PARADOKS ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH THE PARADOX OF THE PRESUMPTION OF INNOCENCE PRINCIPLE

PARADOKS ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH THE PARADOX OF THE PRESUMPTION OF INNOCENCE PRINCIPLE

Aristo Pangaribuan

Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kampus UI Depok, 16424, Depok, Jawa Barat E-mail: aristomap@gmail.com

Submitted: Oct 1, 2016; Reviewed: Nov 17, 2016; Accepted: Nov 28, 2016 Abstract: The presumption of innocence is the most basic principle in the criminal procedural law anywhere.

This principle contains a paradox because on one hand, the state, through law enforcers are required to gather evidence in order to name one as a suspect, but on the other hand the state also has an obligation to presumed one innocent until proven guilty. This principle contains an abstract understanding, that its application is causing problems in translating the presumption of innocence. For example, in Indonesia, practices such as the publication of the trial, the press conference with the suspect becomes a real form of confusion in applying the presumption of innocence. This article try to discuss about the true definition of the presumption of innocence by doing a comparison of the implementation of the presumption of innocence in Europe and the United States. By looking at the comparison of such implementation, this article explains how should the presumption of in- nocence set forth in the form of concrete legislation.

Keywords: Presumption of Innocence, Paradox, Individual Rights

Abstrak: Asas praduga tidak bersalah merupakan asas yang paling dasar di dalam hukum acara pidana di manapun. Asas ini mengandung paradoks karena di satu sisi, negara melalui aparatur penegak hukum diwa- jibkan untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, di sisi lain mempu- nyai kewajiban untuk tetap menganggapnya tidak bersalah. Asas ini mengandung pengertian yang abstrak, sehingga penerapannya menimbulkan permasalahan dalam menerjemahkan asas praduga tidak bersalah. Misalnya, diIndonesia praktik-praktik seperti publikasi persidangan, konferensi pers dengan tersangka menjadi bentuk nyata kebingungan dalam menerapkan asas praduga tidak bersalah.Tulisan ini mencoba membahas mengenai definisi yang sesungguhnya dari asas praduga tidak bersalah dengan melakukan perbandingan ter- hadap implementasi praduga tidak bersalah di Eropa dan Amerika Serikat.Dengan melihat perbandingan implementasi tersebut tulisan ini menjelaskan bagaimana seharusnya asas praduga tidak bersalah dituangkan di dalam bentuk konkret peraturan perundang-undangan.

Kata kunci: Praduga tidak bersalah, Paradoks, Hak Individu

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan

Pendahuluan

netapkan status seseorang sebagai tersang- ka, pejabat yang berwenang terlebih dahulu

Asas Praduga Tidak Bersalah atau yang lebih melakukan serangkaian tindakan dalam proses dikenal dengan Presumption of Innocence penyelidikan dan penyidikan yang bertujuan merupakan salah satu asas hukum yang dike- untuk mengumpulkan informasi dan bukti- nal secara universal. Asas ini diakui sebagai bukti yang akan digunakan sebagai dasar salah satu elemen penting dalam sistem pera- untuk menentukan siapa orang yang diduga dilan pidana di berbagai belahan dunia. Se- melakukan tindak pidana tersebut. cara sederhana, Asas Praduga Tidak Bersalah Bukti permulaan yang berhasil diper- dimaknai sebagai suatu keadaan yang meng- oleh oleh pejabat berwenang tentu dapat kita haruskan seorang yang dituduh melakukan maknai sebagai adanya asumsi dari pejabat tindak pidana untuk dianggap tidak bersalah tersebut bahwa terdapat indikasi bahwa ses- sampai ada putusan pengadilan yang menga-

eorang telah melakukan tindak pidana dan . Pengertian Asas Praduga negara (state) mempunyai justifikasi untuk Tidak Bersalah yang terlihat sederhana terse- “melanggar hak asasi” seorang tersangka but justru pada kenyataannya masih men- karena adanya bukti-bukti permulaan yang imbulkan perdebatan fundamental baik dari menyatakan seseorang terlibat dalam suatu bagaimana memaknai dan memahami asas tindak pidana. Negara tentunya akan berpikir tersebut secara utuh dan mendalam, dan ba- bahwa asumsi pejabat berwenang ini tentu gaimana implementasi dari asas tersebut da- kontras apabila dikaitkan dengan pengertian lam praktik peradilan. 2 dari Asas Praduga Tidak Bersalah. Adanya Secara umum, pemicu utama dari kewajiban untuk tetap menganggap seseorang berkembangnya perdebatan atas Asas Pra- tidak bersalah sampai adanya putusan penga- duga Tidak Bersalah adalah karena paradoks dilan yang menyatakan sebaliknya akan san- yang terkandung dalam asas tersebut. Para- gat sulit untuk diterapkan dalam implementas- doks tersebut berupa pertentangan yang tajam inya. Kenyataan bahwa “menuduh” seseorang antara pengertian serta maksud dan tujuan dari berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cu- Asas Praduga Tidak Bersalah dengan penera- kup adalah pekerjaan negara melalui aparatur pannya di lapangan. Salah satu contoh dari penegak hukumnya. Paradoks ini menjadi inti paradoks ini dapat dilihat dengan mengambil pembahasan tulisan ini 3 . Di satu sisi, negara contoh dari proses penetapan status seseorang mempunyai bukti-bukti permulaan untuk me- sebagai tersangka. netapkan seseorang sebagai tersangka, namun Dalam proses peradilan, sebelum me- di sisi lain, adalah kewajiban bagi negara un-

takan sebaliknya 1

1 Dalam Kovenan Hak Asasi Manusia Pasal 14 tuk menegakkan Asas Praduga Tidak Bersalah ayat (2) disebutkan “Everyone charged with a sebagai hak asasi manusia yang paling dasar. criminal offence shall have the right to be pre- sumed innocent until proved guilty according to law”

3 Weigend dalam tulisannya menyebutkan bahwa 2 Komentar Umum Hak Asasi Manusia Nomor 13

“Presumption of Innocence bekerja dengan ber- Pasal 14 angka 7 menggambarkan bahwa asas

tentangan antara pengalaman dan intuisi”. T. Presumption of Innocence pada pelaksanaannya

Weigend, ‘Assuming that the Defendant is not masih mengandung ambiguitas dan dipengaruhi

Guilty: The Presumption of Innocence in the oleh kondisi-kondisi tertentu yang mengakibat-

German System of Criminal Justice’, (2014) 8 kan pelaksanaannya menjadi tidak efektif.

Criminal Law and Philosophy, No. 2, 287.

