View of KRITIK MIMETIK KUMPULAN CERPEN MATA BLATER KARYA MAHWI AIR TAWAR

KRITIK MIMETIK
KUMPULAN CERPEN MATA BLATER
KARYA MAHWI AIR TAWAR
Mariam Ulfa, M.Pd.
Surel: ulfamariam@gmail.com
Abstrak
Semua hal yang terangkum dalam karya sastra tidak terlepas dari berbagai
problematika yang dialami manusia baik secara pribadi maupun secara kolektif. Menanggapi
dan menghadapi masalah-masalah tersebut manusia akan melakukan sebuah usaha atau
perjuangan menentukan masa depan yang lebih baik berdasarkan imajinasi, perasaan, dan
intuisinya. Masyarakat Madura memiliki beragam tradisi dan budaya yang cukup dikenal
dalam di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen karya Mahwi Air
Tawar menceritakan tentang tradisi orang-orang Madura antara lain pertunjukan karapan
sapi yang menjadi tolak ukur harga diri seseorang, jika tersinggung orang Madura akan
menyatakan carok yang merupakan pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut masih ada
hingga saat ini.
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dengan cara
memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang
akan dilakukan ini merupakan penelitian yang berjenis kualitatif, yang secara
keseluruhannya memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskripsi, memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan

konteks keberadaannya.
Hasil penelitian ini adalah kritik mimetik terhadap (1) tradisi kerapan sapi yang
cenderung mengeksploitasi hewan lebih dar sekedar hewan peliharaan tetapi diperlakukan
layaknya manusia, (2) budaya carok yang dianggap sebagai kebiasaan dan dibenarkan oleh
kalangan masyarakat Madura meskipun tidak semua menganggap carok sebagai hal yang
patut dibenarkan, (3) ritual Ojung yang merupakan tradisi memanggil hujan dengan jalan
melakukan pertarungan yang melibatkan dua orang laki-laki dewasa hingga terluka.
Pertandingan tersebut bahkan menjadi tontonan masyarakat umum, (4) budaya Sape Sono‘
yang menjadikan seekor sapi disulap seperti seorang perempuan dan diharuskan berjalan
berlenggak-lenggok, hal ini menandakan bahwa seekor hewan diperlakukan selayaknya
hewan.
Kata kunci: kritik mimetik, sastra, kebudayaan Madura
Abstract
All things are summarized in the literature can not be separated from the various problems
that people experience both individually and collectively. Respond to and deal with the
problems that humans will make an effort or struggle determine a better future based on
imagination, feeling, and intuition. Madurese communities have diverse traditions and
cultures are well known in the in Indonesia, even abroad. In the short story collection of
Mahwi Air Tawar work tells of a tradition Madurese among other races show cow that
became the benchmark price of a person, if offended Madurese will declare carok which is

betting esteem. The tradition still exists today.
This research will be done with descriptive method by providing exposure results found in
this study. Research to be conducted is a qualitative research manifold, in total utilizing ways
of interpretation by presenting it in the form of description, give attention to the data
naturally, the data in relation to the context of its existence.
63

64

Results of this study are mimetic criticism against (1) bull racing traditions tend to exploit
animals more than just pets but were treated like human beings, (2) carok culture and
customs are regarded as justified by the Madurese community though not all consider carok
as things that should be justified, (3) Ojung ritual is a tradition summon rain by doing a fight
involving two men till injured. The match was a spectacle even by public, (4) Sape Sono'
tradition 'makes a cow conjured up like a woman and required to walk waddle, it indicates
that an animal is treated like animals.
Keywords: mimetic criticism, literature, culture of Madura

A. Pendahuluan


problematika yang dialami manusia baik

Karya sastra merupakan bagian

secara pribadi maupun secara kolektif.

dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-

Menanggapi dan menghadapi masalah-

tengah

masalah

masyarakat

tidak

luput


dari

tersebut

manusia

akan

pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh

melakukan

sebuah

usaha

atau

tersebut bersifat timbal balik, artinya karya


perjuangan

menentukan

masa

depan

sastra

yang lebih baik berdasarkan imajinasi,

dapat

memengaruhi

dan

dipengaruhi oleh masyarakat.. Hal ini


perasaan,

berarti setiap orang dapat melihat budaya

demikian, perjuangan panjang manusia

masyarakat dalam sebuah karya sastra

dalam memaknai kehidupan akan selalu

bahkan sebagian karya sastra menjadi

melekat dalam teks sastra. Disadari atau

representasi

terhadap

tidak karya sastra menjadi model bagi


masyarakat

tertentu.

kebudayaan

intuisinya.

