View of KRITIK MIMETIK KUMPULAN CERPEN MATA BLATER KARYA MAHWI AIR TAWAR
KRITIK MIMETIK
KUMPULAN CERPEN MATA BLATER
KARYA MAHWI AIR TAWAR
Mariam Ulfa, M.Pd.
Surel: ulfamariam@gmail.com
Abstrak
Semua hal yang terangkum dalam karya sastra tidak terlepas dari berbagai
problematika yang dialami manusia baik secara pribadi maupun secara kolektif. Menanggapi
dan menghadapi masalah-masalah tersebut manusia akan melakukan sebuah usaha atau
perjuangan menentukan masa depan yang lebih baik berdasarkan imajinasi, perasaan, dan
intuisinya. Masyarakat Madura memiliki beragam tradisi dan budaya yang cukup dikenal
dalam di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen karya Mahwi Air
Tawar menceritakan tentang tradisi orang-orang Madura antara lain pertunjukan karapan
sapi yang menjadi tolak ukur harga diri seseorang, jika tersinggung orang Madura akan
menyatakan carok yang merupakan pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut masih ada
hingga saat ini.
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dengan cara
memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang
akan dilakukan ini merupakan penelitian yang berjenis kualitatif, yang secara
keseluruhannya memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskripsi, memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan
konteks keberadaannya.
Hasil penelitian ini adalah kritik mimetik terhadap (1) tradisi kerapan sapi yang
cenderung mengeksploitasi hewan lebih dar sekedar hewan peliharaan tetapi diperlakukan
layaknya manusia, (2) budaya carok yang dianggap sebagai kebiasaan dan dibenarkan oleh
kalangan masyarakat Madura meskipun tidak semua menganggap carok sebagai hal yang
patut dibenarkan, (3) ritual Ojung yang merupakan tradisi memanggil hujan dengan jalan
melakukan pertarungan yang melibatkan dua orang laki-laki dewasa hingga terluka.
Pertandingan tersebut bahkan menjadi tontonan masyarakat umum, (4) budaya Sape Sono‘
yang menjadikan seekor sapi disulap seperti seorang perempuan dan diharuskan berjalan
berlenggak-lenggok, hal ini menandakan bahwa seekor hewan diperlakukan selayaknya
hewan.
Kata kunci: kritik mimetik, sastra, kebudayaan Madura
Abstract
All things are summarized in the literature can not be separated from the various problems
that people experience both individually and collectively. Respond to and deal with the
problems that humans will make an effort or struggle determine a better future based on
imagination, feeling, and intuition. Madurese communities have diverse traditions and
cultures are well known in the in Indonesia, even abroad. In the short story collection of
Mahwi Air Tawar work tells of a tradition Madurese among other races show cow that
became the benchmark price of a person, if offended Madurese will declare carok which is
betting esteem. The tradition still exists today.
This research will be done with descriptive method by providing exposure results found in
this study. Research to be conducted is a qualitative research manifold, in total utilizing ways
of interpretation by presenting it in the form of description, give attention to the data
naturally, the data in relation to the context of its existence.
63
64
Results of this study are mimetic criticism against (1) bull racing traditions tend to exploit
animals more than just pets but were treated like human beings, (2) carok culture and
customs are regarded as justified by the Madurese community though not all consider carok
as things that should be justified, (3) Ojung ritual is a tradition summon rain by doing a fight
involving two men till injured. The match was a spectacle even by public, (4) Sape Sono'
tradition 'makes a cow conjured up like a woman and required to walk waddle, it indicates
that an animal is treated like animals.
Keywords: mimetic criticism, literature, culture of Madura
A. Pendahuluan
problematika yang dialami manusia baik
Karya sastra merupakan bagian
secara pribadi maupun secara kolektif.
dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-
Menanggapi dan menghadapi masalah-
tengah
masalah
masyarakat
tidak
luput
dari
tersebut
manusia
akan
pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh
melakukan
sebuah
usaha
atau
tersebut bersifat timbal balik, artinya karya
perjuangan
menentukan
masa
depan
sastra
yang lebih baik berdasarkan imajinasi,
dapat
memengaruhi
dan
dipengaruhi oleh masyarakat.. Hal ini
perasaan,
berarti setiap orang dapat melihat budaya
demikian, perjuangan panjang manusia
masyarakat dalam sebuah karya sastra
dalam memaknai kehidupan akan selalu
bahkan sebagian karya sastra menjadi
melekat dalam teks sastra. Disadari atau
representasi
terhadap
tidak karya sastra menjadi model bagi
masyarakat
tertentu.
kebudayaan
intuisinya.
Dengan
ini
kehidupan pembaca. Setiap persoalan
menunjukkan bahwa karya sastra tidak
maupun gambaran hidup yang dialami
lahir
yang
tokoh dalam cerita akan menimbulkan
sastra
permenungan atau refleksi bagi pembaca
dengan keberagaman tema dan aspek
dalam menentukan sikap dan tindakannya
kehidupan masyarakat yaitu proses kreatif
dalam kehidupan bermasyarakat.
begitu
mendorong
saja.
Uraian
dan
Ada
munculnya
proses
karya
pengarang yang berusaha menciptakan
karya
yang
dapat
menggambarkan
Seiring bermunculannya berbagai
macam dan jenis karya sastra, maka
kenyataan sosial yang benar-benar ada
memunculkan
dalam
serta
penlaian yang dapat disebut kritik sastra.
kaitannya dengan budaya masyarakat
Kritik sastra diharapkan bisa melahirkan
setempat
dengan
kritikan yang mengandung nilai-nilai baik
kreasi estetis dalam sebuah cerita berupa
buruknya, tinggi rendah mutu dari suatu
cerpen dan novel.
karya sastra. Semua orang pun bisa
kehidupan
yang
masyarakat
dimunculkan
Semua hal yang terangkum dalam
karya sastra tidak terlepas dari berbagai
menjadi
sebuah
seorang
apresiasi
dan
kritikus/para
pengapresiasi kalau dilihat dari wilayah
65
kritik sastra umum, meskipun begitu para
Masyarakat
Madura
memiliki
pengkritik ini juga harus sesuai dengan
beragam tradisi dan budaya yang cukup
koridor
bisa
dikenal dalam di Indonesia bahkan hingga
membangun, tidak mencaci, dan tidak
ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen
membaur kedalam hal yang jauh dari
karya Mahwi Air Tawar menceritakan
yang
tentang tradisi orang-orang Madura antara
teori kritik
dikritik,
sastra
dan
yang
juga
bisa
mengekspresikan tujuan pengarang lewat
lain
teks.
menjadi tolak ukur harga diri seseorang,
Berbeda
akademis
dengan
kritik
lebih
bersifat
yang
sastra
kritik
pertunjukan
jika tersinggung
karapan
orang
sapi
Madura
yang
akan
alamiah, dengan kata lain setiap kritikan
menyatakan
yang dilontarkan kritikus harus disertai
pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut
dengan
masih ada hingga saat ini.
Artinya
alasan
ia
bisa
pertanggungjawaban.
diterima
berdasarkan
ketentuan
ilmiah.
Sesuai
kerangka
teoritis
dan
akan
merupakan
Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah
metodologi
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan
Kritik sastra yang akan ditulis
ini
yang
dengan
pengungkapan nilai-nilai yang dipakai.
berikut
carok
menggunakan
kritik
Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya
menjadi
salah
satu
mimetik untuk menilai kumpulan cerpen
pendekatan utama menganalisis sastra
Mata Blater karya Mahwi Air Tawar yang
selain pendekatan paragmatik, ekspresif
mengangkat cerita kehidupan nyata orang
dan
Madura serta tradisi-tradisi di dalamnya.
merupakan ibu dari pendekatan sosiologi
Mendengar kata ―Orang Madura‖. Makna
sastra yang darinya dilahirkan metode
pertama kali yang tergambar adalah
kritik sastra yang lain. Mimesis berasal
paradoks dari keluguan dan kecerdasan,
dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.
kesombongan,
serta
Dalam hubungannya dengan kritik sastra
kekerasan dan sekaligus kelucuan. Orang
mimesis diartikan sebagai pendekatan
Madura
Madura
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji
(dimanapun ia berada) akan selalu bisa
karya sastra selalu berupaya mengaitkan
dengan mudah dibedakan, baik dari cara
karya
ia bicara (logatnya), tingkah laku, maupun
kenyataan. Perbedaan pandangan Plato
cara ia memandang sebuah persoalan. Ia
dan Aristoteles menjadi sangat menarik
bisa sangat sombong sekaligus bisa
karena keduanya merupakan awal filsafat
sangat rendah hati. Ia bisa sangat sekuler
alam, merekalah yang menghubungkan
sekaligus bisa sangat religius.
persoalan filsafat dengan kehidupan.dan
itu
kekonyolan,
unik,
orang
pendekatan
sastra
objektif.
