kearifan lokal pesisir utara doc

SYEH JANGKUNG DARI PESISIR UTARA
Pada zaman dahulu di daerah pesisir utara pulau jawa, di desa Miyono, kecamatan
Kayen, kabupaten Pati hiduplah sepasang suami istri bernama ki Ageng kingiran dan Nyi
Ageng Kingiran. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Sumiyem. Mereka
berdua sangat ingin mempunyai anak laki-laki. Ki Ageng Kingiran setiapharinya bekerja
sebagai pencari ikan di sungai dekat desanya. Pada suatu hari, setelah pulang bekerja, Ki
ageng Kingiran mendengar suara tangisan bayi. Ki Ageng Kingiran merasa takut dan ingin
berlari, tetapi semakin lama bayi itu semakin menangis dan sangat jelas suara tangisannya.
Ki Ageng Kingiran pergi mendekati bayi tersebut tetapi ia bingung akan mengambilnya atau
tidak. Tiba-tiba datanglah sunan Kalijaga yang menyarankan pada ki Ageng Kingiran untuk
mengambil bayi tersebut .
Ki Ageng Kingiran pulang dengan membawa bayi itu. Istrinya sangat senang karena
sudah lama ia menginginkan anak laki-laki. Bayi laki-laki itu diberi nama Saridin. Ki Ageng
Kingiran dan istrinya merawat Saridin dengan bahagia dan penuh kasih

sayang sampai

saridin dewasa. Sedangkan kakaknya, Sumiyem sudah beranjak dewasa dan menikah
dengan seorang laki-laki bernama Branjung.
Masa kecil Saridin memang tidak seperti anak kecil seuisanya karena ia mempunyai
ilmu atau kesaktian semenjak kecil.


Pada suau hari, ia sedang mepertontonkan

kesaktiannya dihadapan para warga. Ada yang takjub heran tetapi ada juga yang tidak suka
dengannya karena kesombongannya. Ketika ia sedang asyik memperlihatkan kehebatannya,
tiba-tiba kakaknya, Sumiyem datang dan memberitahu bahwa ayahnya, Ki Ageng Kingiran
sedang sakit parah. Sumiyem mengajak saridin untuk segera pulang kerumah. sesampainya
di rumah, ayah mereka memang sedang sakit parah dan berpesan kepada kedua Sumiyem
dan saridin bahwa umur ayahnya tidak akan lama lagi dan ayahnya tidak mempunyai harta
apa-apa untuk diwariskan keculai kebun durian.
Saridin membagi warisan peninggalan ayahnya berupa kebun durian itu kepada
Sumiyem. Saridin membagi jika buah durian yang jatuh di malam hari itu berarti milik
saridin, tetapi jika jatuh di siang hari maka buah itu milik Sumiyem dan suaminya, Branjung.
Sumiyem menyetujui perjanjian tersebut. Tak lama kemudian ayahnya benar-benar
meninggal dan Saridin mengurus jenazah ayahnya bersam-sama dengan para warga.
Setelah beberapa hari, buah durian itu ternyata lebih banyak jatuh di malam hari
daripada siang hari. Maka saridin lebih banyak mendapatkan buah durian. Branjung,
Suaminya Sumiyem marah melihat hal itu, karena kebetulan buah durian yang jatuh di siang
1