Dengan

ini

kehidupan pembaca. Setiap persoalan

menunjukkan bahwa karya sastra tidak

maupun gambaran hidup yang dialami

lahir


yang

tokoh dalam cerita akan menimbulkan

sastra

permenungan atau refleksi bagi pembaca

dengan keberagaman tema dan aspek

dalam menentukan sikap dan tindakannya

kehidupan masyarakat yaitu proses kreatif

dalam kehidupan bermasyarakat.

begitu

mendorong


saja.

Uraian

dan

Ada

munculnya

proses
karya

pengarang yang berusaha menciptakan
karya

yang

dapat


menggambarkan

Seiring bermunculannya berbagai
macam dan jenis karya sastra, maka

kenyataan sosial yang benar-benar ada

memunculkan

dalam

serta

penlaian yang dapat disebut kritik sastra.

kaitannya dengan budaya masyarakat

Kritik sastra diharapkan bisa melahirkan

setempat


dengan

kritikan yang mengandung nilai-nilai baik

kreasi estetis dalam sebuah cerita berupa

buruknya, tinggi rendah mutu dari suatu

cerpen dan novel.

karya sastra. Semua orang pun bisa

kehidupan
yang

masyarakat

dimunculkan

Semua hal yang terangkum dalam
karya sastra tidak terlepas dari berbagai

menjadi

sebuah

seorang

apresiasi

dan

kritikus/para

pengapresiasi kalau dilihat dari wilayah

65

kritik sastra umum, meskipun begitu para

Masyarakat

Madura

memiliki

pengkritik ini juga harus sesuai dengan

beragam tradisi dan budaya yang cukup

koridor

bisa

dikenal dalam di Indonesia bahkan hingga

membangun, tidak mencaci, dan tidak

ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen

membaur kedalam hal yang jauh dari

karya Mahwi Air Tawar menceritakan

yang

tentang tradisi orang-orang Madura antara

teori kritik

dikritik,

sastra

dan

yang

juga

bisa

mengekspresikan tujuan pengarang lewat

lain

teks.

menjadi tolak ukur harga diri seseorang,

Berbeda

akademis

dengan

kritik

lebih

bersifat

yang

sastra
kritik

pertunjukan

jika tersinggung

karapan
orang

sapi

Madura

yang
akan

alamiah, dengan kata lain setiap kritikan

menyatakan

yang dilontarkan kritikus harus disertai

pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut

dengan

masih ada hingga saat ini.

Artinya

alasan
ia

bisa

pertanggungjawaban.
diterima

berdasarkan

ketentuan

ilmiah.

Sesuai

kerangka

teoritis

dan

akan

merupakan

Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah

metodologi

satu wacana yang ditinggalkan Plato dan

Kritik sastra yang akan ditulis
ini

yang

dengan

pengungkapan nilai-nilai yang dipakai.
berikut

carok

menggunakan

kritik

Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya

menjadi

salah

satu

mimetik untuk menilai kumpulan cerpen

pendekatan utama menganalisis sastra

Mata Blater karya Mahwi Air Tawar yang

selain pendekatan paragmatik, ekspresif

mengangkat cerita kehidupan nyata orang

dan

Madura serta tradisi-tradisi di dalamnya.

merupakan ibu dari pendekatan sosiologi

Mendengar kata ―Orang Madura‖. Makna

sastra yang darinya dilahirkan metode

pertama kali yang tergambar adalah

kritik sastra yang lain. Mimesis berasal

paradoks dari keluguan dan kecerdasan,

dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.

kesombongan,

serta

Dalam hubungannya dengan kritik sastra

kekerasan dan sekaligus kelucuan. Orang

mimesis diartikan sebagai pendekatan

Madura

Madura

sebuah pendekatan yang dalam mengkaji

(dimanapun ia berada) akan selalu bisa

karya sastra selalu berupaya mengaitkan

dengan mudah dibedakan, baik dari cara

karya

ia bicara (logatnya), tingkah laku, maupun

kenyataan. Perbedaan pandangan Plato

cara ia memandang sebuah persoalan. Ia

dan Aristoteles menjadi sangat menarik

bisa sangat sombong sekaligus bisa

karena keduanya merupakan awal filsafat

sangat rendah hati. Ia bisa sangat sekuler

alam, merekalah yang menghubungkan

sekaligus bisa sangat religius.