dengan
Mimesis
realitas
atau
teori kritik mimetik Abrams yakni kritik
66
mimetik adalah kritik yang memandang
kenyataan. Perbedaan pandangan Plato
karya
pencerminan
dan Aristoteles menjadi sangat menarik
kenyataan kehidupan manusia. Menurut
karena keduanya merupakan awal filsafat
Abrams,
ini
alam, merekalah yang menghubungkan
memandang karya sastra sebagai tiruan
persoalan filsafat dengan kehidupan.dan
aspek-aspek alam. Sastra merupakan
teori kritik mimetik Abrams yakni kritik
pencerminan/penggambaran
dunia
mimetik adalah kritik yang memandang
kehidupan.
yang
karya
sastra
sebagai
kritikus
pada
Sehingga
jenis
kriteria
sastra
sebagai
pencerminan
digunakan kritikus sejauh mana karya
kenyataan kehidupan manusia. Menurut
sastra mampu menggambarkan objek
Abrams,
yang sebenarnya. Semakin jelas karya
memandang karya sastra sebagai tiruan
sastra menggambarkan realita semakin
aspek-aspek alam. Sastra merupakan
baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini
pencerminan/penggambaran
dunia
jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles
kehidupan.
yang
dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
digunakan kritikus sejauh mana karya
adalah tiruan kenyataan.
sastra mampu menggambarkan objek
kritikus
pada
Sehingga
jenis
kriteria
ini
yang sebenarnya. Semakin jelas karya
B. Teori Mimetik
sastra menggambarkan realita semakin
Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan
Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini
jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles
dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
adalah tiruan kenyataan.
kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya
menjadi
salah
satu
pendekatan utama menganalisis sastra
C. Metode Penelitian
Penelitian
selain pendekatan paragmatik, ekspresif
dengan
dan
dengan cara
pendekatan
objektif.
Mimesis
ini
metode
akan
dilakukan
penelitian
deskriptif
memberikan
merupakan ibu dari pendekatan sosiologi
hasil-hasil
sastra yang darinya dilahirkan metode
penelitian
kritik sastra yang lain. Mimesis berasal
dilakukan ini merupakan penelitian yang
dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.
berjenis
Dalam hubungannya dengan kritik sastra
keseluruhannya memanfaatkan cara-cara
mimesis diartikan sebagai pendekatan
penafsiran dengan menyajikannya dalam
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji
bentuk deskripsi, memberikan perhatian
karya sastra selalu berupaya mengaitkan
terhadap
karya
hubungannya
sastra
dengan
realitas
atau
yang
pemaparan
ini.
ditemukan
Penelitian
kualitatif,
data
yang
yang
alamiah,
dengan
dalam
data
akan
secara
dalam
konteks
67
keberadaannya. Menurut Kutha Ratna
kebudayaan
(2009: 47), sumber data dalam penelitian
penyimpangan tetapi tetap dilaksanakan
kualitatif
secara turun-temurun hingga saat ini.
untuk
sastra
berupa
karya,
yang
merupakan
naskah, data penelitiannya, sebagai data
formal adalah kata-kata, kalimat, dan
E.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu
wacana. data yang terkumpul dalam
penelitian ini berbentuk kata-kata atau
gambar, bukan angka-angka. Tulisan hasil
penelitian
berisi
kutipan-kutipan
dari
kumpulan data untuk memberikan ilustrasi
cara yang ditempuh dalam penelitian
untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
akurat.(Arikunto, 1998:226).
Pengumpulan data digunakan untuk
dan mengisi materi laporan.
Penelitian
penelitian
kualitatif
yang
adalah
bermaksud
untuk
memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku
persepsi,
tindakan,
motivasi,
secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Halhal
yang
perlu
dipaparkan
dalam
penelitian ini meliputi objek penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data. (Moleong, 2010:
memperoleh
keaslian
data
yang
selanjutnya dianalisis. Menurut Arikunto,
(1998:226).
Pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Menurut Arikunto,
(1998:236). Metode dokumentasi adalah
metode baca catat. Teknik pengumpulan
data
ini
dengan
cara
mencari
data
mengenai hal-hal atau variabel berupa
catatan
traskip,
buku,
majalah
dan
sebagainya. Dengan metoda ini yang
diamati bukan benda hidup, tapi benda
6).
mati. ( Arikunto, 1998:200).
D. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Budaya
Masyarakat
Madura
dalam
kumpulan
cerpen Mata Blater karya Mahwi air tawar.
Objek penelitian ini dipilih karena dalam
kumpulan
cerpen
mendeskripsikan
ini
budaya
mampu
masyarakat
Madura yang belum banyak diketahui dan
dikenal orang dan untuk memberikan
pengetahuan bahwa tidak semua tradisi
kebudayaan dalam masyarakat Madura
memiliki nilai-nilai positif tetapi ada tradisi
G.Data dan Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah
kumpulan
cerpen
Mata
Blater
karya
Mahwi Air Tawar. Sumber data dalam
penelitian ini subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 1998:114), berkaitan
dengan karya yang dianalisis, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian
adalah budaya masyarakat Madura yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Mata
Blater karya Mahwi Air Tawar, budaya
tersebut antara lain tradisi kerapan sapi,
68
tradisi carok, tradisi macapat dan tandha‘,
Metode deskriptif kualitatif adalah
tradisi religi, tradisi ritual ojung, dan tradisi
penggambaran atau penguraian dengan
arisan blater.
kata-kata atau kalimat yang dipisahpidaskan
H.Teknik Analisis Data
Metode
data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif.
adalah
melakukan
Metode
atau
deskriptif
menafsirkan
keadaan yang sekarang dengen bertujuan
melukiskan
kondisi
yang
ada
dalam
situasi dan tidak diuraikan untuk menguji
analisis
data
digunakan dalam penelitian ini
teknik
baca
Endraswara
kategori atau sifat sesuatu, tidak terbentuk
angka
catat,
sastra
berkaitan
dengan
fokus
penelitian
2) Mengumpulkan,
menglasifikasi
Menyatakan
karya
dengan
1) Membaca dan mencatat hal penting
menganalisis,
data
dan
berdasarkan
fokus penelitian masing-masing
3) Setelah melalui analisis data dan
mengungkap, memahami dan menangkap
moral
data
adalah sebagai berikut :
yang
adalah
halnya
Prosedur analisis data dalam penelitian ini
pengkodean,
(2003:16).
seperti
penelitian kuantitatif (Arikunto,1998:245).
yang
bahwa analisis digunakan apabila hendak
aspek
untuk
data kualitatif yaitu jenis data dengan
hipotesis (Arikunto, 2006: 229).
Teknik
kategori
memperoleh kesimpulan. Sedangkan jenis
analisis
metode
menurut
klasifikasi, untuk memudahkan dalam
dan
menganalisis
pemahaman tersebut mengandalkan tafsir
data
diperlukan
pengkodean (Endraswara,2006:164).
sastra.Pengumpulan data adalah suatu
cara yang ditempuh dalam penelitian
H. Pembahasan
untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
data
adalah
Tradisi
Kerapan
Sapi
dalam
Masyarakat Madura
akurat. (Arikunto, 1998:226).
Mengolah
1.
usaha
Tradisi
Karapan
Sapi
terdapat
konkrit mengolah data untuk membuat
data itu menjadi jelas hal itu disebabkan
karena berapapun banyaknya data yang
terkumpul apabila tidak tersusun secara
dalam kumpulan cerpen Mata Blater karya
Mahwi Air Tawar digambarkan dengan
sangat sempurna, karena latar belakang
sistematis, maka data merupakan bahan
yang tidak dapat dijelaskan, metode yang
dijelaskan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif.
sosial Mahwi berasal dari Madura, maka
dia
dengan
sangat
mudah
menggambarkan tradisi kerapan sapi di
Madura, ini menandakan bahwa Mahwi
69
mengangkat cerita yang nyata ada dalam
tradisi
masyarakat
Madura.
Tradisi
Berdasarkan penjelasan tentang
kerapan sapi Madura sama dengan
kutipan yang yang ada dalam salah satu
Kerapan
Sapi
adalah
acara
khas
masyarakat Madura yang di gelar setiap
tahun
pada
bulan
Agustus
cerpen Mahwi yang berjudul kerapan sapi,
seperti berikut ini :
“Debu mengepul. Gegap gempita
dan sorak-sorai terus bersahutsahutan.
Para
penonton
berdesakan saat memasuki pintu
gerbang
lapangan
Trunojoyo.
Saronen terus berbunyi, memandu
gerakan selendang penandak yang
sengaja diundang dalam rangka
menyemarakkan pesta karapan
sapi.”
―Pasangan-pasangan
sapi
memasuki lapangan karapan. Para
penonton
yang
sebermula
berkerumun segera menyingkir ke
pinggir
lapangan.
