-Metilfenol Eugenol


(42)

Gambar 4.3. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±750oC 2077,96

1633,89

1272,96

-C=O atau –C=C aromatik

-OH


(43)

Gambar 4.4. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±750oC

Aseton

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton

Metoxyfenol Fenol


(44)

Gambar 4.5. Data Spektra Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±900oC 3435,0

2075,8

1637,2

1273,7

-OH

-C=O atau –C=C aromatik -C-O


(45)

Gambar 4.6. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±900oC

Aseton Metanol

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton Metoxyfenol Fenol


(46)

Adapun kondisi operasi alat GC-MS yang digunakan dapat dilihat dibawah ini. Jenis Kolom : Rastek stabilwakR-DA

Panjang Pipa Kapiler : 30meter Gas Pembawa : Helium

Jenis Pengion : EI (Electron Impact 70Ev) Suhu diprogram : 60oC – 215oC

Suhu penginjeksi : 215oC Tekanan : 57,4kPa Total Aliran : 40 mL/menit Aliran Kolom : 1 mL/menit

4.2. Pembahasan

4.2.1. Analisa Kandungan Senyawa pada Asap Cair Menggunakan GC-MS

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pembakaran komposisi kayu tersebut menghasilkan senyawa asam dan turunannya, hidrokarbon polisiklik aromatik yang bersifat karsinogen serta senyawa fenol.

Dalam penelitian ini menggunakan cangkang sawit sebagai bahan bakunya. Seperti telah banyak diteliti, salah satunya oleh Tranggono dkk (1997) dalam penelitiannya yang memanfaatkan berbagai jenis kayu sebagai bahan dasar pembuatan asap cair. Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu bakau, kayu rasa mala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik. Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisi nya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak.


(47)

Tranggono juga meneliti komposisi kimia asap cair tempurung kelapa yaitu fenol 5,13%, karbonil 13,28%, dan asam 11,39%. Sementara itu, kandungan kayu pada tempurung kelapa dan kelapa sawit tidak berbeda jauh. Ini membuktikan bahwa asap cair cangkang kelapa sawit juga mengandung sejumlah fenol, karbonil, dan asam-asam.

Analisis kandungan senyawa pada asap cair cangkang sawit dilakukan menggunakan Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) dan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dengan spesifikasi dan kondisi sebagaimana terlampir, dilakukan hanya pada suhu ±600oC, ±750oC dan ±900oC (gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6). Hal ini mengacu pada Ratna (2008) mengemukakan bahwa dengan peningkatan temperatur pemanasan sebesar 150oC secara nyata tidak merubah komposisi kondensat asap, tetapi terjadi sedikit peningkatan efek antioksidatif dan tidak berpengaruh pada efek antimikrobianya. Pada gambar 4.2 kromatogram asap cair cangkang sawit suhu ±600oC menghasilkan 16puncak dimana pada puncak ke 13 adalah senyawa fenol. Pada gambar 4.4 kromatogram asap cair cangkang sawit suhu ±750oC menghasilkan 9puncak, pada puncak ke 8 adalah senyawa fenol, dan pada gambar 4.6 kromatogram asap cair cangkang sawit suhu ±900oC menghasilkan 8puncak dimana puncak ke 8 yaitu senyawa fenol. Sedangkan senyawa fenolik yang terbentuk yaitu guaiakol, furfural serta eugenol.

Gambar kromatogram diatas masing-masing menunjukkan kandungan senyawa fenol seperti tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Kandungan Senyawa Fenol pada Asap Cair Cangkang Sawit pada Masing-Masing Suhu

Suhu (oC) Fenol (%)

±600oC 35,39

±750oC 27,92


(48)

Sundari (2008) melakukan penelitian kandungan fenol pada ikan pindang layang selama 6 hari. Ia menyimpulkan bahwa kandungan fenol semakin bertambahnya hari maka akan semakin menurun yang disebabkan karena kandungan fenol pada bahan mengalami penguapan karena proses penyimpanan pada suhu ruang. Ia juga menjelaskan bahwa fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptic. Kadar fenol akan menurun dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi.