persoalan filsafat dengan kehidupan.dan

itu

kekonyolan,
unik,

orang

pendekatan

sastra

objektif.

dengan

Mimesis

realitas

atau

teori kritik mimetik Abrams yakni kritik

66

mimetik adalah kritik yang memandang

kenyataan. Perbedaan pandangan Plato

karya

pencerminan

dan Aristoteles menjadi sangat menarik

kenyataan kehidupan manusia. Menurut

karena keduanya merupakan awal filsafat

Abrams,

ini

alam, merekalah yang menghubungkan

memandang karya sastra sebagai tiruan

persoalan filsafat dengan kehidupan.dan

aspek-aspek alam. Sastra merupakan

teori kritik mimetik Abrams yakni kritik

pencerminan/penggambaran

dunia

mimetik adalah kritik yang memandang

kehidupan.

yang

karya

sastra

sebagai

kritikus

pada

Sehingga

jenis

kriteria

sastra

sebagai

pencerminan

digunakan kritikus sejauh mana karya

kenyataan kehidupan manusia. Menurut

sastra mampu menggambarkan objek

Abrams,

yang sebenarnya. Semakin jelas karya

memandang karya sastra sebagai tiruan

sastra menggambarkan realita semakin

aspek-aspek alam. Sastra merupakan

baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini

pencerminan/penggambaran

dunia

jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles

kehidupan.

yang

dan Plato yang menyatakan bahwa sastra

digunakan kritikus sejauh mana karya

adalah tiruan kenyataan.

sastra mampu menggambarkan objek

kritikus

pada

Sehingga

jenis

kriteria

ini

yang sebenarnya. Semakin jelas karya
B. Teori Mimetik

sastra menggambarkan realita semakin

Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan
Aristoteles sejak masa keemasan filsafat

baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini
jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles
dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
adalah tiruan kenyataan.

kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya

menjadi

salah

satu

pendekatan utama menganalisis sastra

C. Metode Penelitian
Penelitian

selain pendekatan paragmatik, ekspresif

dengan

dan

dengan cara

pendekatan

objektif.

Mimesis

ini

metode

akan

dilakukan

penelitian

deskriptif

memberikan

merupakan ibu dari pendekatan sosiologi

hasil-hasil

sastra yang darinya dilahirkan metode

penelitian

kritik sastra yang lain. Mimesis berasal

dilakukan ini merupakan penelitian yang

dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.

berjenis

Dalam hubungannya dengan kritik sastra

keseluruhannya memanfaatkan cara-cara

mimesis diartikan sebagai pendekatan

penafsiran dengan menyajikannya dalam

sebuah pendekatan yang dalam mengkaji

bentuk deskripsi, memberikan perhatian

karya sastra selalu berupaya mengaitkan

terhadap

karya

hubungannya

sastra

dengan

realitas

atau

yang

pemaparan

ini.

ditemukan

Penelitian

kualitatif,

data

yang

yang

alamiah,
dengan

dalam

data

akan
secara

dalam
konteks

67

keberadaannya. Menurut Kutha Ratna

kebudayaan

(2009: 47), sumber data dalam penelitian

penyimpangan tetapi tetap dilaksanakan

kualitatif

secara turun-temurun hingga saat ini.

untuk

sastra

berupa

karya,

yang

merupakan

naskah, data penelitiannya, sebagai data
formal adalah kata-kata, kalimat, dan

E.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu

wacana. data yang terkumpul dalam
penelitian ini berbentuk kata-kata atau
gambar, bukan angka-angka. Tulisan hasil
penelitian

berisi

kutipan-kutipan

dari

kumpulan data untuk memberikan ilustrasi

cara yang ditempuh dalam penelitian
untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
akurat.(Arikunto, 1998:226).
Pengumpulan data digunakan untuk

dan mengisi materi laporan.
Penelitian
penelitian

kualitatif

yang

adalah

bermaksud

untuk

memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku

persepsi,

tindakan,

motivasi,

secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Halhal

yang

perlu

dipaparkan

dalam

penelitian ini meliputi objek penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data. (Moleong, 2010:

memperoleh

keaslian

data

yang

selanjutnya dianalisis. Menurut Arikunto,
(1998:226).

Pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Menurut Arikunto,
(1998:236). Metode dokumentasi adalah
metode baca catat. Teknik pengumpulan
data

ini

dengan

cara

mencari

data

mengenai hal-hal atau variabel berupa
catatan

traskip,

buku,

majalah

dan

sebagainya. Dengan metoda ini yang
diamati bukan benda hidup, tapi benda

6).

mati. ( Arikunto, 1998:200).
D. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Budaya
Masyarakat

Madura

dalam

kumpulan

cerpen Mata Blater karya Mahwi air tawar.
Objek penelitian ini dipilih karena dalam
kumpulan

cerpen

mendeskripsikan

ini

budaya

mampu
masyarakat

Madura yang belum banyak diketahui dan
dikenal orang dan untuk memberikan
pengetahuan bahwa tidak semua tradisi
kebudayaan dalam masyarakat Madura
memiliki nilai-nilai positif tetapi ada tradisi

G.Data dan Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah
kumpulan

cerpen

Mata

Blater

karya

Mahwi Air Tawar. Sumber data dalam
penelitian ini subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 1998:114), berkaitan
dengan karya yang dianalisis, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian
adalah budaya masyarakat Madura yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Mata
Blater karya Mahwi Air Tawar, budaya
tersebut antara lain tradisi kerapan sapi,

68

tradisi carok, tradisi macapat dan tandha‘,

Metode deskriptif kualitatif adalah

tradisi religi, tradisi ritual ojung, dan tradisi

penggambaran atau penguraian dengan

arisan blater.

kata-kata atau kalimat yang dipisahpidaskan

H.Teknik Analisis Data
Metode

data

yang

digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif.

adalah

melakukan

Metode
atau

deskriptif

menafsirkan

keadaan yang sekarang dengen bertujuan
melukiskan

kondisi

yang

ada

dalam

situasi dan tidak diuraikan untuk menguji
analisis

data

digunakan dalam penelitian ini
teknik

baca

Endraswara

kategori atau sifat sesuatu, tidak terbentuk
angka

catat,

sastra

berkaitan

dengan

fokus

penelitian
2) Mengumpulkan,
menglasifikasi

Menyatakan

karya

dengan

1) Membaca dan mencatat hal penting

menganalisis,
data

dan

berdasarkan

fokus penelitian masing-masing
3) Setelah melalui analisis data dan

mengungkap, memahami dan menangkap
moral

data

adalah sebagai berikut :
yang

adalah

halnya

Prosedur analisis data dalam penelitian ini

pengkodean,

(2003:16).

seperti

penelitian kuantitatif (Arikunto,1998:245).

yang

bahwa analisis digunakan apabila hendak
aspek

untuk

data kualitatif yaitu jenis data dengan

hipotesis (Arikunto, 2006: 229).
Teknik

kategori

memperoleh kesimpulan. Sedangkan jenis

analisis

metode

menurut

klasifikasi, untuk memudahkan dalam

dan

menganalisis

pemahaman tersebut mengandalkan tafsir

data

diperlukan

pengkodean (Endraswara,2006:164).

sastra.Pengumpulan data adalah suatu
cara yang ditempuh dalam penelitian

H. Pembahasan

untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
data

adalah

Tradisi

Kerapan

Sapi

dalam

Masyarakat Madura

akurat. (Arikunto, 1998:226).
Mengolah

1.

usaha

Tradisi

Karapan

Sapi

terdapat

konkrit mengolah data untuk membuat
data itu menjadi jelas hal itu disebabkan
karena berapapun banyaknya data yang
terkumpul apabila tidak tersusun secara

dalam kumpulan cerpen Mata Blater karya
Mahwi Air Tawar digambarkan dengan
sangat sempurna, karena latar belakang

sistematis, maka data merupakan bahan
yang tidak dapat dijelaskan, metode yang
dijelaskan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif.

sosial Mahwi berasal dari Madura, maka
dia

dengan

sangat

mudah

menggambarkan tradisi kerapan sapi di
Madura, ini menandakan bahwa Mahwi

69

mengangkat cerita yang nyata ada dalam
tradisi

masyarakat

Madura.

Tradisi

Berdasarkan penjelasan tentang
kerapan sapi Madura sama dengan
kutipan yang yang ada dalam salah satu

Kerapan

Sapi

adalah

acara

khas

masyarakat Madura yang di gelar setiap
tahun

pada

bulan

Agustus

cerpen Mahwi yang berjudul kerapan sapi,
seperti berikut ini :
“Debu mengepul. Gegap gempita
dan sorak-sorai terus bersahutsahutan.
Para
penonton
berdesakan saat memasuki pintu
gerbang
lapangan
Trunojoyo.
Saronen terus berbunyi, memandu
gerakan selendang penandak yang
sengaja diundang dalam rangka
menyemarakkan pesta karapan
sapi.”
―Pasangan-pasangan
sapi
memasuki lapangan karapan. Para
penonton
yang
sebermula
berkerumun segera menyingkir ke
pinggir
lapangan.
Dari
bibir
masing-masing pengiring sapi
karapan, seulum senyum, meski
bias dan terkesan dipaksa, terus
mengembang.
Mata
mereka
mengirim isyarat kepada para
penonton, meminta agar turut serta
mendoakan sapi karapan masingmasing.”

