FILANTROPI ISLAM SEBAGAI STABILITAS KEHIDUPAN

FILANTROPI ISLAM SEBAGAI STABILITAS KEHIDUPAN
Oleh: Anang Wahyu

Abstrak
Secara bahasa, filantropi berarti kedermawanan, kemurahatian, atau sumbangan sosial;
sesuatu yang menunjukkan cinta kepada manusia. Istilah filantropi (philanthropy) ini sebenarnya
berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia), yang secara harfiah diartikan
sebagai konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (service) dan asosiasi
(association) dengan sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi
rasa cinta.
Dalam hal ini, Islam menampilkan dirinya sebagai agama yang berwajah
filantropis. Wujud filantropi ini digali dari doktrin keagamaan yang bersumber dari al-Qur‟an
dan Hadits yang dimodifikasi dengan perantara mekanisme ijtihad sehingga institusi zakat, infak,
sedekah, dan wakaf muncul. Tujuannya adalah supaya harta itu jangan hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja. Karena itu, filantropi Islam dapat juga diartikan sebagai pemberian
karitas (charity) yang didasarkan pada pandangan untuk mempromosikan keadilan sosial dan
maslahat bagi masyarakat umum.
Dalam al-Qur‟an, dasar filantropi Islam bersumber dari Surat al-Ma‟ûn: 1-7, Di mana salah
satu dari tanda orang yang mendustakan agama adalah tidak menyantuni anak yatim. Dan pada
bunyi ayat ; “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan
dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Itu
artinya ada konsep sosial keagamaan yang kemudian memunculkan doktrin zakat (tazkiyah)
yang mengalami dua tahap yaitu, tahap makkiyah (theologis) yang merupakan tahap
pembersihan diri, dan tahap madaniyah yaitu tahap pembersihan harta dengan memberikannya
kepada delapan ashnâf seperti yang terdapat dalam Q.S. At-Taubah: 60.
Diharapkan dengan konsep filantropi Islam ini umat Islam faham betul tentang bagaiman
kemaslahatan itu bisa lestari dan terlaksana agar tidak ada kesenjangan diantara si kaya dan si
miskin.
Nilai-nilai filantropi Islam ini sangat dibutuhkan pada era kini, karena sangat berkurangnya
kesadaran moral untuk saling menolong, dan menjadikan manusia terkotak-kotakkan pada
keadaan. Padahal jika kesadaran dalam menjalankan konsep filantropi Islam ini bisa terusmenerus dan meningkat, tidak di pungkiri akan meningkatnya kesejahteraan di muka bumi.
Semoga kita sebagai umat Islam dapat meningkatkan kesadaran saling tolong menolong
dan menerapkan konsep filantropi Islam, dan dapat meningkatkan kualitas manusia sebagai
kholifah fil ard yang dapat menstabilkan kehidupan di dunia dan bermanfaat di akhirat.

PENDAHULUAN

Secara bahasa, filantropi berarti kedermawanan, kemurahatian, atau sumbangan sosial;
sesuatu yang menunjukkan cinta kepada manusia.1 Istilah filantropi (philanthropy) ini
sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia), yang secara

harfiah diartikan sebagai konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (service) dan
asosiasi (association) dengan sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai
ekspresi rasa cinta.2
Kata Philanthropy

sering dimaknai sebagai “ungkapan cinta kasih kepada sesama

manusia”. Tidak memberi batasan pengungkapan cinta kasih ini dalam bentuk uang atau barang,
melainkan “pekerjaan atau upaya yang dimaksudkan untuk meningkatkan rasa cinta pada
sesama dan kemanusiaan”. Sementara Kamus Bahasa Indonesia memadankan kata
kedermawanan dengan kata filantropi, yang diserap dari kosakata bahasa Inggris philanthropy,
yang berarti cinta kasih atau kedermawanan sosial terhadap sesama. Dari dua definisi kamus dan
etimologis di atas, kedermawanan bisa dimaknai sebagai tindakan sukarela yang bertujuan untuk
kepentingan umum atau perbaikan kondisi manusia. Artinya lagi, kedermawanan adalah usaha
moral untuk pembebasan manusia dari segala masalahnya.
Kemiskinan merupakan tema yang menarik diperbincangkan terutama bagi kalangan
ilmuwan sosial. Banyak kajian menawarkan solusi guna menanggulangi kemiskinan, akan tetapi
wajah kemiskinan tetap eksis di tengah dinamika perubahan zaman. Upaya untuk menanggulangi
masalah kemiskinan dilakukan terus menerus oleh para pakar di sepanjang zaman dalam upaya
menemukan bentuk yang ideal pengentasan kemiskinan. Tema kemiskinan dikaji tidak hanya

oleh negara-negara berkembang tetapi juga negara-negara maju. Sebelum mengenal kajiankajian ilmiah mengenai masalah kemiskinan, masyarakat sudah menjalankan tradisi yang
merespon terhadap permasalahan kemiskinan dalam bentuk pemberian. Kegiatan “memberi”
dalam berbagai bentuknya tidak terbatas dalam bentuk uang atau barang melainkan juga
pekerjaan atau berbagai upaya untuk meringankan beban orang miskin serta meningkatkan
kesejahteraannya disebut sebagai filantropi.3

