Perkembangan Sosiologi ekonomi makalah Pendidikan

PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 1
NAMA
DETIRA PUTRI
M. MUKTAR NASUTION
NUR AINUN
SITI AISYAH
WINDA SARI
DOSEN PENGAMPUH:

NPM
1006010020
1006010016

1006010031
1006010003
1006010005
SAMIO,M.S,S.Pd

SEMESTER III
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH
MEDAN
2011

KATA PENGANTAR

ii

Bismillahirahmannirrahim.
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT . Karena atas
rahmat dan nikmat – Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul “ Perkembangan Sosiologi Pendidikan”. Makalah ini disusun untuk

memperoleh nilai tugas kelompok mata kuliah “Sosiologi Pendidikan”. Shalawat dan
salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
risalahnya kepada manusia untuk membimbing umatnya ke jalan yang diridhoi Allah
SWT.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang masalah yang berhubungan dengan
judul makalah. Untuk mempermudah penyusunan makalah ini penulis mengambil
variabel yang menyangkut

sosiologi pendidikan, diantaranya penulis akan

memaparkan pengertian sosiologi pendidikan, tujuan , dan kontribusi sosiologi dalam
dunia pendidikan, serta contoh perkembangannya di Indonesia dan secara global.
Penulis berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan
mudah-mudahan pembahasan ini dapat menjadi bahan acuan dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang dihadapi para mahasiswa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih belum
sempurna, masih banyak terdapat kejanggalan dan kekurangan dikarenakan kurang
luasnya wawasan penulis, oleh karena itu penulis sangat mengharap kritik dan saran
ataupun sanggahan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempunaan

makalah ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga segala bantuannya mendapat
balasan dari Allah SWT dan memberi manfaat bagi kita semua.

i

Medan, 06 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

ii

Kata Pengantar……………………………………………………………...
Daftar Isi…………………………………………………………………….


i
iii

BAB I

Pendahuluan…………………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….
B. Perumusan Masalah………………………………………….
C. Tujuan Makalah……………………………………………...

1
1
1
2

BAB II

Pembahasan……………………………………………………..
A. Definisi Sosiologi Pendidikan………………………………
1. Sejarah Istilah Sosiologi………………………………….

2. Definisi Sosiologi Pendidikan……………………………
B. Tujuan Sosiologi Pendidikan………………………………..
C. Kontribusi atau Peran Sosiologi Pendidikan………………..
D. Perbandingan Perkembangan Sosiologi Pendidikan……….

3
3
3
4
8
14
24

BAB III

Penutup…………………………………………………………
Kesimpulan…………………………………………………….

29
29


Daftar Putaka……………………………………………………………….

iv

BAB I
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha yang berjalan secara terus menerus untuk
menjadikan manusia ( masyarakat ) mencapai taraf kemakmuran. Setiap manusia
membutuhkan pendidikan sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan

sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit untuk berkembang
bahkan terbelakang.
Dewasa ini, tidak ada yang bisa memungkiri signifikansi pendidikan bagi
pengembangan manusia dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Semakin luas
wawasan pendidikan semakin besar kemungkinan kita menimbang dengan lebih baik
apa yang harus dikerjakan di masa depan dan bagaimana mengerjakannya dalam
rangka menciptakan reformasi dan pemberdayaan manusia yang lebih beradab dan

santun.
Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia
lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka menolong
serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal
menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan
melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.
Perkembangan masyarakat pada abad 20 ini tidak dapat lepas dari berbagai
macam pengaruh masuknya tata nilai budaya yang baru. Perubahan struktur
masyarakat menyebabkan lahirnya berbagai topik kajian sosiologi. Sosiologi berasal
dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan /
teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
B. Perumusan Masalah
Agar masalah yang akan dibahas tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
Permasalahan sepanjang hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Definisi sosiologi pendidikan.
2. Tujuan sosiologi pendidikan.

1

3. Kontribusi sosiologi dalam dunia pendidikan.
4. Perbandingan perkembangan sosiologi pendidikan secara global dengan di
Indonesia.
C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai jawaban atas permasalahan yang ada
dalam makalah. Serta sebagai tambahan nilai tugas kelompok mata kuliah “
Sosoiologi Pendidikan .” Diharapkan makalah ini juga dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca untuk menambah wawasan tentang dunia pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Definisi Sosiologi Pendidikan
1. Sejarah Istilah sosiologi
(1842) Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali
oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal

sebagai Bapak Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari

perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu
kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki
masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi
statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar
adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang
perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut
disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan
besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile
Durkheim,

Ferdinand Tönnies,

Sorokin(semuanya

berasal

dari

Georg


Simmel,

Eropa).

Max Weber,

Masing-masing

dan

Pitirim

berjasa

besar

menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna
untuk perkembangan Sosiologi. Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis —
berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademisEmile memperkenalkan
pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial

sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
(1876) Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan
memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti
tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang
tergantung satu sama lain.
Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang
menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan
masyarakat.Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang
berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun
perilaku manusia.Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.
2. Definisi Sosiologi Pendidikan

3

a.Sosiologi
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Kedua
istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda maksudnya, namun dalam sejarah
hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini menjadi satu kesatuan yang

terpisahkan. Terutama dalam system memberdayakan manusia, dimana sampai saat
ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan tersebut.1
Sosiologi adalah:
1. Ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok
2. Penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi
sosial
Menurut para ahli pengertian sosiologi adalah:
1. Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga,
dan gejala moral) .
2. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok
3. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasilnya, yaitu organisasi sosial.
4.

