Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) dat sekunder riskesdas 2007)

(1)

(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)

OLEH: SRI WAHYUNI

106101003357

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

i Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 September 2010


(3)

ii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 24 September 2010

Sri Wahyuni, NIM:106101003357

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007

(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)

xix + 136 halaman, 31 tabel, 2 bagan, 3 gambar, 3 lampiran ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. DM dapat menimbulkan komplikasi seperti hipertensi, infark miokard, insufiensi koroner, retinopati diabetika, katarak, neropati diabetika dll. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur.

Hasil penelitian menunjukkan 4,5% penduduk daerah perkotaan di Indonesia mengalami diabetes melitus dan 95,5% yang tidak mengalami diabetes melitus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa umur, jenis kelamin, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein berhubungan dengan

penyakit diabetes melitus (Pvalue ≤0,005). Sedangkan pendidikan, aktivitas fisik, dan

konsumsi buah dan sayur tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus.

Berdasarkan hasil uji multivariat diketahui bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia secara berturut adalah obesitas, pendidikan, hipertensi, umur, konsumsi kafein dan konsumsi alkohol. Disarankan bagi bagian JIPP Kemetrian Kesehatan agar melakukan penyebaran informasi kesehatan terkait penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui penyuluhan kesekolah-sekolah dan orang tua, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran, televisi (TV) dan internet sedini mungkin, mempromosikan dan melakukan pendidikan kesehatan terkait dengan gaya hidup sehat, dan membuat program jumat sehat pada penduduk perkotaan. Bagi para peneliti selanjutnya agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti seperti riwayat keluarga, diabetes gestasional (kehamilan) dan dislipidemia, serta penelitian diabetes melitus selanjutnya menggunakan disain case control atau kohort untuk melihat apakah faktor risiko benar-benar memiliki korelasi dengan faktor efek dan untuk melihat hubungan sebab akibat secara jelas.


(4)

iii PUBLIC HEALTH DEPARTMENT

Undergraduate Thesis, September 24th 2010 Sri Wahyuni, NIM 106101003357

THE FACTORS RELATED WITH DIABETES MELLITUS (DM) URBAN AREA IN INDONESIA YEAR 2007

(ANALYSIS OF SECONDARY DATA RISKESDAS 2007) xix+ 136 pages, 31 tables, 2 charts, 3 pictures, 3 attachments

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a collection of health disorders symptoms caused by elevated levels of sugar (glucose), blood deficiency or insulin resistance. DM can cause complications such as hypertency, myocardial infarction, coronary incipiency, diabetic retinopathy, cataracts, diabetic neuropathy etc. Factors related with diabetes mellitus are age, sex, education, occupation, obesity, physical activity, hypertency, fat intake, smoking, alcohol consumption, caffeine consumption and concluded less consumption of fruits and vegetables.

The research showed 4.5% of urban population in Indonesia suffers diabetes mellitus

and 95.5% haven’t diabetes mellitus. Based on a statistical test showed that age, sex,

occupation, obesity, hypertency, fat intake, smoking, alcohol and caffeine consumption is

related with diabetes mellitus (p value ≤ 0.005). While the fruits and vegetables consumption, education, and physical activity isn’t related with diabetes mellitus.

Based on the results of multivariate test, it’s known that the most dominant factor

related to diabetes mellitus in population of urban areas in Indonesia respectively are obesity,

education, hypertency, age, caffeine and alcohol consumption. It’s suggested to the JIPP of

Health Ministry (MenKes) for dissemination of health information related to degenerative diseases, especially diabetes mellitus through counseling to schools and parents, printed media and electric media such as magazines, newspapers, radio, television (TV) and Internet as soon as possible, promoting and doing health education related to healthy lifestyles, and making healthy Friday program on urban population. For the next researchers to observe the variables that had not been examined such as family history, gestational diabetes (pregnancy) and dyslipidemia, and diabetes mellitus, further research using case control or cohort design to see whether risk factors really have a correlation with the factor effects and to see truth causal relationship.


(5)

iv Judul Skripsi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007

(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)

Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 24 September 2010

Mengetahui

Raihana Nadra Alkaff, M.MA Pembimbing Skripsi I

Febrianti, M.Si Pembimbing Skripsi II


(6)

v

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 24 September 2010

Penguji I

Raihana Nadra Alkaff, M.MA Penguji II

Febrianti, M.Si

Penguji III


(7)

vi

Lembar Persembahan

Puji Syukur Ku Panjatkan Kepada Mu Ya Rob Tuhan Semeseta Alam, Atas Rahmat Mu Yang Tak Terhingga Aku Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini.

Allah Engkau Membalas Segala Jerih Payah Hamba Mu. Engkau Mengabulkan Doa Orang-Orang Yang Berusaha. Kau Berikan Aku Kekuatan Untuk Tetap Bersabar.

Tak Kusangka Kerja Keras Selama Ini Berujung Kepada Kebahagian Yang Tak Ternilai Harganya.

Tak Mampu Ku Ucapkan Kata Yang Pantas Untuk Menggambarkan Kebahagian Yang Ku Rasa. Semoga Ilmu Yang Aku Dapat Menjadi Ilmu Yang Bermanfaat.

Skripsi Ini Ku Persembahkan Kepada Mama, Papa, Ayah, Bunda, Kakak, Adik, Dan Semua Orang Yang Menyayangi Ku


(8)

vii

Nama Lengkap : Sri Wahyuni

Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 26 April 1987

Alamat : Komp. Kedaung Rindang No.38 Bambu Apus Ciputat Tangerang

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganeraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : yunie_chan26@yahoo.co.id

Telepon : 0852 791 21 820

Riwayat Pendidikan

1992 – 1993 TK Mukti Tama Bandar Lampung

1993 – 1999 SDN 04 Pardasuka Lampung Selatan

1999 – 2002 SMP Al-Kautsar Bandar Lampung

2002 – 2006 SMA Pondok Pesantren La-Tansa


(9)

viii

ا هت اك رب و ه ا ةمحرو ي ع اس

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis ucapkan karena akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan penuh kesadaran penulis yakin bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007)”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya tercinta, H. Herman Agusli yang telah memberikan bantuan moril maupun materil yang tak terhingga serta ibunda terkasih Hj. Netty Herawati yang selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan.

2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr Yuli Prapanca, MARS selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.


(10)

ix

telah memberikan waktu, pikiran, dan arahan kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.

5. Kedua adikku M. Nur Chaniago dan Hervina Novitasari serta saudara-saudara ku yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, I love u all.