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah Sudah merupakan tugas negara melalui peny- likasikan dan siapa saja yang terikat pada asas

idik dan penuntut, untuk menuduh seseorang tersebut. Tulisan ini akan mencoba mengkaji bersalah berdasarkan bukti permulaan yang lebih dalam terkait Asas Praduga Tidak Ber- cukup. Di dalam sistem acara pidana inquisi- salah dengan mengacu pada pertanyaan-per- torial, perlunya penyidik dan penuntut bertin- tanyaan diatas, guna menggambarkan urgensi dak netral sangat memegang peranan penting. dan pentingnya pemaknaan dan kejelasan atas Asas praduga tidak bersalah sebenarnya di- Asas Praduga Tidak Bersalah. Pada akhirnya, harapkan mampu menjaga negara agar senan- kita akan dapat menjawab pertanyaan klasik tiasa bertindak netral dalam proses penyidikan dalam hukum acara pidana dan sekaligus poin dan penuntutan.

terpenting dari permasalahan seputar Asas Selanjutnya, paradoks yang terkandung Praduga Tidak Bersalah, yakni: Innocent un- didalam Asas Praduga Tidak Bersalah ini di- til found guilty atau Guilty until found Inno- picu dari kenyataan bahwa adanya perbedaan cent? sudut pandang dalam memaknai Asas Pradu-

Tulisan ini kemudian membedakan Asas

ga Tidak Bersalah. Beberapa penulis berbeda Praduga Tidak Bersalah sebagai asas, yang be- pendapat terkait Asas Praduga Tidak Bersalah, rarti konsepsi yang lebih abstrak yang di dalam disatu pihak mengatakan sebagai asas yang pemahamannya kita harus melihat turunan- bersifat hipotesis dari prinsip peradilan yang turunan peraturan dari asas tersebut. Metode adil (fair trial) dan disatu pihak lain meng- penelitian yang digunakan dalam mencoba kualifikasikan Asas Praduga Tidak Bersalah- memahami dan menjawab paradoksitas yang

sebatas norma prosedural. 4 Selain itu, adanya tergantung dari Asas Praduga Tidak Bersalah konflik antara state interest atau kepentingan adalah studi komparasi dengan prakteknya di

yang lebih luas (common good) dan hak in- Amerika Serikat dan Eropa. Dimana dengan dividu (individual rights)yang berakibat pada melihat bagaimana praktek Amerika Serikat adanya perbedaan-perbedaan dalam memaha- dan Eropa dalam menerjemahkan suatu asas mi asas ini juga memiliki pengaruh besar terh- praduga tidak bersalah ke dalam perangkat adap tajamnya perbedaan dalam pelaksanaan aturan-aturan yang lebih konkret, penulis da- Asas Praduga Tidak Bersalah.

pat melihat apakah asas praduga tidak ber- Paradoks dalam Asas Praduga Tidak Ber- salah sudah dituangkan dengan baik di dalam salah dapat dikaji lebih lanjut dengan memba- hukum positif di Indonesia. Praktek di dalam has mengenai pemaknaan dan implementasi Amerika Serikat dan Eropa dipilih karena se- Asas Praduga Tidak Bersalah yang mengacu jarah prinsip tersebut dapat ditemukan di sana pada pertanyaan-pertanyaan seperti apa sebe- dan sangat berkaitan dengan hak-hak individu narnya tujuan hukum dibentuknya Asas Pra- yang banyak diciptakan dan menjadi diskursus duga Tidak Bersalah tersebut. Begitupula di dalam Amerika Serikat dan Eropa. halnya dengan pertanyaan yang lebih teknis

seperti kapan dan dimana asas tersebut diap- Makna Dan Tujuan Asas Praduga Tidak

Bersalah

4 Van Sliedregt 2009, supra note 2; and Y. Buruma,

dalam kajian buku (review of E. van Sliedregt, Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, ‘Tien tegen één. Een hedendaagse bezinning op untuk melihat apakah di dalam hukum positif

de onschuldpresumptie’ (oratie VU Amsterdam)), di Indonesia asas praduga tidak bersalah su-

(2009) Delikt en Delinkwent, No. 8, 859.

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan dah diterjemahkan melalui bentuk aturan yang sistem peradilan pidana, sebagai sarana untuk

konkret terlebih dahulu harus dikualifikasikan menjaga ketertiban dan menciptakan tatanan apakah asas tersebut secara normatif merupa- masyarakat yang adil, dapat benar-benar men-

kan suatu Rules atau Standard. Meskipun ter- capai tujuannya dengan cara menganggap ses- dapat beberapa perdebatan mengenai perbe- eorang tidak bersalah sampai ada putusan pen- daan antara rules dan standard, namun pada gadilan. Pada titik inilah, Asas Praduga Tidak dasarnya terdapat kesamaan antara para ahli Bersalah akan menemukan sifat dua sisinya, mengenai perbedaan mendasar dari kedua hal yaitu sebagai pelindung dari kebebasan indi- tersebut. Rules didefinisikan sebagai “a rule vidu, dan disisi lain sebagai petunjuk untuk that enforced according to its terms rather pejabat yang berwenang dalam menjalankan than the policies animating it” 5 , sedangkan kewenangannya. Hal ini secara spesifik dapat Standard, sebaliknya didefinisikan sebagai digambarkan melalui ide pokok dan rasion- “the attempt to enforce those policies more di- alisasi Asas Praduga Tidak Bersalah sebagai rectly”. Selanjutnya, perbedaan antara Rules pelindung dari terjadinya tuduhan yang salah dan Standard adalah efeknya. Rules mem- (wrongful conviction), perlindungan terhadap batasi diskresi dari pembuat kebijakan dalam potensi kesewenang-wenangan oleh negara menentukan “if a predetermined set of facts (protection from state abuse), dan perlakuan exist”, sedangkan Standard “are more inclu- standar dan pola pikir pejabat publik (stan- sive about the particular facts the decision- dard for treatment and mindset for public of- maker can consider based on the individual- ficials). ized circumstances of the case” 6 .

Pertama, sebagai pelindung dari terjadin- Dari pengertian diatas, Asas Praduga ya Wrongful conviction. Asas Praduga Tidak Tidak Bersalah dapat dikategorikan sebagai Bersalah dalam peranannya ini setidaknya sebuah Standard. Sebagai sebuah Standard, berkaitan dengan dua asas penting lain. Per- Asas Praduga Tidak Bersalah memang memi- tama adalah terkait in dubio proreo (terdakwa liki tujuan baik moral dan politik. Ada alasan tidak dapat dihukum ketika ada keraguan- mendasar mengapa seseorang yang dituduh raguan yang nyata akan kesalahannya) yang melakukan suatu tindak pidana harus diang- berkaitan dengan ukuran membuktikan kes- gap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan alahan tertuduh, dan kedua terkait beban pe- sebaliknya. Akan tetapi di dalam menerap- nuntut umum selaku negara untuk membuk- kan sebuah Standard, diperlukan seperangkat tikan kesalahan si tertuduh. In dubio pro reo aturan (rules) untuk menjamin kepastian hu- dan beban pembuktian pada penuntut umum kum dari sebuah asas, yang disebut Standard. ini.

Sebagai standard, asas praduga tidak Kedua, Asas Praduga Tidak Bersalah ber- bersalah ditujukan untuk menjamin agar fungsi sebagai pelindung dari kesewenang- wenangan tindakan negara (State Intrusive

5 Larry Alexander, Incomplete Theorizing: A Re- Action). Dalam proses peradilan pidana, tidak view Essay of Cass R. Sunstein’s Legal Reason- dapat dihindari bahwa untuk mencapai tujuan- ing and Political Conflict, 72 Notre Dame L. Rev. nya, Negara perlu melakukan berbagai tinda- (1997), 531-541.

kan yang bersifat memaksa kepada individu.