J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.

5. Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
6. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial)
atau social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok

4

yaitu :


1

Pengetahuan (knowledge)
Tersusun secara sistematis

Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. “Sosiologi Pendidikan”. PT. Ciputat Press. Jakarta, Hal 1



Menggunakan pemikiran



Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain
Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan antara lain :



Sosiologi bersifat empiris



Sosiologi bersifat teoritis



Sosiologi bersifat kumulatif



Sosiologi bersifat nonetis
Namun ada karakteristik yang membedakan sosiologi dengan disiplin sosial

yang lain, yaitu (Soekamto, 1999)


Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial, yaitu kelompok ilmu yang
mempelajari peristiwa atau gejala-gejala sosial



Sosiologi bersifat kategoris yaitu tidak normatif, membicarakan obyeknya
secara apa aqdanya (des sein) dan bukan bagaimana seharusnya (das sollen)



Sosiologi bersifat generalis, yaitu Sosiologi meneliti atau mencari prinsip atau
hukum-hukum umum interaksi manusia



Sosiologi bersifat abstrak yaitu wujud kesatuannya yang bersifat umum atau
terpisah-pisah



Sosiologi merupakan ilmu yang umum, yaitu mempelajari umum yang ada
pada setiap interaksi umum. Yaitu mempelajari gejala-gejala yang khusus



Sosiologi termasuk ilmu murni yaitu tujuan penelitian Sosiologi semata-mata
demi perkembangan ilmu itu sendiri bukan untuk kepentingan kehidupan
praktis
Aplikasi Sosiologi yaitu Sosiologi5 pendidikan. Sosiologi merupakan sebuah

disiplin yang dihasilkan dari “persilangan” antara ilmu pendidikan dengan Sosiologi.
Sosiologi pendidikan merupakan salah satu cara Sosiologi memfokuskan kajiannya
pada

masalah

pendidikan,

baik

secara

umum

maupun

khusus.

Ada beberapa pengertian mengenai Sosiologi Pendidikan, diantaranya (Gunawan,
2000)



Menurut Dictionary of Sociolo, Sosiologi Pendidikan merupakan Sosiologi
yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental



Menurut Nasution, Sosiologi pendidikan merupakan ilmu untuk mengetahui
cara-cara

mengendalikan

proses

pendidikan

untuk

mengembangkan

kepribadian individu agar lebih baik


Menurut FG Robbins, Sosiologi pendidikan merupakan Sosiologi khusus yang
bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan



Menurut

E.G

Payne,

Sosiologi

Pendidikan

merupakan

studi

yang

komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi Sosiologi yang
diterapkan.
b.Pendidikan
Secara Epistomology ( bahasa ) arti Pendidikan berasal dari bahasa Yunani
yaitu Paedagogik. Paedegogik terdiri dari dua suku kata yaitu Paeda yang artinya
anak dan Gogos yang artinya membimbing. Jadi, secara bahasa Pendidikan diartikan
sebagai suatu kegiatan membimbing anak yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.
Definisi maha luas dari arti pendidikan yaitu:
1. Pendidikan adalah hidup.
2. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup.
3. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu.2
Definisi maha sempit dari arti pendidikan yaitu:
1. Pendidikan adalah sekolah.
2. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai
pendidikan formal.
3. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak
dan remaja yang diserahkan kepadanya
agar mempunyai kemampuan yang
6
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas
sosial mereka.3
Definisi alternatif atau luas terbatas dari arti pendidikan yaitu:
2

Redja Mudyahardjo,Pengantar Pendidikan ( Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2001 ),hlm. 3.

3

Ibid, hlm. 6.

1. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang
berlangsung di sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik
agar dapat memainkan peranan dalam lingkungan hidup secara tepat di masa
yang akan datang.
2. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk
pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah dan luar sekolah, yang
berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan
kemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan
peranan hidup secara tepat.4
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, arti dari pendidikan yaitu:
1. Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak.
2. Pendidikan berarti daya upaya untuk mengajukan perkembangan budi pekerti,
pikiran, dan jasmani anak-anak.
Menurut Frederick J. Mc. Donald, pendidikan adalah suatu proses atau
kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat manusia.
Jadi secara umum pengertian Sosiologi pendidikan adalah studi mengenai
bagaimana institusi publik dan pengalaman individu memengaruhi pendidikan dan
hasilnya. Studi ini lebih mempelajari sistem sekolah umum di masyarakat industri
modern, termasuk perluasan pendidikan tinggi, lanjut, dewasa, dan berkelanjutan.
E. Goerge Payne (dalam Faisal dan Yasik, 1985) yang merupakan bapak
sosiologi pendidikan memberikan penekanan bahwa dalam lembaga-lembaga,
kelompok-kelompok sosial dan proses sosial terdapat hubungan yang saling terjalin,
di mana di dalam interaksi sosial itu individu memperoleh dan mengorganisasikan
pengalamannya.

