Kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat (studi kasus tradisi ngarot di desa lela Indramayu

(1)

KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERHADAP SOLIDARITAS

MASYARAKAT

(Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu)

Disusun Oleh: Nama: HAMMIDAH

NIM: 106032201087

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ABSTRAK

Di Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot. Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat desa Lelea. Kata

Ngarot berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya membersihkan diri dari noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Pelaksanaan tradisi Ngarot sangat erat kaitannya dengan proses solidaritas masyarakat yang berkembang di desa Lelea, antara tradisi Ngarot dengan tingkat solidaritas dalam suatu masyarakat ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa solidaritas yang kuat.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dampak dari tradisi Ngarot jelas sangat positif, selain masyarakat mengesampingkan segala kepentingan pribadi, masyarakat juga dengan sifat sosial yang mereka miliki merasa tradisi Ngarot adalah barang berharga masyarakat desa Lelea hingga mereka dengan secara sukarela membantu dan melestarikan tradisi Ngarot. Dengan adanya tradisi Ngarot tersebut perubahan-perubahan solidaritas sosial yang diakibatkan dari kehidupan modernitas baik dari faktor tingkat pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup dan tingkat sosial, maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri maupun kelompoknya seakan tidak berlaku dalam tradisi masyarakat desa Lelea, dilihat masih terus dilaksanakannya ritual tradisi Ngarot.

Ritual tradisi Ngarot perlu tetap dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat Lelea, karena melihat fungsi sosial dari ritual tradisi Ngarot yang positif yang menjadi wahana untuk saling bekerjasama antar penduduk setempat sehingga dapat menciptakan kerukunan dan solidaritas antar mereka selain itu hal ini merupakan suatu identitas sebagai orang Indramayu yang mempunyai tradisi tersendiri yang harus dipelihara.Perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi tidak sekedar melestarikan warisan nenek moyang semata, masyarakat Desa Lelea juga perlu melihat apakah ritual tradisi Ngarot tersebut benar adanya atau melenceng pada hukum agama dan tatanan sosial yang berkembang di masyarakat.


(3)

KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERIIADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT

( STUDI KASUS TRADISI NGAROT DI DESA LELEA INDRAMAYTI)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas llrnu Sosial dan lknu Poiitik Untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Gelar Sarjana llrnu Sosial (S.Sos)

Oleh

rlArlmfpArr

NIM: 106032201087

Di Bawah Bimbingan

J

Prof. Dr. M. Bambaw Prancwo NIP.15t)170055

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKT]LTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK TINTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARTT HIDAYATULLAII

JAKARTA 20rl


(4)

- PENGESAIIAN PAMTIA UJIAN

Skripsi berjudul KONTRIEUSI TRADISI LOKAL TERIIADAP SOLIDARITAS

MASYARAKAT (STUDI KASUS TRADISI NGAROT DI DESA LELEA

IIYDRAMAYU) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 Agustus 2011. Sicipsi ini telah diterirna sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sa{ana Sosia! (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Jakart+ l8 Agustus 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

W

Dr. Zulkifli

NrP.196608 13 199103 1 004

Penguji I

NIP.

DLAIk'fii

196508 13 199103 i 004

Pcmbimbing

N-

-l

Prof. Dr. M. Bambang Pranoyaq NIP. 15017005s

Penguji Il

NrP. 197701 l9 200912 I 001 Sekertaris Merangkap Anggota


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persy aratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yaxg saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di LIIN Syarif Hidayatullah Jakarta' 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta'

Agustus 2011

: Ifammidah


(6)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Ilahi, atas berkah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat beriring salam juga penulis persembahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Dengan perlahan tapi pasti, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini guna untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Sosiologi.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada yang mulia Ibunda (Hj. Mamduha) dan Ayahanda (H. Abdul Ajid) sebagai tanda bakti seorang anak. Terima kasih yang sangat juga saya persembahkan untuk kakanda (MUH. Nasirudin dan MOCH. Ansor). Mereka yang selalu memberikan bantuan baik moril dan materil serta doa yang tiada putusnya, yang menjadi motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu proses penyelesaian skripsi ini. Terutama sekali kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendi, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta,


(7)

2. Bapak Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Dzuriatun Toyibah, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA, Tim DPS (Dewan Pertimbangan Skripsi) atas segala arahan dan masukannya.