hari hanya sedikit. Saridin menjual buah durian itu ke pasar, karena durian milik saridin lebih
banyak, maka saridin mendapatkan uang lebih banyak daripada Sumiyem dan Branjung.
Saridin mendapatkan uang banyak dari penjualan duriannya sehingga Branjung
merasa iri. Branjung marah tetapi Sumiyem menenangkannya karena berapa banyak durian
yang jatuh untuknya itulah rejeki yang harus diterima. Meskipun Sumiyem sudah
menenangkannya tetapi Branjung tetap tidak terima, akhirnya Branjung mencari akal agar ia
bisa mencuri durian ketika malam hari. Secara diam-diam Branjung pergi ke gurunya, Ki
Pendeng dan meminta ilmu “malih rupo” agar ia bisa berubah menjadi harimau. Ki Pendeng
mengajarinya agar ia bisa berubah menjadi harimau saat malam hari. Dengan Ilmu “malih
rupo” itu Branjung ingin supaya Saridin takut jika ada harimau di kebun duriannya dan
saridin tidak menjaga kebun duriannya lagi sehingga Branjung bisa bebas mengambil durian
yang jatuh di malam hari.
Malam harinya, Branjung Benar-benar menggunakan ilmu barunya. Saat saridin
akan mengambil durian yang jatuh, tiba-tiba seekor Harimau loreng datang dan ingin
menerkam saridin. Melihat ada Harimau yang akan menyerangnya, Saridin mengambil
tombak dan bersiap-siap untuk menyerang balik harimau loreng itu. Saridin dan harimau
nampak sedang bertarung hingga akhirnya harimau itu kalah dan mati. mendengar ada
pertarungan dan sudah ada yang kalah, warga berdatangan melihat harimau yang mati itu.
Tanpa di sangka-sangka tiba-tiba Harimau yang mati itu berubah wujud menjadi manusia
dan Branjung lah orangnya. Saridin kebingungan dan Sumiyem menangis histeris karena

suaminya meninggal. Warga menjadi semakin gempar karena Saridin telah membunuh
kakak iparnya.
Secara beramai-ramai warga menangkap saridin dan melaporkan kepada adipati
Joyokusumo. Saridin didakwa melakukan pembunuhan terhadap kakaknya dan ia harus
mendapatkan hukuman mati juga, tetapi saridin terus mengelak karena ia tidak tahu kalau
ternyata Harimau itu adalah kakak iparnya, Branjung. Saridin terus mengelak dan tetap
tidak mau dihukum. Akhirnya adipati Joyokusumo sebagai pemimpin pengadilan mengganti
kalimatnya, saridin tidak dihukum tetapi diberi hadiah berupa rumah yang besar, diberi
banyak penjaga, makan disediakan, dan mandi diantarkan. Dengan demikian Saridin mau
dihukum tetapi sebelum dihukum ia meminta sau permintaan bahawa ia diperbolehkan
pulang saat ia ingin pulang dan Adipati menyetujuinya.
Setelah dipenjara saridin benar-benar meminta janjinya, ia sering pulang kerumah
jika menginginkannya dan akan kembali lagi ke penjara saat hari sudah pagi. Karena Saridin
nampak seenaknya sendiri, adipati sangat marah sehingga hukuman Saridin ditambahi lagi
2

yang lebih berat yaitu diberi hukuman gantung. Mau tidak mau Saridin harus
menyetujuinya. saat akan digantung, para petugas tidak mampu menarik talinya karena
saridin terlalu berat. Maka saridin menawarkan diri untuk membantu menarik tali gantungan
itu. Adipati mengijinkannya, dan karena ijin itu Saridin bisa terlepas dari tali gantungannya.

Adipati sangat marah dan karena kemarahannya yang tidak bisa ditahan lagi Adipati
menyuruh para pasukan untuk membunuh saridin saat itu juga. Saridin nampak kaget
dengan hukuman mati yang dijatuhkan untuknya. Maka secara diam-diam saridin melarikan
diri keluar dari pati dan pergi ke Kudus.
Sesampainya di Kudus Saridin memutuskan untuk datang ke tempat orang digdaya
yaitu sunan Kudus dan berguru kepada Sunan Kudus. Sesampainya di padepokan Kudus,
Sunan Kudus menerimanya dengan baik. Saat di Kudus saridin Nyantri bersama para santri
lainnya. Setiap hari ia melakukan aktifitas sama seperti santri lainnya. Namun sejak awal
kedatangannya, kanjeng Sunan Kudus sudah merasakan hal yang berbeda. Beliau merasa
bahwa anak ini bukan anak sembarangan karena dia kelihatan pintar tapi sombong dan
badung. Apa yang diucapkan saridin selalu menunjukkan bahwa ia adalah anak yang sakti
dari desa Miyono. Karena badungnya tersebut maka para santri sering menganggap remeh
Saridin.
Suatu hari Sunan kudus mengetes kemampuan Saridin dalam mengaji, Sunan
Kudus menyuruhnya untuk mengucapkan kalimat syahadat. Semua santri menganggap
remeh, Saridin tidak akan bisa mengucapkan kalimat syahadat dengan benar. Alhasil, siapa
yang menyangka saridin tidak mengucapkan dua kalimat syahadat tetapi malah justru lari,
memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi lalu tanpa ragu dan tanpa takut ia langsung
terjun dari atas. Sampai dibawah Saridin masih selamat dan tidak ada luka sedikitpun.
Semua santri heran, tercengang melihat kelincahannya dengan tetap mengejeknya karena

ia dianggap tidak bisa membaca kalimat syahadat.