6 Sullivan, supra note 56, at 58–59 (asserting that

Asas Praduga Tidak Bersalah dalam konteks

a standard allows for consideration of all facts); Sunstein, supra note 56, at 965

ini berupaya untuk menekan Negara agar

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah tidak mengambil tindakan yang mengisyarat- Salah satu bahaya laten yang mengancam

kan kesalahan seseorang. Weigend berpenda- eksistensi Asas Praduga Tidak Bersalah ada- pat bahwa Asas Praduga Tidak Bersalah ber- lah paradigma yang terbangun dari rangkaian sifat penyeimbang atas kekuatan Negara guna tindakan aparat penegak hukum sepanjang semaksimal mungkin menjaga agar tindakan- proses Preliminary Investigation dan dikait- nya tidak sampai membawa resiko individual kan dengan “pengalaman” aparat penegak berupa stigma kesalahan terhadap seseorang, hukum atas kasus-kasus atau situasi sejenis, seperti misalkan tindakan penahanan yang di- yang pada akhirnya membentuk paradigma anggap dapat memberikan individualized sus- aparat penegak hukum akan adanya kesalahan picion atas kesalahan seseorang. Pentingnya si tersangka/terdakwa. menjaga kebebasan individu dari kekuasaan

Akan tetapi, sebagai sebuah standar, ide- negara juga dikemukakan oleh Beccaria yang ide pokok tersebut diatas masih bersifat ab- mengatakan bahwa Asas Praduga Tidak Ber- strak dan untuk konkritisasinya masih diperlu- salah secara spesifik bertujuan untuk mence- kan aturan yang lebih konkrit. Pengertian dan gah adanya tindakan penyiksaan dari penegak tujuan dari asas tersebut ternyata tidak jarang hukum dan perlakuan yang lebih baik kepada bertentangan dengan upaya pelaksanaannya. seseorang yang dikenakan penahanan pra-per-

Di dalam hukum positif di Indonesia, sidangan. Beberapa penulis juga memandang asas praduga tidak bersalah masih merupakan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam konteks sebuah standard yang abstrak. KUHAP, mela- ini sebagai suatu upaya untuk mengingatkan lui penjelasan umum butir ke huruf c menya- pejabat berwenang untuk tidak melakukan takan: tindakan-tindakan yang tidak dapat diperbaiki

Setiap orang yang disangka, ditangkap, di-

atau irreparable action 7 .

tahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka

Ketiga, Asas Praduga Tidak Bersalah se-

sidang pengadilan, wajib dianggap tidak ber-

bagai prinsip dasar untuk dilaksanakannya hak salah sampai adanya putusan pengadilan yang

menyatakan kesalahannya dan memperoleh

tersangka untuk diperlakukan layaknya orang

kekuatan hukum tetap.

yang tidak bersalah. Corsten and Borgers ber- pendapat bahwa rasionalisasi Asas Praduga

Kemudian UU 48 tahun 2009 di dalam Tidak Bersalahdalam konteks ini diwujudkan pasal 8 mengenai Kekuasaan Kehakiman me-

dalam bentuk aturan turunan berupa kewa- nyatakan bahwa: jiban pengadilan untuk menyediakan kesem-

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditah-

patan bagi tersangka untuk dapat mengemu-

an, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadi- lan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada

kakan apa yang ia rasa perlu, dan pengadilan

putusan pengadilan yang menyatakan kesalah-

berkewajiban untuk memperhatikannya. Den-

annya dan telah memperoleh kekuatan hukum

gan kata lain, Asas Praduga Tidak Bersalah

tetap.

membuka ruang bagi pihak tersangka untuk Kedua pengaturan ini menciptakan sebuah menguji pelaksanaan hak-hak prosedural. standard, dimana dengan jelas bahwa setiap

tersangka wajib dianggap tidak bersalah sebe-

7 Corstens/Borgers 2014, supra note 11, pp. 46-47,

menyatakan bahwa asas praduga tidak bersalah lum ada putusan pengadilan yang menyatakan juga menyangkut soal penahanan yang harus kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan dibedakan antara pretrial detention dan post trial hukum tetap. Akan tetapi, di dalamnya tidak Stevens 2009, supra note 2

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan diatur mengenai bagaimana konkretnya untuk 9 han bagi terdakwa .

menganggap orang itu tidak bersalah, ketika Supreme Court pada tahun 1979 me- tugas utama negara melalui aparatur penegak nyebutkan bahwa Asas Praduga Tidak Ber- hukum adalah mengumpulkan bukti-bukti salah adalah mekanisme yang dipakai untuk permulaan untuk menetapkan tersangka dan melokalisir beban pembuktian sepanjang pros- membuktikan serta meyakinkan hakim bahwa es pidana, mengalokasikan beban pembuktian benar seseorang telah bersalah?

dan pengingat bagi Juri bahwa kesalahan se- Pertentangan yang timbul juga bersifat orang terdakwa didasarkan pada bukti yang multidimensional berupa pertentangan yang dikemukakan dipengadilan, bukan hanya dari terkandung dalam pelaksanaan kewenangan kecurigaan-kecurigaan yang muncul dari fak- terkait prosedur hukum acara pidana, baik ta terkait penahanan, penuntutan, atau hal lain pada tahap sebelum pengadilan, pada saat yang tidak berkaitan dengan bukti di persidan- pengadilan, dan juga terkait pada hal-hal di- gan. US Supreme Court kemudian membuat luar prosedur peradilan yang tidak dapat dipi- batasan sekaligus pembeda antara Asas Pra- sahkan dari rangkaian proses tersebut, sep- duga Tidak Bersalah dan adanya Reasonable erti misalkan pernyataan-pernyataan dan atau Suspicion dalam konteks tindakan seperti pe- tindakan-tindakan dari aparatur penegak hu- nahanan dan penggeledahan dalam pre-trial. kum.

Negara yang melakukan tindakan penahanan Pertentangan Asas Praduga Tidak Ber- bukan berarti melanggar Asas Praduga Tidak salahdalam pelaksanaannya tidak terlepas dari Bersalah dan tidak dibebankan kewajiban un- tidak adanya kejelasan mengenai bagaimana tuk membuktikan Guilt Beyond Reasonable implementasi konkret asas tersebut. Konk- Doubt, sepanjang terdapat alasan yang masuk ritisasi dari Asas Praduga Tidak Bersalah ini akal untuk melakukan tindakan tersebut. menjadi poin penting karena terdapat keber-

Dalam Common Law System, bahasan agaman terkait pandangan dan praktik pera- menarik mengenai dikotomi Asas Praduga dilan itu sendiri. Di Amerika Serikat, mela- Tidak Bersalah terletak pada penempatan- lui Modern Federal Jury Instruction, diatur nya dalam diskursus apakah harus dimaknai bahwa PI sudah cukup untuk membuktikan sebagai Material Innocence, dalam artian bahwa terdakwa tidak bersalah dan oleh kar- seseorang sama sekali tidak melakukan tin- enanya harus dibebaskan 8 . Dengan kata lain dak pidana yang dituduhkan, atau Probatory tanpa memperhitungkan bukti bukti yang Innocence, dalam artian tidak bersalahnya dimiliki oleh penuntut umum, sepanjang Juri seseorang semata-mata karena bukti yang merasa terdakwa tidak bersalah, sekalipun diajukan tidak memenuhi standar minimum

tanpa dasar yang jelas selain dari keyakinan- pembuktian. 10 Dalam sistem hukum ini Juror, nya atas tidak bersalahnya si terdakwa, maka