4. Bapak Dr. Zulkifli dan Saifudin Asrori, M.Si, selaku tim penguji pada sidang munaqasah tanggal 18 Agustus 2011.

5. Joharotul Jamilah, Msi, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak H. Edy Iriana, Sekertaris Desa Lelea dan masyarakat desa Lelea yang telah banyak meluangkan waktunya membantu penulis dalam mengumpulkan data-data.

8. Teman-teman angkatan 2006 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Untuk teman dan sahabatku Ba’arvah Kahfina, Azharina Rizqi, Siti Syofah, Rahmi Garnasih, phanca W. R, dan Muh. Al Aufar yang selalu membantu dan bersenda gurau bersama. Pengalaman bersama terlalu berharga dilewatkan bersama kalian.

10. Sahabat-sahabatku Nila Paragusta, Rani Agni, Rohmatan, dan Anah Mayawati atas waktu dan tempat berbagi bersama.


(8)

11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalm penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya yang masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan karya ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Terima kasih

Ciputat, Juli 2011


(9)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………… i

DAFTAR ISI……….……..…..… iv

BAB I : PENDAHULUAN……….…..……... 1

A. Latar Belakang Masalah……….……….... 1

B. Tinjauan Pustaka………...….………... 4

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah……...……... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………….…...….. 11

E. Metodologi Penelitian……….……….. 12

F. Sistematika Penulisan………... 14

BAB II : KAJIAN TEORI ………..………...……… 17

A. Tradisi Lokal... 17

1. Pengertian Tradisi..……… 17

2. Fungsi Tradisi………. 19

B. Solidaritas sosial……… 21

1. Pengertian Solidaritas Sosial……….. 21

2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial.………. 23

C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial………….. 25

BAB III

:

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…….. 28

1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu……… 28

2. Keadaan Penduduk………... 30

a. Bidang Sosial……….. 32

b. Bidang Ekonomi………. 34


(10)

d. Bidang Agama………...… 39

BAB IV : ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI LOKAL TRADISI NGAROT TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT……… 41

A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot ……… 41

1. Sejarah Tradisi Ngarot………. 41

2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot……….. 44

a. Persiapan Pelaksanaan……….. 44

b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot……….. 46

B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot…………. 48

C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat.……….……..……… 50

D. Dampak Tradisi Ngarot Terhadap Solidaritas Masyarakat Desa Lelea….……...……… 55

BAB V : PENUTUP………..……… 58

A. Kesimpulan……….. 58

B. Saran……… 60

DAFTAR PUSTAKA……….. 61 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.1 Sedangkan dalam kamus sosiologi, tradisi diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara.2

Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebendaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.3 Berkaitan dengan kebudayaan, Bangsa Indonesia pada hakikatnya memiliki kekayaan budaya yang sangat heterogen, karena corak masyarakatnya yang multi etnis, agama, kepercayaan, dan lain sebagainya. Di Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot.

1

Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4

2

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459

3


(12)

2

Tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat desa Lelea berhubungan erat dengan leluhur mereka, Ki Buyut Kapol yang dianggap sebagai ahli fikir, pemersatu kawula muda dan generasi tua. Kepeduliannya terhadap pemuda-pemudi desa ditunjukkan dengan memberikan lahan sawah untuk belajar bercocok tanam, hingga para pemuda pemudi tersebut memiliki keterampilan sehingga dia kemudian diangkat menjadi tokoh masyarakat yang disegani.4

Yang menarik dari tradisi Ngarot ini adalah peserta pemuda-pemudi diharuskan perawan dan perjaka. Sang perawan memakai kebaya, selendang, dan perhiasan emas, selain itu sebagai tutup kepala dihiasi berbagai jenis bunga-bungaan seperti kenanga, melati, cempaka, dan kembang kertas. Lalu jejaka memakai baju komboran hitam dan celana pangsit. Dalam prosesinya tradisi

Ngarot diiringi oleh kesenian tradisional seperti seni topeng, ronggeng ketuk, reog dan juga sampyong.5

Para pemuda pemudi peserta Ngarot akan diserahi tugas pekerjaan dalam pembangunan di bidang pertanian, dalam bentuk turun ke sawah, bekerja dan mengolah sawah bersama-sama, bergotong-royong saling bahu membahu secara sukarela. Tujuan dari tradisi Ngarot tersebut adalah untuk membina pergaulan yang sehat, memupuk rasa persatuan dan kesatuan di kalangan para pemuda dan masyarakat. Dengan tradisi demikian diharapkan pemuda dan masyarakat mampu hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan di antara mereka.