Dengan demikian, Sunan Kudus

menjelaskan kepada semua santrinya bahwa Saridin tidak hanya mengucapkan dua kalimat
syahadat tetapi seluruh dirinya bersyahadat. Ia menyerahkan keselamatan dirinya pada
kekuasaan tertinggi yaitu Allah swt. jika hanya mengucapkan dua kalimat syahadat maka
semua orang bahkan anak kecil pun bisa, sedangkan saridin ini sudah mengamalkan
syahadatnya.
Saridin terus mengikuti semua kegiatan di padepokan Sunan Kudus, semua ilmu
difaminya dengan cepat. Dilain

hari lagi, sunan Kudus masih ingin mengujinya. Sunan

Kudus bertanya dimana adanya ikan, sontak saridin langsung menjawab dengan cepat
bahwa semua air ada ikannya. Jelas semua santri bahkan Sunan Kudus pun

kaget
3


mendengar jawabnnya. Saat itu didekat mereka ada tempat minum Sunan Kudus yang
masih ada airnya dan beberapa wadah yang masih terisi air juga, ternyata benar apa yang
dikatakannya, semua wadah tersebut berubah menjadi banyak ikannya. Semua orang masih
tercengang setengah tidak percaya dengan Saridin. Sunan Kudus menantang lagi apakah
didalam air kelapa juga ada ikannya. Saridin mengatakan ada ikannya juga didalam air
kelapa itu. Sunan Kudus menyuruh santri lainnya untuk memanjat pohon kelapa dan
mengambil satu buah kelapa. Sesampainya dibawah, santri itu membelah buah kelapa
tersebut dan dengan disaksikan semua santri serta sunan Kudus, ternyata benar apa yang
dikatakan Saridin, didalam buah kelapa yang masih ada airnya tersebut ada banyak ikannya.
Saridin tampak sombong dengan kehebatannya itu.
Meskipun sudah hebat begitu, Saridin tetap mendalami ilmu agama bersama para
santri lainnya. Tetapi santri lainnya ingin menjebak Saridin. Setiap satu minggu sekali di
padepokan tersebut diadakan kerja bakti. Suatu hari ketika sedang ada kerja bakti
membersihkan Padepokan bersama, Saridin dengan beberapa temannya mendapat bagian
untuk mengisi bak mandi. Ia datang terlambat dan semua temannya sudah memegang
ember untuk mengisi bak mandi. Tinggal saridin sendiri yang belum mendapatkan ember.
Teman-temannya yang ingin menjebaknya, bukannya memberikan ember tetapi memberi
keranjang untuk mengambil air. Semua temannya menganngap bahwa ia tidak akan bisa
memenuhi bak mandi karena alat yang dipakainya berlubang sangat besar, jangankan untuk
mengisi bak mandi, untuk mengambil airnya saja tidak akan bisa. Tetapi apa yang terjadi,

ajaib ! saridin bisa memenuhi air didalam bak mandi dengan menggunakan kerangjang yang
penuh dengan lubang besar itu. Jelas semua temannya terkejut dengan kehebatan Saridin.
Saridin masih tetap suka membanggakan kepintarannya. Disamping kehebatannya
dalam hal-hal tersebut dia tas, dia juga mempunyai kemampuan menghilang. Suatu hari ia
melihat santri putri yang cantik bernama Rukmini, diam-diam ia terpikat dengan Rukmini. Ia
bermaksud menggoda Rukmini. Kala itu ia menghilang dan saat Rukmini ingin mengambil
air Wudhu tiba-tiba ia datang dengan membawa seikat bunga untuk Rukmini. Rukmini
menjerit kaget bukan kepalang karena ditempat wudhu perempuan ada laki-laki yang
menggodanya. Seluruh padepokan Sunan Kudus ramai karena ulah Saridin, Sunan Kudus
Marah besar dengannya dan semua santri terus mengejarnya hingga akhirnya ia melarikan
diri ke Demak dan bertemu dengan gurunya, Sunan Kalijaga.
Saat sudah bertemu dengan Sunan Kalijaga, Saridin masih merasa dia adalah anak
yang hebat. Sunan Kalijaga memintanya untuk bertaubat dari kesombongannya. Tetapi
Saridin justru membantah dengan berkata bahwa dia memang hebat dan tidak ada yang
4