Dari
bibir
masing-masing pengiring sapi
karapan, seulum senyum, meski
bias dan terkesan dipaksa, terus
mengembang.
Mata
mereka
mengirim isyarat kepada para
penonton, meminta agar turut serta
mendoakan sapi karapan masingmasing.”
atau
September, dan akan di lombakan lagi
pada final di akhir bulan September atau
Oktober. Pada Karapan Sapi ini, terdapat
seorang joki dan 2 ekor sapi yang di
paksa untuk berlari sekencang mungkin
sampai garis finis. Joki tersebut berdiri
menarik
semacam
kereta
kayu
dan
mengendalikan gerak lari sapi. Panjang
lintasan pacu kurang lebih 100 meter dan
berlangsung dalam kurun waktu 10 detik
sampai 1 menit. Penceritaan Mahwi sama
Cerpen
persis dengan kenyataan yang ada di
kerapan
lapangan.
sapi
menggambarkan
Prosesi awal dari karapan sapi ini
adalah
Mahwi
dengan
mengarak
pasangan-
yang
sangat
tradisi
sebenarnya
kehidupan
nyata
kerapan
ada
masyarakat
sapi
dalam
Madura
dengan diiringi gamelan Madura, yaitu
bahwa tradisi kerapan sapi benar-benar
Saronen.
adalah
ada dalam masyarakat Madura, maka
dan
dapat dilihat pada gambar berikut ini yang
penentuan
kelompok
menang
membuktikan
kelompok kalah. Babak kedua adalah
berupa
penentuan juara kelompok kalah, sedang
dilaksanakannya kerapan sapi di Madura
babak ketiga adalah penentuan juara
yang merupakan tradisi rutin setiap tahun.
kelompok menang. Piala Bergilir Presiden
hanya diberikan pada juara kelompok
menang.
plakat
Untuk
mampu
hingga
pertama
ini.
dan
berjudul
pasangan sapi mengelilingi arena pacuan
Babak
saat
yang
pengumuna
akan
70
dipandang
meraih
sebagai
status
sosial
alat
untuk
di
dunia
blater. Kultur blater dekat dengan
unsur-unsur
religio-magis,
kekebalan, bela diri, kekerasan,
dunia hitam, poligami, dan sangat
menjunjung
tinggi
kehormatan
harga diri.
-
2. Budaya Carok Dalam Masyarakat
pemenang carok untuk nabang
Madura
(memperoleh keringanan hukum
Dalam
Blater
kumpulan
terdapat
Budaya
carok
cerpen
cerita
juga
tentang
tidak
Mata
carok.
luput
dari
penceritaan yang ada dalam kumpulan
cerpen Mata Blater. Di Indonesia, carok
telah dianggap sebagai ciri khas kelompok
etnik Madura. Teror eceran berbentuk
carok merajalela akibat alam gersang,
kemiskinan,
dan
ledakan
demografis.
Pelembagaan kekerasan carok terkait erat
dengan mentalitas egolatri (pemujaan
martabat
secara
berlebihan)
sebagai
akibat tidak langsung dari keterpurukan
ekologis.
Selain
hal
itu
penyebab
terjadinya carok adalah sebagai berikut.
-
Persetujuan
sosial
melalui
ungkapan – ungkapan. Ungkapanungkapan
Madura
persetujuan
memberikan
sosial
dan
pembenaran kultur tradisi carok.
-
Proteksi berlebihan terhadap kaum
wanita. Carok refleksi monopoli
kekuasaan laki-laki
-
Lemahnya hukum. Kebiasaan para
Upaya meraih status sosial. Carok
oleh
sebagian
pelakunya
melalui
rekayasa
peradilan)
dengan menyuap polisi, hakim,
dan jaksa juga turut berperan
melembagakan
kekerasan
di
Madura.
Kutipan berikut akan memperkuat
penjelasan di atas :
“Lebih baik mati berkalang tanah
daripada
menangung
hinaan
orang. Harga diri haruas dijunjung
tinggi. Begitu selalu Madrusin
mengawali pembicaraan di setiap
pertemuan. Kalau benar kabar
bahwa Sati menangis karena
diancam oleh Indrajid dan dipaksa
orang tuanya untuk minum air
kembangsetiap saat, maka tak
pelak lagi, tiba saatnya bagi
Madrusin
memperlihatkan
keperkasaannya sebagai lelaki. Ioa
menganggap Indrajid dan orang
tua sati telah melampaui batas.
Maka, bergeraklah.
“Keparat, bajingan tengik!” umpat
Madrusin sambil menatap kain
panjang berwarna merah yang
melilit celurit yang menggantung di
balik pintu. Kepada Tanjib ia ia
meminta sabut kelapa,dupa,dan air
kembang. Tak lama kemudian,
asap dari sabut kelapa itu
mengepul dan bau kemenyan
menyeruak memenuhi ruangan
yang hening. Madrusin kepalkan
71
tangan setelah ditangkupkan pada
sabut kelapa yang mengepulkan
asap dan bau kemenyan. Tampak
dari sela jemarinya asap dupa
berebut mengepul, dan dengan
tangan yang masih dipenhui asap
itu, diambilnya celurit. Diusapnya
senjata
itu
beberapa
kali
sebelumnya akhirnya ia membuka
sarung celurit itu”.
Mahwi
berhasil
menceritakan
carok yang memang nyata ada dalam
kehidupan nyata dengan kemasan yang
elegan
dan
sarat
norma.
Carok
diceritakan Mahwi melalui tokoh-tokoh
yang mengatasnamakan carok sebagai
mempertahankan
hal
yang
dianggap
benar, dan jika dengan menyelesaikan
permasalahan dengan damai, maka carok
merupakan
satu-satunya
menyelesaikannya.
jalan
Mengapa
untuk
saya
katakan
Mahwi
dengan
elegan?
diceritakan
carok
menyampaikan
Karena
Mahwi
yang
carok
merupakan
sebenarnya
ada
carok
yang
esensi
dalam
masyarakat Madura, bukan carok yang
selama ini terjadi karena hal remehtemeh. Dikatakan sarat norma dalam
cerpen
carok
ini,
dengan
membaca
cerpen ini dan memahami maksudnya,
maka
pembaca
dapat
menemukan
menyimpulkan bahwa sebenarnya carok
sangat merugikan bagi kedua belah pihak,
meskipun
carok
itu
adalah
tradisi
masyarakat Madura sendiri. Dari gambar
yang diambil dari sebuah berita online
membuktikan
bahwa
penyelesaian
masalah dengan cara carok masih ada di
Madura :
LENSAINDONESIA.COM: Tak terima sang ayah menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit
karena kalah carok (perang senjata tradisional Madura). Sang anak pun nekat membalas dendam
dan membunuh musuh ayahnya. Adalah Marzuki alias Suki bin Manaf (31), warga Kampung Raas
Dusun Raas Desa Kemuning Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan. Zuki menuntaskan
dendamnya usai membabat sekujur tubuh Mat Ikhsan, warga Kampung Goa Dusun Soket Laok
Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan musuh ayahnya dengan duel maut satu lawan satu dengan
menggunakan clurit.
3.Ritual
Madura
Ojung
dalam
Masyarakat
Salah
satu
tradisi
dalam
masyarakat Madura khususnya pesisir
72
dilengkapi media rotan berukuran besar
kesayangan Ke Lesap. Datanglah
ke sana.Mintalah. Bukaknkah Ke
Lesap pernah bilang, satu-satunya
di kampung ini yang bisa
memainkan ojung hanya kamu?”
kakakku yang sedari tadi bungkam
mulai bicara”.
sepanjang 1 meter sebagai alat memukul.
Kritik ini merupakan kritik mimetik,
Ritual ini biasanya diselenggarakan agar
jika semakin mewakili kehidupan nyata
segera turun hujan dan terhindar dari
maka akan semakin bagus karya sastra
malapetaka
musim
tersebut, maka harus saya katakan bahwa
kemarau dan biasanya diiringi dengan
Mahwi menceritakan ojung dengan begitu
musik yang jarang dijumpai di daerah lain
lengkap dan detail sehingga pembaca
yang terdiri dari 3 buah dung-dung (akar
mampu memunculkan gambaran tentang
pohon
bagaimana
timur Madura adalah pelaksanaan ritual
Ojung. Ojung dalam bentuknya adalah
sejenis permainan yang melibatkan dua
orang
untuk
beradu
akibat
siwalan)
fisik
kekeringan
yang
dengan
dilubangi
di
pelaksanaan
ojung
dan
tengahnya sehingga bunyinya seperti bas,
paham tujuannya. Berikut gambar tradisi
dan kerca serta satu alat musik kleningan
ritual ojung di Madura :
sebagai pengatur lagu. Dalam kumpulan
cerpen Mata Blater terdapat cerita tentang
ritual ojung yang hingga kini masih
dilakukan oleh masyarakat Madura bagian
Timur, hal tersebut terbukti dalam kutipan
berikut :
“Mereka memintaku mendatangi
seorang pawang yang tak lain
adalah adik kakekku sendiri.