9 STAR-0-3 Modern Federal Jury Instructions–

juri dapat memutus bebas. Ketentuan ini akh-

Criminal P 3.02. Interestingly, the Supreme

irnya dikesampingkan oleh US Supreme Court

Court has seemingly overruled that idea that the

karena dianggap terlalu memberikan kemuda-

PI alone is sufficient to acquit a defendant. See United States v. Ibara-Alcarez, 830 F.2d 968 (9th

8 Dalam Model Jury Instruction tersebut dikatakan

Cir. 1987).

bahwa “The presumption of innocence alone may 10 Larry Laudan. The Presumption of Innocence: be sufficient to raise a reasonable doubt and to

Material or Probatory. Cambridge University require the acquittal of a defendant”

Press, 349-351

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah selaku pihak yang menguji kebenaran fakta, penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah han-

pada dasarnya menginginkan Asas Praduga ya dianggap sebagai upaya membuang-buang Tidak Bersalah dimaknai sebagai Material waktu, karena banyaknya norma prosedural Innocence. Akan tetapi pada faktanya, mate- yang harus diikuti. Asas Praduga Tidak Ber- rial innocence nyaris tidak mungkin terjadi salah di Tiongkok diterapkan secara terbatas apabila mengacu pada fakta bahwa seorang terutama dalam tahap pre-trial.Tiongkok be- terdakwa sebelum dihadapkan di muka Juri ranggapan bahwa pelaksanaan Asas Praduga hanya diberikan kesempatan untuk menyata- Tidak Bersalah secara maksimal, khususnya kan dirinya Guilty, atau Not Guilty. Dengan memberikan ruang untuk membela diri sejak kata lain, maksud dari Material Innocence awal proses penyidikan, akan mengakibatkan tersebut secara faktual terdegradasi menjadi kesulitan dalam mengungkap suatu tindak pi- sebatas Probatory Innocence.

dana. 12 Terkait pandangan ini, para jurist di Lebih mendalam dalam melihat keselu- Tiongkok beranggapan bahwa hal tersebut ruhan proses persidangan di Common Law tidak dapat dilepaskan dari nilai dan pandan- System, pola pikir juri yang dihadapkan pada gan yang tertanam dalam masyarakat Tiong- bukti-bukti yang diajukan oleh penuntut kok terkait sistem peradilan yang bertujuan umum semakin mengarah pada Probatory in- untuk menjaga harmoni dalam masyarakat, nocence. Juri dalam praktiknya sebatas dim- dan oleh karenanya setiap orang yang diduga inta untuk menilai apakah bukti yang diajukan melakukan tindak pidana, memiliki kecend- telah terpenuhi atau tidaknya standar pembuk- erungan untuk diasumsikan bersalah diband- tian. Ada perbedaan tipis namun fundamental ingkan tidak bersalah. 13

dalam pola pikir Juri dalam menilai fakta di Gambaran diatas menjelaskan bagaima- persidangan. Idealnya, seperti yang telah dis- na terdapat paradoks dalam Asas Praduga inggung sebelumnya, Juri harus menempat- Tidak Bersalah. Maksud dan tujuan dari asas kan dirinya dalam melihat seorang terdakwa tersebut, nyatanya mengalami pertentangan- sebagai seseorang yang Material Innocence, pertentangan dalam pelaksanaannya. Akibat- dan tanggung jawab penuntut umum untuk nya, asas ini seolah hanya menjadi pengu- merubah keyakinan para juri terhadap terdak- langan dari kewajiban penuntut umum untuk wa, dari seseorang yang material innocence, membuktikan dan prinsip pemenuhan standar menjadi material guilty.

pembuktian, tanpa benar-benar mampu meny- Lain pula halnya dengan pelaksanaan entuh tujuan dari asas itu sendiri. Asas Pra- Asas Praduga Tidak Bersalah di Republik duga Tidak Bersalah hanya dipandang sebagai Tiongkok. Seiring dengan perkembangan kul- kewajiban “prosedural”. tur dan ideologi masyarakat Tiongkok, Asas

Fenomena ini sedikit banyak dipengar- Praduga Tidak Bersalah yang mulai dikenal uhi oleh dorongan bahwa Asas Praduga Tidak pada pertengahan tahun 1950, awalnya diang- Bersalah diperlukan untuk dibatasi sedemiki- gap sebagai prinsip yang bersifat “terlalu ke- an rupa karena dampak yang mungkin dit- barat-baratan” dan dirasa tidak cocok dengan imbulkan berupa berupa kesulitan-kesulitan

masyarakat sosialis Tiongkok. 11 Lebih jauh, yang dihadapi oleh penuntut umum dalam sistem peradilan pidana. Penafsiran norma

11 Timothy A. Gelatt, The People’s Republic of China and the Presumption of Innocence, Journal

12 Ibid, 310

of Criminal Law and Criminology, Vol. 73: 308

13 Ibid, 307-309

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan

yang terbatas (Limited normative meaning) Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dari Asas Praduga Tidak Bersalah inilah yang Di Indonesia

dirasa oleh sebagian penulis merupakan ben- Hukum acara pidana Indonesia, yang diatur tuk toleransi atas defisitnya peran dan fungsi

14 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Asas Praduga Tidak Bersalah.

pada bagian penjelasan umum angka 3 hu- Situasi tersebut tentu tidak terlepas dari ruf c secara eksplisit mengakui Asas Praduga berbagai perkembangan dalam sistem pera- Tidak Bersalah sebagai salah satu asas yang dilan pidana. Tingginya tuntutan masyarakat mendasari sistem peradilan pidana Indonesia akan adanya pemidanaan dalam proses pera- sebagaimana yang dijelaskan di atas. dilan dan keinginan masyarakat agar crimi- Selain itu, Indonesia juga mengakui Asas nal justice system lebih memperhatikan ke- Praduga Tidak Bersalah sebagai salah satu hak inginan publik menjadi beberapa faktor yang asasi manusia yang paling dasar sebagaimana melemahkan Asas Praduga Tidak Bersalah. terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Perkembangan tersebut sedikit banyak meng- Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal geser pandangan dan penerapan dari PI teru-

18 ayat (1) disebutkan bahwa : tama terkait penekanan perlindungan terhadap

terdakwa yang dianggap “traditional criminal Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan di-

tuntut karena disangka melakukan sesuatu

procedure”, sedangkan kebutuhan masyarakat

tindak pidana, berhak dianggap tidak bersalah

saat ini lebih menginginkan penekanan ke-

sampai dibuktikan kesalahannya secara sah

pada perlindungan korban 15 . Beberapa contoh

dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan

dan uraian diatas, pada akhirnya menunjuk-

segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan pera-

kan bahwa paradoksikal dalam memaknai dan

turan perundang-undangan.