4

H.A. Dasuki, sejarah Indramayu, (Indramayu: Depdikbud, 1977), h. 323

5

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, Upacara Adat Ngarot, (Indramayu, 2004), h. 7


(13)

3

Rasa solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antara individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antara mereka. Solidaritas semacam ini dapat bertahan lama dan jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut sebagai solidaritas mekanik.6

Solidaritas mekanik menurut Durkheim didasarkan pada kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan hingga individualitas masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator yang jelas dalam solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan hukum yang menekan.7

Melihat keterikatan antara tradisi lokal dengan tingkat solidaritas dalam suatu masyarakat, seperti uraian diatas, ikatan utama suatu masyarakat adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa solidaritas yang kuat. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik dan mencoba mengangkatnya dalam sebuah skripsi, yakni Kontribusi Tradisi Lokal

6

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT. Gramedia, 1998) h. 182.

7


(14)

4

Terhadap Solidaritas masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu).

B. Tinjauan Pustaka

1. Hosnor Chotimah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, membahas skripsi tentang “Ritual Tradisi Nyadar dan

Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” 8

Dalam skripsinya Hosnor Chotimah membahas bagaimana Ritual Tradisi Nyadar terbentuk dan bagaimana prosesi pelaksanaannya. Adapun tradisi nyadar merupakan adat istiadat untuk mengingatkan kembali warga Pinggirpas khususnya atas jasa-jasa “Anggasuto” yakni leluhur yang pertama kali menemukan garam di daerah Pinggirpas Madura. Selain itu membahas tentang pelaksanaannya yang terjadi sebanyak tiga kali dalam setahun. Menurut Hosnor tradisi Nyadar merupakan bentuk penghormatan pada Anggasuto yang dianggap sebagai leluhur dan memberikan kehidupan yang layak bagi Desa Pinggirpas yang awalnya tidak memiliki potensi apapun karena pinggirpas adalah daerah pesisir pantai yang tandus. Dengan penghormatan diyakini desanya akan selalu diberi keberkahan sehingga sangat memberikan pengaruh dan dampak positif bagi warga pinggirpas baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan agama.

Chotimah sangat menekankan penelitiannya pada ritual tradisinya, namun keadaan masyarakatnya maupun sosiologisnya tidak dilakukan secara mendalam,

8

Hosnor chotimah, “Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” (Skripsi, fakultas Ushuludin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah


(15)

5

sedangkan metodologi yang digunakan adalah dengan memakai penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.

2. Nunung Nurhamidah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi tentang “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran)”.9

Dalam skripsi ini, Nunung Nurhamidah membahas tentang tradisi ritual hajat laut pantai selatan yang diadakan tiap tahun di Desa Pananjung Pangandaran. Tradisi ritual hajat Laut pantai selatan ini merupakan penghormatan bagi Nyi Ratu Roro Kidul yang dianggap sebagai penguasa Laut Pantai Selatan. Nurhamidah mencoba mengkaitkannya dengan agama yang banyak dianut oleh masyarakat Pananjung yaitu Islam, apakah tradisi tersebut bertolak belakang dengan ajaran agama Islam. Dia membahas juga tentang etos yang khas dan menarik baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya dan sifat kekerabatannya. Namun pemaparannya lebih banyak dilihat dari segi agama di bandingkan dari segi sosiologisnya.

Metodologi yang digunakannya menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Walaupun bertentangan dengan ajaran agama namun peneliti berharap tradisi ritual hajat laut pantai selatan ini tetap dilestarikan melihat dari segi budaya dan pariwisatanya.

9

Nunung Nurhamidah, “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran), (Skripsi, Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006).