1

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995), 427.
Andi Agung Prihatna. Filantropi dan Keadilan Sosial di Indonesia, dalam Chaider S. Bamualim dan Irfan
Abubakar (ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa dan Budaya UIN Syahid Hidayatullah, 2005), 3-4.
3
Zaim Saidi, dkk, Kedermawanan Untuk Keadilan Sosial, (Jakarta: Piramedia, 2006), hal. 4-5

2

Praktik filantropi seperti ini berlangsung cukup lama di dalam masyarakat, meski pola
prakteknya bersifat interpersonal dan tidak terorganisir. Disamping itu, kesadaran berfilantropi
masyarakat di pedesaan tidak hanya bersumber dari norma-norma sosial yang menjunjung tinggi

nilai solidaritas gotong-royong dan saling membantu, akan tetapi juga bersumber dari nilai-nilai
religiusitas sangat dimungkinkan keberadaannya karena ajaran-ajaran agama mengajarkan dan
menganjurkan untuk berbuat kebajikan.4
Menurut James O. Midgley, filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga
pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya pengentasan
kemiskinan yaitu pendekatan social service (social administration), social work dan
philanthropy.5 Filantropi sebagai salah satu modal sosial telah menyatu di dalam kultur komunal
(tradisi) yang telah mengakar sejak lama khususnya di masyarakat pedesaan. Fakta kultural
menunjukkan bahwa tradisi filantropi dilestarikan melalui pemberian derma kepada teman,
keluarga, dan tetangga yang kurang beruntung. Ciri lainnya ditunjukkan dengan tuntutan
masyarakat untuk memprioritaskan tujuan meringankan beban orang miskin yang jumlahnya
naik 1 hingga 48% selama krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.6
Disamping itu, filantropi juga merupakan salah satu unsur dalam ajaran agama yang
memperhatikan masalah duniawi terutama masalah kemiskinan. Secara fungsional, agama
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat, baik bagi masyarakat tradisional
maupun modern, agama merupakan tempat mereka mencari makna hidup yang final dan ultimate
sehingga segala bentuk perilaku dan tindakan selalu berkiblat pada tuntunan agama (way of
life).7 Agama tidak hanya menuntun umatnya untuk mengurusi kehidupan ukhrowi (akhirat) saja
akan tetapi juga menyangkut kehidupan duniawi terutama masalah-masalah sosial seperti
kemiskinan.

Dalam

hal

ini,

Islam

menampilkan

dirinya

sebagai

agama

yang berwajah

filantropis. Wujud filantropi ini digali dari doktrin keagamaan yang bersumber dari al-Qur‟an
dan Hadits yang dimodifikasi dengan perantara mekanisme ijtihad sehingga institusi zakat, infak,


Dwight F Burlingame, “Philanthropy” dalam Microsoft Encarta Standard 2006; Thomas M.
Smith,2004,“ReligiousAffiliationandPhilanthropy”,http://www.religionomics.com/erel/S2Archives/REC04/Smith
Religionandphilanthropy.pdf, (Desember,2014)
5
James O. Midgley, Social Development,(London: Publication,1995), 74.
6
Pirac, Investing in Our Selves ;Giving and Fund Raising In Indonesia, (Phillipine: Asian Development Bank,
2002), 9.
7
Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT.Eresco, 1995), 63.
4

sedekah, dan wakaf muncul.8 Tujuannya adalah supaya harta itu jangan hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja.9 Karena itu, filantropi Islam dapat juga diartikan sebagai pemberian
karitas (charity)10 yang didasarkan pada pandangan untuk mempromosikan keadilan sosial dan
maslahat bagi masyarakat umum.11 Namun, jika karitas lebih dekat pada ajaran keagamaan
sehingga prakteknya lebih bersifat individual dan menyangkut pahala dan dosa, maka dalam
filantropi cakupannya lebih luas karena lebih dekat dengan filsafat moral yang dalam praktiknya
bersifat sosial. Selain itu, sistem karitas juga lebih menjamin kebebasan dan hanya dapat berlaku

pada sistem masyarakat kapitalis, yang liberal, di mana masyarakat dapat menghargai individu
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selain itu, orang mendapatkan kebebasan untuk
memupuk harta kekayaan, karena hanya dengan menjadi kaya, orang dapat melaksanakan
karitas, yang pada akhirnya dengan karitas, orang dapat masuk surga. Karena, “barang siapa
yang bermurah kasih terhadap sesama manusia, maka ia akan dicintai dan dikasihi oleh
Tuhan”.12
Dalam al-Qur‟an, dasar filantropi Islam bersumber dari Surat al-Ma‟ûn: 1-7, Di mana
salah satu dari tanda orang yang mendustakan agama adalah tidak menyantuni anak yatim. Dan
pada bunyi ayat ; “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.13 Itu artinya ada konsep sosial keagamaan yang kemudian memunculkan doktrin
zakat (tazkiyah) yang mengalami dua tahap yaitu, tahap makkiyah (theologis) yang merupakan
8

Ali Amin Isfandiar, Tinjauan Fiqh Muamalat dan Hukum Nasional tentang Wakaf di Indonesia dalam Jurnal
La_Riba; Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No. I, (Jakarta: Teraju, 2008), 51-52.
9
Al-Qur‟an, 59: 7.
10