6. Ayah dan Bunda Dasmin yang selalu memberikan motivasi moril yang sangat berarti bagi penulis selama proses penyusunan skripsi.

7. Sahabat-sahabat terbaikku TOA Duma , Syifa, Keke, Alin, Yosi dan Yunci, yang telah memberikan motivasi, semangat selama proses penyusunan skripsi.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan ku angkatan 2006 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Tetapi sungguh aku sayang kalian, sukses untuk kita semua. 9. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai penyakit diabetes melitus baik bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan baik sengaja maupun tidak disengaja.

هت اك رب و ه ا ةمحرو ي ع اسل ا و

Jakarta, 24 September 2010


(11)

x

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Diabetes Melitus (DM) ... 9

1. Definisi ... 9

2. Patofisiologi ... 10

3. Tipe Diabetes Melitus ... 13

4. Pemeriksaan Diabetes ... 15


(12)

xi

(DM) ... 18

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ... 18

a. Usia/Umur > 45 tahun ... 18

b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM) ... 20

c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional ... 20

d. Jenis kelamin ... 21

e. Pendidikan ... 22

f. Pekerjaan ... 23

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi ... 25

a. Kegemukan/Obesitas ... 25

d. Aktivitas fisik ... 28

e. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg ... 31

f. Dislipidemia ... 33

g. Pola Hidup tidak sehat ... 36

1) Merokok ... 36

2) Konsumsi alkohol ... 38

3) Konsumsi kafein ... 39

4) Konsumsi buah dan sayur ... 42

D. Komplikasi Diabetes Melitus (DM) ... 44

E. Pencegahan Diabetes Melitus (DM) ... 45

F. Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) ... 47

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 48

A. Kerangka Konsep ... 48

B. Definisi Operasional ... 50

C. Hipotesis ... 55

BAB IV METODELOGI PENELITIAN ... 56

A. Jenis dan Disain Penelitian ... 56

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56


(13)

xii

2. Sampel ... 57

D. Instrumen Penelitian ... 61

1. Scoring (Penilaian) ... 62

E. Pengumpulan Data Biomedis dan Tekanan Darah ... 66

1. Pengumpulan Data Biomedia Diabetes Melitus ... 66

2. Pengumpulan Data Tekanan Darah Hipertensi ... 67

F. Pengolahan Data ... 68

G. Analisis Data ... 68

BAB V Hasil ... 71

A. Gambaran Umum Daerah Perkotaan di Indonesia ... 71

B. Gambaran Penyakit Diabetes Melitus (DM) ... 72

C. Gambaran Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM) ... 73

1. Gambaran Umur ... 73

2. Gambaran Jenis Kelamin ... 73

3. Gambaran Pendidikan ... 74

4. Gambaran Pekerjaan ... 74

5. Gambaran Obesitas... 75

6. Gambaran Aktivitas Fisik ... 76

7. Gambaran Hipertensi ... 76

8. Gambaran Konsumsi Lemak... 77

9. Gambaran Merokok ... 78

10. Gambaran Konsumsi Alkohol ... 78

11. Gambaran Konsumsi Kafein ... 79

12. Gambaran Konsumsi Buah dan Sayur ... 80

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) 81 1. Hubungan Antara Umur dengan Penyakit DM ... 81

2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Penyakit DM ... 81

3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Penyakit DM ... 82

4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Penyakit DM... 83


(14)

xiii

7. Hubungan Antara Hipertensi dengan Penyakit DM ... 86

8. Hubungan Antara Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ... 87

9. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit DM ... 88

10. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM... 89

11. Hubungan Antara Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM ... 90

12.Hubungan Antara Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM... 91

E. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kejadian Penyakit DM ... 91

1. Model Akhir Multivariat ... 93

BAB VI PEMBAHASAN ... 98

A. Keterbatasan Penelitian ... 98

B. Analisis Univariat... 100

1. Gambaran Penyakit DM Daerah Perkotaan di Indonesia ... 100

C. Analisis Bivariat ... 102

1. Analisis Hubungan Umur dengan Penyakit DM... 102

2. Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM ... 104

3. Analisis Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM ... 105

4. Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM ... 107

5. Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit DM ... 109

6. Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM ... 111

7. Analisis Hubungan Hipertensi dengan Penyakit DM ... 113

8. Analisis Hubungan Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ... 114

9. Analisis Hubungan Merokok dengan Penyakit DM ... 117

10. Analisis Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM ... 119

11. Analisis Hubungan Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM... 120

12. Analisis Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit (DM) 123 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 127

A. Simpulan ... 127


(15)

xiv


(16)

xv

Nomor Halaman

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ... 26 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 50 Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 61 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 72 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 73 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 73 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penduduk

Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007... 74 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan Pada Penduduk

Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007... 75 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 75 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 76 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 77 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Penduduk

Derah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 77 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Perokok Pada Penduduk Daerah Perkotaan

di Indonesia Tahun 2007 ... 78 Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Alkohol Pada Penduduk


(17)

xvi

Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007... 79 Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Buah dan Sayur

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 80 Tabel 5.14 Rata-rata Umur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 81 Tabel 5.15 Distribusi Jenis Kelamin dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 82 Tabel 5.16 Distribusi Pendidikan dengan Penyakit Diabtes Melitus(DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 83 Tabel 5.17 Distribusi Pekerjaan dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 83 Tabel 5.18 Distribusi Obesitas dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 84 Tabel 5.19 Distribusi Aktivitas Fisik dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 85 Tabel 5.20 Distribusi Hipertensi dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 86 Tabel 5.21 Distribusi Konsumsi Lemak dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 87 Tabel 5.22 Distribusi Perokok dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 88 Tabel 5.23 Distribusi Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 89 Tabel 5.24 Distribusi Konsumsi Kafein dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)

Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ... 90 Tabel 5.25 Distribusi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit Diabtes Melitus


(18)

xvii

Tabel 5.27 Model Prediksi Multivariat ... 93 Tabel 5.28 Model Prediksi Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk


(19)

xviii

Nomor Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 47 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 49 Gambar 4.1 Alur Pengambilan Sampel Biomedis Pemeriksaan Gula Darah


(20)

xix

Nomor Halaman

Bagan 2.1 Pemeriksaan Gula Darah Puasa ... 15 Bagan 2.2 Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu ... 16


(21)

xx Nomor

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Skripsi Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Analisis Data


(22)

1 A. Latar Belakang

Transisi epidemiologi penyakit saat ini dan masa yang akan datang di masyarakat cenderung beralih dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Menurut WHO tahun 2000 bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 juta kematian yang terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular (Non Communicable Disease).1