atau

September, dan akan di lombakan lagi
pada final di akhir bulan September atau
Oktober. Pada Karapan Sapi ini, terdapat
seorang joki dan 2 ekor sapi yang di
paksa untuk berlari sekencang mungkin
sampai garis finis. Joki tersebut berdiri
menarik

semacam

kereta

kayu

dan

mengendalikan gerak lari sapi. Panjang
lintasan pacu kurang lebih 100 meter dan
berlangsung dalam kurun waktu 10 detik
sampai 1 menit. Penceritaan Mahwi sama

Cerpen

persis dengan kenyataan yang ada di

kerapan
lapangan.

sapi

menggambarkan

Prosesi awal dari karapan sapi ini
adalah

Mahwi

dengan

mengarak

pasangan-

yang

sangat
tradisi

sebenarnya

kehidupan

nyata

kerapan
ada

masyarakat

sapi
dalam

Madura

dengan diiringi gamelan Madura, yaitu

bahwa tradisi kerapan sapi benar-benar

Saronen.

adalah

ada dalam masyarakat Madura, maka

dan

dapat dilihat pada gambar berikut ini yang

penentuan

kelompok

menang

membuktikan

kelompok kalah. Babak kedua adalah

berupa

penentuan juara kelompok kalah, sedang

dilaksanakannya kerapan sapi di Madura

babak ketiga adalah penentuan juara

yang merupakan tradisi rutin setiap tahun.

kelompok menang. Piala Bergilir Presiden
hanya diberikan pada juara kelompok
menang.

plakat

Untuk

mampu

hingga

pertama

ini.

dan

berjudul

pasangan sapi mengelilingi arena pacuan
Babak

saat

yang

pengumuna

akan

70

dipandang
meraih

sebagai

status

sosial

alat

untuk

di

dunia

blater. Kultur blater dekat dengan
unsur-unsur

religio-magis,

kekebalan, bela diri, kekerasan,
dunia hitam, poligami, dan sangat
menjunjung

tinggi

kehormatan

harga diri.
-

2. Budaya Carok Dalam Masyarakat

pemenang carok untuk nabang

Madura

(memperoleh keringanan hukum

Dalam
Blater

kumpulan

terdapat

Budaya

carok

cerpen

cerita
juga

tentang
tidak

Mata
carok.

luput

dari

penceritaan yang ada dalam kumpulan
cerpen Mata Blater. Di Indonesia, carok
telah dianggap sebagai ciri khas kelompok
etnik Madura. Teror eceran berbentuk
carok merajalela akibat alam gersang,
kemiskinan,

dan

ledakan

demografis.

Pelembagaan kekerasan carok terkait erat
dengan mentalitas egolatri (pemujaan
martabat

secara

berlebihan)

sebagai

akibat tidak langsung dari keterpurukan
ekologis.

Selain

hal

itu

penyebab

terjadinya carok adalah sebagai berikut.
-

Persetujuan

sosial

melalui

ungkapan – ungkapan. Ungkapanungkapan

Madura

persetujuan

memberikan

sosial

dan

pembenaran kultur tradisi carok.
-

Proteksi berlebihan terhadap kaum
wanita. Carok refleksi monopoli
kekuasaan laki-laki

-

Lemahnya hukum. Kebiasaan para

Upaya meraih status sosial. Carok
oleh

sebagian

pelakunya

melalui

rekayasa

peradilan)

dengan menyuap polisi, hakim,
dan jaksa juga turut berperan
melembagakan

kekerasan

di

Madura.
Kutipan berikut akan memperkuat
penjelasan di atas :
“Lebih baik mati berkalang tanah
daripada
menangung
hinaan
orang. Harga diri haruas dijunjung
tinggi. Begitu selalu Madrusin
mengawali pembicaraan di setiap
pertemuan. Kalau benar kabar
bahwa Sati menangis karena
diancam oleh Indrajid dan dipaksa
orang tuanya untuk minum air
kembangsetiap saat, maka tak
pelak lagi, tiba saatnya bagi
Madrusin
memperlihatkan
keperkasaannya sebagai lelaki. Ioa
menganggap Indrajid dan orang
tua sati telah melampaui batas.
Maka, bergeraklah.
“Keparat, bajingan tengik!” umpat
Madrusin sambil menatap kain
panjang berwarna merah yang
melilit celurit yang menggantung di
balik pintu. Kepada Tanjib ia ia
meminta sabut kelapa,dupa,dan air
kembang. Tak lama kemudian,
asap dari sabut kelapa itu
mengepul dan bau kemenyan
menyeruak memenuhi ruangan
yang hening. Madrusin kepalkan