Chariety (belas kasihan) merupakan suatu konsep yang bersifat keagamaan yang didasarkan atas cinta kepada
Tuhan. Lihat dalam Marcel A. Boisard, Humanisme Dalam Islam, terj. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
136-137.
11
Murni Jamal, Filantropi Islam Untuk Keadilan Sosial, dalam Idris Thaha (ed),Berderma Untuk Semua; Wacana
Dan Praktek Filantropi Islam, (Jakarta: Teraju, 2003), 13. Bahkan lebih dari itu Azyumardi Azra mengatakan
bahwa dengan adanya filantropi Islam yang digalakkan dapat menciptkan adanya civil society, yaitu suatu
masyarakat yang diluar negara yang dapat mengatur dirinya sendiri. Hal ini dapat terlihat dalam kasus yang terjadi
di Indonesia di abad ke-19 M saat Belanda melakukan konsolidasi kekuasaan, di mana umat muslim memilih
mengaliensikan diri dari kekuasaan. Mereka menolak berabung dengan Belanda dan menggalakkan filantropi
hingga ahirnya tumbuhlah pesantren-pesantren dan madrasah. Lihat dalam Azyumardi Azra, Diskursus Filantropi
Islam Dan Civil Society, dalam Idris Thaha (ed), Berderma Untuk Semua; Wacana Dan Praktek Filantropi
Islam, (Jakarta: Teraju, 2003), 24-27.
12
Inilah yang mejadi doktrin protestantise. Lihat dalam M. Dawam Raharjo,Filantropi Islam dan Keadilan Sosial;
Mengurai Kebingungan Epistemologis, dalam Idris Thaha (ed), Berderma Untuk Semua; Wacana Dan Praktek
Filantropi Islam,(Jakarta: Teraju, 2003), 213-216.
13
Al- Qur‟an, 9: 103.


tahap pembersihan diri, dan tahap madaniyah yaitu tahap pembersihan harta dengan
memberikannya kepada delapan ashnâf seperti yang terdapat dalam Q.S. At-Taubah: 60. Pada
posisi inilah karitas dapat dipahami sebagai filantropi, sebab seperti kita ketahui bahwa pada
dasarnya filantropi Islam sangat kental dengan sifatnya yang individual karena kaitannya dengan
ibadah. Selain itu, dasar filantropi dalam al-Qur‟an juga terdapat dalam enam surat pertama yang
diturunkan di Makkah, yaitu Q.S. AL-Lahab: 2-3, Q.S. al-Humazah: 1-3, Q.S. al-Maûn: 1-3,
Q.S. al-Takâtsur: 1-2, Q.S. al-Layl: 5-11, dan Q.S. al-Balad: 10-16. Ini menunjukkah bahwa
wahyu yang turun di awal-awal masa kenabian membawa visi sosial al-Qur‟an untuk
menegakkan keadilan sosial dan ekonomi. Tidak hanya itu, ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah pun masih banyak yang menekankan tentang pentingnya menerapkan filantropi,
diantaranya QS. Al-Taubah: 34 dan 71, Q.S. Al-Baqarah: 2-3 dan 272, Q.S. dan Ali-Imran:
180.14

PEMBAHASAN
A. Zakat
Zakat adalah harta yang wajib oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.15 Secara etimologi zakat dapat diartikan berkembang dan berkah. Selain itu
zakat juga dapat diartikan mensucikan sebagaimana dalam firman Allah SWT:
‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َه ْي َش َّكهَا‬

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”16
Sedangkan menurut istilah syar‟i zakat berarti sesuatu yang dikeluarkan atas nama
harta atau badan dengan mekanisme tertentu.17
Zakat diwajibkan pada tahun ke 2 hijriyah setelah pensyariatan zakat fitrah. Dasar
pensyariatannya yaitu al-Qur‟an, sunah, dan ijma‟. Allah berfirman, “Tunaikanlah Zakat”
(QS. al-Baqoroh:43) dan firman-Nya,
14

M. Dawam Raharjo,Filantropi Islam dan Keadilan Sosial; Mengurai Kebingungan Epistemologis, dalam Idris
Thaha (ed),.. ., 217.
15
UU NO. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 tentang Ketentuan Umum (Jakarta : PT Grasindo,
2006) ,81.
16
Al- Qur‟an, 91: 9.
17
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, fiqh ibadah, (jakarta: Amzah, 2009), 43.

                  
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

memeriisihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”18
Dalam sunah Nabi banyak disampaikan hadist tentang zakat, diantaranya, “Islam
dibangun atas lima dasar, antara lain menunaikan zakat,”(HR. Syaikhani dari ibnu Umar).
Para Ulama‟ kemudian sepakat mewajibkan zakat. Hadist tersebut menunjukkan bahwa
zakat merupakan salah satu rukun Islam. Orang yang mengingkari zakat dinyatakan kafir,
meskipun dia menunaikannya. Orang yang menolak untuk mengeluarkan zakat harus
diperangi dan dirampas hartanya secara paksa, seperti yang dilakukan Abu Bakar asShiddiq.19
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat jiwa yang diambil dari kata” fitrah” yang merupakan
asal kejadian. Sedangkan menurut pengertian syara‟ adalah zakat yang dikeluarkan oleh
seorang muslim dari sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan untuk
mensucikan jiwanya serta menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
puasanya seperti perkataan yang kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.
Diriwayatkan oleh Ibn Abbas, ia berkata:
ْ ِ‫م شَ َكاج َْالف‬.‫فَ َسض َزسُىْ ُل هللاِ ص‬
‫ث َوطُ ْع َوحً لِ ْل َو َسا ِك ْي ِي‬
ِ َ‫ط ِس طُ ْه َسجً لِلصَّائِ ِن ِه ْي الَّل ْغ ِى َوالَّسف‬
Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang puasa dari
perbuatan sia-sia(al-laghw) dan perkataan kotor (ar-rafats), sekaligus untuk memeriii
makan orang-orang miskin.
a.