Mereka ingin agar kakekku segera
bertindak,
mengusir
kemarau
tahun ini yang terlampau panjang
hingga tanah-tanah mengeras,
kering-kerontang,
bertumbang
pohon siwalan, hanya menyisakan
sejengkal lubang harapan, dan
ladang-ladang
tak
lagi
mendatangkan untung, panen
jagung berujung malang, dan di
laut
para
nelayan
hilang
tangkapan. Inilah saatnya: hujan
harus didatangkan!Ritual ojung
mesti dilangsungkan.”
“ Ojung!ojung, Kak.Harus
dilaksanakan.Harus!
tegas
seseorang.
“Lakukanlah,Lek!
Kamu
ponggebe. Dulu kamu santre
4.Kebudayaan
Sapi
Sonok
Dalam
kebudayaan
Madura
Masyarakat Madura
Satu
lagi
yang tidak luput dari penceritaan Mahwi
yaitu
kebudayaan
Sapi
Sonok.
Sapi
Sonok sendiri merupakan jenis karapan
sapi juga, akan tetapi untuk sapi berjenis
kelamin betina dan yang dilombakan
adalah keindahan sapi saat berjalan dan
berpakaian.Kontes Sapi Sonok tersebut
diadakan sebagai upaya untuk
lebih
73
“Gemerincing gelang kaki. Kalung
kuningan padaleher sepasang sapi
sonok yang berdenting-denting.
Bau
kemenyan
dan
semerbakkembang
menyeruak
dari arah barat halaman samping
langgar.”
memperkenalkan tradisi Sapi Sonok ke
masyarakat luas, umumnya masyarakat di
luar pulau Madura.
Sapi
sonok
dalam
perkembangannya bukan hanya menjadi
perekat hubungan sosial, namun juga
“Ya, sepasang sapi sonok itu,
Rattin namanya. Cah,oh, lihatlah:
mereka terus berlenggang di
bawah
temaram
cahaya
serungking,di dalam lingkaran,
berlenggang,
dan
terus
berlenggang. Sesaat kemudian,
merekaakan berjingkrak seiring
musik yang menghentak rancak.
Dan, Rattin akan melenguh
panjang seiring lenggang gemulai.
memiliki makna budaya dan tehnologi.
Bagi Pamekasan sapi sonok telah menjadi
kebanggan tersendiri. Bupati Pamekasan
telah mendapatkan penghargaan sebagai
bupati yang memiliki kepedulian yang
tinggi atas pelestarian budaya karena
komitrnennya untuk melestarikan sapi
sonok ini.
Pasangan
sapi
betina
yang
menjadi peserta kontes sapi ―sonok‖
Cerita tentang sapi sonok nyata
didandani selempang yang didominasi
ada
warna
Madura.
kuning
keemasan
pada
leher
dalam
kehidupan
masyarakat
Mahwi mampu menceritakan
hingga dada. Selain itu, di leher sapi
tentang sapi sonok dengan sempurna
tersebut diberi ―pangonong‖ yang terbuat
melalui penggambaran tokoh sapi yang
dari
bernama
kayu
berukir
sebagai
perangkai
Rattin
mendeskripsikan
pasangan sapi.
dan
jokinya.
tentang
sapi
Mahwi
yang
Sebelum acara dimulai, beberapa
didandani dengan aksesoris lengkap yang
pemilik sapi menari sambil menggiring
disebutkan satu persatu dalam cerpennya,
sapi-sapi mereka keliling lapangan. Grup
dan bagaimana pelaksanaan sapi sonok,
musik Saronen yang terdiri atas tiga
yang sama dengan pelaksanaan sapi
pemain kenong, satu pemain kendang,
sonok dalam kehidupan nyata. Hal ini
satu pemain gong, dua pemain terompet,
menandakan bahwa kumpulan cerpen
dan
mengiringi
Mata Blater benar-benar menggambarkan
pasangan sapi yang melenggang dengan
realitas sosial. Beriku gambar sapi sonok
kepala
Madura :
dua
pemain
tegak
model.Penjelasan
kecer
bak
tentang
seorang
Tradisi
Perlombaan Sapi Sonok persis dengan
cerita yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Mata Blater karya Mahwi Air
Tawar seperti dikutip berikut ini :
74
tradisi-tradisi tersebut dengan kesan tidak
menggurui, tetapi menggunakan pesanpesan tersirat melalui tokoh-tokoh dan
karakter serta cerita.Kumpulan cerpen ini
sangat layak dibaca bukan saja oleh
orang-orang Madura khususnya, tetapi
juga para pembaca yang bukan berasal
dari Madura untuk tetap melestarikan
tradisi-tradisi asli daerahnya dengan cara
menyikapi dengan baik sisi negatifnya
I.Simpulan
untuk menghindari penyalahgunaan tradisi
Membaca kumpulan cerpen Mata
yang seharusnya menjadi kearifan lokal.
Blater karya Mahwi Air Tawar serasa
membawa kita ke Madura, karena Mahwi
sangat
mampu
deskripsi
untuk
J. Biografi Pengarang
menyampaikan
masing-masing
tradisi.
Mahwi Air Tawar, lahir di Pesisir
Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983.
Kumpulan cerpen ini sangat bagus dan
Sejumlah
menarik karena sangat mewakili realitas.
dipublikasikan di pelbagai surat kabar:
Melakukan kajian teks pada kumpulan
Kompas,
cerpen
Mata Blater karya Mahwi Air
Pembaruan,Suara Merdeka, Bali Post,
Tawar, terdapat beberapa kebudayaan
Majalah Sastra Horison, Jurnal Cerpen
dan tradisi dalam masyarakat Madura
Indonesia,
yang diceritakan oleh Mahwi Air Tawar
puisinya juga termuat di sejumlah antologi
dengan
bersama, diantaranya 3 Penyair Timur
kemasan
yang
begitu
baik,
cerpen
dan
Jawa
puisinya
Pos,
danlain-lain.
Suara
Cerpen
dan
sempurna, dan detail. Beberapa budaya
(2006-puisi),
dan tradisi Madura disampaikan melalui
Medan
tokoh-tokoh
dan
alur
International Poetry.(2006-puisi), IBUMI:
penceritaan
yang
dipahami.
Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi
setting
serta
mudah
Puisi.
Dengan penceritaan yang jujur sesuai
(2008-puisi),
dengan
(2006-cerpen),
tradisi
yang
ada
dalam
Herbarium
(2006-puisi),
Sampena
the
Sepasang Bekicot
dan
1st
Muda
Robingah,Cintailah
masyarakat Madura, Mahwi berusaha
Aku (2007-cerpen). Salah satu cerpennya
menyampaikan
yang
bahwa
tradisi-tradisi
berjudul
Pulung
terpilihsebagai
tersebut bernilai positif dan negatif. Kedua
cerpen terbaik dalam lomba yang digelar
nilai
dipisahkan
oleh STAIN Purwokerto danterkumpul
mampu
dalam buku Rendezvouz di Tepi Serayu,
menyampaikan sisi positif dan sisi negatif
(Grafindo-Obsesi,2008-2009-cerpen) dan
tersebut
meskipun
sulit
berbeda.
untuk
Mahwi
75
Jalan Menikung ke (TSI II, 2009-cerpen).
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi
BukitTima, Ujung Laut Pulau Marwah,
Sastra: Sebuah Pengkajian Sastra.
(TSI
Jakarta: Gramedia Widiasarana
III,
2010-cerpen)Buku
Kumpulan
Cerpennya Mata Blater, (2010-cerpen),
dan Seberang Selat Sampan Karapan,
Indonasia
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi
(cerpen -siap terbit, 2011). Tana Merah
Penelitian Sastra. Yogyakarata:
(Novel-siap terbit, 2011). Kini, di samping
Pustaka Belajar.Faruk, 2010.
sebagai
Pengantar Sosiologi Sastra.
editor
lepas,
ia
mengelola
komunitas sastra poetika dan kalèlès,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kalompok Kajian Seni Budaya Madura, di
Hardjana, Andre.1985 . Kritik Sastra:
Yogyakarta.
Sebuah Pengantar. Jakarta : PT
Gramedia
Ratna, Nyoman Kutha. Sosiologi Sastra.
K. DAFTAR RUJUKAN
Air Tawar, Mahwi. 2010. Mata
Blater.Yogyakarta: Matapena
Arikunto. 1998. Metode Penelitian.
Jakarta: PT Gramedia
Jakarta: PT Gramedia
Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik
Sastra Indonesia: Masalah
Sistematika Analisis Struktur Fiksi.
Bandung : Angkasa.
KUMPULAN CERPEN MATA BLATER
KARYA MAHWI AIR TAWAR
Mariam Ulfa, M.Pd.