Berikut ini adalah

beberapa

pengertian-defenisi sosiologi

pendidikan menurut para ahli:
1. F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya
menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung

7
pengertian teori dan filsafat pendidikan,
sistem kebudayaan, struktur
kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat.
Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan
kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.

4

Ibid, hlm. 11.

2. H.P. Fa irchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa
sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied
sociology.
3. Pro f. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikan dalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
4. F.G

Robbins

dan Brown,

membicarakan

dan

mempengaruhi

individu

Sosiologi

menjelaskan
untuk

Pendidikan

ialah

hubungan-hubungan
mendapatkan

serta

ilmu
sosial

yang
yang

mengorganisasi

pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsipprinsip untuk mengontrolnya.
5. E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
6. Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang
berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau
pendekatan sosiologis.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan
adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika,
masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam
melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
B. Tujuan Sosiologi Pendidikan
Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan
pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu
memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan

8

bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian
individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah
dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan,
yaitu sebagai berikut:

1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik
dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus
diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap
perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam
keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia
yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan
cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan
social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan
kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki
ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih
tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah
kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan
yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam
masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering
disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada.
Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal
kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang
bonafid.
4. Sosiologi

pendidikan

bertujuan

menganalisis

partisipasi

orang-orang

terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang
berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan
berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan
tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam
memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor
penggerak dari peningkatan taraf hidup social.

9

5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan.
Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak
dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di
Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia
harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta
tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada
keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam

Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang
ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada
guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang
pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga
dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah
pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya
berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi
saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis
sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik
mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan
sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para
pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk
memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah – masalah sosial
dalam pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain, seperti tujuan
pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya.
Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola
sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
Tujuan Sosiologi Pendidikan


Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan
praktis, diantaranya adalah :



Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.



Merumuskan tujuan pendidikan



Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan



10 proses sosialisasi
Menjelaskan proses pendidikan sebagai



Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan
penelitian pendidikan



Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat



Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat

Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato (427-327 BC),
pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian
sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman Romawi, seperti masa kehidupan Cicero
(106-43 BC),5 pendidikan mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada
abad pertengahan, pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi
Khalik (baik versi Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an1800-an), melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke
(1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada
nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Nasution (1999:2-4) ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi
Pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. analisis proses sosiologi
2. analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat,
3. analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
4. alat kemajuan dan perkembangan social
5. dasar untuk menentukan tujuan pendidikan
6. sosiologi terapan, dan
7. latihan bagi petugas pendidikan.
Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa
aktivitas masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan
dapat dijadikan instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di
komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan
memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga
setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan
masyarakatnya.

dan

perkembangan

berbagai

fenomena

yang

muncul

dalam

11

Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan
bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan
tugasnya tentu saja memberi penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi, apakah
5

Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. “Sosiologi Pendidikan”. PT. Ciputat Press. Jakarta, Hal 8

fenomena tersebut merupakan sesuatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi
segala implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut,
sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.
Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan
meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi
pendidikan tidak akan keluar darim uapaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi
pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan
fungsi pendidikan itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah
memanusia. Itulah sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2
Tahun 1989 pasal 3 adalah “ untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan
tujaun nasional”. Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan
diselenggarakan adalan: (1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia,
(2) meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesia (3) meningkatkan martabat
manusia Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia
Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia
sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan mengembangkan
diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam ragka mencapai
tujuan nasional.
Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk menciptakan
masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berpradaban yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, yang sadar akan hak dan kewajibannya, demokratis,
bertanggungjawab, berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam bidang iptek dan
seni, budaya dan agama (Tilaar, 1999). Dengan demikian proses pendidikan yang
berlangsung haruslah menciptakan arah yang segaris dengan upaya-upaya pencapaian
masyarakat madani tersebut.

12

Menurut pandangan Nurcholis Majid mengemukakan bahwa masyarakat
madani itu adalah masyarakat yang berindikasi seperti termaktub dalam piagam
madinah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW (Tilaar, 2000).
Saat ini kita mengalami perubahan yang begitu cepat dan drastic, sehingga
terjadi perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam melihat berbagai nilai yang

berkembang dalam masyarakat. Menurut Langgulung (1993:389) “kelompokpertama
melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedangkan nilai-nilai baru belum muncul yntuk
menggantikan yang lama, sedang kelompok kedua melihat keruntuhan nilali-nilai
lama itu, tetapi dalam waktu yang bersamaan dapat melihat bagaimana nilai-nilai
lama

itu,

menyelinap

masuk

kedalam

nilai-nilai

baru

dan

membantu

menegakkannya”.
Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak terperhatikan oleh
masyarakat. Namun dalam memperhatikan nilali-nilai yang berkembang tersebut, arah
yang menjadi anutan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidaklah
sama. Tidak semua masyarakat secara terarah memahami arah dan tujuan hidup secara
benar. Arah dan tujuan yang benar menurut Mulkham (1993:195) adalah “secara garis
besar arah dan tujuan hidup manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap
pertama, mengenai kebenaran, tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap
terakhir adalah berbuat ikhsan secara dan secara individual maupun social yangb
terealisasi dalam laku ibadah”.
Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang
efektif dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota
komunitas dan masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan kecerdasan dan
penguasaan ilmu pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan semakin popular dan
terinternalisasi dalam diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.
Dan tujuan sosiologi pendidikan yang lain adalah:
1. Menganalisis proses sosialisasi anak
2. Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat
3. Menganalisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat

13

4. Membantu menentukan tujuan pendidikan
5. Melatih guru melakukan analisis sosial agar dapat memberikan sumbangan
pemikiran secara cepat dan tepat atas masalah pendidikan
C. Kontribusi atau Peran Sosiologi Pendidikan

Kontribusi Sosiologi Terhadap Sistem Sekolah Sebagai Suatu Organisasi
Seiring

dengan

bergulirnya

roda sejarah

kehidupan, maka

prestasi

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia menjadi sedemikian
kompleks, sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuan–
kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan di masa yang akan
datang. Beberapa faktor telah melatarbelakangi terbentuknya lembaga-lembaga
tertentu untuk mengelola alokasi pemenuhan kebutuhan di antaranya, (1)
pertumbuhan jumlah populasi manusia yang mempengaruhi tingkat penguasaan dan
ketersediaan sumber daya alam, (2) kompleksnya pranata kebudayaan dan mekanisme
pengetahuan beserta teknologi terapan, dan (3) implikasi tingkat akal budi dan
mentalitas manusia yang kian rasional.
.

Secara singkat, terbentuknya lembaga pendidikan merupakan konsekuensi

logis dari taraf perkembangan masyarakat yang sudah kompleks. Sehingga untuk
mengorganisasikan

perangkat-perangkat

pengetahuan dan keterampilan

tidak

memungkinkan ditangani secara langsung oleh masing-masing keluarga. Perlunya
pihak lain yang secara khusus mengurusi organisasi dan apresiasi pengetahuan serta
mengupayakan untuk ditransformasikan kepada para generasi muda agar terjamin
kelestariaannya merupakan cetak biru kekuatan yang melatarbelakangi berdirinya
sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Walaupun wujudnya berbeda-beda dalam tiap-tiap negara, keberadaan sekolah
merupakan salah satu indikasi terwujudnya masyarakat modern. Dalam hal ini para
sosiolog telah melakukan ikhtiar ilmiah untuk menentukan taraf evolusi
perkembangan masyarakat manusia. Dimulai dari Auguste Comte (1798-1857)
dengan karyanya yang berjudul “Course de philosophie Positive” (1844). Beliau
menekankan hukum perkembangan masyarakat yang terdiri dari tiga jenjang, yaitu
jenjang teologi dimana manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan

14 Taraf perkembangan selanjutnya disusul
mengacu pada hal yang bersifat adikodrati.
pencapaian manifestasi kemampuan manusia untuk menangkap fenomena lingkungan
dengan menyandarkan pada kekuatan-kekuatan metafisik atau abstrak. Hingga pada
level tertinggi, taraf positif. Iklim kehidupan demikian ditandai dengan prestasi
kemampuan manusia untuk menjelaskan gejala alam maupun sosial berdasar pada
deskripsi ilmiah melalui pemahaman kekuasaan hukum objektif (Sunarto, 2000: 3).

Dari pengertian tersebut perwujudan manusia positivis hanya mampu ditopang oleh
orientasi pendidikan yang sudah terlembaga secara mantap melalui aplikasi fungsi
sekolah-sekolah modern.
Di lain pihak, tak kalah pentingnya buah pikiran Emile Durkheim (1858-1912)
berupa buku yang berjudul The Division of Labour in Society (1968) juga
menganalisis kecenderungan masyarakat maju yang di dalamnya terdapat pembagian
kerja dalam pemetaan bidang-bidang ekonomi, hukum, politik, pendidikan, kesenian
dan bahkan keluarga. Gejala tersebut merupakan dampak dari penerapan sistem
ekonomi industri yang di dalamnya memerlukan memerlukan spesialisasi peran untuk
mengusung keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup para anggotanya (Johson,
1986: 181-184). Sekali lagi ilustrasi di atas hanya dapat tercermin pada konteks
organisasi lembaga pendidikan yang telah mampu memproduk manusia profesional
dengan spesifikasi keahlian. Sedangkan untuk mewujudkan figur-figur manusia itu
hanya

mampu

dilakukan

oleh

lembaga-lembaga

pendidikan

modern.

Dari kedua pernyataan ilmiah para tokoh sosiologi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa keberadaan sekolah yang mewarnai dunia kehidupan manusia saat ini
merupakan sebuah keniscayaan peradaban modern yang lekat dengan renik-renik
pergulatan ilmu pengetahuan dan aplikasi teknologi mutakhir. Sementara melihat
konteks sosial yang terbentuk dapat dijawab pula sekolah juga masuk dalam kategorikategori organisasi pada umumnya yang mengemban konsekuensi-konsekuensi
organisatoris.
Oleh karena itu keberadaan sekolah patut dimasukkan sebagai salah satu
organisasi yang memanfaatkan mekanisme birokratis dalam mengelola kerja-kerja
institusinya.
Beberapa prinsip penerapan birokrasi juga terdapat dalam lembaga sekolah
antara lain:

15

a.Aturan dan prosedur yang ketat melalui birokrasi,
b. Memiliki hierarki jabatan dengan struktur pimpinan yang mempunyai hak dan
kewajiban yang berbeda-beda,
c. Pelaksanaan adminstrasi secara professional,
d. Mekanisme perekrutan staf dan pembinaan secara bertanggung jawab,
e. Struktur karier yang dapat diidentifikasikan, dan

f. Pengembangan hubungan yang bersifa formal dan impersonal. (Robinson, 1981:
241).
Masih dalam lingkup sekolah sebagai organisasi formal, beberapa ahli telah
menyajikan pranata-pranata manajemen yang berbeda-beda dalam menerapkan fungsi
manajemen di sekolah (Robinson, 1981). Di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Manajemen Ilmiah
Pokok-pokok dari manajemen ilmiah antara lain:
• Menggunakan alat ukur dan perbandingan yang jelas dan tepat,
• Menganalisis dan membandingkan proses-proses yang telah dicapai, dan
• Menerima hipotesis terkuat yang lulus dari verifikasi serta menggunakannya sebagai
kriteria tunggal
Implikasinya jelas, penerapan kriteria tunggal bagi sekolah demi mencapai
maksimalisasi hasil-hasil belajar secara efisien dan efektif. Tampak jelas jenis
manajemen ini berkarakter mekanistis, ketat, mengutamakan hasil kuantitatif, serta
cenderung mengesampingkan unsur-unsur manusiawi di dalam prosesnya .
b. Sistem Sosio-teknis
Sebagai sistem sosio-teknis, sekolah mencakup banyak hal yang menjadi input
organisasi, namun stafnya akan “mengetahui” sifat input-inputnya. Dengan begitu
sekolah dapat menentukan instrumen-instrumen pengolahan demi menjamin hasil
yang optimal. Sampai disini definisi sosio-teknis memberikan titik tekan pada
pengamatan

dan

pengelompokan

jenis-jenis

masukan

dalam

sekolah

lalu

ditindaklanjuti dengan cara-cara yang relevan dengan “bahan mentah” tersebut.
Manajemen sosio-teknis masih menggunakan prinsip manajemen formal, sehingga
beberapa unsur yang melekat pada prinsip manajemen ilmiah juga dimiliki oleh
sistem sosio-teknis .

16

c. Pendekatan Sistemik
Model pengelolaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk teori sistem.
Ciri khas pendekatan ini adalah pengakuan adanya bagian-bagian suatu sistem yang
terkait erat pada keseluruhan. Hubungan timbal balik itu mengisyaratkan detail bagian

yang cukup kompleks dan proses interaksi secara keseluruhan dalam sebuah
organisasi. Implikasi lain, batas-batas antar bagian harus diketahui dengan tegas
dalam mengidentifikasi komponen-komponen lembaga sekolah.
Secara internal model teori sistem, mengadopsi penanganan lembaga formal
pada umumnya untuk menggerakkan roda organisasi. Akan tetapi pendekatan ini juga
memperhatikan sistem sosial yang bekerja di luar sekolah. Tiap sekolah berusaha pula
menampung tuntutan-tuntutan dari para orang tua siswa, industri setempat, pendapat
profesional dan kebijaksanaan pendidikan .
d. Pendekatan Individual
Baik

pendekatan

manajemen

maupun

pendekatan

sistem

cenderung

“membendakan” organisasi. Organisasi dipandang seakan-akan seperti makhluk besar
yang mengatasi dan mengecilkan peran anggota-anggotanya (terutama para murid).
Sebagai antitesisnya, maka pendekatan individual mengakomodasi nilai-nilai
kemanusiaan dalam organisasi. Akan tetapi pada perkembangannya pendekatan
individual memiliki dua keompok pandangan yakni :
1) Teori Pasif
Pandangan yang menekankan pengamatan input pendidikan secara kolektif.
Dimana sudut terpenting yang harus diperhatikan oleh sekolah adalah proses
kematangan pribadi para siswa yang harus difasilitasi, diakomodasi kebutuhannya dan
dibimbing menuju kedewasaan. Oleh karena itu, proporsi organisasi sekolah yang
cenderung mekanistis harus dipola menjadi fleksibel agar para anggotanya bisa
berekspresi dengan optimal (Robinson, 1981: 252).
2) Teori Aktif
Konstruksi pendekatan yang mengutamakan
kemampuan aktif para siswa
17
untuk menginterpretasikan makna-makna normatif dan tindakan-tindakan yang
diharapkan berdasarkan iklim kesadaran mereka. Menurut Silverman (1970) proses
sosialisasi di sekolah bukanlah imperatif-imperatif moral yang memaksa akan tetapi
justru sekolah menjadi “pembantu” para siswa dalam mendokumentasi dan
memantapkan makna-makna kehidupan yang didapat oleh mereka sendiri. Pendekatan