Syarat wajib zakat fitrah
Syarat wajib zakat fitrah antara lain:
1) Islam

Al- Qur‟an, 9: 103.
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2010), 433-434

18
19

2) Adanya kelebihan makanan untuk kebutuhan sehari-hari dan orang yang berada
dalam tanggungan nafkahnya pada malam hari raya dan ketika hari raya.
3) Mendapati bagian akhir ramadhan dan bagian bulan syawal.
b.

Kadar dan bentuk zakat fitrah
Kadar yang wajib bagi setiap individu dalam zakat fitrah yaitu satu sha’ dari
sesuatu yang biasa dimakan oleh penduduk negeri tersebut, baik berupa biji-bijian
(padi dan gandum), kuram, anggur, ataupun lainnya. Satu sha’ menurut ijma‟ setara
dengan 4 mud. Atau setara dengan 2,176 kg (± 3,5 liter). 20

c.

Penerima zakat fitrah
Orang yang berhak menerima zakat fitrah adalah 8 kelompok sebagaimana
yang termaktub dalam firaman allah SWT:
          
             
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. At-Taubah : 60).21

2. Zakat Mal
Zakat harta yang dikeluarkan apabila telah mencapai nisabnya.
a. Hewan Ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak, unta, sapi dan kambing wajib dizakati apabila
telah memenuhi enam syarat, yaitu:

20
21

1.

Islam

2.

Merdeka

3.

Hak milik sempurna

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, 395-402.
Al- Qur‟an, 9: 60.

4.

Telah mencapai satu nishab

5.

Telah genap satu tahun

6.

Digembalakan

Nishab zakat binatang ternak:
Nishab dan kadar zakatnya unta :
No Nishab

Jumla

Keterangan

h
zakat
1

5-9

1 ekor Kambing betina jenis domba genap umur 1
th/lebih, atau kambing betina jenis kacang
genap umur 2 tahun/ lebih

2

10-14

2 ekor Kambing betina jenis domba genap umur 1
th/lebih, atau kambing betina jenis kacang
genap umur 2 tahun/ lebih

3

15-19

3 ekor Kambing betina jenis domba genap umur 1
th/lebih, atau kambing betina jenis kacang
genap umur 2 tahun/ lebih

4

20-24

4 ekor Kambing betina jenis domba genap umur 1
th/lebih, atau kambing betina jenis kacang
genap umur 2 tahun/ lebih

5

25-35

1 ekor Unta betina, genap umur 1 th/ lebih

6

36-45

1 ekor Unta betina, genap umur 2 th/ lebih

7

46-60

1 ekor Unta betina, genap umur 3 th/ lebih

8

61-75

1 ekor Unta betina, genap umur 4 th/ lebih

9

76-90

2 ekor Unta betina, genap umur 2 th/ lebih

10

91-120

2 ekor Unta betina, genap umur 3 th/ lebih

11

121-

3 ekor Unta betina, genap umur 2 th/ lebih

129
12

Dan seterusnya

Keterangan: jika jumlah unta lebih dari 121 ekor maka setiap 50 ekor (hasil
pembagian 50) zakatnya unta betina umur 3 th/ lebih, dan setiap 40 ekor (hasil
pembagian 40) zakatnya unta betina umur 2 th/ lebih.
Nishab dan kadar zakatnya sapi
No

Nishab

Jumlah

Keterangan

zakat
1

30-39

1 ekor

Sapi jantan genap umur 1th/lebih

2

40-59

1 ekor

Sapi jantan genap umur 2th/lebih

3

60-69

2 ekor

Sapi jantan genap umur 1th/lebih

4

70-79

2 ekor

1 ekor sapi jantan umur 1th/lebih, dan 1
ekor sapi jantan umur 2th/lebih

5

80-89

2 ekor

2 ekor sapi jantan genap umur 2th/lebih

6

90-99

3 ekor

3 ekor sapi jantan genap umur 1th/lebih

7

100-

3 ekor

2 ekor sapi jantan umur 1th/lebih, dan 1

109
8

ekor sapi jantan umur 2th/lebih

Dan seterusnya

Keteranagan: setiap 30 ekor sapi (hasil pembagian 30) zakatnya seekor sapi jantan
genap umur 1 tahun/ lebih, dan setiap 40 ekor sapi (hasil pembagian 40) zakatnay seekor
sapi jantan genap umur 2th/lebih.

Nishab dan kadar zakatnya kambing
No
1

Nishab
40-120

Jumlah zakat
1ekor kambing

Keterangan
Jika berupa domba, maka
harus sudah genap umur 1
th/ lebih. Dan jika berupa
kambing kacang, maka
harus sudah genap umur 2
th/ lebih.

2

121-200

2ekor kambing

3

201-399

3ekor kambing

4

400-499

4ekor kambing

5

500

5ekor kambing

6

Dan seterusnya

Keterangan: diatas 400 ekor, setiap seratus ekor zakatnya seekor kambing. 600
ekor zakatnya 6 ekor, 700 ekor zakatnya 7 ekor, dan begitu seterusnya.22
3. Zakat Hasil Pertanian
Syarat wajib zakat tanaman:
a.