(16)

6

3. Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan Yogyakarta). Skripsi Ina Indrawati Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.10

Dalam skripsinya Indrawati menjelaskan tentang sekaten yang merupakan perayaan yang dirayakan oleh masyarakat di sekitar keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Yogyakarta dan Kraton Surakarta Hadiningrat Solo. Perayaan Sekaten dilaksanakan tanggal 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan maulid nabi Muhammad SAW. Sebelum puncak pelaksanaan yang ditandai dengan ditempatkannya gamelan kraton di depan masjid Agung, diselenggarakan pasar malam di alun-alun utara kraton. Pada acara puncak masyarakat baik dari dalam kota maupun luar kota, memperebutkan gunungan yang telah diberi doa oleh amir masjid Agung. Gunungan tersebut terdiri dari hasil pertanian.

Dalam penelitian ini Indrawati tidak memaparkan tentang dampak sosial dari aktivitas Ritual dari perayaan sekaten terhadap masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya. Dia hanya memaparkan tentang pengalaman keagamaannya saja. Metode yang digunakan penulis adalah metode lapangan (field research).

4. Tradisi Nyumbang Dalam Masyarakat Desa Tamantirto ditulis oleh : Ari Prasetiyo, FISIP-UI Program Studi : Ilmu Sosiologi Tahun : 2003.

10

Ina Indrawati “Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan

Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan


(17)

7

Dalam masyarakat Desa Tamantirto, terdapat suatu bentuk gotong-royong yang disebut dengan tradisi nyumbang yang dilaksanakan ketika ada warga masyarakat yang mengadakan hajatan/selamatan. Hubungan timbal-balik

(reciprocity) yang terjadi dalam tradisi nyumbang tersebut dimaksudkan sebagai bentuk tolong-menolong dengan alasan adanya kepentingan yang sama dalam hidup bermasyarakat, yang mana sebenarnya mereka sadar bahwa hidup mereka tergantung pada orang lain. Hubungan timbal.-balik ini berlangsung terus-menerus, silih-berganti, berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain.

Seiring dengan perkembangan jaman tentulah akan diikuti oleh perkembangan atau perubahan dari kebudayaan suatu masyarakat, begitu juga dengan tradisi nyumbang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti menangkap adanya perubahan berkaitan dengan tradisi tersebut, yaitu bahwa tradisi nyumbang berubah menjadi semacam kewajiban yang mau tidak mau harus dilaksanakan oleh masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, penelitian ini membahas mengenai bagaimana sistem tukar-menukar dalam tradisi nyumbang yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tamantirto sebagai suatu masyarakat transisi, mengapa masyarakat Desa Tamantirto masih mau melaksanakan tradisi nyumbang walaupun mereka sudah merasa keberatan dengan tradisi nyumbang, bagaimana perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Desa Tamantirto, apa pengaruh perubahan sosial masyarakat tersebut terhadap tradisi nyumbang yang berlaku pada masyarakat Desa Tamantirto, serta


(18)

8

ada persamaan dan perbedaan antara sistem tukar-menukar yang terjadi dalam

potlatch11 dan tradisi nyumbang.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teori pertukaran. Inti dari teori pertukaran adalah bahwa manusia merupakan mahluk yang mencari keuntungan (benefit) dan menghindari biaya (cost). Sistem tukar-menukar yang terjadi dalam tradisi nyumbang juga mengingatkan kita pada penelitian yang dilakukan oleh Marcel Mauss mengenai potlatch yaitu sistem tukar-menukar yang terjadi dalam masyarakat kuno/arkaik. Untuk itu, penelitian ini juga akan membahas mengenai persamaan serta perbedaan antara potlatch dan tradisi nyumbang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) terhadap informan serta pengamatan langsung di lapangan. Informan-informan tersebut mewakili warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat Desa Tamantirto. Dalam rangka lebih memperkuat basil wawancara mendalam, juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang perwakilan masyarakat baik laki-laki atau perempuan, masing-masing kelompok berjumlah enam orang. Selain itu, penelitian ini juga didukung dengan data-data sekunder berupa studi literatur/dokumentasi.