salah dengan kehebatannya. Kali ini Sunan Kalijaga ingin menguji kehebantannya. Beliau
meminta kepada Saridin untuk menunjukkan kehebatannya. Saridin menyetujuinya, karena
sala satu ilmu yang dikuasainya adalah “ilmu ngilang” atau ilmu menghilang, maka dengan
sombong Saridin mencoba menunjukkan kemampuan ngilangnya tersebut. Menurut Saridin

ia sudah menghilang tetapi bagi Sunan Kalijaga ia masih ada dihadapannya dan tidak
menghilang. Suatu pagi Saridin jalan-jalan ke Pasar, saat itu ia melihat ada gadis cantik
yang sedang berjalan di pasar. Ia mencoba menggodanya dengan dalih ia telah menghilang
maka tidak ada yang tau jika ia menggoda gadis tersebut. Tapi yang terjadi justru
sebaliknya, karena ulahnya tersebut saridin dihajar massa dan tidak ada yang membelanya.
Sesaat kemudian datanglah Sunan Kalijaga yang melihat kejadian tersebut menyuruh para
warga untuk berhenti menghajarnya karena yang dihajar itu adalah Saridin, Muridnya.
Karena pertolongan Sunan Kalijaga tersebutlah Saridin berhenti dihajar massa.
Sesampainya di tempat Sunan Kalijaga, saridin dinasehati lagi oleh sunan Kalijaga
agar tidak sombong karena ternyata ilmu menghilangnya tidak mempan dan ia tetap bisa
dilihat banyak orang meski sudah menghilang. Saat saridin sudah babak belur, Sunan
Kalijaga menyuruhnya untuk bertaubat. Karena sifatnya yang sombong tersebut, saridin
harus menebus semua kesalahannya. Untuk membersihkan diri dari sifat buruknya tersebut
saridin harus bertapa mengambang atau mengapung

di laut pulau jawa. Saridin kaget

dengan perintah itu karena ia tak bisa berenang.
Sunan Kalijaga berlaku bijak, karena beliau yang menyuruhnya maka beliau juga
yang memberi solusi. Sunan Kalijaga membekalinya dengan dua buah kelapa yang diikat

untuk menopang tubuhnya agar tidak tenggelam dilautan. Saat berpamitan, Sunan Kalijaga
berkata bahwa “Gusti Allah maha penyelemat, Maha memberi keselamatan untukmu, tapi
aku akan selalu jangkung keselamatan jiwamu, berangkatlah kamu dengan dua buah kelapa
ini, aku akan selalu jangkung terhadap keselamatan jiwamu. Aku selalu jangkung kamu,
oleh karena itu saat ini kuberi nama kau jangkung”. Demikianlah kata Sunan Kalijaga.
Saridin telah benar-benar bertapa dilaut jawa. Setelah beberapa hari bertapa dilaut
mengikuti arus ombak laut, Saridin terdampar di Palembang. Selama di laut itulah Saridin
merasa betapa kecilnya dirinya. Ia bisa mati sewaktu-waktu diterjang oleh gulungan ombak
sedang ia tidak bisa berenang. Kini ia merasa sangat senang karena bisa selamat sampai di
daerah palembang. Mulai saat itu ia berjanji akan menjadi orang yang baik dan tidak
sombong lagi.
Orang-orang di daerah palembang itu sangat kaget melihatnya. Apalagi ia bilang
bahwa ia kesana dengan dua buah kelapa. Sebagian orang menganggapnya gila karena
5