Pemiliknya Islam

b.

Pemiliknya merdeka

c.

Milik sempurna

d.

Ditanam oleh manusia

e.

Berupa makanan pokok dan tahan lama

f.

Mencapai satu nishab.23

No

22

Tanaman

Nishab

%

Zakat

Keterangan

Syeh Muhammad Nawawi, Sarah Sulamu At-Taufîq, (Semarang: Pustaka Al alawiyah, 1358), 38-39.
Sulaiman Rasyid, fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2009), 193.

23

1

Padi

1323,132kg 10%

1/10=132,3132kg Tanpa biaya
pengairan

1323,132kg 5%

1/20=66,1566kg

Dengan biaya
pengairan

2

Padi

1631,516kg 10%

1/10=163,1516kg Tanpa biaya

Gagang

pengairan
1631,516kg 5%

1/20=81,5758kg

Dengan biaya
pengairan

3

Beras

815,758kg

10%

1/10=81,5758kg

Tanpa biaya
pengairan

815,758kg

5%

1/20=40,7879kg

Dengan biaya
pengairan

4

Gandum

558,654kg

10%

1/10=55,8654kg

Tanpa biaya
pengairan

558,654kg

5%

1/20=27,9327kg

Dengan biaya
pengairan

5

Kacang

756,697kg

10%

1/10=75,6697kg

tunggak

Tanpa biaya
pengairan

756,697kg

5%

1/20=37,8349kg

Dengan biaya
pengairan

6

Kacang

780,036kg

10%

1/10=78,0036kg

hijau

Tanpa biaya
pengairan

780,036kg

5%

1/20=39,0018kg

Dengan biaya
pengairan

7

Jagung

720kg

10%

1/10=72kg

kuning

Tanpa biaya
pengairan

720kg

5%

1/20=36kg

Dengan biaya
pengairan

8

Jagung

714kg

10%

1/10=71,4kg

putih

Tanpa biaya
pengairan

714kg

5%

1/20=35,7kg

Dengan biaya
pengairan

Kadar nishab zakat tanaman:
Catatan:
1rithl syar‟i/bagdhad= 408 gr
1 mud = 675 gr
1 mud syar‟i menurut asy-syafi‟i = 11/3 rithl iraqy = 573,75 gr
1 wasaq = menurut asy-syafi‟i 130,5 gr
1 sho‟ syar‟i atau baghdad = menurut asy-syafi‟i 2175 gr
1 dirham syar‟i = 2,715 gr
1 mitsqol = 3,879 gr
5 wasaq = 300 sho‟
1 sho‟ = versi nawawi gram Iraq = 2174,62 gram.24
4. Zakat Emas dan Perak
Syarat wajib zakat emas dan perak:

24
25

1.

Islam

2.

Merdeka

3.

Milik yang sempurna

4.

Sampai satu nishab

5.

Sampai satu tahun disimpan.25

Syeh Muhammad Nawawi, Sarih Sulamu Taufiq, 39
Sulaiman Rasyid, fiqh Islam, 195.

Kadar nishab zakat emas dan perak:
Nishab emas adalah 20 mitsqol dan zakat yang harus dikeluarkan 1/40 atau 2,5%.
1 mitsqol = 3,879 gram
3,879 x 20 = 77,58 gram
Jadi, jika seseorang memiliki emas dengan kadar berat telah mencapai 77,58 gram harus
mengeluarkan zakat sebesar 1/40, yaitu 77,58 : 40 (x 2,5%)= 1,9395 gram.
Nishab perak adalah 200 dirham dan zakat yang harus dikeluarkan 1/40 atau 2,5%. 10
dirham = 7 mitsqol
1 mitsqol = 3,879 gram
10 dirham = (3,879 x 20) 27,153 gram
200 dirham = (27,153 x 20) 543,6 gram
Jadi, jika seseorang memiliki perak dengan kadar telah mencapai 543,6 gram harus
mengeluarkan zakat sebesar 1/40, yaitu:
543,6 : 40 (x 2,5%) = 13,5765 gram.26

5. Zakat Hasil Tambang
a.

Emas
Nishabnya = 20 mitsqol syar‟I = 77,58 gram. Zakatnya = 1/40 atau 2,5% = 0,5
mitsqol syar‟I = 1,9395 gram

b.

Perak
Nishabnya = 200 dirham syar‟I = 543,06 gram. Zakatnya = 1/40 atau 2,5% = 5
dirham syar‟I = 13,5765 gram

6. Zakat Barang Terpendam (Rikaz)
a. Emas
Nishabnya = 20 mitsqol Syar‟i = 77,58 gram
Zakatnya =1/5 atau 20% = 4 mitsqol Syar‟i = 15,516 gram
b. Perak
Nishabnya = 200 dirham Syar‟i = 543,06 gram
Zakatnya = 1/5 atau 20% = 40 dirham Syar‟I = 108,612 gram.27

26
27

Syeh Muhammad Nawawi, Sarah Sulamu at-Taufîq, 39-40.
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, 363

7. Zakat Perniagaan
Yang dimaksud dengan zakat harta perniagaan adalah segala sesuatu yang
dipersiapkan untuk diperjual belikan. Kewajiban ini secara umum telah ada dalam surat
al-Baqarah ayat 267 :
               
               
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Setiap barang perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat-syarat
sebagai berikut:
a.