71

tangan setelah ditangkupkan pada
sabut kelapa yang mengepulkan
asap dan bau kemenyan. Tampak
dari sela jemarinya asap dupa
berebut mengepul, dan dengan
tangan yang masih dipenhui asap
itu, diambilnya celurit. Diusapnya
senjata
itu
beberapa
kali
sebelumnya akhirnya ia membuka
sarung celurit itu”.
Mahwi

berhasil

menceritakan

carok yang memang nyata ada dalam
kehidupan nyata dengan kemasan yang
elegan

dan

sarat

norma.

Carok

diceritakan Mahwi melalui tokoh-tokoh
yang mengatasnamakan carok sebagai
mempertahankan

hal

yang

dianggap

benar, dan jika dengan menyelesaikan
permasalahan dengan damai, maka carok
merupakan

satu-satunya

menyelesaikannya.

jalan

Mengapa

untuk
saya

katakan

Mahwi

dengan

elegan?

diceritakan
carok

menyampaikan
Karena

Mahwi

yang

carok

merupakan

sebenarnya

ada

carok
yang
esensi
dalam

masyarakat Madura, bukan carok yang
selama ini terjadi karena hal remehtemeh. Dikatakan sarat norma dalam
cerpen

carok

ini,

dengan

membaca

cerpen ini dan memahami maksudnya,
maka

pembaca

dapat

menemukan

menyimpulkan bahwa sebenarnya carok
sangat merugikan bagi kedua belah pihak,
meskipun

carok

itu

adalah

tradisi

masyarakat Madura sendiri. Dari gambar
yang diambil dari sebuah berita online
membuktikan

bahwa

penyelesaian

masalah dengan cara carok masih ada di
Madura :

LENSAINDONESIA.COM: Tak terima sang ayah menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit
karena kalah carok (perang senjata tradisional Madura). Sang anak pun nekat membalas dendam
dan membunuh musuh ayahnya. Adalah Marzuki alias Suki bin Manaf (31), warga Kampung Raas
Dusun Raas Desa Kemuning Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan. Zuki menuntaskan
dendamnya usai membabat sekujur tubuh Mat Ikhsan, warga Kampung Goa Dusun Soket Laok
Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan musuh ayahnya dengan duel maut satu lawan satu dengan
menggunakan clurit.

3.Ritual
Madura

Ojung

dalam

Masyarakat

Salah

satu

tradisi

dalam

masyarakat Madura khususnya pesisir

72

dilengkapi media rotan berukuran besar

kesayangan Ke Lesap. Datanglah
ke sana.Mintalah. Bukaknkah Ke
Lesap pernah bilang, satu-satunya
di kampung ini yang bisa
memainkan ojung hanya kamu?”
kakakku yang sedari tadi bungkam
mulai bicara”.

sepanjang 1 meter sebagai alat memukul.

Kritik ini merupakan kritik mimetik,

Ritual ini biasanya diselenggarakan agar

jika semakin mewakili kehidupan nyata

segera turun hujan dan terhindar dari

maka akan semakin bagus karya sastra

malapetaka

musim

tersebut, maka harus saya katakan bahwa

kemarau dan biasanya diiringi dengan

Mahwi menceritakan ojung dengan begitu

musik yang jarang dijumpai di daerah lain

lengkap dan detail sehingga pembaca

yang terdiri dari 3 buah dung-dung (akar

mampu memunculkan gambaran tentang

pohon

bagaimana

timur Madura adalah pelaksanaan ritual
Ojung. Ojung dalam bentuknya adalah
sejenis permainan yang melibatkan dua
orang

untuk

beradu

akibat

siwalan)

fisik

kekeringan

yang

dengan

dilubangi

di

pelaksanaan

ojung

dan

tengahnya sehingga bunyinya seperti bas,

paham tujuannya. Berikut gambar tradisi

dan kerca serta satu alat musik kleningan

ritual ojung di Madura :