Penyakit tidak menular (PTM) tersebut adalah penyakit jantung, stroke, diabetes melitus (DM) dan penyakit metabolik. Menurut WHO tahun 2005 bahwa Diabetes melitus menduduki peringkat ke 7 dari total kematian penyakit tidak menular, dan angka kesakitan diabetes melitus telah mencapai 171 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta pada tahun 2030. Menurut International Diabetes Federation (IDF) bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetesi) dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Peningkatan kasus ini akan melebihi 40% di Negara maju dan 170% di Negara berkembang.1,2

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang mengalami peningkatan kasus diabetes melitus yang cukup tinggi seperti laporan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 bahwa penderita diabetes


(23)

di Indonesia sebesar 0,4%, dari data tersebut penderita diabetes lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 0,6% dibanding di daerah pedesaan yang hanya sebesar 0,2%. Sedangkan pada RISKESDAS tahun 2007 prevalensi DM pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia sebesar 1,1% dan pada penduduk perkotaan sebesar 5,7%. Berdasarkan Penelitian DM pada Riskesdas tahun 2007 dipilih ibukota/ kabupaten kota hal ini terkait dengan kecenderungan beberapa penyakit menular dan tidak menular yang semakin meningkat di daerah perkotaan. Dari data Penyakit tidak menular penyebab kematian terbesar diabetes menempati urutan kedua sebesar (9,7%) setelah stroke yang menempati urutan pertama (19,4%) di susul hipertensi sebesar (7,5%).3,4

Banyak sejumlah kasus diabetes di dunia ditemukan di daerah perkotaan, sebagaimana halnya yang dikemukakan oleh Mohan dkk tahun 2008, dalam penelitiannya mengenai Urban rural differences in prevalence of self-reported diabetes in India—The WHO–ICMR Indian NCD risk factor surveillance di wilayah utara, selatan, timur dan barat India, mengatakan bahwa kasus diabetes tertinggi ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 7,3% dan terendah di daerah pedesaan sebesar 3,1%. Beliau juga mengatakan bahwa ada hubungan antara daerah perkotaan dengan kasus diabetes melitus dengan OR sebesar 2,48. Penduduk perkotaan, obesitas abdominal dan kurang aktivitas merupakan faktor risiko penyakit diabetes melitus. 5


(24)

Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul. Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular (degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi, perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola aktivitas fisik yang cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat. 6, 7

Diabetes Melitus atau disingkat (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Adapun keluhan khas DM menurut drvegan (2010) adalah poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Dan keluhan tidak khas DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. 8

DM dapat menimbulkan komplikasi hampir pada seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi tersebut


(25)

yaitu komplikasi pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner, komplikasi pada mata seperti retinopati diabetika dan katarak, komplikasi pada saraf seperti neropati diabetika, komplikasi pada paru-paru seperti TBC, komplikasi pada ginjal seperti pielonefritis dan glomeruloskelrosis, komplikasi pada hati seperti sirosis hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan furunkel. 8

Tingginya peningkatan kasus DM dari tahun 2004 sampai 2007 khususnya daerah perkotaan di Indonesia serta komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus yang cukup mengkhawatirkan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 sehingga kasus DM dapat dicegah sejak dini.

B. Rumusan Masalah

Penyakit diabetes melitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh seseorang pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru terdiagnosa setelah timbul komplikasi. Prevalensi nasional penyakit diabetes melitus di Indonesia adalah 1,1%. Tetapi pada faktanya prevalensi diabetes melitus daerah perkotaan melebihi prevalensi nasional yaitu sebesar 5,7%. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan


(26)

penyakit DM diharapkan dapat menurunkan bahkan mencegah peningkatan kasus melalui interversi terhadap faktor risiko diabetes melitus di Indonesia.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 ?

2. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?

3. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?

4. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?

5. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?

6. Faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?


(27)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

b. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

c. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi

(obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

d. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

e. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.


(28)

f. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian

1. Menjadi informasi untuk bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) di Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mengenai penyakit DM di Indonesia tahun 2007, yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia .

2. Dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

3. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti khusus mengenai penyakit DM maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007, dilakukan oleh Mahasiswa Kesehatan Masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei 2010. Populasi penelitian ini adalah masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun keatas, dengan sampel penelitian yang berjumlah 17.641 orang. Alasan penelitian ini adalah


(29)

tingginya kasus DM daerah perkotaan di Indonesia sebesar 5,7% yang melebihi prevalensi nasional sebesar 1,1%.

Penelitan ini menggunakan disain cross sectional. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Puslitbang Pemberantasan Penyakit Kementrian Kesehatan RI.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus (DM)

1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin.8

Menurut Sustrani dkk (2006) Diabetes adalah suatu penyakit, dimana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. 9

Sedangkan menurut Depkes (2007) Diabetes melitus adalah Penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukan gejala cepat lapar, cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam hari. 1

Dapat ditarik kesimpulan dari definisi diatas bahwa penyakit diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit degeneratif akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal atau ambang batas yang dianjurkan. Peningkatan kadar glukosa dalam darah dakibatkan resistensi insulin.


(31)

Pada penderita diabetes, terjadi gangguan keseimbangan antara glukosa ke dalam sel, glukosa yang disimpan di hati, dan glukosa yang dikeluarkan dari hati. Keadaan ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat dan kelebihannya akan keluar melalui urin. Jumlah urin banyak dan mengandung gula. Penyebab keadaan ini hanya dua. Pertama, pankreas tidak mampu lagi membuat insulin. Kedua, sel tubuh tidak memberi respons terhadap kerja insulin sebagai kunci untuk membuka pintu sel sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. 7

2. Patofisiologi

Gula dari makanan yang masuk melalui mulut dicerna di usus, kemudian diserap ke dalam aliran darah. Glukosa ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Agar dapat melakukan fungsinya, glukosa membutuhkan “teman” yang disebut insulin. Hormon insulin ini diproduksi oleh sel beta di pulau Langerhans (islets of Langerhans) dalam pankreas. Setiap kali kita makan, pankreas memberi respon dengan mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Ibarat kunci, insulin membuka pintu sel agar glukosa masuk. Dengan demikian, kadar glukosa dalam darah menjadi turun. 7

Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat pengolahan glukosa. Pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang


(32)

masuk ke dalam tubuh, hati akan menimbun glukosa, yang nantinya dialirkan ke sel-sel tubuh bilamana dibutuhkan. 7

a. Fisiologi sekresi insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pakreas, dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada reticulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida- C (C- peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. 10

b. Efek metabolisme insulin

Pada orang normal, setiap hari insulin dikeluarkan oleh sel beta pankreas sebanyak 20-60 unit. Bila kebutuhan insulin sehari melebihi 60 unit maka ada kemungkinan terjadi resistensi insulin. Beberapa