ini sangat kental dengan pengaruh aliran fenomenologis dalam sosiologi. Oleh karena
itu teori aktif bermaksud menekankan makna-makna tafsiran budaya yang didapat
oleh individu-individu di dalam mempersepsikan fungsi sekolah bagi mereka
(Robinson, 1981: 254).
Dari sini analisis yang bisa disajikan untuk mengamati keberadaan sekolah
sebagai lembaga formal dalam aktivitas pendidikannya terbagi menjadi dua lahan
persoalan yakni:
a.Penafisiran multi-konsep tentang tujuan organisasi beserta alokasi peran yang
sinergis
Sudah menjadi konsekuensi bagi setiap organisasi untuk menetapkan tujuan
lembaga. Berbeda dengan organisasi pada umumnya, sekolah memiliki ciri khas yang
agak unik, khususnya dari objek yang menjadi tujuannya. Dengan menetapkan posisi
peran kelembagaan yang bertugas untuk membekali peserta didik seperangkat
pengetahuan dan keterampilan maka sekolah telah mengumandangkan jenis tujuan
yang bersifat abstrak. Hal ini tentu saja berbeda dengan lembaga lain yang jelas-jelas
memiliki objek tujuan konkrit. Contohnya lembaga perusahaan, tentunya bagi siapa
saja akan jelas memahami arti “mencari keuntungan maksimal” bagi perusahaan. Baik
itu manajer pemasaran, direktur pabrik, buruh angkutan, sopir, sampai tenaga
administrasi akan jelas mengartikan definisi tujuan tersebut. Sementara sekolah
memiliki

tujuan

yang

bersifat

multi-penafsiran

dan

agak

kabur.

Selain itu, dimensi abstrak yang menjadi titik tolak penafsiran para praktisi sekolah
dapat memunculkan hambatan besar untuk menyatukan pemahaman makna tujuan
pendidikan antar posisi. Berdasarkan struktur organisasi yang terbentuk, guru
bertugas sebagai pelaksana pengajaran kepada siswa, supervisor berfungsi membina
para guru dan tugas formal administratur sekolah ialah untuk mengkoordinasikan dan
memadukan berbagai ragam aktivitas dalam lingkungan sekolah. Masing-masing

18

pemegang posisi mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam hubungan dengan
posisi lain. Sudah tentu kompleksitas peranan menimbulkan nilai sosial yang berbedabeda dan apabila ditarik dalam suatu prospek tujuan maka akan melibatkan
bermacam-macam penafsiran.

Dipandang dari sudut tujuannya ternyata lembaga sekolah harus melakukan
bermacam-macam proses penyatuan pandangan baik dari wilayah internal maupun
asumsi-asumsi publik di lingkup eksternal. Telaah sosiologis telah memberikan
sumbangan konseptual untuk membedah objek tujuan sekolah dalam pola pola
hubungannya

dengan

pihak

internal

maupun

luar

lembaga

sekolah.

b. Kompleks permasalahan di sekitar orientasi lintas posisi dalam koridor efisiensi
dan efektivitas
Kompleks pertentangan tersebut merupakan derivasi dari perangkat-perangkat
manusia yang memiliki peran-peran spesifik di lembaga sekolah. Banyak buku teks
yang mengemukakan tentang peranan guru dan adminsitratur pendidikan seolah-olah
harmonis dan serba sinergis. Padahal kenyataan membuktikan, salah satu faktor yang
memberatkan kerja organisasi adalah gejala kesalahpahaman untuk memahami kawan
sekerja berkenaan dengan hak dan kewajiban yang berbeda sesuai dengan status
pekerjaannya.
Kecenderungan yang terjadi, hampir semua tanggung jawab dan tugas sekolah
yang berhubungan dengan siswa selalu dilimpahkan kepada seorang guru. Sedangkan
pemberitaan fungsi-fungsi peran yang berbeda baik dari aspek bimbingan konseling,
pelayanan birokrasi dan keuangan, serta peran penegak ketertiban dan kedisplinan
tidak

pernah

tersiar

secara

utuh

kepada

para

siswa.

Tentu saja dalam hal ini sumbangsih teori sosiologi cukup strategis guna memberikan
gambaran komprehensif tentang gurita konflik yang terbentuk di lingkungan sekolah
dalam kaitan pertentangan antar peran. Dengan begitu, para praktisi pendidikan
diharapkan memiliki bahan mentah yang lengkap mengenai pola-pola sosial yang
tersusun di dunia pendidikan formal beserta varian-varian permasalahannya .
Sekolah sebagai suatu sistem, juga dipandang sebagai sebuah organisasi yang berskala
luas. Sebagai suatu organisasi, sekolah mempunyai tujuan organisasi. Tujuan itu yang

19

menjadi arah dan mengarahkan sistem sosial bersangkutan. Dalam organisasi sekolah
terdapat suatu arus jaringan kerja dari sejumlah posisi yang saling berkaitan (guru,
supervisor dan administrator) di dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan model organisasi bisa dikatakan bahwa tugas sekolah adalah
memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada anak didik. Dalam hubungan ini

supervisor berfungsi membina para guru supaya bisa bertugas secara lebih efektif dan
tugas formal para administrator sekolah ialah untuk mengkoordinasikan dan
memadukan berbagai ragam aktivitas dalam lingkungan sistem sekolah. Para
pemegang posisi mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam hubungannya dengan
pemegang

posisi

lain

di

dalam

sistem

interaksi

mereka.