sebagai pengatur lagu. Dalam kumpulan
cerpen Mata Blater terdapat cerita tentang
ritual ojung yang hingga kini masih
dilakukan oleh masyarakat Madura bagian
Timur, hal tersebut terbukti dalam kutipan
berikut :
“Mereka memintaku mendatangi
seorang pawang yang tak lain
adalah adik kakekku sendiri.
Mereka ingin agar kakekku segera
bertindak,
mengusir
kemarau
tahun ini yang terlampau panjang
hingga tanah-tanah mengeras,
kering-kerontang,
bertumbang
pohon siwalan, hanya menyisakan
sejengkal lubang harapan, dan
ladang-ladang
tak
lagi
mendatangkan untung, panen
jagung berujung malang, dan di
laut
para
nelayan
hilang
tangkapan. Inilah saatnya: hujan
harus didatangkan!Ritual ojung
mesti dilangsungkan.”
“ Ojung!ojung, Kak.Harus
dilaksanakan.Harus!
tegas
seseorang.
“Lakukanlah,Lek!
Kamu
ponggebe. Dulu kamu santre

4.Kebudayaan

Sapi

Sonok

Dalam

kebudayaan

Madura

Masyarakat Madura
Satu

lagi

yang tidak luput dari penceritaan Mahwi
yaitu

kebudayaan

Sapi

Sonok.

Sapi

Sonok sendiri merupakan jenis karapan
sapi juga, akan tetapi untuk sapi berjenis
kelamin betina dan yang dilombakan
adalah keindahan sapi saat berjalan dan
berpakaian.Kontes Sapi Sonok tersebut
diadakan sebagai upaya untuk

lebih

73

“Gemerincing gelang kaki. Kalung
kuningan padaleher sepasang sapi
sonok yang berdenting-denting.
Bau
kemenyan
dan
semerbakkembang
menyeruak
dari arah barat halaman samping
langgar.”

memperkenalkan tradisi Sapi Sonok ke
masyarakat luas, umumnya masyarakat di
luar pulau Madura.
Sapi

sonok

dalam

perkembangannya bukan hanya menjadi
perekat hubungan sosial, namun juga

“Ya, sepasang sapi sonok itu,
Rattin namanya. Cah,oh, lihatlah:
mereka terus berlenggang di
bawah
temaram
cahaya
serungking,di dalam lingkaran,
berlenggang,
dan
terus
berlenggang. Sesaat kemudian,
merekaakan berjingkrak seiring
musik yang menghentak rancak.
Dan, Rattin akan melenguh
panjang seiring lenggang gemulai.

memiliki makna budaya dan tehnologi.
Bagi Pamekasan sapi sonok telah menjadi
kebanggan tersendiri. Bupati Pamekasan
telah mendapatkan penghargaan sebagai
bupati yang memiliki kepedulian yang
tinggi atas pelestarian budaya karena
komitrnennya untuk melestarikan sapi
sonok ini.
Pasangan

sapi

betina

yang

menjadi peserta kontes sapi ―sonok‖

Cerita tentang sapi sonok nyata

didandani selempang yang didominasi

ada

warna

Madura.

kuning

keemasan

pada

leher

dalam

kehidupan

masyarakat

Mahwi mampu menceritakan

hingga dada. Selain itu, di leher sapi

tentang sapi sonok dengan sempurna

tersebut diberi ―pangonong‖ yang terbuat

melalui penggambaran tokoh sapi yang

dari

bernama

kayu

berukir

sebagai

perangkai

Rattin

mendeskripsikan

pasangan sapi.

dan

jokinya.

tentang

sapi

Mahwi
yang

Sebelum acara dimulai, beberapa

didandani dengan aksesoris lengkap yang

pemilik sapi menari sambil menggiring

disebutkan satu persatu dalam cerpennya,

sapi-sapi mereka keliling lapangan. Grup

dan bagaimana pelaksanaan sapi sonok,

musik Saronen yang terdiri atas tiga

yang sama dengan pelaksanaan sapi

pemain kenong, satu pemain kendang,

sonok dalam kehidupan nyata. Hal ini

satu pemain gong, dua pemain terompet,

menandakan bahwa kumpulan cerpen

dan

mengiringi

Mata Blater benar-benar menggambarkan

pasangan sapi yang melenggang dengan

realitas sosial. Beriku gambar sapi sonok

kepala

Madura :

dua

pemain
tegak

model.Penjelasan

kecer
bak
tentang

seorang
Tradisi

Perlombaan Sapi Sonok persis dengan
cerita yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Mata Blater karya Mahwi Air
Tawar seperti dikutip berikut ini :

