Apa itu penyakit menular. docx

1. Apa itu penyakit menular?
Menurut para ahli, penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang dapat
ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung atau melalui perantara/penghubung). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya
agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta menyerang host atau
inang (penderita).
Dalam dunia medis, pengertian penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah
penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), dan
bukan disebabkan oleh faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).
Dari definisi dan pengertian penyakit menular diatas, kita bisa mengetahui bahwa
penyakit menular dapat berpindah dari satu orang ke orang lainnya. Proses penularan
penyakit tentu saja haris kita cegah. Untuk bisa mencegah penyakit menular, tentu kita harus
tahu apa saja hal, atau media apa saja yang bisa mengakibatkan terjadinya penularan suatu
penyakit dari seorang penderita kepada orang lain.
2. Latar Belakang Penyakit Menular

3. Apa itu TBC?
Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteriMikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar denganmasalah TBC di dunia. Survei
prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
4. Gejala penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala Sistemik/Utama
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam.
b. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
e. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.


2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas
melemah yang disertai sesak.
b. Kalau
ada
cairan
dirongga pleura
(pembungkus
paru-paru),
dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara
ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,

adanya penurunan kesadaran dan kejang – kejang.
5. Penyebab TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan
cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran
limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
 Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer

tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi
penderita TBC.

2. Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang
luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
6. Faktor Resiko
a. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur,
jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang
gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis

aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi
tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan
75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
b. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun
1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 %
pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung
meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun
0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TB paru
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain
itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.

Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang
akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai
pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai
status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi
diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai
pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi

e.

f.

g.


h.

syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB
Paru.
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang
per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di
Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di
Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita
perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah
untuk terjadinya infeksi TB Paru.
Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk
mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu
dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih
dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk
menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum
tingginya 2,75 m.
Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa
maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60
lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis
cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses

mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak
tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
Ventilasi

i.

j.

k.

l.

m.

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan

oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/
bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar
10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.
Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang
lebih 60%.
Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai

dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga
akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman
Mycrobacterium tuberculosis.
Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.
Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita
TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan

berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat
menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
7. Cara Penularan
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lainlain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paruparu. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaianreaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.
8. Patogenesis
9. Diagnosis
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan menurut (Irman soemantri, 2008). yaitu
a.

Pemeriksaan fisik
1) Pada tahap dini sulit diketahui.
2) Ronchi basah, kasar dan kering.
3) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik.
4) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis. (Irman
Soemantri, 2008)

b.

Permeriksaan tambahan.
1) Sputum culture
Untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberculosis pada stadium aktif.

2) Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) Positif untuk
BTA.
3) Skin test ( PPD, Mantoux, tine, and vollmer patch)
Reaksi positif ( area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah
injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4) Chest X-ray
Dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paruparu, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
5) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
serta biopsi kulit)
Positif untuk M. Tuberculosis.
6) Needle biopsi of lung tissue
Positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan
nekrosis.
7) Elektrolit
Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi, misalnya
hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paruparu kronis lanjut.
8) ABGs
Mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru-paru.
9) Bronkografi

Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau
kerusakan paru-paru karena TB.
10) Darah
Leukositosis, LED meningkat.
11) Tes fungsi paru-paru
VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya
saturasi O₂ yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
(Irman Soemantri, 2008).
10.

Pencegahan
Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
a.
Menyembuhkan penderita.
b.
Mencegah kematian.
c.
Mencegah kekambuhan.
d.
Menurunkan tingkat penularan.
Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;
a. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu,
merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke
rumah sakit.
b. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
c. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah
segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
d. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh
penderita.
e. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG.
Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.

11.

Penanganan
Menurut (Abdul wahid, 2013) Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
1.

Tahap intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama Rifampicin.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
2.

Tahap lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide
dan Amoksilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
12.

Kesimpulan
Penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini sebaiknya harus
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang harus
benar-benar segera ditangani dengan cepat.