ulahnya tersebut. Tetapi Saridin sudah berjanji tidak akan sombong lagi makanya ia tetap
tenang. Saat Saridin diolok-olok, datanglah penguasa Palembang, Raja Mina. Raja bertanya
tentang apa yang terjadi sehingga warga ramai seperti itu. Warga menjelaskan apa yang
dikatakan Saridin tadi. Raja merasa bahwa saridin ini orang yang hebat. Akhirnya Raja
mengajak saridin ke tanah lapang, kemudian raja meminta Saridin untuk menunjukkan

kehebatannya. Raja Mina meminta Saridin untuk menghitung jumlah prajuritnya secara
cepat. Tanpa berpikir panjang saridin menghitung prajuritnya dengan cara meloncat ke atas
berlari dari ujung ke ujung tombak yang menghadap ke atas. Semua dihitung secara kilat
dan dihadapan raja saridin mengatakan berapa jumlah prajuritnya.
Raja Mina tertunduk dan bergetar, nyalinya ciut saat melihat kehebatan Saridin
tersebut. Seketika itu raja takluk dihadapan Saridin, namun saridin tidak menerima sembah
takluknya raja. Saridin berkata bahwa raja harus takluk kepada sultan Agung Mataram saja
karena ia adalah salah satu abdi sultan Agung mataram. Akhirnya raja takluk kepada Sultan
Agung Mataram tanpa perlawanan sedikitpun.
Saridin melanjutkan perjalanannya melalui laut dengan membawa daun jati dan
dua buah kelapa miliknya. Sesampainya ditengah laut ia bertemu dengan para bajak laut. Ia
akan dirampok oleh sekelompok perompak yang diketuai oleh Somad. Somad sempat
mendengar kehebatan saridin ini. Somad menyiapkan 10 anak buahnya yang lengkap
dengan senjata untuk mengepung saridin. Saat dikepung tanpa disadari Saridin berubah
menjadi gedebok (batang pohon pisang). Somad dan kawan-kawannya bingung mencari
dimana Saridin yang ternyata sudah berada di atas perahu. Saat para perompak ingin
mengejarnya, tiba-tiba datanglah segerombolan kepiting yang muncul dari dalam pasir dan
menggigit kaki somad dan kawan-kawannya. Para perompak itu tak berdaya sehingga
mereka bertaubat dan menjadi murid Saridin. mereka ingin belajar banyak tenatng ilmu
agama dengan saridin. Sebagai murid Saridin, ia ditugasi untuk menjaga wilayah laut jawa.

Saridin melanjutkan perjalanannya ke negeri Ngerum. Disana ia melihat seorang
laki-laki bernama pak Toyo yang hampir dikeroyok massa karena dituduh mencuri cangkul
milik pak lurah. Dengan tuduhan tersebut saridin memutuskan Pak Toyo akan dihukum
potong satu tangan karena telah mencuri. Pak Toyo mengelak hukuman tersebut karena ia
tidak mencuri. Ia mengatakan bahwa jika benar ia mencuri ia siap dihukum mati. Istri pak
Toyo membela bahwa suaminya memang tidak mencuri, ia hanya difitnah oleh pak lurah
saja karena istrinya tidak pernah mau digoda oleh pak Lurah. Pak lurah marah mendengar
pengakuan istri pak Toyo tersebut. Saridin yang mendengarnya tersenyum dan tiba-tiba
mengubah cangkul pak Lurah itu menjadi cangkul emas. Saridin bertanya jika cangkul
6