Di antara para guru berbeda-beda pandangan mengenai tujuan sekolah. Begitu juga
dengan para praktisi lembaga sekolah lainnya juga tidak mempunyai kesamaan dalam
pandangan tuuan pendidikan. Bukti penelitian menunjukkan salah satu sumber utama
yang melahirkan konflik dikalangan masyarakat praktisi mengenai tujuan dan
program sekolah. Dan mereka tidak sadar akan kontroversi pertentangan mengenai
tujuan sekolah. Dan perbedaan itu sering tidak muncul ke permukaan untuk dibahas
secara terbuka. Sehingga hal ini menyebabkan adanya penghalang utama untuk
keefektifan

tindakan

kelompok

dan

harmonisnya

hubungan

sosial.

Kesamaan pendapat mengenai batasan peranan para pemegang posisi pendidikan juga
meragukan. Mereka yang bekerja bersama-sama dalam dunia pendidikan, seringkali
tak memiliki pandangan atau pendapat yang sama mengenai hak dan kewajiban yang
terkait dengan posisinya masing-masing.
Di dalam sekolah juga terdapat konflik intern, yaitu masalah harapan dari
pihak lainnya kepada pihak lainnya antar pemegang posisi. Satu sama lain saling
memberikan harapan. Harapan ini terkait tugas-tugas yang harus dijalankan oleh
setiap pemegang posisi. Begitu juga orang tua wali menginginkan pengaturan masalah
kediplinan sekolah, besar uang sekolah, penerimaan murid baru, kelulusan dan lain
sebagainya.
Memandang sekolah sebagai suatu organisasi formal, dari kacamata sosiologis
menisyaratkan adanya rintangan organisasi yang besar untuk berfungsi secara efektif.
Kesimpulan pembahasan ini, ada dua penyebab masalah dalam sekolah. Yaitu
kurangnya kata persetujuan mengenai tujuan organisasi sekolah itu sendiri dan

20 dari masing-masing pemegang posisi
kurangnya kesepakatan tentang batasan peranan
pendidikan .
2. Kontribusi Sosiologi Terhadap Kegiatan Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial

Suatu analisis tentang struktur kompetisi beserta pengaruhnya terhadap
prestasi belajar di sekolah menengah, secara nyata mempunyai implikasi untuk
mengisolasikan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi hasil belajar suatu kelas.
Gordon dan Bpookover ahli dari Amerika menyarankan pentingnya tinjauan
sosiologis di dalam mengkaji struktur dan fungsi ruangan kelas sebagai suatu sistem
sosial.
Dewasa ini penelaahan sosiologis dan sosio-psikologis mengenai ruangan
kelas sebagai suatu sistem, sudah tak diragukan lagi nilai guna dan kontribusinya.
Kontribusi empiris utama dari para sosiolog selama ini, yaitu di dalam menelaah
struktur sosiometrik di kelas, dan memilihkan sumber-sumber tekanan dan
ketegangan yang dihadapi guru-guru di kelas. Telaah sosiometrik mengungkapkan
bahwa ruangan kelas, di dalamnya terdapat anak-anak “idiola” dan “penyendiri”,
mengenai para guru, hasil penelitian menunjukkan, bahwa kerapkali para guru tidak
mengetahui hubungan-hubungan antar pribadi di kalangan murid-muridnya di kelas.
Mereka tidak menunjukkan kepekaan yang tinggi mengenai bagaimana sesungguhnya
para muridnya mereaksi satu sama lain, mereka sering kali membiarkan bias
pribadinya dalam menghadapi para siswanya ketimbang menggunakan asesmen yang
tepat melalui sosiometri.
Hal lain yang menyebabkan ketegangan kejiwaan para guru pengajar di kelas
salah satunya karena benturan antara struktur otoritas sekolah dengan status
profesional guru-guru itu sendiri. Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas di
sekolah sudah tentu perlu mengawasi, mengkoordinasikan, dan memadukan semua
kegiatan yang berlangsung di sekolah, termasuk juga terhadap sajian pelajaran yang
diberikan guru (sesuai dengan kurikulum dan batasan bahan untuk satu
semester/tahun). Untuk itu para guru harus bekerja dengan bertanggung jawab
(sebagai hamba kurikulum) dan jika tidak maka kepala sekolah bisa menindak guru
dengan memberikan sanksi. Hal seperti ini sebenarnya bertentangan dengan tugas
seorang

guru

sebagai

tenaga

21

profesional

yang

memiliki

otonomi

untuk

mengembangakan aktivitasnya dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Otoritas
kepala sekolah menimbulkan kekecewaan bagi guru dan bisa mengacaukan
pengajaran di kelas. Sehingga menimbulkan adanya jarak sosial antara guru dan
kepala sekolah.