74

tradisi-tradisi tersebut dengan kesan tidak
menggurui, tetapi menggunakan pesanpesan tersirat melalui tokoh-tokoh dan
karakter serta cerita.Kumpulan cerpen ini
sangat layak dibaca bukan saja oleh
orang-orang Madura khususnya, tetapi
juga para pembaca yang bukan berasal
dari Madura untuk tetap melestarikan
tradisi-tradisi asli daerahnya dengan cara
menyikapi dengan baik sisi negatifnya
I.Simpulan

untuk menghindari penyalahgunaan tradisi

Membaca kumpulan cerpen Mata

yang seharusnya menjadi kearifan lokal.

Blater karya Mahwi Air Tawar serasa
membawa kita ke Madura, karena Mahwi
sangat

mampu

deskripsi

untuk

J. Biografi Pengarang

menyampaikan

masing-masing

tradisi.

Mahwi Air Tawar, lahir di Pesisir
Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983.

Kumpulan cerpen ini sangat bagus dan

Sejumlah

menarik karena sangat mewakili realitas.

dipublikasikan di pelbagai surat kabar:

Melakukan kajian teks pada kumpulan

Kompas,

cerpen

Mata Blater karya Mahwi Air

Pembaruan,Suara Merdeka, Bali Post,

Tawar, terdapat beberapa kebudayaan

Majalah Sastra Horison, Jurnal Cerpen

dan tradisi dalam masyarakat Madura

Indonesia,

yang diceritakan oleh Mahwi Air Tawar

puisinya juga termuat di sejumlah antologi

dengan

bersama, diantaranya 3 Penyair Timur

kemasan

yang

begitu

baik,

cerpen

dan

Jawa

puisinya

Pos,

danlain-lain.

Suara

Cerpen

dan

sempurna, dan detail. Beberapa budaya

(2006-puisi),

dan tradisi Madura disampaikan melalui

Medan

tokoh-tokoh

dan

alur

International Poetry.(2006-puisi), IBUMI:

penceritaan

yang

dipahami.

Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi

setting

serta

mudah

Puisi.

Dengan penceritaan yang jujur sesuai

(2008-puisi),

dengan

(2006-cerpen),

tradisi

yang

ada

dalam

Herbarium

(2006-puisi),

Sampena

the

Sepasang Bekicot
dan

1st

Muda

Robingah,Cintailah

masyarakat Madura, Mahwi berusaha

Aku (2007-cerpen). Salah satu cerpennya

menyampaikan

yang

bahwa

tradisi-tradisi

berjudul

Pulung

terpilihsebagai

tersebut bernilai positif dan negatif. Kedua

cerpen terbaik dalam lomba yang digelar

nilai

dipisahkan

oleh STAIN Purwokerto danterkumpul

mampu

dalam buku Rendezvouz di Tepi Serayu,

menyampaikan sisi positif dan sisi negatif

(Grafindo-Obsesi,2008-2009-cerpen) dan

tersebut

meskipun

sulit

berbeda.

untuk
Mahwi

75

Jalan Menikung ke (TSI II, 2009-cerpen).

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi

BukitTima, Ujung Laut Pulau Marwah,

Sastra: Sebuah Pengkajian Sastra.

(TSI

Jakarta: Gramedia Widiasarana

III,

2010-cerpen)Buku

Kumpulan

Cerpennya Mata Blater, (2010-cerpen),
dan Seberang Selat Sampan Karapan,

Indonasia
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi

(cerpen -siap terbit, 2011). Tana Merah

Penelitian Sastra. Yogyakarata:

(Novel-siap terbit, 2011). Kini, di samping

Pustaka Belajar.Faruk, 2010.

sebagai

Pengantar Sosiologi Sastra.

editor

lepas,

ia

mengelola

komunitas sastra poetika dan kalèlès,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kalompok Kajian Seni Budaya Madura, di

Hardjana, Andre.1985 . Kritik Sastra:

Yogyakarta.

Sebuah Pengantar. Jakarta : PT
Gramedia
Ratna, Nyoman Kutha. Sosiologi Sastra.

K. DAFTAR RUJUKAN
Air Tawar, Mahwi. 2010. Mata
Blater.Yogyakarta: Matapena
Arikunto. 1998. Metode Penelitian.
Jakarta: PT Gramedia

Jakarta: PT Gramedia
Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik
Sastra Indonesia: Masalah
Sistematika Analisis Struktur Fiksi.
Bandung : Angkasa.