Surel: ulfamariam@gmail.com
Abstrak
Semua hal yang terangkum dalam karya sastra tidak terlepas dari berbagai
problematika yang dialami manusia baik secara pribadi maupun secara kolektif. Menanggapi
dan menghadapi masalah-masalah tersebut manusia akan melakukan sebuah usaha atau
perjuangan menentukan masa depan yang lebih baik berdasarkan imajinasi, perasaan, dan
intuisinya. Masyarakat Madura memiliki beragam tradisi dan budaya yang cukup dikenal
dalam di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen karya Mahwi Air
Tawar menceritakan tentang tradisi orang-orang Madura antara lain pertunjukan karapan
sapi yang menjadi tolak ukur harga diri seseorang, jika tersinggung orang Madura akan
menyatakan carok yang merupakan pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut masih ada
hingga saat ini.
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dengan cara
memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang
akan dilakukan ini merupakan penelitian yang berjenis kualitatif, yang secara
keseluruhannya memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskripsi, memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan
konteks keberadaannya.
Hasil penelitian ini adalah kritik mimetik terhadap (1) tradisi kerapan sapi yang
cenderung mengeksploitasi hewan lebih dar sekedar hewan peliharaan tetapi diperlakukan
layaknya manusia, (2) budaya carok yang dianggap sebagai kebiasaan dan dibenarkan oleh
kalangan masyarakat Madura meskipun tidak semua menganggap carok sebagai hal yang
patut dibenarkan, (3) ritual Ojung yang merupakan tradisi memanggil hujan dengan jalan
melakukan pertarungan yang melibatkan dua orang laki-laki dewasa hingga terluka.
Pertandingan tersebut bahkan menjadi tontonan masyarakat umum, (4) budaya Sape Sono‘
yang menjadikan seekor sapi disulap seperti seorang perempuan dan diharuskan berjalan
berlenggak-lenggok, hal ini menandakan bahwa seekor hewan diperlakukan selayaknya
hewan.
Kata kunci: kritik mimetik, sastra, kebudayaan Madura
Abstract
All things are summarized in the literature can not be separated from the various problems
that people experience both individually and collectively. Respond to and deal with the
problems that humans will make an effort or struggle determine a better future based on
imagination, feeling, and intuition. Madurese communities have diverse traditions and
cultures are well known in the in Indonesia, even abroad. In the short story collection of
Mahwi Air Tawar work tells of a tradition Madurese among other races show cow that
became the benchmark price of a person, if offended Madurese will declare carok which is
betting esteem. The tradition still exists today.
This research will be done with descriptive method by providing exposure results found in
this study. Research to be conducted is a qualitative research manifold, in total utilizing ways
of interpretation by presenting it in the form of description, give attention to the data
naturally, the data in relation to the context of its existence.
63
64
Results of this study are mimetic criticism against (1) bull racing traditions tend to exploit
animals more than just pets but were treated like human beings, (2) carok culture and
customs are regarded as justified by the Madurese community though not all consider carok
as things that should be justified, (3) Ojung ritual is a tradition summon rain by doing a fight
involving two men till injured. The match was a spectacle even by public, (4) Sape Sono'
tradition 'makes a cow conjured up like a woman and required to walk waddle, it indicates
that an animal is treated like animals.
Keywords: mimetic criticism, literature, culture of Madura
A. Pendahuluan
problematika yang dialami manusia baik
Karya sastra merupakan bagian
secara pribadi maupun secara kolektif.
dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-
Menanggapi dan menghadapi masalah-
tengah
masalah
masyarakat
tidak
luput
dari
tersebut
manusia
akan
pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh
melakukan
sebuah
usaha
atau
tersebut bersifat timbal balik, artinya karya
perjuangan
menentukan
masa
depan
sastra
yang lebih baik berdasarkan imajinasi,
dapat
memengaruhi
dan
dipengaruhi oleh masyarakat.. Hal ini
perasaan,
berarti setiap orang dapat melihat budaya
demikian, perjuangan panjang manusia
masyarakat dalam sebuah karya sastra
dalam memaknai kehidupan akan selalu
bahkan sebagian karya sastra menjadi
melekat dalam teks sastra. Disadari atau
representasi
terhadap
tidak karya sastra menjadi model bagi
masyarakat
tertentu.
kebudayaan
intuisinya.
Dengan
ini
kehidupan pembaca. Setiap persoalan
menunjukkan bahwa karya sastra tidak
maupun gambaran hidup yang dialami
lahir
yang
tokoh dalam cerita akan menimbulkan
sastra
permenungan atau refleksi bagi pembaca
dengan keberagaman tema dan aspek
dalam menentukan sikap dan tindakannya
kehidupan masyarakat yaitu proses kreatif
dalam kehidupan bermasyarakat.
begitu
mendorong
saja.
Uraian
dan
Ada
munculnya
proses
karya
pengarang yang berusaha menciptakan
karya
yang
dapat
menggambarkan
Seiring bermunculannya berbagai
macam dan jenis karya sastra, maka
kenyataan sosial yang benar-benar ada
memunculkan
dalam
serta
penlaian yang dapat disebut kritik sastra.
kaitannya dengan budaya masyarakat
Kritik sastra diharapkan bisa melahirkan
setempat
dengan
kritikan yang mengandung nilai-nilai baik
kreasi estetis dalam sebuah cerita berupa
buruknya, tinggi rendah mutu dari suatu
cerpen dan novel.
karya sastra. Semua orang pun bisa
kehidupan
yang
masyarakat
dimunculkan
Semua hal yang terangkum dalam
karya sastra tidak terlepas dari berbagai
menjadi
sebuah
seorang
apresiasi
dan
kritikus/para
pengapresiasi kalau dilihat dari wilayah
65
kritik sastra umum, meskipun begitu para
Masyarakat
Madura
memiliki
pengkritik ini juga harus sesuai dengan
beragam tradisi dan budaya yang cukup
koridor
bisa
dikenal dalam di Indonesia bahkan hingga
membangun, tidak mencaci, dan tidak
ke luar negeri. Dalam kumpulan cerpen
membaur kedalam hal yang jauh dari
karya Mahwi Air Tawar menceritakan
yang
tentang tradisi orang-orang Madura antara
teori kritik
dikritik,
sastra
dan
yang
juga
bisa
mengekspresikan tujuan pengarang lewat
lain
teks.
menjadi tolak ukur harga diri seseorang,
Berbeda
akademis
dengan
kritik
lebih
bersifat
yang
sastra
kritik
pertunjukan
jika tersinggung
karapan
orang
sapi
Madura
yang
akan
alamiah, dengan kata lain setiap kritikan
menyatakan
yang dilontarkan kritikus harus disertai
pertaruhan harga diri. Tradisi tersebut
dengan
masih ada hingga saat ini.
Artinya
alasan
ia
bisa
pertanggungjawaban.
diterima
berdasarkan
ketentuan
ilmiah.
Sesuai
kerangka
teoritis
dan
akan
merupakan
Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah
metodologi
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan
Kritik sastra yang akan ditulis
ini
yang
dengan
pengungkapan nilai-nilai yang dipakai.
berikut
carok
menggunakan
kritik
Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya
menjadi
salah
satu
mimetik untuk menilai kumpulan cerpen
pendekatan utama menganalisis sastra
Mata Blater karya Mahwi Air Tawar yang
selain pendekatan paragmatik, ekspresif
mengangkat cerita kehidupan nyata orang
dan
Madura serta tradisi-tradisi di dalamnya.
merupakan ibu dari pendekatan sosiologi
Mendengar kata ―Orang Madura‖. Makna
sastra yang darinya dilahirkan metode
pertama kali yang tergambar adalah
kritik sastra yang lain. Mimesis berasal
paradoks dari keluguan dan kecerdasan,
dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.
kesombongan,
serta
Dalam hubungannya dengan kritik sastra
kekerasan dan sekaligus kelucuan. Orang
mimesis diartikan sebagai pendekatan
Madura
Madura
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji
(dimanapun ia berada) akan selalu bisa
karya sastra selalu berupaya mengaitkan
dengan mudah dibedakan, baik dari cara
karya
ia bicara (logatnya), tingkah laku, maupun
kenyataan. Perbedaan pandangan Plato
cara ia memandang sebuah persoalan. Ia
dan Aristoteles menjadi sangat menarik
bisa sangat sombong sekaligus bisa
karena keduanya merupakan awal filsafat
sangat rendah hati. Ia bisa sangat sekuler
alam, merekalah yang menghubungkan
sekaligus bisa sangat religius.
persoalan filsafat dengan kehidupan.dan
itu
kekonyolan,
unik,
orang
pendekatan
sastra
objektif.