Ada niat untuk memperdagangkan barang tersebut

b.

Harta perdagangan diperoleh murni dari hasil jual beli

c.

Telah terpenuhi waktu satu tahun

d.

Harta tersebut sudah mencapai satu nishab
Kadar nishab zakat perniagaan: Kadar wajib zakat perniagaan adalah 2,5%.

Sedangkan nishabnya 20 dinar atau 90 gram emas.
8. Zakat Profesi
Semua bentuk penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat mencapai
satu nisab dalam satu tahun, yakni senilai 85 gram emas.
1) Contoh yang belum dikenakan pajak penghasilan
Pendapatan (gaji/bulan)

:

6.000.000

Pendapatan lain-lain pertahun

:

5.000.000

Harta simpanan

:

20.000.000

Pendapatan (gaji/tahun)

:

72.000.000

Kebutuhan perbulan

:

4.000.000

Kebutuhan pertahun

:

48.000.000

Sisa pendapatan

:

49.000.000

Harga pergram emas saat ini

:

300.000

Besarnya nisab 85gram

:

25.500.000

Zakat profesi pertahun

:

1.225.000

zakat profesi perbulan

:

102.083

Pendapatan (gaji/bulan)

:

6.000.000

Pendapatan lain-lain pertahun

:

5.000.000

Harta simpanan

:

20.000.000

Pendapatan (gaji/tahun)

:

72.000.000

Kebutuhan perbulan

:

4.000.000

Kebutuhan pertahun

:

48.000.000

Sisa pendapatan

:

49.000.000

Harga pergram emas saat ini

:

300.000

Besarnya nisab 85gram

:

25.500.000

Zakat profesi pertahun

:

1.225.000

zakat profesi perbulan

:

102.083

penghasilan netto sebelum zakat

:

49.000.000

penghasilan netto setelah zakat

:

48.897.917

penghasilan tidak kena pajak/PTKP

:

47.872.917

penghasilan kena pajak

:

1.025.000

Pph terutang 5% X 1.025.000

:

52.250.000

Pembauaran zakat dan pajak Pertahun

:

1.277.250.28

2) Contoh yang dikenakan pajak penghasilan

9. Rukun dan Syarat Zakat

28

Saifudin Zuhri, Zakat di era reformasi, (Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, 2012), 133-134.

Rukun dimaksud adalah unsur-unsur yang terdapat dalam zakat yaitu:29
1.

Orang yang berzakat,

2.

Harta yang dizakatkan

3.

Orang yang menerima zakat.
Sedangkan syarat-syarat zakat adalah ketentuan yang mesti terpenuhi dalam setiap

unsur tersebut. Syarat-syarat tersebut diantaranya:
1.

Syarat orang yang berzakat (muzakki) adalah sebagai berikut : Islam, telah baligh,
berakal, memiliki harta yang memenuhi syarat.

2.

Syarat harta yang dizakatkan : harta yang baik, milik yang sempurna dari yang
berzakat, telah mencapai nisab, telah tersimpan selama satu tahun Qamariyah atau
haul.

3.

Syarat orang yang menerima zakat (mustahiq) adalah jelas adanya, baik ia orang
atau badan atau lembaga atau kegiatan dan hal ini juga terdapat dalam QS at-Taubah
ayat 60.30

10. Orang yang berhak menerima zakat (Ashnaf)
Menurut mahdzab syafii orang yang berhak menerima zakat ada 8 kelompok,
yaitu:
1.

Fakir : orang yang tidak mempunyai harta dan usaha untuk mencukupi
kebutuhannya.

2.

Miskin : orang yang memiliki harta atau usaha namun tidak mampu mencukupi
kebutuhannya, dan hidupnya serba kekurangan.

3.

„Amil : semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat
upah selain dari zakat itu.

4.

Muallaf : ada empat macam: (1) orang yang baru masuk Islam dan masih lemah
imannya,(2) orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya, (3)orang yang menolak
kejahatan orang yang anti zakat, (4) orang kafir yang ada harapan untuk masuk
Islam.

5.

Memerdekakan Budak : seorang hamba yang dijanjikan merdeka setelah menebus
dirinya. Hamba itu diberi zakat sekedar untuk menebus dirinya.

29
30

Hasbi as-Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), 6-7.
Amir Syarifuddin,Garis-garis Besar Fiqh , (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 40.

6.

Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang
berselisih, orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan
yang mubah dan tidak maksiyat, orang yang berhutang untuk menjamin hutang orang
lain.

7.

Ibnu sabil: orang yang berjuang dijalan Allah untuk menegakkan agamanya, diberi
zakat untuk keperluan hidupnya selama perjuangannya.

8.

Musafir: orang yang melakukan perjalanan jauh dan tidak dalam maksiyat
mengalami kesengsaraan dalam perjalananya.31
Disini

diterangkan

secara

gamblang

ketentuan

berzakat

dikarenakan

pentingnya berzakat dan kewajiban atas zakat. Banyak di masyarakat hanya
mengenal zakat fitrah saja dalam pelaksanaannya padahal masih banyak zakat yang
lain selain zakat fitrah yang harus dipenuhi.