mengimplementasikan Asas Praduga Tidak Bersalah, berkaitan erat dengan adanya per-

Dua ketentuan diatas secara umum su- tentangan antara individual interest dan state dah sejalan dengan pengertian Asas Praduga

interest yang pada akhirnya mempengaruhi Tidak Bersalah yang diakui secara universal pelaksanaan asas tersebut.

dalam International Covenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi melalui UU

no 12 tahun 2005. Untuk melihat bagaimana

14 Stumer 2010, supra note 2: 52-87; cf. R. Glover, penerapan asas praduga tidak bersalah di In- Review of A. Stumer, ‘The Presumption of In- donesia, maka perlu dilihat melalui norma- nocence: Evidential and Human Rights Perspec-

norma operasional (rules) yang ada di dalam

tives’, (2011) 15 The International Journal of Evidence and Proof, no. 1: 89-92; L. Campbell, hukum positif di Indonesia. Pertanyaan yang ‘Criminal labels, the European Convention on harus dijawab adalah, apakah norma-norma Human Rights and the Presumption of Inno- operasional yang ada di dalam hukum positif cence’, (2013) 76 The Modern Law Review, no. di Indonesia sudah memenuhi tujuan peng-

4: 681-691; T. Weigend, ‘There is Only One Pre-

aturan dari asas praduga tidak bersalah.

sumption of Innocence’, (2013) 42 Netherlands Journal of Legal Philosophy, no. 3: 193-204. Cf.

Penulis akan mencoba melihat melalui

footnote 46, infra.

tahapan-tahapan peradilan. Dimulai ketika

15 J. Hruschka, ‘Die Unschuldsvermutung in der seseorang menyandang status tersangka dan Rechtsphilosophie der Aufklärung’, (2000) 112 terdakwa. Secara eksplisit, Pasal 66 KU- Zeitschrift für die gesamte Strafrechtswissen- schaft, no. 2: 285-300

HAP mengatur “tersangka atau terdakwa

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah tidak dibebani kewajiban pembuktian”. Pada suatu tindak pidana dan menemukan tersang-

bagian penjelasan disebutkan “ketentuan ini kanya. Asas praduga tidak bersalah semesti- adalah penjelmaan dari asas “praduga tak nya sudah dimulai dari dimulainya tahap pe- bersalah””. Dari uraian ketentuan diatas da- nyidikan, bukan pada saat adanya penetapan pat ditarik poin inti dari Asas Praduga Tidak tersangka. Bersalahberupa (1) adanya pengakuan Asas

Makna implisit dari penjelasan umum Praduga Tidak Bersalah sebagai asas dalam yang belum maksimal dalam memanifesta- sistem peradilan pidana, (2) Asas Praduga sikan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Tidak Bersalah mulai berlaku sejak ditetap- KUHAP secara normatif bisa jadi menjadi kannya seseorang sebagai tersangka, sampai penyebab atas pelanggaran-pelanggaran Asas adanya putusan pengadilan yang berkekuatan Praduga Tidak Bersalah. Pada tahun 2005 hukum tetap (3) Asas Praduga Tidak Bersalah ditemukan bahwa 81.1% tersangka mengala- dibatasi seolah-olah hanya pada beban pem- mi penyiksaan guna memperoleh pengakuan buktian atas kesalahan terdakwa.

dalam tahap penyidikan. 16 Tingginya angka Pengakuan adanya Asas Praduga Tidak penyiksaan ini tentu secara paralel meng- Bersalah sejak awal ditetapkannya seseorang gambarkan tingginya angka pelanggaran Asas sebagai tersangka sekilas sejalan dengan tu- Praduga Tidak Bersalah. Meskipun bukan juan dari asas tersebut. Akan tetapi, bila dicer- satu-satunya faktor penyebab tingginya angka mati secara mendalam terdapat perbedaan penyiksaan, namun tentu sudah cukup untuk fundamental. Sebelum membahas ketentuan menggambarkan bahwa Asas Praduga Tidak dalam Pasal 66 yang secara eksplisit mem- Bersalah tidak benar-benar mampu mencapai batasi makna Asas Praduga Tidak Bersalah tujuannya. Uraian di atas membuktikan bah- sebatas Burden of Proof, terlebih dahulu akan wa terdapat gap antara teori dan praktik yang dibahas terkait penjelasan umum mengenai disebabkan oleh belum maksimalnya aturan Asas Praduga Tidak Bersalah, khususnya operasional terkait Asas Praduga Tidak Ber- sepanjang frasa “setiap orang yang disang- salah. ka...”. Frasa ini secara implisit menempatkan

Bila diperhatikan lebih seksama, pen- Asas Praduga Tidak Bersalah tidak secara me- jelasan umum terkait Asas Praduga Tidak nyeluruh dalam fase pre-trial. Proses ditetap- Bersalah bertentangan dengan aturan dalam kannya seseorang sebagai tersangka adalah Pasal 66 KUHAP. Dalam penjelasan umum, berada di pertengahan atau bahkan akhir dari cakupan Asas Praduga Tidak Bersalah lebih proses pre-trial.

luas dibanding dengan ketentuan dalam Pasal Proses awal dari hukum acara pidana di

66. Disebutkannya proses yang terjadi dalam Indonesia dimulai dari tindakan aparat pen- tahap pra ajudikasi atau pre-trialberupa pen- egak hukum dalam menilai suatu peristiwa etapan tersangka, penahanan dan penuntutan apakah merupakan suatu tindak pidana, atau semestinya membuka peluang implementasi bukan. Apabila penegak hukum berpendapat Asas Praduga Tidak Bersalah secara lebih bahwa suatu peristiwa merupakan suatu tin- maksimal, akan tetapi Pasal 66 KUHAP jus- dak pidana, maka dimulailah tahap penyidi-

kan. Tahap penyidikan didefinisikan sebagai 16 Penelitian LBH Jakarta, Mengungkap Kejahatan

dengan Kejahatan: Survei Penyiksaan di Rumah

serangkaian tindakan penyidik dalam meng-

Tahanan di Wilayah Jabodetabek. Jakarta: LBH

umpulkan bukti-bukti guna membuat terang

Jakarta, 2008.