11

Potlatch adalah sebuah upacara festival yang dilakukan oleh masyarakat adat dari Pacific Northwest Coast. Kata potlacth berasal dari Jargon Chinook , yang berarti "memberikan" atau "hadiah." Pada pertemuan potlatch, keluarga atau keturunan pemimpin host tamu di rumah keluarga mereka dan memegang suatu hari raya bagi tamu mereka Tujuan utama dari potlatch adalah re-distribusi dan timbal balik dari kekayaan. Di sadur tanggal 16 Maret 2011 http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Potlat ch


(19)

9

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata telah terjadi perubahan berkaitan dengan tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang yang pada hakekatnya merupakan bentuk tolong-menolong antar warga masyarakat yang tentunya didasari oleh perasaan ikhlas serta azas sukarela, ternyata tradisi nyumbang tersebut berubah menjadi suatu kewajiban yang mau tidak mau harus dilaksanakan atau dipenuhi, sehingga muncul kesan adanya unsur keterpaksaan. Hal tersebut diperparah lagi dengan banyaknya hajatan/selamatan yang mengiringi daur hidup kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat aktivitas sumbang menyumbang. Dengan adanya tradisi nyumbang tersebut ternyata malah memberatkan serta merepotkan masyarakat. Akan tetapi, walaupun tradisi tersebut memberatkan masyarakat, sangatlah susah untuk merubahnya. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kontrol sosial yang kuat berupa gunjingan serta penilaian negatif bagi warga masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi nyumbang, juga sangat berkaitan dengan gengsi atau martabat. Temuan lain adalah adanya hubungan persamaan antara tradisi nyumbang dan potlatch.12

Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi Kontribusi Tradisi Lokal Terhadap Solidaritas Masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramyu) mencoba meneliti bagaimana proses tradisi yang setiap tahunnya dilaksanakan, selain itu akan dibahas aspek sosiologis dari tradisi Ngarot tersebut apakah memiliki pengaruh terhadap berlangsungnya tradisi dan ketika tradisi

12

Ari Prasetiyo, Tradisi nyumbang dalam masyarakat desa Tamantirto, (FISIP-UI Program studi : Ilmu Sosiologi 2003). http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/ Di sadur tanggal 08-12-2010


(20)

10

mulai luntur apakah aspek sosiologisnya akan tetap berlangsung dan terjaga. Aspek sosiologis tersebut saya tekankan pada nilai solidaritas masyarakatnya, apakah dengan adanya tradisi masyarakat masih mampu hidup bersama-sama dan mampu bergotong royong jika dihadapkan pada pengaruh modernisasi yang didukung oleh kemajuan tekhnologi yang pesat sehingga informasi dari kota menuju desa sangat cepat, sedangkan karakteristik masyarakat kota cenderung bersifat individualis. Apakah teori solidaritas mekanik yang didasarkan pada kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan tidak bisa berkembang di dalam masyarakat desa Lelea bisa berlaku.

Di lihat dari skripsi dan penelitian diatas, tidak banyak yang melakukan penelitian tentang tradisi yang dikaitkan dengan solidaritas masyarakat. Skripsi Hosnor Chotimah dan Nunung Nurhamidah lebih menenkankan pada prosesi tradisinya saja sedangkan aspek sosiologisnya hanya dibahas sangat sedikit, bahkan Nunung Nurhamidah lebih mengaitkan ke aspek agama. Skripsi Ina Indrawati yang membahas tentang perayaan sekaten lebih membahas pada aspek keberagamaannya, berbeda dengan penelitian etnografi dari Ari Prasetyo yang membahas tentang tradisi nyumbang di desa Tamantirto, Ari Prasetyo banyak sekali mengaitkan tradisi dengan aspek-aspek sosiologis seperti hubungan timbal balik masyarakat, perubahan sosial dan kontrol sosial.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, untuk menghindari pembahasan yang melebar dan untuk mempermudah penulisan, maka dalam skripsi ini penulis membatasi


(21)

11

masalah pada hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Ngarot dan solidaritas masyarakat.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh tradisi Ngarot terhadap solidaritas masyarakat di Desa Lelea Indramayu?

2. Bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot?

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh tradisi Ngarot terhadap tingkat solidaritas masyarakat di Desa Lelea Indramayu.