dengan
Mimesis
realitas
atau
teori kritik mimetik Abrams yakni kritik
66
mimetik adalah kritik yang memandang
kenyataan. Perbedaan pandangan Plato
karya
pencerminan
dan Aristoteles menjadi sangat menarik
kenyataan kehidupan manusia. Menurut
karena keduanya merupakan awal filsafat
Abrams,
ini
alam, merekalah yang menghubungkan
memandang karya sastra sebagai tiruan
persoalan filsafat dengan kehidupan.dan
aspek-aspek alam. Sastra merupakan
teori kritik mimetik Abrams yakni kritik
pencerminan/penggambaran
dunia
mimetik adalah kritik yang memandang
kehidupan.
yang
karya
sastra
sebagai
kritikus
pada
Sehingga
jenis
kriteria
sastra
sebagai
pencerminan
digunakan kritikus sejauh mana karya
kenyataan kehidupan manusia. Menurut
sastra mampu menggambarkan objek
Abrams,
yang sebenarnya. Semakin jelas karya
memandang karya sastra sebagai tiruan
sastra menggambarkan realita semakin
aspek-aspek alam. Sastra merupakan
baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini
pencerminan/penggambaran
dunia
jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles
kehidupan.
yang
dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
digunakan kritikus sejauh mana karya
adalah tiruan kenyataan.
sastra mampu menggambarkan objek
kritikus
pada
Sehingga
jenis
kriteria
ini
yang sebenarnya. Semakin jelas karya
B. Teori Mimetik
sastra menggambarkan realita semakin
Teori mimetik yang semula dikenal
dengan nama mimeis merupakan salah
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan
Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini
jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles
dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
adalah tiruan kenyataan.
kuno, hingga pada akhirnya Abrams
memasukkannya
menjadi
salah
satu
pendekatan utama menganalisis sastra
C. Metode Penelitian
Penelitian
selain pendekatan paragmatik, ekspresif
dengan
dan
dengan cara
pendekatan
objektif.
Mimesis
ini
metode
akan
dilakukan
penelitian
deskriptif
memberikan
merupakan ibu dari pendekatan sosiologi
hasil-hasil
sastra yang darinya dilahirkan metode
penelitian
kritik sastra yang lain. Mimesis berasal
dilakukan ini merupakan penelitian yang
dari bahasa Yunani yang berarti tiruan.
berjenis
Dalam hubungannya dengan kritik sastra
keseluruhannya memanfaatkan cara-cara
mimesis diartikan sebagai pendekatan
penafsiran dengan menyajikannya dalam
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji
bentuk deskripsi, memberikan perhatian
karya sastra selalu berupaya mengaitkan
terhadap
karya
hubungannya
sastra
dengan
realitas
atau
yang
pemaparan
ini.
ditemukan
Penelitian
kualitatif,
data
yang
yang
alamiah,
dengan
dalam
data
akan
secara
dalam
konteks
67
keberadaannya. Menurut Kutha Ratna
kebudayaan
(2009: 47), sumber data dalam penelitian
penyimpangan tetapi tetap dilaksanakan
kualitatif
secara turun-temurun hingga saat ini.
untuk
sastra
berupa
karya,
yang
merupakan
naskah, data penelitiannya, sebagai data
formal adalah kata-kata, kalimat, dan
E.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu
wacana. data yang terkumpul dalam
penelitian ini berbentuk kata-kata atau
gambar, bukan angka-angka. Tulisan hasil
penelitian
berisi
kutipan-kutipan
dari
kumpulan data untuk memberikan ilustrasi
cara yang ditempuh dalam penelitian
untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
akurat.(Arikunto, 1998:226).
Pengumpulan data digunakan untuk
dan mengisi materi laporan.
Penelitian
penelitian
kualitatif
yang
adalah
bermaksud
untuk
memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku
persepsi,
tindakan,
motivasi,
secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Halhal
yang
perlu
dipaparkan
dalam
penelitian ini meliputi objek penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data. (Moleong, 2010:
memperoleh
keaslian
data
yang
selanjutnya dianalisis. Menurut Arikunto,
(1998:226).
Pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Menurut Arikunto,
(1998:236). Metode dokumentasi adalah
metode baca catat. Teknik pengumpulan
data
ini
dengan
cara
mencari
data
mengenai hal-hal atau variabel berupa
catatan
traskip,
buku,
majalah
dan
sebagainya. Dengan metoda ini yang
diamati bukan benda hidup, tapi benda
6).
mati. ( Arikunto, 1998:200).
D. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Budaya
Masyarakat
Madura
dalam
kumpulan
cerpen Mata Blater karya Mahwi air tawar.
Objek penelitian ini dipilih karena dalam
kumpulan
cerpen
mendeskripsikan
ini
budaya
mampu
masyarakat
Madura yang belum banyak diketahui dan
dikenal orang dan untuk memberikan
pengetahuan bahwa tidak semua tradisi
kebudayaan dalam masyarakat Madura
memiliki nilai-nilai positif tetapi ada tradisi
G.Data dan Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah
kumpulan
cerpen
Mata
Blater
karya
Mahwi Air Tawar. Sumber data dalam
penelitian ini subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 1998:114), berkaitan
dengan karya yang dianalisis, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian
adalah budaya masyarakat Madura yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Mata
Blater karya Mahwi Air Tawar, budaya
tersebut antara lain tradisi kerapan sapi,
68
tradisi carok, tradisi macapat dan tandha‘,
Metode deskriptif kualitatif adalah
tradisi religi, tradisi ritual ojung, dan tradisi
penggambaran atau penguraian dengan
arisan blater.
kata-kata atau kalimat yang dipisahpidaskan
H.Teknik Analisis Data
Metode
data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif.
adalah
melakukan
Metode
atau
deskriptif
menafsirkan
keadaan yang sekarang dengen bertujuan
melukiskan
kondisi
yang
ada
dalam
situasi dan tidak diuraikan untuk menguji
analisis
data
digunakan dalam penelitian ini
teknik
baca
Endraswara
kategori atau sifat sesuatu, tidak terbentuk
angka
catat,
sastra
berkaitan
dengan
fokus
penelitian
2) Mengumpulkan,
menglasifikasi
Menyatakan
karya
dengan
1) Membaca dan mencatat hal penting
menganalisis,
data
dan
berdasarkan
fokus penelitian masing-masing
3) Setelah melalui analisis data dan
mengungkap, memahami dan menangkap
moral
data
adalah sebagai berikut :
yang
adalah
halnya
Prosedur analisis data dalam penelitian ini
pengkodean,
(2003:16).
seperti
penelitian kuantitatif (Arikunto,1998:245).
yang
bahwa analisis digunakan apabila hendak
aspek
untuk
data kualitatif yaitu jenis data dengan
hipotesis (Arikunto, 2006: 229).
Teknik
kategori
memperoleh kesimpulan. Sedangkan jenis
analisis
metode
menurut
klasifikasi, untuk memudahkan dalam
dan
menganalisis
pemahaman tersebut mengandalkan tafsir
data
diperlukan
pengkodean (Endraswara,2006:164).
sastra.Pengumpulan data adalah suatu
cara yang ditempuh dalam penelitian
H. Pembahasan
untuk mendapatkan data yang sesuai
dengan apa yang diteliti dan bersifat
data
adalah
Tradisi
Kerapan
Sapi
dalam
Masyarakat Madura
akurat. (Arikunto, 1998:226).
Mengolah
1.
usaha
Tradisi
Karapan
Sapi
terdapat
konkrit mengolah data untuk membuat
data itu menjadi jelas hal itu disebabkan
karena berapapun banyaknya data yang
terkumpul apabila tidak tersusun secara
dalam kumpulan cerpen Mata Blater karya
Mahwi Air Tawar digambarkan dengan
sangat sempurna, karena latar belakang
sistematis, maka data merupakan bahan
yang tidak dapat dijelaskan, metode yang
dijelaskan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif.
sosial Mahwi berasal dari Madura, maka
dia
dengan
sangat
mudah
menggambarkan tradisi kerapan sapi di
Madura, ini menandakan bahwa Mahwi
69
mengangkat cerita yang nyata ada dalam
tradisi
masyarakat
Madura.
Tradisi
Berdasarkan penjelasan tentang
kerapan sapi Madura sama dengan
kutipan yang yang ada dalam salah satu
Kerapan
Sapi
adalah
acara
khas
masyarakat Madura yang di gelar setiap
tahun
pada
bulan
Agustus
cerpen Mahwi yang berjudul kerapan sapi,
seperti berikut ini :
“Debu mengepul. Gegap gempita
dan sorak-sorai terus bersahutsahutan.
Para
penonton
berdesakan saat memasuki pintu
gerbang
lapangan
Trunojoyo.
Saronen terus berbunyi, memandu
gerakan selendang penandak yang
sengaja diundang dalam rangka
menyemarakkan pesta karapan
sapi.”