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan tru sebaliknya mengunci kesempatan tersebut gan mengacu pada ketentuan dalam Pasal

dengan melokalisir Asas Praduga Tidak Ber- 189 KUHAP, keterangan seorang terdakwa di salah sebatas di dalam wilayah beban pem- persidangan hanya dapat digunakan terhadap buktian.

dirinya sendiri dan tidak cukup digunakan un- Selanjutnya, sekalipun dengan asumsi tuk membuktikan bahwa ia bersalah melaku- bahwa Asas Praduga Tidak Bersalah telah kan perbuatan yang didakwakan. Dengan kata dimulai sejak awal tahap penyidikan, dan den- lain, terdakwa dapat memberikan keterangan gan mengenyampingkan norma dalam Pasal bagi kepentingan pembuktiannya, baik berupa

66 KUHAP yang secara jelas membatasi pen- penjelasannya ataupun sanggahan atas tudu- erapan Asas Praduga Tidak Bersalah, apabila han yang ditujukan kepadanya. Ketentuan-ke- ditelusuri lebih lanjut, aturan operasional da- tentuan ini setidaknya sejalan dengan prinsip lam sistem peradilan pidana di Indonesia jelas burden of proof yang berada ditangan penun- masih belum secara efektif memanifestasikan tut umum. Asas Praduga Tidak Bersalah. Dengan meng-

Memang dalam proses peradilan pidana gunakan ukuran dari William Laufer diatas, Indonesia dikenal mekanisme Praperadilan, satu persatu akan dibahas terkait aturan op- yang dapat digunakan untuk menguji sah atau erasional dalam sistem peradilan pidana Indo- tidaknya penangkapan dan atau penahanan, nesia yang berkaitan.

penggeledahan dan atau penyitaan, dan juga Di dalam KUHAP, asas praduga tidak sah atau tidaknya penetapan tersangka. Akan bersalah tidak diterjemahkan di dalam level tetapi mekanisme tersebut menjadi tidak efek- operasional (rules) selain dari dalam pasal tif karena tidak terbukanya akses terhadap

66. Oleh karena itu, disini penulis mencoba bukti-bukti yang dimiliki oleh penuntut umum menganalisa penerapan Asas Praduga Tidak sebagai dasar melakukan tindakan-tindakan Bersalah di Indonesia melalui perbandingan tersebut. Contohnya, dalam hal pengujian atas prinsip-prinsip umum di dalam hukum acara penggeledahan dan penyitaan, tersangka han- pidana internasional yang menjadi bentuk ya dapat menguji keabsahan tindakan tersebut konkret (rules) yang berasal dari Asas Pra- sepanjang penggeledahan dan penyitaan di- duga Tidak Bersalah.

lakukan terhadap si tersangka, padahal bukti- Selain dari penetapan tersangka yang te- bukti yang digunakan untuk memberatkannya lah disinggung diatas, selanjutnya akan diba- bisa saja diperoleh dari penggeledahan dan has terkait ketentuan mengenai hak untuk penyitaan terhadap pihak lain, yang bisa jadi diam (Right to Remain Silent) sebagai bagian pelaksanaannya dilakukan secara sewenang- dari Asas Praduga Tidak Bersalah. KUHAP wenang, namun tersangka tidak memiliki le- tidak secara eksplisit mengatur hak seorang gal standing untuk meminta pengujian atas tersangka untuk tetap diam. Meskipun secara keabsahan tindakan tersebut.

a contrario juga tidak ada kewajiban untuk Kemudian terkait dengan hak untuk men- memberikan keterangan. 17 Akan tetapi den- guji keterangan saksi-saksi yang memberat- kan (Confront Adverse Witness). Tersangka

17 Ketentuan dalam Pasal 117 KUHAP mengatur hanya dapat menguji keterangan saksi yang mengenai pemberian keterangan tersangka da- memberatkannya pada saat perkara sudah lam Penyidikan, yang tidak mewajibkan tersang- ka memberikan keterangan, dan juga tidak den- gan tegas memberikan tersangka hak untuk tetap

diam.

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah memasuki proses persidangan. Dalam tahap berkenaan dengan pernyataan aparat penegak

penyidikan, tersangka bahkan tidak memi- hukum terkait proses tindak pidana terdapat liki akses untuk mengetahui saksi-saksi yang dalam Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun memberatkannya, terlebih lagi untuk meng- 2010 Tentang Tata Cara Pelayanan Informasi konfrontir keterangan saksi-saksi tersebut. Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Re- Mekanisme konfrontasi dimungkinkan dalam publik Indonesia. Dalam peraturan ini, diatur tahap penyidikan, akan tetapi dalam konteks bahwa penyidik di antaranya dilarang un- kepentingan pemeriksaan, dengan kata lain tuk mengungkap identitas tersangka, modus untuk kepentingan penuntut umum, bukan operandi tindak pidana, motif dilakukannya untuk keuntungan si tersangka.

tindak pidana dan jaringan pelaku tindak pi- Terakhir, mengenai hak untuk mendap- dana. 19 Sekilas, aturan ini tampak relevan atkan bantuan hukum. Sebelum membahas dengan implementasi Asas Praduga Tidak bantuan hukum yang efektif, perlu ditekankan Bersalahdan bertujuan untuk melindungi hak bahwa KUHAP bahkan membatasi kewajiban- individu, akan tetapi kenyataannya, aturan ini nya dalam memberikan akses bantuan hukum justru dibentuk bukan didasarkan pada atau kepada Tersangka. KUHAP hanya mengatur sebagai bentuk pelaksanaan Asas Praduga kewajiban aparat penegak hukum untuk me- Tidak Bersalah, melainkan semata-mata un- nyediakan bantuan hukum bagi tersangka, tuk tujuan kepentingan berhasilnya proses pe- namun terbatas pada mereka yang terancam nyidikan, untuk kepentingan negara atau yang

pidana mati atau lima belas tahun atau lebih lebih dikenal dengan istilah common good. 20 atau mereka yang tidak mampu yang diancam Seakan-akan, aparatur penegak hukum ingin

menunjukkan bahwa hukum sedang ditegak- Uraian diatas adalah uraian terkait imple- kan (justice is being done). mentasi Asas Praduga Tidak Bersalah dalam

pidana lima tahun atau lebih 18 .

Seringkali kita disuguhkan, konferensi ruang lingkup proses peradilan. Seperti yang pers dengan tersangka tindak pidana, yang sempat disinggung dalam bab sebelumnya, mengungkap identitas tersangka, motif walau- Asas Praduga Tidak Bersalah tidak hanya pun belum ada pernyatan bersalah dari penga- berkaitan dengan proses peradilan itu sendiri, dilan. melainkan juga dengan hal-hal lain di luar

Hal menarik lainnya untuk diperhatikan proses yang tidak dapat dipisahkan begitu adalah, sekalipun aturan terkait pembatasan saja, seperti halnya pernyataan-pernyataan

19 Pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011

dan tindakan-tindakan terhadap seseorang

Tentang Sistem Informasi Penyidikan.

yang dilakukan oleh seorang aparatur pen-

20 Larangan informasi dalam pasal 7 Perkap Nomor

egak hukum yang sering kali, mengatasnama-

21 Tahun 2011 dikarenakan dianggap informasi

kan “kepentingan negara” dalam segala tin-

yang dapat menghambat proses penyelidikan, mengungkap identitas informan, pelapor, saksi,

dakannya. Di dalam level ini, penerapan asas

dan atau korban yang mengetahui adanya tin-

praduga tidak bersalah yang melekat kepada

dak pidana, mengungkap data intelijen kriminal

individu, akan bersinggungan dengan kepent-

dan rencana yang berhubungan dengan pence-

ingan negara (common good).

gahan dan penanganan segala bentuk kejahatan

Di Indonesia salah satu aturan yang

transnasional, membahayakan keselamatan dan kehidupan penyidik dan atau keluarganya dan membahayakan keamanan peralatan, sarana dan/