2. Mengetahui bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot.

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan dan menambah literatur ilmu pengetahuan tentang Tradisi Ngarot di desa Lelea Indramayu bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(22)

12

E. Metodologi Penelitian

1. Metodologi Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif. Kualitatif di sini, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari si pelaku yang sedang diamati. Di samping itu teknik pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah mengambil studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalamnya.13

Kirk dan Millir mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan kepada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.14

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dari masyarakat desa Lelea Kabupaten Indramayu adalah :

b. Kepala Desa Lelea yaitu Bapak Warson

c. Ketua Pelaksana upacara tradisi Ngarot yaitu Bapak H. Edy Iriana

13

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997),h. 3

14


(23)

13

d. Pamong Desa yaitu Bapak SAGI

e. Warga yaitu Bapak Kaswara f. Warga yaitu Bapak WARKAN

g. Warga yaitu Bapak SARDIAN h. Warga yaitu Ibu Ida

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi, untuk mengamati dan mengumpulkan data tentang proses upacara

Ngarot serta pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat Desa Lelea Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

b. Wawancara adalah suatu mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau narasumber tentang bagaimana proses upacara tradisi Ngarot serta pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dipersiapkan lebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang akan digarap.15

Adapun model wawancara yang penulis akan gunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.16

15

Gorys Keraaf, Komposisi, (NTT: Nusa Indah, 1994)h. 161

16

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998) cet. Ke-2, h.145-146.


(24)

14

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dengan analisis data secara kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun penelitian kepustakaan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, sehingga data itu dapat dimengerti. Dengan demikian penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih di lapangan dan setelah data terkumpul. Peneliti menganalisis data-data sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penulisan. Data-data tersebut bisa berupa informasi-informasi dari masyarakat setempat, tokoh masyarakat dan lain sebagainya.

Selanjutnya dalam teknik penulisan skripsi, pedoman yang penulis kedepankan adalah sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah yang telah tertulis pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, terdiri dari lima bab, yang setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:

Penulisan skripsi ini diawali dengan bab I yang berisikan Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, dan kajian teori tentang pengertian Tradisi, pengertian solidaritas, bentuk-bentuk solidaritas dan sistematika penulisan.


(25)

15

Sedangkan dalam bab II membahas tentang kajian teori tradisi Ngarot dari dinas pendidikan kabupaten Indramayu, kemudian dari segi pengertian tradisi yang dikutip dari buku, diantaranya kamus sosiologi, dan dari Van Peursen. Teori sosiologi Emilie Durkheim tentang solidaritas Mekanik dan solidaritas Organik.

Berbeda halnya dengan bab II yang lebih mengarah pada kajian-kajian teoritis, dalam bab III menjelaskan tentang gambaran umum masyarakat Lelea, dilihat dari letak geografis dan keadaan masyarakatnya; baik bidang sosial, bidang ekonomi ataupun bidang agama.

Adapun inti atau isi pembahasan secara keseluruhan dapat dilihat dalam bab IV Analisis kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat meliputi studi kasus di desa Lelea Indramayu yakni gambaran umum tradisi ngarot menjelaskan bagaimana terjadinya tradisi Ngarot yang berkaitan dengan permohonan agar diberi kelancaran pada awal musim tanam padi di wilayah Lelea Indramayu. Pembahasan selanjutnya tentang prosesi dan pelaksanaan tradisi

Ngarot dimana pelaksanaan tradisi Ngarot pada bulan Desember, minggu ketiga dan jatuh pada hari rabu dan wajib dilaksanakan pada tiap tahunnya. Adapun inti pelaksanaannya terbagi atas beberapa tahapan pertama peserta dikumpulkan di rumah kepala desa, kedua setelah para peserta berkeliling desa dikumpulkan di balai desa kemudian tahapan terakhir prosesi penyerahan peralatan pertanian kepada para kasinoman. Lalu pembahasan tentang tujuan dan manfaat tradisi ngarot yang memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat. Pembahasan yang terakhir yaitu pengaruh dan dampak dari pelaksanaan tradisi ngarot terhadap solidaritas sosial masyarakat desa Lelea Indramayu, selain mempererat ikatan


(26)

16

kekerabatan antar warga masyarakat juga memiliki nilai-nilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan bersama.

Dan tulisan ini diakhiri dengan bab V yang menjelaskan tentang kesimpulan dan saran daripada penulisan kajian skripsi ini. Penulis menyarankan agar tradisi Ngarot ini tetap dilestarikan karena memiliki potensi pariwisata selain itu perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi tidak sekedar melestarikan warisan nenek moyang semata.