(33)

penyebab terjadinya resistensi insulin antara lain menurunnya jumlah reseptor insulin, adanya anti-insulin, perusakan yang cepat di jaringan yang membutuhkan, dan sebagainya.11 Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes melitus. Khusus pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor: tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. 10

Efek dari metabolisme insulin juga dapat menyebabkan hiperglikemia, hal ini terjadi akibat gangguan kinerja insulin (defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi berbagai dampak metabolisme dan kerusakan jaringan lainnya secara langsung atau tidak langsung. Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. 10


(34)

3. Tipe Diabetes Melitus

a. Diabetes Melitus Tipe I, Tergantung pada Insulin

Kebanyakan diabetes tipe 1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung menggunakan insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. 9

b. Diabetes Melitus Tipe II, Tidak Tergantung pada Insulin

Diabetes tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum dijumpai, juga sering disebut diabetes yang dimulai pada masa dewasa, dikenal sebagai NIDDM (Non Insulin Dependent Diebetes Mellitus). 9

Diabetes tipe II ini dapat menurun dari orang tua yang penderita diabetes. Tetapi risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi jika memiliki kelebihan berat badan dan memiliki gaya hidup yang membuat anda kurang bergerak. Dahulu umumnya penderita diabetes tipe ini berusia 40 tahun ke atas atau usia lanjut. Namun dari diagnosa akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak pun sudah banyak yang menderita Diabetes tipe II ini. 9


(35)

Diabetes tipe II terbagi menjadi dua yaitu penderita tidak gemuk (non-obese) dan penderita gemuk (obese). 11 sekitar 80% penderita diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk. 9

Diabetes tipe II ini yang terjadi pada lansia karena faktor resistensi insulin yang bertambah dan faktor hidup yang lebih santai pada lansia. 12

c. Diabetes Melitus Tipe Lain

Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut. 12 Penyebab diabetes tipe lain ditambahkan dengan penyakit hormonal, kelainan insulin atau reseptornya, sindrom genetik tertentu dan lain-lain yang belum diketahui. 11

d. Diabetes Gestasional (Kehamilan)

Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah persalinan. Karena lebih dari 95% diabetisi adalah diabetes tipe II maka selanjutnya yang diperluas bahasannya adalah: Diabetes Mellitus tipe II. 12


(36)

4. Pemeriksaan Diabetes

a. Pemeriksaan gula darah puasa

Bagan 2.1

Pemeriksaan Gula Darah Puasa

Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus.13

Keluhan DM (-)

GDP*

≥ 126 100-125 <100

≥ 126 < 126 TTGO**

≥ 200 140-199 < 140

DIABETES MELITUS TGT GDPT Nomal

Ulang GDP*

GD 2 jam pasca pembebanan


(37)

b. Pemeriksaan gula darah sewaktu

Bagan 2.2

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu

Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus. 13

Keluhan DM (-)

GDS*

≥ 200 140-199 <140

≥ 200 < 200 TTGO**

≥ 200 140-199 < 140

DIABETES MELITUS TGT Nomal

Ulang GDS*

GD 2 jam pasca pembebanan


(38)

Kategori diabetes melitus menurut WHO (1999), (ADA 2003) 4 yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Normal (Non DM) < 140 mg/dl.

b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200 mg/dl. c. Diabetes Melitus (DM) ≥ 200 mg/dl.

B. Gejala dan Tanda-Tanda Awal DM

Gejala diabetes melitus muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, yaitu:

1. Penurunan berat badan (BB)

2. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit. 3. Sering buang air kecil

4. Terus-menerus lapar dan haus

5. Kelehan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya 6. Mudah sakit yang berkepanjangan

7. Gangguan saraf tepi/ kesemutan 8. Gangguan penglihatan

9. Gatal/ bisul

10. Luka yang lama sembuh 11. Keputihan pada wanita 12. Impotensi pada pria


(39)

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia/Umur > 45 tahun

Menurut Depkes (2007) umur adalah Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir.14 Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. 15

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.9 Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda, usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas. Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak


(40)

pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan sel lemak (adiposit). 16

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk pada tahun 2007-2008 mengenai Prevalence of Diagnosed and Undiagnosed Diabetes Mellitus and Its Risk Factors in a Population-Based Study of Qatar pada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa kasus DM lebih tinggi ditemukan pada usia 40-49 tahun sebesar 31.2%.17

Menurut Harding et al dalam jurnal penelitiannya tentang Diet Lemak dan Risiko Klinik Pada Diabetes Tipe 2, bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 84 kali. 18

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adi, dkk dalam Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan Penduduk Bukit Badong, Kuala Selangor di Malaysia, bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, semakin tinggi umur seseorang maka orang tersebut berisiko untuk terkena diabetes melitus.19

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5% dan terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.


(41)

b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM)

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi risikonya terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan kurang bergerak.9 Riwayat keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus. 17

c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional

Diabetes melitus pada kehamilan atau gestasional diabetes melitus adalah seseorang yang baru menderita penyakit diabetes melitus setelah ia menjadi hamil. Sebelumnya, kadar glukosa darah selalu normal.11 Menurut Damayanti wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal, progesteron tinggi, sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan mamberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. 20


(42)

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setelah usia 30 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pria. 14,21

Menurut Damayanti wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. 20 Proporsi DM lebih tinggi pada wanita sebesar 53.2% dibanding laki-laki sebesar 46.8%.17

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada perempuan yaitu sebesar 62% dan terendah pada laki-laki yaitu sebesar 38%. Jenis kelamin mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 87 kali. 18


(43)

e. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional kearah dalam sesama manusia. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. 15

Menurut azwar (1983), pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berprilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.22 Dengan pendidikan yang tinggi seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat yaitu mencegah penyakit diabetes melitus pada dirinya dan menghindari faktor-faktor risiko diabetes melitus. Orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes melitus dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena diabetes melitus. 19


(44)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada pendidikan SMA yaitu sebesar 29.7% dan terendah pada pendidikan tidak sekolah yaitu sebesar 1.3%.

f. Pekerjaan

Menurut Arikunto tahun 2000 dalam tawi (2008) pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang tiap hari dalam kehidupannya. Seseorang yang bekerja dapat terjadi sesuatu kesakitan, misalnya dari situasi lingkungan dan juga dapat menimbulkan stres dalam bekerja sehingga kondisi pekerjaannya pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan orang lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat.