Tabel 4.3. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±600oC

Menggunakan GC-MS

No Rumus

Molekul

Area (%)

Waktu Retensi

Puncak Fragmentasi Nama Senyawa yg

Diduga 1 C3H6O 4.04 5.604 58,43,39 Aseton

2 CH3OH 4.36 6.057 33,32,31 Metanol 3 C5H5N 0.47 12.425 79,52,39 Piridin 4 C5H6O 0.80 17.913 82,56,54,39 5-Metilfuran 5 C6H8O 0.43 18.120 96,81,67,53,39

2-Metil-2-Cyclopentanon

6 C2H4O2 44.97 20.386 60,43,41 Asam Asetat 7 C5H4O2 1.72 21.476 96,73,67,43,39 2-Furaldehid 8 C6H6O2 0.35 22.884 110,95,71,67,39 Asetilfuran 9 C3H6O2 4.32 23.646 74,57,45 Asam Propionat 10 C4H8O2 0.68 26.512 88,73,60,41 Asam Butanoat 11 C5H6O2 0.21 27.748 98,81,60,42,41 Furfuril Alkohol 12 C7H8O2 0.63 33.675 124,109,95,81,65,53,

39

p-Guaiakol

13 C6H6O 35.39 37.461 94,74,66,55,39 Fenol 14 C7H8O 0.30 39.472 108,91,79,51,39 p-Metilfenol 15 C7H8O 0.28 39.659 108,91,79,51,39 o-Metilfenol 16 C10H12O2 1.04 41.516 164,149,131,121,103

,91,77,65,55,39


(49)

Tabel 4.4. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±750oC Menggunakan GC-MS

No Rumus

Molekul Area (%) Waktu Retensi Puncak Fragmentasi

Nama Senyawa yg Diduga 1 C3H6O 2.75 5.604 58,43,39 Aseton

2 C3H6O 0.43 5.892 58,43,39 Aseton 3 C2H4O2 63.51 20.202 60,43,41 Asam Asetat 4 C5H4O2 0.38 21.487 96,73,67,39 2-Furaldehid 5 C3H6O2 3.52 23.643 74,57,45 Asam Propanoat 6 C4H6O2 0.81 27.331 86,56,42 Butirolakton 7 C7H8O2 0.39 33.681 124,109,81,53 p-Guaiakol 8 C6H6O 27.92 37.462 94,74,66,55,39 Fenol

9 C7H8O2 0.30 39.462 107,90,77,63,51 p-Metil Fenol

Tabel 4.5. Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±900oC

Menggunakan GC-MS

No Rumus

Molekul Area (%) Waktu Retensi Puncak Fragmentasi

Nama Senyawa yg Diduga 1 C3H6O 1.28 5.608 58,43,39 Aseton

2 CH3OH 1.06 6.072 33,32,31 Metanol 3 C2H4O2 78.26 20.203 60,43,41 Asam Asetat 4 C5H4O2 0.86 21.491 96,73,67,43,39 2-Furaldehid 5 C3H6O2 3.08 23.665 74,57,45 Asam Propanoat 6 C4H6O2 0.70 27.328 86,56,42 Butirolakton 7 C7H8O2 0.28 33.608 124,109,95,81,53 p-Guaiakol 8 C6H6O 14.49 37.342 94,74,66,55,39 Fenol

Sejalan dengan hal tersebut, dari tabel 4.2 diketahui bahwa semakin tinggi suhu pemanasan cangkang sawit dalam proses pirolisis maka kadar fenol nya semakin menurun. Hal ini dikarenakan temperatur pirolisis kayu mempengaruhi kandungan fenolik. Pada dasarnya fenol dihasilkan pada proses pirolisis konstituen kayu yaitu lignin. Dalam hal ini lignin yang digunakan yaitu yang terkandung pada cangkang sawit. Cangkang sawit yang mendapat proses pirolisis pada suhu tinggi lama


(50)

kelamaan akan habis dan meninggalkan residu berupa abu. Dimana abu merupakan suatu logam oksida yang tidak dapat dibakar. Sehingga pada saat itu, proses pirolisis pun berakhir. Oleh karena hal tersebut maka kadar lignin pun akan semakin menurun dan otomatis kadar fenol yang dihasilkan pun semakin rendah.

Selain itu, fenol yang semakin rendah pun diakibatkan karena semakin tinggi suhu pirolisis maka senyawa fenol akan berubah menjadi karbondioksida dan air.

Tabel 4.3, 4.4, dan 4.5 menunjukkan bahwa dari uji GC-MS yang telah dilakukan telah berhasil dianalisa senyawa-senyawa seperti dimetilketon, methanol, piridin, asam asetat, 2-furaldehid, asetilfuran, asam propanoat, asam butanoat, butirolakton, p-guaiakol, metoksifenol, fenol, dan eugenol.