(27)

17

BAB II KAJIAN TEORI A. Tradisi Lokal

1. Pengertian Tradisi

Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.1 Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.2 Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara.3

Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup pula.4 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam

1

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 1088

2

Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4

3

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459

4


(28)

18

keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.5

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa tata kemasyarakatan keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah misalnya yang dipakai dengan sendirinya pada dasarnya diambil dari sejarah yang panjang tetapi bila tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi tujuan dalam dirinya sendiri.6

Tradisi (al-thurats) sendiri bila mengutip Hassan Hanafi merupakan khazanah kejiwaan (makhzun al-nafs) yang menjadi pedoman dan peranti dalam membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat material dan imaterial yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran yang progresif dan transformatif. Karena itu, ada penghargaan, pembelaan, bahkan pembakuan atas tradisi.7

5

Van Peursen, Sosiologi Kebudayaan (Jakarta: Kanisius, 1976), h.11

6

Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Vol 6.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve) h. 3608

7

Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU,(Jakarta: Kompas, 2004), h. 40


(29)

19

Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat berubah sepanjang zaman. Di bawah pengertian serba tetap inilah timbul adat tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit dari satu ke lain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar dan pengertian yang serba tetap.8

2. Fungsi Tradisi

Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin

tradition”, yang artinya kabar, penerusan.9 Hal ini atau isi sesuatu yang

diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan, keyakinan dan lain sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja. Memang, tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi.

Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram

8

Muhammad Quthub, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,(Bandung: Mizan, 1984), h. 16

9


(30)

20

dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya secara mutlak.

Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya, sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nottingham sebagai berikut:

1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kemungkinan agama memasukkan pengaruh saklar ke dalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.

2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi pada saat yang sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain, pada aktifitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokusnya utamanya pada pengintergasian tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.10

10

Elizabeth k. Nottingham Agama dan Mayarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Terjemahan Abdul Muis Naharong, Penerbit (Jakarta CV. Rajawali, , 1985), h, 31


(31)

21

Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat, tradisi merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat. Tradisi bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting.

B. Solidaritas Sosial

1. Pengertian Solidaritas Sosial

Secara terminologis kata “solidaritas” berasal dari bahasa latin solidus “solid”. Kata ini dipakai dalam sistem sosial yang berhubungan dengan integritas

kemasyarakatan melalui kerjasama dan keterlibatan yang satu dengan yang lainnya. Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat berimplikasi pada kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dalam hukum Romawi dikatakan bahwa solidaritas menunjuk pada idiom “semua untuk masing-masing dan masing-masing untuk semua”. Tidak jauh dari hukum Romawi, bangsa Prancis mengaplikasikan terminologi solidaritas pada keharmonisan sosial, persatuan nasional dan kelas dalam masyarakat. Begitupun di Inggris kata solidaritas bermakna keterpaduan suatu kelompok interest dan dan tanggungjawab.11

Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antar individu dan atau kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual

11

M. Zainudin Daula, Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia,

(Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2001) h. 35


(32)

22

yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsesus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.12

Istilah lain yang juga memiliki arti yang sama dengan solidaritas adalah

“asabiah”. Dalam karakteristik tertentu konsep asabiah sering diartikan juga sebagai keketatan hubungan seseorang dengan golongan atau grupnya dan berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya serta ta’asub terhadap

prinsip-prinsipnya. Sedangkan T. Kemiri menerangkan bahwa konsep “asabiah” itu

merupakan konsep nasionalisme dalam arti yang luas. Sementara itu, konsep asabiah tersebut oleh Mukti Ali diterjemahkan sebagai solidaritas sosial.13

Secara sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok, dengan pengertian manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Di manapun manusia berada dia pasti memerlukan bantuan dari orang lain, secara alami manusia akhirnya terbentuk bermacam-macam kelompok sosial (social group)

diantara individu manusia mulai dari terkecil sampai yang terbesar. Aneka ragam kelompok tersebut dapat terwujud dalam keluarga, organisasi-organisasi, perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Dengan adanya bermacam-macam kelompok maka terciptalah aneka hubungan antar individu satu dengan yang lainnya, menurut Von Wiese, ada empat macam hubungan dalam masyarakat

12

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z Lawang

(Jakarta: PT. Gramedia,1998) h. 35.

13

Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Ahmadi Toha, (Jakarta Pustaka Firdaus, 2000) h.50


(33)

23

yang bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori, keempat tipe hubungan tersebut adalah sebagai berikut:14

1. Hubungan yang sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif (alasan atas mana suatu tindakan diambil) dan penyelenggaraan atau tindakan bersatu padu.