―Pasangan-pasangan
sapi
memasuki lapangan karapan. Para
penonton
yang
sebermula
berkerumun segera menyingkir ke
pinggir
lapangan.
Dari
bibir
masing-masing pengiring sapi
karapan, seulum senyum, meski
bias dan terkesan dipaksa, terus
mengembang.
Mata
mereka
mengirim isyarat kepada para
penonton, meminta agar turut serta
mendoakan sapi karapan masingmasing.”
atau
September, dan akan di lombakan lagi
pada final di akhir bulan September atau
Oktober. Pada Karapan Sapi ini, terdapat
seorang joki dan 2 ekor sapi yang di
paksa untuk berlari sekencang mungkin
sampai garis finis. Joki tersebut berdiri
menarik
semacam
kereta
kayu
dan
mengendalikan gerak lari sapi. Panjang
lintasan pacu kurang lebih 100 meter dan
berlangsung dalam kurun waktu 10 detik
sampai 1 menit. Penceritaan Mahwi sama
Cerpen
persis dengan kenyataan yang ada di
kerapan
lapangan.
sapi
menggambarkan
Prosesi awal dari karapan sapi ini
adalah
Mahwi
dengan
mengarak
pasangan-
yang
sangat
tradisi
sebenarnya
kehidupan
nyata
kerapan
ada
masyarakat
sapi
dalam
Madura
dengan diiringi gamelan Madura, yaitu
bahwa tradisi kerapan sapi benar-benar
Saronen.
adalah
ada dalam masyarakat Madura, maka
dan
dapat dilihat pada gambar berikut ini yang
penentuan
kelompok
menang
membuktikan
kelompok kalah. Babak kedua adalah
berupa
penentuan juara kelompok kalah, sedang
dilaksanakannya kerapan sapi di Madura
babak ketiga adalah penentuan juara
yang merupakan tradisi rutin setiap tahun.
kelompok menang. Piala Bergilir Presiden
hanya diberikan pada juara kelompok
menang.
plakat
Untuk
mampu
hingga
pertama
ini.
dan
berjudul
pasangan sapi mengelilingi arena pacuan
Babak
saat
yang
pengumuna
akan
70
dipandang
meraih
sebagai
status
sosial
alat
untuk
di
dunia
blater. Kultur blater dekat dengan
unsur-unsur
religio-magis,
kekebalan, bela diri, kekerasan,
dunia hitam, poligami, dan sangat
menjunjung
tinggi
kehormatan
harga diri.
-
2. Budaya Carok Dalam Masyarakat
pemenang carok untuk nabang
Madura
(memperoleh keringanan hukum
Dalam
Blater
kumpulan
terdapat
Budaya
carok
cerpen
cerita
juga
tentang
tidak
Mata
carok.
luput
dari
penceritaan yang ada dalam kumpulan
cerpen Mata Blater. Di Indonesia, carok
telah dianggap sebagai ciri khas kelompok
etnik Madura. Teror eceran berbentuk
carok merajalela akibat alam gersang,
kemiskinan,
dan
ledakan
demografis.
Pelembagaan kekerasan carok terkait erat
dengan mentalitas egolatri (pemujaan
martabat
secara
berlebihan)
sebagai
akibat tidak langsung dari keterpurukan
ekologis.
Selain
hal
itu
penyebab
terjadinya carok adalah sebagai berikut.
-
Persetujuan
sosial
melalui
ungkapan – ungkapan. Ungkapanungkapan
Madura
persetujuan
memberikan
sosial
dan
pembenaran kultur tradisi carok.
-
Proteksi berlebihan terhadap kaum
wanita. Carok refleksi monopoli
kekuasaan laki-laki
-
Lemahnya hukum. Kebiasaan para
Upaya meraih status sosial. Carok
oleh
sebagian
pelakunya
melalui
rekayasa
peradilan)
dengan menyuap polisi, hakim,
dan jaksa juga turut berperan
melembagakan
kekerasan
di
Madura.
Kutipan berikut akan memperkuat
penjelasan di atas :
“Lebih baik mati berkalang tanah
daripada
menangung
hinaan
orang. Harga diri haruas dijunjung
tinggi. Begitu selalu Madrusin
mengawali pembicaraan di setiap
pertemuan. Kalau benar kabar
bahwa Sati menangis karena
diancam oleh Indrajid dan dipaksa
orang tuanya untuk minum air
kembangsetiap saat, maka tak
pelak lagi, tiba saatnya bagi
Madrusin
memperlihatkan
keperkasaannya sebagai lelaki. Ioa
menganggap Indrajid dan orang
tua sati telah melampaui batas.
Maka, bergeraklah.
“Keparat, bajingan tengik!” umpat
Madrusin sambil menatap kain
panjang berwarna merah yang
melilit celurit yang menggantung di
balik pintu. Kepada Tanjib ia ia
meminta sabut kelapa,dupa,dan air
kembang. Tak lama kemudian,
asap dari sabut kelapa itu
mengepul dan bau kemenyan
menyeruak memenuhi ruangan
yang hening. Madrusin kepalkan
71
tangan setelah ditangkupkan pada
sabut kelapa yang mengepulkan
asap dan bau kemenyan. Tampak
dari sela jemarinya asap dupa
berebut mengepul, dan dengan
tangan yang masih dipenhui asap
itu, diambilnya celurit. Diusapnya
senjata
itu
beberapa
kali
sebelumnya akhirnya ia membuka
sarung celurit itu”.
Mahwi
berhasil
menceritakan
carok yang memang nyata ada dalam
kehidupan nyata dengan kemasan yang
elegan
dan
sarat
norma.
Carok
diceritakan Mahwi melalui tokoh-tokoh
yang mengatasnamakan carok sebagai
mempertahankan
hal
yang
dianggap
benar, dan jika dengan menyelesaikan
permasalahan dengan damai, maka carok
merupakan
satu-satunya
menyelesaikannya.
jalan
Mengapa
untuk
saya
katakan
Mahwi
dengan
elegan?
diceritakan
carok
menyampaikan
Karena
Mahwi
yang
carok
merupakan
sebenarnya
ada
carok
yang
esensi
dalam
masyarakat Madura, bukan carok yang
selama ini terjadi karena hal remehtemeh. Dikatakan sarat norma dalam
cerpen
carok
ini,
dengan
membaca
cerpen ini dan memahami maksudnya,
maka
pembaca
dapat
menemukan
menyimpulkan bahwa sebenarnya carok
sangat merugikan bagi kedua belah pihak,
meskipun
carok
itu
adalah
tradisi
masyarakat Madura sendiri. Dari gambar
yang diambil dari sebuah berita online
membuktikan
bahwa
penyelesaian
masalah dengan cara carok masih ada di
Madura :
LENSAINDONESIA.COM: Tak terima sang ayah menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit
karena kalah carok (perang senjata tradisional Madura). Sang anak pun nekat membalas dendam
dan membunuh musuh ayahnya. Adalah Marzuki alias Suki bin Manaf (31), warga Kampung Raas
Dusun Raas Desa Kemuning Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan. Zuki menuntaskan
dendamnya usai membabat sekujur tubuh Mat Ikhsan, warga Kampung Goa Dusun Soket Laok
Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan musuh ayahnya dengan duel maut satu lawan satu dengan
menggunakan clurit.
3.Ritual
Madura
Ojung
dalam
Masyarakat
Salah
satu
tradisi
dalam
masyarakat Madura khususnya pesisir
72
dilengkapi media rotan berukuran besar
kesayangan Ke Lesap. Datanglah
ke sana.Mintalah. Bukaknkah Ke
Lesap pernah bilang, satu-satunya
di kampung ini yang bisa
memainkan ojung hanya kamu?”
kakakku yang sedari tadi bungkam
mulai bicara”.
sepanjang 1 meter sebagai alat memukul.
Kritik ini merupakan kritik mimetik,
Ritual ini biasanya diselenggarakan agar
jika semakin mewakili kehidupan nyata
segera turun hujan dan terhindar dari
maka akan semakin bagus karya sastra
malapetaka
musim
tersebut, maka harus saya katakan bahwa
kemarau dan biasanya diiringi dengan
Mahwi menceritakan ojung dengan begitu
musik yang jarang dijumpai di daerah lain
lengkap dan detail sehingga pembaca
yang terdiri dari 3 buah dung-dung (akar
mampu memunculkan gambaran tentang
pohon
bagaimana
timur Madura adalah pelaksanaan ritual
Ojung. Ojung dalam bentuknya adalah
sejenis permainan yang melibatkan dua
orang
untuk
beradu
akibat
siwalan)
fisik
kekeringan
yang
dengan
dilubangi
di
pelaksanaan
ojung
dan
tengahnya sehingga bunyinya seperti bas,
paham tujuannya. Berikut gambar tradisi
dan kerca serta satu alat musik kleningan
ritual ojung di Madura :
sebagai pengatur lagu. Dalam kumpulan
cerpen Mata Blater terdapat cerita tentang
ritual ojung yang hingga kini masih
dilakukan oleh masyarakat Madura bagian
Timur, hal tersebut terbukti dalam kutipan
berikut :
“Mereka memintaku mendatangi
seorang pawang yang tak lain
adalah adik kakekku sendiri.