Jenis pekerjaan dapat berperan di dalama timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni: 15

1) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.

2) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stres (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan dalam timbulnya hipertensi, ulcus lambung).


(45)

3) Ada tidaknya “gerak badan” di dalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan di mana kurang adanya “ gerak badan”.

4) Karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit, makan dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja.

5) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang. 15

Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. 15

Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan penyakit diabetes melitus seperti dalam Penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk tahun 2003 di Port Harcourt, Nigeria mendapatkan 44,2% orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan 55,8% orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus. 16 Penelitian lain oleh Yusmayanti tahun 2008 mendapatkan 66,0% orang yang bekerja menderita diabetes dan 34% orang yang tidak bekerja menderita diabetes, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes melitus. 20


(46)

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Kegemukan/Obesitas

Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah kelebihan gizi yang penting, masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. 23

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. 23

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: IMT = Berat badan (kg)


(47)

Tabel. 2.1

Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17, 0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17, 0 – 18,5

Normal > 18,5- 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Sumber: Depkes, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi orang Dewasa, Jakarta. hlm 4. 23

Untuk menentukan seseorang obesitas atau normal dilakukan dengan cara menghitung IMT, seseorang disebut normal jika IMT < 25

dan disebut obesitas jika IMT ≥ 25.24

Gemuk atau obesitas akan menyebabkan resistensi insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan baik dan kadar gula darah bisa naik. Gemuk juga mempermudah munculnya hipertensi dan lemak darah yang tinggi. Hal ini akan memicu gangguan ginjal, sakit jantung, dan stroke. Orang gemuk yang menderita diabetes lebih mudah terkena komplikasi. 7 Hampir 80% orang yang terkena diabetes melitus pada usia lanjut biasanya kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa yang kegemukan memiliki sel-sel lemak yang lebih besar pada tubuh mereka.


(48)

Diyakini bahwa sel-sel lemak yang lebih besar tidak merespon insulin dengan baik. 21

Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh glukosa darah masuk ke dalam sel. Mungkin sebagian lubang kunci pada sel jaringan berubah, sehingga tidak cocok lagi dengan kunci insulin. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Adanya resistensi insulin menyebabkan kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin, dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa, maka kadar yang melebihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/ml menunjukkan adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan penyakit diabetes melitus, gangguan kadar lemak darah (dislipidemia), atau tekanan dara tinggi (hipertensi), tergantung pada gen yang dimiliki penderita. Kesemua penyakit yang timbul ini akhirnya akan merusak lapisan dalam pembuluh darah (endothelium) dengan berbagai akibatnya. 11

Obeitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, 80-85% penderita diabetes tipe 2 mengidap kegemukan. Tentu saja tidak semua orang yang kegemukan menderita


(49)

diabetes, tetapi penyakit ini mungkin muncul 10-20 tahun kemudian. Dikatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20% dari berat badan normal.Pada usia lebih tua (41- 64 tahun), obesitas ditemukan sebagai faktor yang mempercepat peningkatan laju insidensi DM tipe 2.17, 12, 25

Orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh, terutama jika itu berada pada bagian perut, lebih mungkin terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkat. Tingginya asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21

b. Aktivitas fisik

Menurut Almatsier aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya,26 dan menurut Tandra Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga tentunya. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak berurutan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda,


(50)

jogging, atau senam. Semua aktivitas dan olahraga berguna untuk kesehatan Anda.7

Olahraga teratur akan lebih banyak memberi keuntungan, yaitu: 1) Memperbaiki kontrol glukosa darah, pada saat berolahraga 2) Mengurangi risiko sakit jantung

3) Menurunkan berat badan.7

Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu, dan kategori kurang apabila kegiatan dilakukan terus-menerus kurang dari 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif tidak mencapai 150 menit selama lima hari dalam satu minggu.4

Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus-menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan baik yang berkaitan dengan pekerjaan, waktu segang dan perjalanan . Kategori aktivitas fisik adalah aktivitas berat dan sedang yang dilakukan dalam 30 menit setiap hari. Contoh aktivitas berat adalah mengangkut/memikul kayu, beras, batu, pasir, mencangkul, angkat besi. Tenis tunggal, bulutangkis tunggal, lari


(51)

cepat, maraton, mengayuh becak, mendaki gunung, bersepeda membawa beban, dll. Contoh aktivitas sedang adalah menyapu halaman, mengepel, mencuci baju, menimba air, bercocok tanam, membersihkan, kamar mandi/kolom, tenis ganda, bulutangkis ganda, senam aerobik, senam tera, renang, basket, bola voli, jogging, sepak bola, dll (Depkes, 2007).27

Beberapa penelitian dewasa ini telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki gaya hidup kurang aktif lebih mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahwa olahraga dan akitivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel. 21

Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetisi dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Satu penelitian mendapati bahwa pada kadar glukosa darah sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi yang bersangkutan. Jadi sebaliknya, bila ingin melakukan latihan jasmani, seorang diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tak lebih 250 mg/dl. 28


(52)

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis.

1)Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu.

2)Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate) 3)Durasi : 30-60 menit.

4)Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. 28

Aktivitas fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali.18 Aktivitas fisik dengan indeks aktivitas 120 menit lebih per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan ditemukan dapat mencegah DM sebesar 0,15-0,22 kali. 25

c. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg

Telah dibuktikan pada penyelidikan Framingham bahwa hipertensi merupakan suatu faktor risiko penting pada diabetes melitus. Hipertensi

merupakan suatu “acceleration‖ pada komplikasi kardiovaskular dan

mempunyai pengaruh buruk pada mikroangiopati (retina, ginjal). Prevalensi hipertensi pada DM dua kali lebih banyak daripada


(53)

penduduk umum. 80% pasien diabetes menderita hipertensi, di Indonesia diketemukan 12-26.8% penderita hipertensi oleh karena diabetes. 29

Christlieb membagi hipertensi dalam 3 kategori:

a. Hipertensi yang dapat disembuhkan dengan pembedahan: Renal artery stenosis, coarctatio Aorta, pheochromocytoma, Syndrome Cushing, Hiperaldosteronism primer.

b. Hipertensi tanpa nefropati: Essential, sistolik, kalau ada neuropati, Supine Hypertension dengan ortostatik Hypertansion.