B. Sedekah
Di samping zakat yang wajib hukumnya, ada juga shadaqah sunah yang disyari‟atkan
disetiap waktu karena kemutlakan anjuran shadaqah dalam Al-Qur‟an dan sunah Nabi. Allah
telah menganjurkan hal itu dalam kitab-Nya dalam berbagai ayat yang banyak jumlahnya.
Allah berfirman,
               
             
             
           
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memeriiikan harta yang
31

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, 213-215

dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa. (Qs. Al-Baqarah: 177)32

Nabi bersabda,
‫اى الصدقح لتطفئ غضة السب وتدفع عي هيتح السىء‬
Sesungguhnya shodaqoh itu akan memadamkan kemurkaan allah dan menolak dari mati
dengan su’ul khatimah (akhir yang buruk).” (HR. At-Tirmidzi dan dianggangp berderajat
hasan)33
Sedekah asal kata bahasa Arab Şādaqah yang berarti suatu pemberian yang diberikan
oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang
sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam
pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara
spontan dan sukarela).
Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk
senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT
yang artinya: ''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf
atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang
besar.''34. Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya.

Shalih bin Fauzan bin „Abdillah Aalu Fauzan, Ringkasan Fiqih Islami (Banyumas: Pustaka Salafiah, 2001), 69.
Ibid., 70.
34
Al-Qura‟an, 4: 114.

32

33

Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu' berbeda dengan zakat.
Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terangterangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Hal ini sejalan dengan
hadits Nabi SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu
kelompok hamba Allah SWT yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah
seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan
tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut.
Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat
sebelum diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada
orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Mengenai kriteria barang yang
lebih utama disedekahkan, para fuqaha berpendapat, barang yang akan disedekahkan
sebaiknya barang yang berkualitas baik dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT yang artinya; ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...''.35
Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang
telah ia berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam
firman-Nya yang berarti: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.''36

C. Infak
Pengertian infaq adalah pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang. Allah
memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang
sebaiknya diserahkan. setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya.
Menurut bahasa infak berasal dari kata “Anfaqa” yang artinya mengeluarkan harta
untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah syari'at, infaq adalah mengeluarkan
sebagian harta yang diperintahkan dalam Islam yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq
ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-

35
36

Al-qur‟an, 3:92.
Al-qur‟an, 2:26.

lain. Infak sunnah diantaranya, infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq bencana
alam, infaq kemanusiaan, dll.37
1.

Membelanjakan Harta.
QS. Al-Anfal : 63
ْ َ‫ض َج ِويعا ً َّها أَلَّف‬
‫ت تَ ْييَ قُلُىتِ ِه ْن‬
ِ ْ‫لَىْ أًَفَ ْقتَ َها فِي األَز‬
Artinya “Walaupun kamu membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka.”38

Dalam terjemahan versi Departemen Agama RI tertulis kata anfaqta dengan arti :
membelanjakan dan bukan menginfaqkan. Sebab memang asal kata infaq adalah
mengeluarkan harta, mendanai, membelanjakan, secara umum apa saja. Tidak hanya
terbatas di jalan Allah, atau sosial atau donasi.
2.

Memberi Nafkah
Kata infaq ini juga berlaku ketika seorang suami membiayai belanja keluarga atau
rumah tangganya. Dan istilah baku dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan nafkah.
Kata nafkah tidak lain adalah bentukan dari kata infaq. Dan hal ini juga disebutkan di
dalam Al-Quran An-Nisa`: 34.
ْ ُ‫ْط َوتِ َوا أًَفَق‬
ّ ‫السِّ َجا ُل قَىَّا ُهىىَ َعلًَ الٌِّ َساء تِ َوا فَض ََّل‬
‫ىا ِه ْي أَ ْه َىالِ ِه ْن‬
َ ‫هللاُ تَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْن َعلًَ تَع‬
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain , dan karena
mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.39
‫َص َّد ْقتَ تِ ِه َعلًَ ِه ْس ِِ ْي ٍي‬
َ ‫ ِد ْيٌَا ٌز أَ ًْفَ ْقتَهُ فًِ َسثِي ِْل هللاِ َو ِد ْيٌَا ٌز أَ ًْفَ ْقتَهُ فًِ َزقَثَ ٍح َو ِد ْيٌَا ٌز ت‬:‫صلًَّ هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َن‬
َ ِ‫ال َزسُىْ ُل هللا‬
َ َ‫ق‬
َ ‫ أَ ْع‬.. ‫ك‬
)‫(هسلن‬.‫ك‬
َ ِ‫ظ ُوهَا أَجْ ًسا الَّ ِري أَ ًْفَ ْقتَهُ َعلًَ أَ ْهل‬
َ ِ‫َو ِد ْيٌَا ٌز أَ ًْفَ ْقتَهُ َعلًَ أَ ْهل‬
Bersabda Rasulullah SAW : Uang Dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, uang
Dinar yang engkau nafkahkan (untuk menebus) budak, uang Dinar yang engkau
sedekahkan kepada orang miskin dan uang Dinar yang engkau nafkahkan kepada

37

http://ceritasidedek.blogspot.com/2012/11/makalah-infak-dan-sedekah.html diakses pada tanggal (Februari 2015)
13;23
38
Al-Qur‟an, 08:63.
39
Al-Qu‟an, 04: 34.