4.2.2. Analisa Kandungan Senyawa pada Asap Cair Menggunakan FTIR

Data yang dihasilkan dari FTIR asap cair cangkang sawit pada suhu ±600oC menunjukkan daerah serapan 3435,0 cm-1, 2067,14 cm-1, dan 1633,5 cm-1 (gambar 4.1 ; 4.3 dan 4.5). Dari referensi diketahui gugus-gugus yang terdapat didalam asap cair cangkang sawit, yaitu sebagai berikut.

Daerah serapan 3435,0 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya gugus –OH. Daerah serapan 2067,14 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya benzen aromatik. Dan, daerah serapan 1633,5 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya ikatan -C=C- berkonyugasi (dapat beresonansi) atau menunjukkan adanya gugus amina (N-H).

Data FTIR asap cair cangkang sawit pada suhu ±750oC diperoleh daerah serapan sekitar 3400 cm-1, 2077,96 cm-1, 1633,89 cm-1, dan 1272,96 cm-1.

Daerah serapan 3400 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH. Daerah serapan 2077,96 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya benzen aromatik. Daerah serapan 1633,89 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya ikatan -C=C- berkonyugasi atau menunjukkan adanya gugus amina (N-H). Dan, daerah serapan 1272,96 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya ikatan -C-O (biasanya pada daerah serapan 1300 cm-1 – 1000 cm-1).


(51)

Data FTIR asap cair cangkang sawit pada suhu ±900oC diperoleh daerah serapan sekitar 3435 cm-1, 2075,8 cm-1, 1637,2 cm-1, dan 1273,7 cm-1.

Daerah serapan 3435 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya gugus –OH. Daerah serapan 2075,8 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya benzen aromatik. Daerah serapan 1637,2 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya ikatan -C=C- berkonyugasi atau menunjukkan adanya gugus amina (N-H). Dan, daerah serapan 1273,7 cm-1 kemungkinan menunjukkan adanya ikatan -C-O (biasanya pada daerah serapan 1300 cm-1 – 1000 cm-1).

Dilihat dari daerah serapan tersebut, tidak ada perbedaan yang mencolok. Kesimpulannya bahwa asap cair cangkang sawit dengan suhu pemanasan diatas 600oC mengandung gugus hidroksil. Data FTIR digunakan sebagai data pendukung didalam menentukan adanya senyawa fenolik didalam asap cair cangkang sawit suhu diatas 600oC.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa terbentuknya senyawa fenolik pada pembuatan asap cair cangkang sawit diperoleh melalui pirolisis lignin pada cangkang sawit. Cangkang sawit termasuk kayu keras. Dimana pada proses pirolisis berbagai suhu menghasilkan kandungan senyawa fenol :

±600oC = 35,39% ±750oC = 27,92% ±900oC = 14,49%

Selain itu dihasilkan senyawa fenolik seperti guaiakol, furfural, dan eugenol. Dengan kata lain, semakin tinggi suhu pirolisis, maka kandungan senyawa fenol nya akan semakin rendah yang diakibatkan karena proses perubahan fenol menjadi gas CO2

yang akan menguap dan air (H2O).

5.2. Saran

Disarankan pada penelitian berikutnya agar dapat diteliti mengenai pengawetan bahan pangan menggunakan asap cair cangkang sawit suhu diatas 600oC. Serta dilakukan penelitian mengenai manfaat asap cair cangkang sawit suhu diatas 600oC jika dicampurkan dengan Iodine dan digunakan sebagai antiseptik.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amritama, D. 2007. Asap Cair.

tanggal 17 November 2012.

Chinnici, F., and N. Natali. 2006. Presence of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Woody Chips Used as Adjuvant in Wines, Vinegars and Distillate. Jurnal. 40 : 1587-1592.

Darmadji, Purnomo. 1996. Antibakteri Asap Cair dari Limbah Pertanian. Agritech. Yogyakarta. 16 (4) : 19-22.

Daun, H. 1979. Interaction of Wood Smoke Component and Foods. Food Technology. 33 : 66-71.

Fatimah, I., J. Nugraha. 1998. Identifikasi Hasil Pirolisis Serbuk Kayu Jati Menggunakan Principal Component Analysis. Jurnal Ilmu Dasar. 6 : 41-47. Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. Ellis

Horwood. New York.

Gorbatov V. M., N. N. Krylova, V. P. Volovinskaya, Yu. N. Lyaskovskaya, K. L. Bazarova, R. I. Khlamova, and G. Ya. Yakovleva. 1971. Liquid Smoke for Use in Cured Meats. Food Technology. 25 (1) : 71-77.