18 Pasal 56 KUHAP atau prasarana penyidik polri.

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan informasi tersebut tidak secara langsung di- Bersalah adalah salah satu asas yang paling

tujukan sebagai penerapan Asas Praduga seringkali tidak dipahami secara tepat. Pada Tidak Bersalah, namun disatu sisi dapat dika- tahun 1991, National Jury Project merilis ha- takan memuat substansi Asas Praduga Tidak sil survey berupa 46.1% dari potensial juror Bersalah. Akan tetapi kenyataanya, penyidik beranggapan bahwa apabila seseorang diadili dalam praktik sehari-hari juga seringkali me- di pengadilan maka orang tersebut kemungki-

langgar ketentutan-ketentuan tersebut. Ada- nan bersalah melakukan suatu tindak pidana. 21 lah hal yang lazim ditemukan di Indonesia, Di California, 48% potential juror bahkan penyidik memberikan pernyataan-pernyataan tidak memahami bahwa seorang terdakwa kepada publik terkait proses tindak pidana harus dianggap tidak bersalah sampai dapat baik secara eksplisit maupun implisit terkait 22 dibuktikan sebaliknya. dengan identitas saksi, barang bukti dan ter-

Salah satu contoh kasus di Amerika yang sangka, modus dan motif tindak pidana, serta berkaitan erat dengan Asas Praduga Tidak Ber- jaringan pelaku tindak pidana.

salah adalah kasus O.J.Simpson, yang pada Dari uraian-uraian terkait pengaturan op- masanya merupakan salah satu kasus yang erasional dari Asas Praduga Tidak Bersalah mendapat perhatian besar dari publik.Simpson di Indonesia dengan ukuran beberapa meka- merupakan seorang aktor terkenal dan mantan nisme teknis dalam proses peradilan pidana atlet football yang dituduh melakukan pem- diatas, dapat dilihat bahwa memang terdapat bunuhan terhadap istrinya pada 12 Juni 1994. permasalahan dalam memaknai Asas Pradu- Simpson yang sebelumnya pernah terlibat

ga Tidak Bersalahdan menurunkannya da- dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah lam bentuk aturan operasional. Asas Praduga tangga, menjadi orang yang diduga kuat mem- Tidak Bersalahselain masih dimaknai secara bunuh istrinya. Bukti-bukti yang ditemukan sempit sebagaimana terdapat dalam Pasal oleh polisi berupa adanya darah di mobil yang

66 KUHAP, ternyata juga tidak menjadi es- terparkir di depan kediamannya, ditemukan- ensi pada mekanisme-mekanisme lain dalam nya sarung tangan di tempat kejadian perkara proses peradilan yang sebenarnya berkaitan yang mirip dengan yang ditemukan di luar ru- dengan Asas Praduga Tidak Bersalah, sehing- mah Simpson, yang di kemudian hari kedua

ga nilai dari Asas Praduga Tidak Bersalah itu bukti tersebut menunjukkan ada keterkaitan Simpson dalam pembunuhan tersebut. sendiri mengalami defisit dari tujuan hukum 23 Ka- dibentuknya asas tersebut.

sus O.J.Simpson, yang pada akhirnya dinya- takan tidak bersalah, adalah salah satu contoh

Perbandingan Penerapan Asas Praduga

kasus dari tidak efektifnya pelaksanaan asas

Tidak Bersalah di Berbagai Negara

praduga tidak bersalah. Kecenderungan pe- nyidik untuk menduga O.J Simpson sebagai

Amerika Serikat

21 Hiroshi Fukurai, University of California. Is the O.J. Simpson Verdict and Example of Jury Nulli-

Argumen terkait penerapan Asas Praduga

fication? Jury Verdicts, Legal Concepts, and Jury

Tidak Bersalah diperkuat dengan kenyataan

Performance in a Racially Sensitive Criminal

bahwa terdapat keberagaman pelaksanaan

Case: 4.

asas tersebut. Suatu studi di Amerika Serikat

22 Ibid.

menunjukkan bahwa Asas Praduga Tidak

23 Dr. Scott Christianson, Case Study:OJ Simpson

From Bodies of Evidence

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah pelaku pembunuhan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan beban pembuktian kepada

dari “track record” nya sebagai mantan pelaku seseorang yang diduga memiliki properti yang domestic violence dan bias rasial kepadanya diperoleh secara melawan hukum untuk mem-

sebagai orang kulit hitam. 24 buktikan bahwa propertinya diperoleh secara Pandangan bahwa keberagaman pelak- melawan hukum. Ketentuan ini memungkink- sanaan Asas Praduga Tidak Bersalah yang an dilakukannya perampasan atas aset sese- disebabkan oleh adanya hal-hal yang bersifat orang yang tidak terbukti melakukan tindakan

bias juga dapat dilihat dalam sistem peradi- pidana. 27 Di Australia dan Kanada contohnya, lan pidana di Meksiko berupa penyesuaian membentuk kebijakan ini atas dasar kesulitan- kebijakan sistem peradilan pidana untuk me- kesulitan yang dialami oleh penuntut umum menuhi kebutuhan public safety. Tingginya dalam membuktikan kesalahan seseorang dan

angka kriminalitas mendorong negara untuk melakukan perampasan aset. 28 Ketentuan ini “mengefektifkan” proses peradilan yang ada, tentu juga bentuk penegasian atas elemen dari yang salah satunya berupa perubahan aturan Asas Praduga Tidak Bersalah berupa burden terkait penahanan prapersidangan dan mekan- of proof yang seharusnya berada pada negara. isme penangguhannya. Dalam aturan tersebut,

Di Inggris dan Wales, pelaksanaan Asas diatur salah satunya bahwa orang yang memi- Praduga Tidak Bersalahyang diantaranya liki rekam jejak melakukan tindak pidana bertujuan untuk melindungi seseorang dari tidak diijinkan untuk mendapatkan penanggu- wrongful conviction, nyatanya juga sulit ter-

han penahanan. 25 Kecenderungan untuk men- laksana. Hal ini disebabkan oleh aturan hu- gutamakan public safety berdampak langsung kum yang ada membuka besar kemungkinan pada tingginya angka penahanan dengan da- untuk terlanggaranya asas tersebut berupa lih menjaga keamanan, mengurangi kemung- lemah dan permisifnya pengaturan mengenai kinan terjadinya tindak pidana dan sebagai rules of evidence. 29

alat untuk “menghentikan” orang-orang yang

berbahaya. 26 Ketentuan ini tentu tidak sejalan Uni Eropa

dengan maksud dan tujuan dari Asas Pradu- Salah satu perkembangan terbaru terkait

ga Tidak Bersalah yang salah satunya adalah dengan penerapan Asas Praduga Tidak Ber-

memberikan perlindungan kepada tersangka/ salahyang dapat dijadikan sebagai contoh

terdakwa untuk mendapatkan treatment dari adalah melalui dibentuknya European Union

aparat penegak hukum layaknya orang yang Directivepada bulan Maret 2016 yang berisi

tidak bersalah, atau dengan kata lain, membi- aturan standar minimal dari Asas Praduga

arkan terderogasinya nilai perlindungan indi- Tidak Bersalah dalam ruang lingkup Uni Ero-

vidu dengan alasan kepentingan publik. Fenomena lain yang berkaitan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah adalah dalam