Mereka ingin agar kakekku segera
bertindak,
mengusir
kemarau
tahun ini yang terlampau panjang
hingga tanah-tanah mengeras,
kering-kerontang,
bertumbang
pohon siwalan, hanya menyisakan
sejengkal lubang harapan, dan
ladang-ladang
tak
lagi
mendatangkan untung, panen
jagung berujung malang, dan di
laut
para
nelayan
hilang
tangkapan. Inilah saatnya: hujan
harus didatangkan!Ritual ojung
mesti dilangsungkan.”
“ Ojung!ojung, Kak.Harus
dilaksanakan.Harus!
tegas
seseorang.
“Lakukanlah,Lek!
Kamu
ponggebe. Dulu kamu santre
4.Kebudayaan
Sapi
Sonok
Dalam
kebudayaan
Madura
Masyarakat Madura
Satu
lagi
yang tidak luput dari penceritaan Mahwi
yaitu
kebudayaan
Sapi
Sonok.
Sapi
Sonok sendiri merupakan jenis karapan
sapi juga, akan tetapi untuk sapi berjenis
kelamin betina dan yang dilombakan
adalah keindahan sapi saat berjalan dan
berpakaian.Kontes Sapi Sonok tersebut
diadakan sebagai upaya untuk
lebih
73
“Gemerincing gelang kaki. Kalung
kuningan padaleher sepasang sapi
sonok yang berdenting-denting.
Bau
kemenyan
dan
semerbakkembang
menyeruak
dari arah barat halaman samping
langgar.”
memperkenalkan tradisi Sapi Sonok ke
masyarakat luas, umumnya masyarakat di
luar pulau Madura.
Sapi
sonok
dalam
perkembangannya bukan hanya menjadi
perekat hubungan sosial, namun juga
“Ya, sepasang sapi sonok itu,
Rattin namanya. Cah,oh, lihatlah:
mereka terus berlenggang di
bawah
temaram
cahaya
serungking,di dalam lingkaran,
berlenggang,
dan
terus
berlenggang. Sesaat kemudian,
merekaakan berjingkrak seiring
musik yang menghentak rancak.
Dan, Rattin akan melenguh
panjang seiring lenggang gemulai.
memiliki makna budaya dan tehnologi.
Bagi Pamekasan sapi sonok telah menjadi
kebanggan tersendiri. Bupati Pamekasan
telah mendapatkan penghargaan sebagai
bupati yang memiliki kepedulian yang
tinggi atas pelestarian budaya karena
komitrnennya untuk melestarikan sapi
sonok ini.
Pasangan
sapi
betina
yang
menjadi peserta kontes sapi ―sonok‖
Cerita tentang sapi sonok nyata
didandani selempang yang didominasi
ada
warna
Madura.
kuning
keemasan
pada
leher
dalam
kehidupan
masyarakat
Mahwi mampu menceritakan
hingga dada. Selain itu, di leher sapi
tentang sapi sonok dengan sempurna
tersebut diberi ―pangonong‖ yang terbuat
melalui penggambaran tokoh sapi yang
dari
bernama
kayu
berukir
sebagai
perangkai
Rattin
mendeskripsikan
pasangan sapi.
dan
jokinya.
tentang
sapi
Mahwi
yang
Sebelum acara dimulai, beberapa
didandani dengan aksesoris lengkap yang
pemilik sapi menari sambil menggiring
disebutkan satu persatu dalam cerpennya,
sapi-sapi mereka keliling lapangan. Grup
dan bagaimana pelaksanaan sapi sonok,
musik Saronen yang terdiri atas tiga
yang sama dengan pelaksanaan sapi
pemain kenong, satu pemain kendang,
sonok dalam kehidupan nyata. Hal ini
satu pemain gong, dua pemain terompet,
menandakan bahwa kumpulan cerpen
dan
mengiringi
Mata Blater benar-benar menggambarkan
pasangan sapi yang melenggang dengan
realitas sosial. Beriku gambar sapi sonok
kepala
Madura :
dua
pemain
tegak
model.Penjelasan
kecer
bak
tentang
seorang
Tradisi
Perlombaan Sapi Sonok persis dengan
cerita yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Mata Blater karya Mahwi Air
Tawar seperti dikutip berikut ini :
74
tradisi-tradisi tersebut dengan kesan tidak
menggurui, tetapi menggunakan pesanpesan tersirat melalui tokoh-tokoh dan
karakter serta cerita.Kumpulan cerpen ini
sangat layak dibaca bukan saja oleh
orang-orang Madura khususnya, tetapi
juga para pembaca yang bukan berasal
dari Madura untuk tetap melestarikan
tradisi-tradisi asli daerahnya dengan cara
menyikapi dengan baik sisi negatifnya
I.Simpulan
untuk menghindari penyalahgunaan tradisi
Membaca kumpulan cerpen Mata
yang seharusnya menjadi kearifan lokal.
Blater karya Mahwi Air Tawar serasa
membawa kita ke Madura, karena Mahwi
sangat
mampu
deskripsi
untuk
J. Biografi Pengarang
menyampaikan
masing-masing
tradisi.
Mahwi Air Tawar, lahir di Pesisir
Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983.
Kumpulan cerpen ini sangat bagus dan
Sejumlah
menarik karena sangat mewakili realitas.
dipublikasikan di pelbagai surat kabar:
Melakukan kajian teks pada kumpulan
Kompas,
cerpen
Mata Blater karya Mahwi Air
Pembaruan,Suara Merdeka, Bali Post,
Tawar, terdapat beberapa kebudayaan
Majalah Sastra Horison, Jurnal Cerpen
dan tradisi dalam masyarakat Madura
Indonesia,
yang diceritakan oleh Mahwi Air Tawar
puisinya juga termuat di sejumlah antologi
dengan
bersama, diantaranya 3 Penyair Timur
kemasan
yang
begitu
baik,
cerpen
dan
Jawa
puisinya
Pos,
danlain-lain.
Suara
Cerpen
dan
sempurna, dan detail. Beberapa budaya
(2006-puisi),
dan tradisi Madura disampaikan melalui
Medan
tokoh-tokoh
dan
alur
International Poetry.(2006-puisi), IBUMI:
penceritaan
yang
dipahami.
Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi
setting
serta
mudah
Puisi.
Dengan penceritaan yang jujur sesuai
(2008-puisi),
dengan
(2006-cerpen),
tradisi
yang
ada
dalam
Herbarium
(2006-puisi),
Sampena
the
Sepasang Bekicot
dan
1st
Muda
Robingah,Cintailah
masyarakat Madura, Mahwi berusaha
Aku (2007-cerpen). Salah satu cerpennya
menyampaikan
yang
bahwa
tradisi-tradisi
berjudul
Pulung
terpilihsebagai
tersebut bernilai positif dan negatif. Kedua
cerpen terbaik dalam lomba yang digelar
nilai
dipisahkan
oleh STAIN Purwokerto danterkumpul
mampu
dalam buku Rendezvouz di Tepi Serayu,
menyampaikan sisi positif dan sisi negatif
(Grafindo-Obsesi,2008-2009-cerpen) dan
tersebut
meskipun
sulit
berbeda.
untuk
Mahwi
75
Jalan Menikung ke (TSI II, 2009-cerpen).
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi
BukitTima, Ujung Laut Pulau Marwah,
Sastra: Sebuah Pengkajian Sastra.
(TSI
Jakarta: Gramedia Widiasarana
III,
2010-cerpen)Buku
Kumpulan
Cerpennya Mata Blater, (2010-cerpen),
dan Seberang Selat Sampan Karapan,
Indonasia
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi
(cerpen -siap terbit, 2011). Tana Merah
Penelitian Sastra. Yogyakarata:
(Novel-siap terbit, 2011). Kini, di samping
Pustaka Belajar.Faruk, 2010.
sebagai
Pengantar Sosiologi Sastra.
editor
lepas,
ia
mengelola
komunitas sastra poetika dan kalèlès,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kalompok Kajian Seni Budaya Madura, di
Hardjana, Andre.1985 . Kritik Sastra:
Yogyakarta.
Sebuah Pengantar. Jakarta : PT
Gramedia
Ratna, Nyoman Kutha. Sosiologi Sastra.
K. DAFTAR RUJUKAN
Air Tawar, Mahwi. 2010. Mata
Blater.Yogyakarta: Matapena
Arikunto. 1998. Metode Penelitian.
Jakarta: PT Gramedia
Jakarta: PT Gramedia
Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik
Sastra Indonesia: Masalah
Sistematika Analisis Struktur Fiksi.
Bandung : Angkasa.