Himawati, Endah. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan Pindang Layang (decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Maga, Y. A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press, Inc. Boca Raton. Florida. Novita, S. A. 2011. Kinerja dan Analisis Tekno-Ekonomi Alat Penghasil Asap Cair

dengan Bahan Baku Limbah Pertanian. Artikel. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.

Okta Purnama, Kartika. 2009. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit dengan Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa, Stirena dan Toluena Diisosianat (TDI). Tesis. Jurusan Kimia Program Pasca Sarjana USU. Medan.

Pimenta, A. S., B. R. Vital, J.M. Bayona. and R. Alzaga. 1998. Characterisation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Liquid Products From Pyrolisis of Eucalyptus Grandis by Supercritical Fluid Extraction and GC/MS Determination. Jurnal. Volume 7. Nomor 11 : 1133-1139.


(54)

Pszczola, D. E. 1995. Highlights Production and Users of Smoke Based Flavours. Food Technology. 49 (1) : 70-74.

Rincon, Arturo A., and Veronica Pino. 2011. Headspace-Single Drop Microextraxtion (HS-SDME) in Combination with High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) to Evaluate the Content of Alkyl- and Methoxy Phenolic Compounds in Biomass Smoke. Jurnal. 85 : 1265-1273.

Rohman, A., dan Ibnu Gholib G. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Cetakan 1. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Siregar, M. S. 2001. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit dengan Menggunakan Monomer Stirena dan Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit. Tesis. Jurusan Kimia Program Pasca Sarjana USU. Medan.

Sutin. 2008. Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. IPB. Bogor.

Tahir, I. 1992. Pengambilan Asap Cair Secara Destilasi Kering pada Proses Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa. Skripsi. FMIPA Kimia UGM. Yogyakarta.

Tranggono, Suhardi and Bambang Setiadji, 1997. Produksi Asap Cair dan Penggunaannya pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu (III). Kantor Meristek. Puspitek. Jakarta.

Sundari, Tri. 2008. Potensi Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Alternatif Pengganti Hidrogen Peroksida (H2O2) dalam Pengawetan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). UNS. Surakarta.

Yulstiani, Ratna. 2008. Monograf Asap Cair sebagai Bahan Pengawet Alami pada Produk Daging dan Ikan. Cetakan Pertama. Edisi 1. UPN Veteran Jawa Timur. Surabaya.


(55)

(56)

Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa

Spesifikasi Alat.

Merek : Nabertherm Model : N21/13 Suhu Maks. : 1300oC

Termokopel


(57)

(58)

(59)

Lampiran 4. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±600oC

3435,0

2067,14

1633,5

-OH


(60)

Lampiran 5. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600oC

Aseton

Metanol Piridin

5-Metilfuran 2-Metil-2-Cyclopentanon

Asam Asetat

Furfural Asetilfuran

Asam Propionat

Asam Butanoat

Furfuril Alkohol

Metoxyfenol Fenol

p-Metilfenol

o-Metilfenol Eugenol


(61)

Lampiran 6. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±750oC

2077,96

1633,89

1272,96

-C=O atau –C=C aromatik

-OH


(62)

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±750oC

Aseton

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton

Metoxyfenol Fenol


(63)

Lampiran 8. Data Spektra FTIR Asap Cair Cangkang Sawit Pada Suhu ±900oC

3435,0

2075,8

1637,2

1273,7

-OH

-C=O atau –C=C aromatik -C-O


(64)

Lampiran 9. Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±900oC

Aseton Metanol

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton Metoxyfenol Fenol


(1)

3435,0

2067,14

1633,5

-OH

-C=O atau –C=C aromatik


(2)

Aseton Metanol Piridin 5-Metilfuran 2-Metil-2-Cyclopentanon Asam Asetat Furfural Asetilfuran Asam Propionat Asam Butanoat Furfuril Alkohol Metoxyfenol Fenol p-Metilfenol o-Metilfenol Eugenol


(3)

2077,96

1633,89

1272,96

-C=O atau –C=C aromatik

-OH

-C-O


(4)

Aseton

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton

Metoxyfenol Fenol

p-Metilfenol


(5)

3435,0

2075,8

1637,2

1273,7

-OH

-C=O atau –C=C aromatik -C-O


(6)

Aseton Metanol

Asam Asetat

Furfural Asam Propanoat

Butirolakton Metoxyfenol Fenol