keluargamu .. yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan kepada
keluargamu.( HR. Muslim)
Dalam surat Al-Furqan : 67
ً ‫ك قَ َىاها‬
َ ِ‫ْسفُىا َولَ ْن يَ ْقتُسُوا َو َكاىَ تَ ْييَ َذل‬
ِ ‫َوالَّ ِرييَ إِ َذا أًَفَقُىا لَ ْن يُس‬
Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.”40
Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang
ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan kepada mustahik tertentu, melainkan
kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orong-orang
yang sedang dalam perjalanan. Simak ayat berikut ini: Artinya : “ Mereka bertanya tentang
apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat,
Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.”41
D. Hibah
Hibah berasal dari akar kata wahaba-yahibu-hibatan, berarti memberi atau
pemberian. Dalam bidang hukum syara‟, hibah didefinisikan sebagai „aqad yang dilakukan
dengan maksud memindahkan milik seseorang kepada orang lain ketika masih hidup dan
tanpa imbalan.42
Menurut Siah Kosyi‟ah dalam bukunya hibah adalah suatu „aqad yang mengakibatkan
pindahnya kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain dengan tanpa alasan, dan
dilakukan selama masih hidup. Menurut Daud Ali yang diikuti oleh Kosyi‟ah bahwa hibah
merupakan pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan
seseorang atau kepentingan badan sosial keagamaan, juga kepada orang yang berhak menjadi

Al-Qu‟an, 25: 67.
Al-Quran, 02:125.
42
Hamid Farihi, “Hibah Terhadap Anak-Anak dalam Keluarga (Antara Pemerataan dan Keadilan),” dalam
Problematika Hukum Islam Kontemporer (III), ed. Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1997),82.
40

41

ahli warisnya.43 Kompilasi Hukum Islam juga merumuskan pada Pasal 171 huruf g, hibah
adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada
orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.44
Menurut Abdul Ghofur Anshori dalam bukunya, hibah adalah suatu pemberian,
tanpa mengharapkan kontraprestasi atau secara cuma-cuma, dilakukan ketika pemberi hibah
masih hidup, serta tidak dapat ditarik kembali. Hibah merupakan perjanjian persegi satu
(bukan timbal balik), karena hanya terdapat satu pihak yang berprestasi.45
Ayat al-Qur‟an dan al-Hadits yang menjadi landasan hukum hibah, diantaranya
sebagai berikut :
               
             
             
           
Artinya :

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka
Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa.46

Siah Kosyi‟ah, Wakaf Dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh Dan Perkembangannya Di Indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), 239.
44
Abdurrohman, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Akademika Pressindo, 2007),156.
45
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam (Yogyakarta: GMUP, 2010), 174.
46
Al-Quran, 2:177.

43

PENUTUP

Diharapkan dengan konsep filantropi Islam ini umat Islam faham betul tentang bagaiman
kemas lahatan itu bisa lestari dan terlaksana agar tidak ada kesenjangan diantara si kaya dan si
miskin.
Nilai-nilai filantropi Islam ini sangat dibutuhkan pada era kini, karena sangat berkurangnya
kesadaran moral untuk saling menolong, dan menjadikan manusia terkotak-kotakkan pada
keadaan. Padahal jika kesadaran dalam menjalankan konsep filantropi Islam ini bisa terusmenerus dan meningkat, tidak di pungkiri akan meningkatnya kesejahteraan di muka bumi.
Semoga kita sebagai umat Islam dapat meningkatkan kesadaran saling tolong menolong
dan menerapkan konsep filantropi Islam, dan dapat meningkatkan kualitas manusia sebagai
kholifah fil ard yang dapat menstabilkan kehidupan di dunia dan bermanfaat di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, Jakarta:
Amzah, 2009
Fatah Idris, Abdul. dan Abu Hamadi, Fikih Islam ,Jakarta: Rineka Cipta,2004.
Ghofur Anshori, Abdul. Hukum Perjanjian Islam Yogyakarta: GMUP, 2010.
Abdurrohman, Kompilasi Hukum Islam , Jakarta: Akademika Pressindo, 2007
Amin Isfandiar, Ali.Tinjauan Fiqh Muamalat dan Hukum Nasional tentang Wakaf di Indonesia
Jurnal La_Riba; Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No. I, Jakarta: Teraju, 2008.
Syarifuddin, Amir.Garis-garis Besar Fiqh , Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
Agung Prihatna, Andi. Filantropi dan Keadilan Sosial di Indonesia, dalam Chaider S. Bamualim
dan Irfan Abubakar (ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan
Wakaf di Indonesia Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syahid Hidayatullah, 2005.
A. Boisard, Marcel. Humanisme Dalam Islam, terj. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Farihi, Hamid.“Hibah Terhadap Anak-Anak dalam Keluarga (Antara Pemerataan dan
Keadilan),” dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer (III), ed. Chuzaimah T.
Yanggo dan Hafiz Anshary Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
as-Shiddieqy, Hasbi. Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002
James O. Midgley, Social Development,(London: Publication,1995),
M. Echols, John. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia Jakarta: Gramedia, 1995
Kosyi‟ah, Wakaf Dan Hibah, 242; Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka
Cipta, 2001
Pirac, Investing in Our Selves ;Giving and Fund Raising In Indonesia, Phillipine: Asian
Development Bank, 2002
Zuhri, Saifudin. Zakat di era reformasi, Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, 2012.
Shalih bin Fauzan bin „Abdillah Aalu Fauzan, Ringkasan Fiqih Islami Banyumas: Pustaka
Salafiah, 2001
Kosyi‟ah, Siah. Wakaf Dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh Dan Perkembangannya Di Indonesia
Bandung: Pustaka Setia, 2010