Penyebab ketegangan lainnya tumbuh dari perbedaan norma antara yang
dianut guru dengan norma yang dianut siswa dalam hubungannya dengan perilaku
siswa. Para guru mengharapkan para murid berprestasi sebaik mungkin sesuai
potensinya. Sementara itu para siswa tak seberapa konsentrasi dengan harapan
gurunya. Mereka lebih berorientasi pada struktur informal dan nilai-nilai dikalangan
mereka sendiri. Mereka memiliki sifat asli yang dibawanya dari lingkungannya
sendiri. Hal ini mempunyai pengaruh besar terhadap penampilan mereka di sekolah.
Jika tiak ada kesesuaian dengan nilai-nilai yang diharapkan guru, maka guru akan bisa
tersiksa di dalam proses transaksi pengajarannya dengan para siswa.
Kontribusi lainnya adalah mengenai perilaku siswa yang suka menyendiri.
Kekuatan kelompok teman sekelasnya mempunyai pengaruh besar terhadap anakanak yang terisolasi. Hambatan utama untuk menyembuhkan anak penyendiri bukan
terletak pada diri anak itu sendiri, tetapi terletak pada konteks kelas itu sendiri.
Selama ini para guru dan bimbingan konseling berasumsi bahwa bimbingan
individual adalah satu-satunya cara penyembuhan. Kita harus menyadarkan para guru
dan pembimbing bahwa melalui perubahan iklim kelompok/kelas juga suatu alternatif
lain yang tak kalah pentingnya dibanding cara individual. Untuk itu dituntut untuk
mengeksplorasi bagaimana adanya kehidupan kelas sebagai suatu sistem sosial.
Analisis sosiologi juga mengungkapkan ada hubungan yang erat antara tingkah laku
dan sikap seseorang dengan latar belakang kelompok atau aspirasi yang
digandrunginya. Anak-anak sekolah pada umumnya cenderung untuk membentuk
sebuah kelompok atau “GANK”. Kelompok-kelompok tersebut merupakan tempat
berlabuh yang harus diperhitungkan dalam upaya pembinaan tingkah laku siswa.
Konsekuensi pentingnya adalah agar pengajar bisa efektif dalam mendidik siswanya
maka perlu adanya usaha membendung kekuatan-kekuatan kelompok yang bisa
mengacaukan arah pembinaan anak didiknya, dan berupaya mengubah nilai-nilai atau
norma-norma kurang sehat di kalangan klik-klik siswa itu sendiri .

22
3. Kontribusi Sosiologi Terhadap Lingkungan Eksternal Sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem tidak berdiri ssendiri dalam dunia hampa. Ia
berada dan berfungsi, sebagiannya bergantung pada lingkungan eksternalnya. Sudut
pandang sosiologis seperti itu mempunyai banyak implikasi dalam analisis sistem
persekolahan.

Implikasi pertama ialah, dengan adanya perubahan-perubahan demografis di
dalam sistem sosial yang lebih besar (masyarakat), secara materiil akan
mempengaruhi komposisi kesiswaan pada suatu sistem sekolah dan hal itu
menyebabkan sering kali ada modifikasi kurikulum. Jumlah urbanisasi yang besar
menuntut mereka membutuhkan persekolahan. Fenomena di satu pihak menyebabkan
sekolah-sekolah di desa kekurangan murid dan sebaliknya sekolah di kota tidak muat
menampung banyaknya siswa yang mau masuk sekolah. Hal tersebut mengungkapkan
betapa pentingnya pendekatan tersendiri dalam perencanaan sekolah baik di desa atau
di kota yang jarang diperhatikan dunia pendidikan.
Aspek kedua adalah terkait struktur kelas sosial di masyarakat. Dari hasil
penelitian, menyatakan bahwa kebanyakan aspek-aspek dalam penunaian fungsi
persekolahan diengaruhi oleh fenomena kelas sosial. Pelaksanaan penilaian beserta
kriteria yang digunakan dalam eveluasi hasil belajar siswa tampaknya ada hubungan
dengn posisi kelas sosial siswa dan guru. Selain itu mobilitas aspirasi para siswa,
angka putus sekolah, partisipasi siswa dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler,
tingkah laku berpacaran siswa, dan pola persahabatan di kalangan siswa, tampaknya
juga dipengaruhi oleh karakter sosial-ekonomi dari keluarga/orang tua siswa.
Aspek yang ketiga adalah stuktur kekuasaan di masyarakat. Pengelolaan
program pendidikan di sekolah-sekolah membutuhkan topangan dana yang tidak
sedikit, dan hal itu sedikit banyak mempengaruhi mutu program dan hasil pendidikan.
Seberpa banyak subsisi ke dunia pendidikan, baik dari pemerintah lokal atau nasional,
kenyataannya bergantung pada para pengambil kebijakan di lingkungan struktur
kekuasaan yang ada. Sehingga tidak heran jika para administratur pendidikan juga
menunjukkan minatnya untuk menelaah struktur kekuasaan yang berlangsung di
masyarakat, dan untuk itu lazimnya menyertakan ahli-ahli sosiologi.

23
Kontribusi keempat sosiologi terhadap lingkungan eksternal sekolah adalah
penelitian rantaian penghubung antara sekolah dengan masyarakat. Keberadaan badan
pertimbangan sekolah biasanya diasumsikan dengan tidak adanya proporsional asal
strata para anggota badan pertimbangan sekolah (strata atas terhadap strata ekonomis)
mengakibatkan adanya bias konservatif dalam pertimbangan-pertimbangannya. Hasil
penelitian menunjukkan pengaruh tingkah laku para anggota badan pertimbangan dan
memotivasinya untuk menduduki jabatan tersebut terhadap penampilan dan kepuasan

24

kerja para penilik kepala. Faktor lain seperti agama, pekerjaan, dan penghasilan
terhadap tingkah laku para anggota. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
serba sulit bagi perkembangan sekolah, meskipun seringkali diabaikan, dengan
adanya variabel tingkah laku kelompok kecil orang-orang awam dalam badan
perti