c. Hipertensi dengan nefropati (Diabetic Hypertension). 29

Hipertensi tanpa nefropati lebih umum ditemukan pada diabetes tipe 2 sebelum atau sesudah didiagnosis diabetes. Hipertensi dapat dikaitkan dengan aktivitas plasma renin yang normal, tinggi atau rendah seperti pada hipertensi esensial. Hipertensi diabetes merupakan komplikasi berat bagi Diabetes tipe 1 (30-35%) dan juga untuk diabetes tipe 2. 25% diantaranya meninggal karena nefropati. 29

Menurut Sandeep tahun 2009 menyatakan bahwa hipertensi merupakan komorbiditas penting dalam diabetes, hipertensi dapat menjadi penyulit maupun sebagai faktor prediksi diabetes. Hal ini disebabkan perannya yang sangat penting dalam proses perkembangan sindrom metabolik. Chuang dkk tahun 2004 menyebutkan bahwa


(54)

hipertensi sebagai bagian dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko penting bagi penyakit diabetes melitus tipe 2.16

Hipertensi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus.17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adi, dkk dalam Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan penduduk Bukit Badong, Kuala Selangor di Malaysia, bahwa hipertensi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, dan prevalensi diabetes melitus ditemukan lebih tinggi dikalangan penderita hipertensi dibanding tidak hipertensi, dan hasil ini di dukung dengan penelitian sebelumnya bahwa hipertensi menyumbang kejadian diabetes melitus sebesar 20%.19

d. Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida ≥ 250 mg/dl)

Konsumsi lemak adalah mengkonsumsi makanan yang lebih dominan kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizza, burger, makanan gorengan dll.14

Sumber utama lemak adalah mentega, margarin, lemak hewan (lemak daging, dan ayam), dan minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya). Sumber lemak lain adalah kekacangan, bebijian, daging


(55)

dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpukat) sangat sedikit mengandung lemak. 25

Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori pergramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetes karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PIFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesi VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol. 28


(56)

Rekomendasi pemberian lemak :

1) Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

2) Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh

diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari.

3) Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.

4) Batasi asupan asam lemak bentuk trans.

5) Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang.

6) Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. 28

Konsumsi saturated fat yang tinggi menyebabkan timbulnya resistensi insulin dan dislipidemia. Saturated fat dapat menyebabkan resistensi insulin karena perubahan komposisi phospholipid dalam membran sel, perubahan sinyal insulin dapat menghambat sintesis glikogen, atau mekanisme lainnya.30 Orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh, terutama bagian perut lebih memungkinkan terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh


(57)

energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk bahwa ada hubungan yang signifikan antara trigliserida dan HDL dengan kejadian diabetes melitus.17 Orang yang mengkonsumsi lemak jenuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18 dan orang yang mengkonsumsi lemak ≥40 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2,07 kali, dan dengan menggunakan analisis multinominal logistik bahwa mengkonsumsi lemak ≥40 gr per hari memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 4,43 kali. 25

e. Pola hidup tidak sehat 1) Merokok

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari- hari. Gaya hidup/ life style ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, minimal dianggap sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit.15 Merokok merupakan salah satu kegiatan yang akan memberikan banyak dampak negatif terhadap kesehatan. Merokok adalah faktor risiko


(58)

dari beberapa penyakit, diantaranya kanker, jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, katarak, dan lain sebagainya.31

Menurut Tsiara kebiasaan merokok secara mekanisme biologi dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel dan merusak sel beta di pankreas.16

Menurut Bustan tahun 1997 jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:

a) Perokok ringan, jika merokok kurang dari 10 batang perhari. b) Perokok sedang, jika merokok 10-20 batang perhari.

c) Perokok berat, jika merokok lebih dari 20 batang perhari.32 Menurut Bustan tahun 1997 merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini. 32


(59)

Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian diabetes melitus.17 dan merokok memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali.18

2) Konsumsi alkohol

Alkohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori. Pengaturan glukosa darah menjadi labih sulit apabila mengkonsumsi alkohol. Pecandu alkohol yang berhenti minum bisa mengalami hipoglikemia. Alkohol menghambat hati melepaskan glukosa ke darah sehingga kadar glukosa darah bisa turun. Bila seseorang mengkonsumsi obat diabetes atau melakukan suntik insulin, hipoglikemia bisa timbul bila seseorang peminum alkohol. Oleh karena itu, batasi minum alkohol atau jangan minum alkohol pada saat perut kosong dan glukosa darah sedang turun.7

Menurut Suyanto alkohol dapat menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh, yang menyebabkan proses pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan akan bertambah. Menurut Rahatta dalam juga alkohol dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan hiperlipidemia sehingga konsumsi alkohol kotraindikasi dengan diabetes.20 Orang yang mengkonsumsi alkohol mempunyai hubungan yang


(60)

signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18

3) Konsumsi kafein

Kafein merupakan stimulan ringan, termasuk zat psikoaktif yang paling banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat di dalam kopi, teh, minuman ringan, kokoa, cokelat, serta berbagai resep dan obat-obat yang dijual bebas. Kafein meningkatkan sekresi norepinefrin dan meningkatkan aktifitas syaraf pada berbagai area di otak. Kafein diabsorbsi dari traktus digestivus, dan segera didistribusikan ke seluruh jaringan kafein mempunyai efek antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan syaraf pusat.33 Kafein diduga dapat meningkatkan kadar gula darah, sehingga perlu diwaspadai untuk para penderita diabetes melitus (kencing manis).

Menurut Goodman dan Gilman‟s tahun 1996 dari beberapa

penelitian fisiologi diketahui bahwa, konsumsi kafein dengan konsentrasi yang tinggi (4 sampai 8 mg per kg berat badan) diketahui mempunyai efek meningkatkan FFA (free fatty acid) dalam plasma darah, merangsang lipolisis, meningkatkan


(61)

konsentrasi serum gliserol, dan mengganggu pengambilan dan penyimpanan Ca++ oleh sarcoplasmic reticulum pada otot lurik.25

Boden dan Chen tahun 2000 mengatakan bahwa peningkatan FFA dalam plasma diketahui merupakan penyebab resistensi insulin, karena penguraian jaringan adiposa atau penyerapan lemak yang tinggi akan melemahkan stimulasi insulin pada otot rangka dan liver, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan sensitivitas insulin. Peningkatan FFA dalam plasma juga dapat menyebabkan perubahan pada cairan membran sel dan struktur membran sel, sehingga reseptor insulin mengalami perlekatan dengan lemak bilayer dan plasma membran, yang pada akhirnya akan mengganggu jalan masuk reseptor insulin, pengikatan insulin pada sel dan reaksi insulin. 25

Penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng tahun 2004 bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan penyakit diabetes melitus, semakin tinggi konsumsi kopi, besarnya risiko DM tipe 2 semakin meningkat. Semakin tinggi konsumsi kopi, laju insidensi DM tipe 2 semakin meningkat. Seperti penelitian yang dilakukan olehnya mengenai ―Risiko Kebiasaan Minuman Kopi pada Kasus Toleransi Glukosa Terganggu Terhadap Terjadinya DM Tipe 2‖ ditemukan bahwa mengkonsumsi kopi tinggi (240-359,9 mg kafein per hari), memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2, 31 kali,


(62)

dan konsumsi kopi sangat tinggi (360 mg kafein lebih perhari) memberikan risiko kejadian sebesar 2, 92 kali dibanding konsumsi kopi rendah (< 184,6 mg kafein per hari).25

Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ärnlöv7 tahun 2004 tentang konsumsi kopi pada orang sehat yang tidak menderita diabetes ternyata memperlihatkan hasil yang sebaliknya. Ärnlöv7 menemukan bahwa konsumsi kopi dan teh dapat meningkatkan sensitifitas insulin. Setelah melakukan penyesuaian terhadap konsumsi teh, jumlah gula dan krim yang digunakan di dalam kopi, kue dan biskuit yang dimakan bersamaan dengan kopi, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, beratnya aktivitas fisik, dan status merokok, Ärnlöv7 menemukan bahwa peningkatan konsumsi 1 gelas kopi sehari berhubungan dengan peningkatan sensitifitas insulin sebesar 0,16 unit. Dengan demikian konsumsi kopi dan teh secara independen berhubungan dengan peningkatan sensitifitas insulin. Karena kafein telah dilaporkan dapat mengganggu kerja insulin, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mungkin terdapat unsur lain dalam kopi dan teh yang berperan dalam meningkatkan sensitifitas insulin. Baik kopi maupun teh mengandung senyawa fenol yang mempunyai aktivitas antioksidan. Terdapat kemungkinan antioksidan di dalam kopi ini dapat meningkatkan sensitifitas insulin karena telah dilaporkan bahwa


(63)

antioksidan dapat meningkatkan sensitifitas insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2.33

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan tahun 2007 dalam jurnal Makara Kesehatan mengenai ―Risiko Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di Kotamadya Palembang Tahun 206-2007‖, bahwa terdapat hubungan penurunan risiko kejadian DM Tipe 2 pada kelompok peminum kopi dengan OR 0,75 artinya kebiasan minum kopi merupakan faktor protektif sebesar 0.75 kali terhadap kejadian DM Tipe 2. Frekuensi, kekentalan kopi, jenis kopi, lamanya minum kopi yang tinggi merupakan faktor protektif terhadap DM tipe 2. 33

4) Kurang Konsumsi buah dan sayur

Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for American bahwa rekomendasi minimal untuk mengkonsumsi buah adalah 2 porsi/hari dan 3 porsi/hari untuk konsumsi sayur atau setara dengan konsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari. Menurut WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan satu porsi sayur adalah 1 mangkuk sayur segar atau ½ mangkuk sayur masak dan satu porsi buah adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1 mangkuk buah irisan. Konsumsi buah dan sayur dianggap „cukup‟ apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari.


(64)

Sedangkan yang dianggap „kurang‟ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. 14

Konsumsi buah dan sayur menurut adalah frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu.14 buah dan sayur banyak mengandung serat yang berguna untuk menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah. Pada umumnya, makanana serat tinggi mengandung energi rendah, dengan demikan dapat membantu menurunkan berat badan. Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. 26

Menurut Sukardji tahun 2007 konsumsi serat terutama insoluble fiber (serat tidak larut) yang terdapat biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah di dalam tubuh.20 Serat terdiri atas dua golongan, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat dalam dedak beras, gandum, sayuran, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat melancarkan defekasi sehingga mencegah obtipasi, hemoroid, dan diverticulosis. Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase yang banyak terdapat dalam havermout,


(65)

kacang-kacangan, sayur, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat mengikat empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah, sehingga menurunkan risiko, mencegah, atau meringankan penyakit jantung koroner dan dislipidemia.26

Pada Studi yang dilakukan terhadap 84.000 perawat wanita yang mulai diteliti oleh peneliti Harvard pada tahun 1980 mendapatkan hubungan antara konsumsi kekacangan dan risiko DM tipe 2. Jika dibandingkan dengan wanita yang jarang makan kacang, mereka yang makan satu sampai dengan 4 ons setiap minggu mempunyai pengurangan 16% insiden DM tipe 2 , dan mereka yang makan sedikitnya 5 ons perminggu memperlihatkan pengurangan 27%. Para peneliti berpendapat, bahwa meskipun kekacangan dapat memberikan 80% kalori lemak, lemak itu adalah lemak jenis unsaturated yang dapat mengontrol hormon insulin dan glukosa. Ditemukan bahwa mengkonsumsi serat ≥25 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan dapat mencegah kejadian DM tipe 2 sebesar 0,29- 0,42 kali.25

D. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi yang disebabkan dari penyakit diabetes adalah dehidrasi, napas berbau, mual, muntah, napas dalam dan semakin cepat, keadaan yang sangat lemah, penyakit arteri koroner, nefropati, neuropati, dan retinopati.21


(66)

DM dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi itu bisa berupa, masing-masing pada sistem:

1. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner. 2. Mata: retinopati diabetika dan katarak.

3. Saraf: neropati diabetika. 4. Paru-paru: TBC.

5. Ginjal: pielonefritis dan glomeruloskelrosis. 6. Hati: sirosis hepatitis.

7. Kulit: gangren, ulkus dan furunkel.8

E. Pencegahan Diabetes Melitus (DM)

Pada penyakit diabetes melitus (DM) seperti juga pada penyakit lain usaha pencegahan terdiri dari:

1. Pencegahan primer, yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit DM, meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman untuk mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang (meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana, melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan, serta menghindari obat yang bersifat diabetogenik.11


(67)

2. Pencegahan sekunder, yaitu sejak awal sudah harus dicegah kemungkinan timbulnya komplikasi kronis sehingga penderita dapat hidup sehat dan wajar berdampingan dengan penyakitnya. Peningkatan nilai kualitas hidup penderita lebih ditekankan dan juga diupayakan selama mungkin timbulnya komplikasi kronis.