27 Anthony Gray, Constitutionally Protecting the Presumption of Innocence, The University of 24 OJ Simpson Case. Criminal Investigation. Case

Tasmania Law Review Vol 31 No 1 (2012): 135 Study: Physical Evidence

28 Ibid, 136 & 152

25 Aguilar Garcia: Presumptionof Innocence and 29 Michael Naughton, How the Presumption of Public Safety, 3.

Innocence Renders the innocent vulnerable to 26 Angka penahanan di Meksiko meningkat 20 pers-

wrongful convictions. Irish Journal of Legal en sejak 2005 sampai Juni 2014. Aguilar Garcia

Studies: 53

Al-Risalah

Vol. 16, No. 2, Desember 2016

Aristo Pangaribuan pa. 30 Uni Eropa dapat dijadikan contoh ba-

Asas Praduga Tidak Bersalah ini harus gaimana suatu standard diterjemahkan dalam diartikan sebagai asas yang paling dasar un- bentuk konkret melalui norma-norma opera- tuk memberikan proteksi kepada orang yang sional (rules).

tidak bersalah. Karena adalah suatu kejaha- Dalam EU Directive ini, diatur hal-hal tan besar, apabila negara dengan kekuasaan- secara konkret, di dalam level operasional di- nya salah dalam menghukum seseorang. Oleh antaranya berupa keberlakuan asas praduga karena itu, tujuan dari dibentuknya Asas Pra- tidak bersalah sejak awal dimulainya proses duga Tidak Bersalah ini adalah untuk tujuan peradilan, larangan pernyataan dari public individu, dalam hal melindungi orang yang officials yang dapat merefleksikan opini atas tidak bersalah ketika dihadapkan pada proses kesalahan seseorang kepada publik, kewa- peradilan. Asas ini tidak dapat ditafsirkan lain, jiban menyediakan akses untuk membela diri, karena asas ini menciptakan suatu standard, beban pembuktian, hak untuk tetap diam dan dimana standard itu adalah proteksi terhadap non-self incrimination, hingga larangan untuk hak individu dari kekuasaan negara yang da- mempresentasikan tersangka dalam kondisi pat melanggar hak individu seseorang (state tertentu, seperti diborgol dan dirantai, yang intrusive action). Apabila dalam rangka men- dapat mengarahkan pada opini bahwa ia ber- capai standar tersebut ternyata juga memberi-

salah. 31 kan perlindungan bagi orang yang nantinya Dalam EU Directive ini, dapat dilihat terbukti bersalah atapun ternyata memberi- bahwa terdapat upaya untuk memaknai Asas kan dampak penegakan hukum menjadi lebih Praduga Tidak Bersalah secara menyeluruh, rumit, maka hal tersebut haruslah dianggap baik dalam keseluruhan proses peradilan, dan sebagai konsekuensi dalam melindungi hak tindakan-tindakan yang berkaitan diluar pera- individu orang yang tidak bersalah (unavoid- dilan.

able by product). 32

Dengan mengacu pada permasalahan Kedua, perlu dipahami pula bahwa untuk yang penulis telah coba identifikasi dan me- mencapai maksud dan tujuan dari Asas Pra-

lihat contoh dari EU Directive tersebut, penu- duga Tidak Bersalah, diperlukan pemahaman lis berpandangan bahwa sebelum membuat secara menyeluruh, tidak lagi parsial dalam aturan turunan dari Asas Praduga Tidak Ber- artian sebatas pada proses peradilan saja, atau salah, harus terlebih dahulu dipahami bahwa bahkan hanya pada saat proses persidangan asas tersebut bertujuan untuk melindungi saja. Asas Praduga Tidak Bersalah jugaharus kepentingan Individu. Kepentingan negara meliputi tindakan-tindakan di luar proses for- dalam menanggulangi kejahatan, semestinya mal peradilan. tidak dapat dijadikan dasar untuk menderoga-

Sejalan dengan EU Directive, menurut si nilai dari maksud dan tujuan Asas Praduga ECHR dengan mengacu pada kasus-kasus Tidak Bersalah.

di berbagai negara di Eropa, Presumption of Innocence juga harus diimplementasikan da-

30 EU Directive 2016/343 of the European Parlia- lam tahap persidangan dalam konteks proses ment and of the Council of 9 March 2016 on the peradilan, prejudicial statements, staments by strengthening of certain aspects of the presump- tion of innocent and of the right to be present at

32 Akhil Reed Amar. The Future of Constitutional the trial in criminal proceedings

Criminal Procedure. Yale Law School Legal 31 EU Directive article: 11-30

Scholarship Repository Vol.33 (1-1-1996): 1127

Vol. 16, No. 2, Desember 2016 Al-Risalah

Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah judicial authorities, statement by public offi- norma-norma operasional di dalam menca-

Dokumen yang terkait

ASPEK PEMIDANAAN DALAM HUKUM PERKAWINAN (ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN DI INDONESIA)

0 0 15

INTERNATIONAL LAW AS A POLITICAL INSTRUMENT (A CASE STUDY OF INDONESIA)

0 0 26

View of ANALISA COST OF ILLNESS AKIBAT PENGGUNAAN NSAIDS DI SEBUAH APOTEK DI KOTA MEDAN, INDONESIA

0 0 5

FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK PRAKTIK THALAK LIAR DI KECAMATAN TABIR KABUPATEN MERANGIN FACTORS CAUSES AND EFFECTS OF ILLEGAL THALAK PRACTICES IN THE TABIR SUB-DISTRICT MERANGIN DISTRICT

0 0 14

KEWARISAN PRODUKTIF (MERAMU MAKNA ADIL MELALUI WARIS PRODUKTIF) PRODUCTIVE INHERITANCE (INTERPRETING THE MEANING OF FAIR THROUGHT PRODUCTIVE INHERITANCE)

0 0 12

TEORI REKAPITULASI PERILAKU HOMOSEKSUAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM RECAPITULATION THEORY OF HOMOSEXUAL BEHAVIOR IN THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC LAW

0 0 22

QUO VADIS PERADILAN AGAMA DALAM PENGEMBANGAN HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA QUO VADIS OF RELIGIOUS COURT ON THE DEVELOPMENT OF SHARIA ECONOMIC LAW IN INDONESIA

0 0 13

SISTEM PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KOMPARATIF ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA) THE SYSTEM CRIMINAL LAW ENFORCEMENT AGAINST THE NARCOTICS PREVENTION AND COMBATING (COMPARATIVE STUDY BETWEEN IND

0 0 19

TRANSFORMASI NILAI AL-ISLAH TERHADAP KEBERAGAMAN KONFLIK: EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM DALAM AL-QUR’AN TRANSFORMATION THE VALUE OF AL-ISLAH IN THE DIVERSITY OF CONFLICT: EPISTEMOLOGY ISLAMIC LAW IN THE AL-QUR’AN

0 0 16

PERUBAHAN SOSIAL DAN PERGESERAN FUNGSI FATWA SOCIAL CHANGE AND THE SHIFTING ROLE OF FATWA

0 1 14