tersebut berubah menjadi emas apakah pak lurah akan memilih cangkul itu atau tetap
menggoda istri pak Toyo. Akhirnya pak lurah memilih cangkul tersebut dengan suka hati ia
bawa pulang. Saat perjalanan pulang tanpa disadari cangkul emas tersebut berubah
menjadi sapu. Pak lurah marah besar dengan Saridin dan melempar sapu tersebut ke muka
Saridin namun yang terjadi justru pak lurah terjungkal terjatuh. Akhirnya pak lurah sadar
dan meminta maaf kepada Saridin serta berjanji tidak akan mengganggu istri pak Toyo lagi.
Melihat kehebatan Saridin, sang penguasa ngerum memanggilnya untuk dijadikan
penasehat kerajaan. Namun setelah beberapa saat menjadi penasehat kerajaan Saridin
memohon pamit untuk meneruskan syiarnya ke daerah lain. Sebelum berangkat penguasa
ngerum tersebut menetapkan dirinya sebagai syeh yakni syeh jangkung.
Saridin melanjutkan syiarnya di daerah Cirebon. Sesampainya di Cirebon betapa
kagetnya saridin yang melihat penderitaan warga yang terserang penyakit pagebluk. Raja
mengumumkan bahwa barang siapa yang bisa menyembuhkan warga dari pagebluk ia akan
mendapatkan banyak hadiah. Saridin yang mendengar pengumuman itu berniat untuk
mengikuti sayembara tersebut. Ia menghadap ke raja dan meminta izin untuk mengobati
warga dan raja mengijinkannya. Suatu hari saridin mengumumkan bahwa ia akan
mengobati penyakit warga. Semua warga berduyun-berduyun datang ke lapangan untuk
mendapatkan pengobatan. Di sana, saridin hanya menyiapkan sebuah kelapa yang airnya
akan digunakan untuk mengobati warga. Raja tidak yaqin karena satu buah kelapa untuk
mengobati banyak warga itu sangat tidak mungkin. Tetapi apa yang terjadi, air kelapa
tersebut tidak habis meski sudah digunakan untuk mengobati banyak orang. Alhasil semua
warga sembuh dari penyakitnya. Raja memberikan banyak hadiah untuk syeh jangkung
tetapi ia membagi-bagikan hadiah tersebut kepada para warga. Semua orang sangat
mengagumi syeh jangkung.
Kehebatan syeh jangkung tersebut akhirnya terdengar sampai di telinga sultan
Agung Mataram. Sultan Agung sedang bingung karena warganya di Alas Roban diganggu
oleh Ki jati yang selalu membunuh orang yang ingin membuka ladang di daerah itu. Ki jati
adalah orang yang sangat jahat yang bisa berubah menjadi siluman ular. Sultan Agung lalu
meminta tolong kepada syeh Jangkung untuk memerangi Ki Jati.
Terjadilah pertarungan hebat antara Syeh Jangkung dengan Ki Jati yang akhirn ya
peperangan dimenangkan oleh syeh jangkung. Ia meminta agar Ki Jati berjanji untuk
meninggalkan Alas Roban dan tidak mengganggu warga disana. Ki Jati mengaku kalah
tetapi tetap memendam dendam yang akan dibalaskannya kepada Syeh jangkung entah
kapan waktunya.
7

Sultan Agung sangat bahagia atas keberhasilan Syeh Jangkung. Syeh jangkung
diberi hadiah oleh Sultan Agung untuk mempersunting kakak perempuannya, Retno Jinoli.
Saat Syeh Jangkung berbahagia akan melaksanakan pernikahannya dengan Retno Jinoli, Ki
Jati yang masih dendam mengirim ular yang dimasukkan kedalam tubuh Retno Jinoli
sehingga Retno Jinoli menjadi perempuan lawean. Barang siapa yang menikahi perempuan
lawean maka laki-laki tersebut tidak lama akan meninggal dunia. Syeh jangkung yang
mengetahui kelicikan Ki jati tersebut, tidak mau kalah. Syeh jangkung berusaha
mengeluarkan ular yang ada di dalam tubuh retno Jinoli dan memerangi ular tersebut
sampai ular tersebut mati. akhirnya wanita keturunan mataram tersebut secara syah
dinikahi oleh Syeh jangkung dan dibawa pulang ke Miyono yaitu desa Landoh, kecamatan
Kayen, kabupaten Pati.
Di desa Landoh ini Syeh jangkung meneruskan syiarnya sampai ia meninggal di
desa Landoh ini juga. Sampai sekarang makam Syeh Jangkung sering dikunjungi peziarah
dari berbagai penjuru kota. Dan Haulnya diperingati setiap tanggal 15 bulan Rajab. Memang
tidak begitu terkenal secara Nasional, tetapi untuk daerah Pati, Kudus, Rembang, Blora,
jepara, demak, Grobogan dan sekitarnya sudah tidak asing lagi dengan Syeh Jangkung.

8