Pilar utama pengelolaan penyakit diabetes melitus sampai saat ini tetap berdasarkan perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, penyuluhan, dan pemantauan mandiri kadar glukosa darah atau urin.11


(68)

F. Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Teori Depkes (2006)34, Depkes (2008)13, Notoatmodjo (2003)15, Rahajeng (2004)25

1. Usia/Umur > 45 tahun 2. Riwayat keluarga DM 3. Riwayat diabetes

gestasional 4. Jenis kelamin 5. Pendidikan 6. Pekerjaan

1. Kegemukan/obesitas

2. Aktivitas fisik

3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg 4. Konsumsi lemak 5. Pola hidup tidak sehat:

a. Merokok

b. Konsumsi alkohol c. Konsumsi kafein d. Kurang konsumsi buah

dan sayur

Diabetes Melitus

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


(1)

---+---

buahsayu | .7333618 .145483 -1.56 0.118 .4971035 1.081906

12.Hubungan aktivitas fisik dengan DM

svy:tabulate aktvts dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample)

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 ---

| dm aktvts | dm non dm Total ---+--- kurang | 4.341 95.6 100 | 383 8439 8822 |

cukup | 4.638 95.36 100 | 409 8410 8819 |

Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 --- Key: row percentages

number of observations Pearson:

Uncorrected chi2(1) = 0.9029

Design-based F(1, 17640) = 0.9029 P =0.3420

C.

Multivariat

1. Model 1

svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg alkohol kafein buahsayu

(running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 7641 Population size= 17641 Design df = 17640 F(11, 17630) = 17.09 Prob > F = 0.0000


(2)

---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---

umur | .9994452 .0002013 -2.76 0.006 .9990507 .9998398

jk | 1.119176 .0924426 1.36 0.173 .951887 1.315866

kerja | 1.430868 .1630981 3.14 0.002 1.144375 1.789085

obes | 2.298677 .1737357 11.01 0.000 1.982161 2.665733

aktvts | .8973867 .0678175 -1.43 0.152 .7738344 1.040666

hiprtnsi | 1.195635 .1075571 1.99 0.047 1.002353 1.426186

lemak | .9085908 .0508753 -1.71 0.087 .8141477 1.01399

rokoklg | .9491697 .0469221 -1.06 0.291 .8615131 1.045745

alkohol | .4907756 .1696501 -2.06 0.040 .2492422 .9663722

kafein | .8827997 .0406937 -2.70 0.007 .8065334 .9662777

buahsayu | .79394 .1581278 -1.16 0.247 .537333 1.173091

2. Model 2

svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg alkohol kafein

(running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size= 17641 Design df = 17640 F(10, 17631) = 18.59 Prob > F = 0.0000 ---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---


(3)

umur | .999441 .0002011 -2.78 0.005 .9990468 .9998353

jk | 1.121093 .0927356 1.38 0.167 .9532931 1.31843

kerja | 1.434682 .1635323 3.17 0.002 1.147426 1.793852

obes | 2.30423 .1737788 11.07 0.000 1.987587 2.671318

aktvts | .9050048 .0679507 -1.33 0.184 .781152 1.048495

hiprtnsi | 1.197896 .1077205 2.01 0.045 1.004315 1.42879

lemak | .9086788 .0508733 -1.71 0.087 .8142387 1.014073

alkohol | .4836236 .1672335 -2.10 0.036 .2455546 .9525044

kafein | .8781811 .0400045 -2.85 0.004 .8031671 .9602012

buahsayu | .7895355 .157406 -1.19 0.236 .534146 1.167034

3. Model 3

svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak alkohol kafein

(running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 F(9, 17632) = 20.52 Prob > F = 0.0000 ---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---

umur | .9994437 .000201 -2.77 0.006 .9990497 .9998378

jk | 1.121085 .092763 1.38 0.167 .9532395 1.318485

kerja | 1.434835 .1635012 3.17 0.002 1.147624 1.793924

obes | 2.312526 .1745772 11.11 0.000 1.994451 2.681328


(4)

aktvts | .9067427 .0680943 -1.30 0.192 .7826299 1.050538

hiprtnsi | 1.199338 .1078881 2.02 0.043 1.005462 1.430599

lemak | .9112552 .0510606 -1.66 0.097 .8164718 1.017042

alkohol | .486142 .1681778 -2.08 0.037 .2467601 .957748

kafein | .8775775 .0400029 -2.86 0.004 .8025687 .9595966

4. Model 4

svy:logistic dm umur jk kerja obes hiprtnsi lemak alkohol kafein

(running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 F(8, 17633) = 22.96 Prob > F = 0.0000 ---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---

umur | .9994334 .0002004 -2.83 0.005 .9990407 .9998263

jk | 1.11995 .0926354 1.37 0.171 .9523302 1.317072

kerja | 1.417318 .1609524 3.07 0.002 1.134481 1.770669

obes | 2.319177 .1749833 11.15 0.000 2.000349 2.688821

hiprtnsi | 1.19603 .10752 1.99 0.046 1.002804 1.426488

lemak | .9058278 .0505773 -1.77 0.077 .8119236 1.010593

alkohol | .4910755 .1696885 -2.06 0.040 .2494594 .9667108

kafein | .882727 .0397709 -2.77 0.006 .8081151 .9642277


(5)

5. Model 5

svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi lemak alkohol kafein

(running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 F(7, 17634) = 25.47 Prob > F = 0.0000 ---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---

umur | .9994362 .0002001 -2.82 0.005 .999044 .9998285

kerja | 1.420732 .1613239 3.09 0.002 1.137239 1.774895

obes | 2.357715 .1751379 11.55 0.000 2.03825 2.727253

hiprtnsi | 1.196216 .1075269 1.99 0.046 1.002976 1.426687

lemak | .9066253 .0506601 -1.75 0.079 .8125712 1.011566

alkohol | .4671114 .1597206 -2.23 0.026 .238972 .9130488

kafein | .8682008 .0365925 -3.35 0.001 .7993586 .9429718

6. Model 6

svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi alkohol kafein (running logistic on estimation sample)

Survey: Logistic regression

Number of strata = 1 Number of obs = 17641 Number of PSUs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 F(6, 17634) = 29.40 Prob > F = 0.0000


(6)

---

| Linearized

dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+---

umur | .9994255 .0001993 -2.88 0.004 .9990349 .9998162

kerja | 1.421418 .161328 3.10 0.002 1.137904 1.775571

obes | 2.352823 .1747043 11.52 0.000 2.034139 2.721434

hiprtnsi | 1.192758 .1071773 1.96 0.050 1.00014 1.422472

alkohol | .4642022 .1586863 -2.24 0.025 .2375233 .9072107

kafein | .8669509 .0365767 -3.38 0.001 .7981414 .9416927