2. Hubungan yang tidak sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif dan tindakan bertentangan.

3. Hubungan terbuka, ialah hubungan yang tidak tertutup oleh hubungan yang lain atau tiada terdapat hubungan lain yang disembunyikan.

4. Hubungan berkedok, yaitu hubungan yang sifatnya tidak tegas karena tertutup dengan adanya hubungan yang lain sehingga menutup maksud hubungan yang sebenarnya.

2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan masyarakat di mana keteraturan dan keseimbangan hidup setiap individu masyarakat telah terjalin. Dilihat dari struktur masyarakatnya, jenis solidaritas yang ada pada masyarakat menurut durkheim dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada setiap anggota warga masyarakat, suatu solidaritas yang tergantung pada

14


(34)

24

individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula.15

Berbeda dengan tipikal solidaritas mekanik, yakni solidaritas organik adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi akibat dari adanya spesialisasi dalam hal pembagian kerja. Kuatnya solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat restitutif

(memulihkan). Hukum restitutive ini berfungsi untuk mempertahankan dan melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu yang terspesialisasi.16

Ibnu khaldun yakin bahwa motor penggerak di belakang jatuh bangunnya peradaban adalah ashabiyyah. Dalam ruang lingkup metodologinya, ashabiyyah merupakan kunci alat analisanya. Secara harfiah, ashabiyyah berarti rasa kelompok (group feeling), solidaritas kelompok, dan kesadaran kelompok. Bagi Ibnu khaldun, ashabiyyah merupakan bentuk rasa pertemanan (an associative sentiment): menyatunya tujuan dan masyarakat untuk kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi dan orang-orang, walaupun tidak ada pengorganisasian secara sosial dan politik ia tetap bisa bertahan.17

Faktor-faktor yang membentuk ashabiyyah menurut Ibnu Khaldun yaitu:

a. Kekuasaan, potensi dan keefektivan ashabiyyah sampai yang sedemikian besar, tergantung pada bagaimana kekuasaan itu diatur

15

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, h. 183

16

Ibid, h. 184

17

M. Amin Nurdin, Mengerti Sosiologi Pengantar Konsep-Konsep Sosiologi,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 182-183


(35)

25

dalam masyarakat dan kemampuan orang-orang yang memegang kekuasaan dalam menyatukan kesatuan kelompok.

b. Pimpinan, pemimpin mampu memberi inspirasi bagi orang-orang dan kebijaksanaan terhadap orang-orang mampu menentukan perluasan

ashabiyyah.

c. Agama, Ibnu Khaldun menilai agama dan kekuatan ideologi mampu menyatukan pikiran dan tindakan diantara penganutnya. Selain itu agama juga sebagai faktor yang kuat untuk individu bersosialisai.18 C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial

Suatu tradisi yang berkembang di suatu wilayah tertentu merupakan representasi budaya yang memiliki fungsi aktual sebagai wahana untuk membangun karakter, mengembangkan solidaritas dan mendukung kebudayaan. Kesuksesan upacara yang dilaksanakan dalam tradisi di dukung oleh nilai-nilai sosial dan kebersamaan masyarakat didalamnya, selama masyarakat masih bersifat saling menolong dan bergotong royong dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama.

Persoalan solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya integrasi sosial (social integration) dan kekompakan sosial. Secara sederhana, fenomena solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan

18

M. Amin Nurdin, Mengerti Sosiologi Pengantar Konsep-Konsep Sosiologi,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.185-187


(36)

26

yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.19

Suatu kelompok masyarakat dapat menjadi kuat ikatan solidaritasnya bila memiliki kesamaan agama, suku, budaya, kepentingan, dan falsafah hidup. Solidaritas juga bisa terjadi bila semua anggota kelompok masyarakat dilibatkan dalam kegiatan yang mengharuskan mereka berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai satu tujuan yang sama.20 Hal tersebut sesuai dengan solidaritas mekanik Emile Durkheim yang dicirikan dengan kesadaran kolektif atau solidaritas kelompok yang kuat. Saat solidaritas mekanik menjadi basis utama bagi persatuan sosial, kesadaran kolektif seutuhnya menutupi kesadaran individu dan oleh karena itu individu-individu itu dianggap memiliki identitas yang sama.

Solidaritas mekanik masyarakat desa Lelea dibuktikan dengan adanya rasa saling memiliki dan mencoba memperbaiki kekurangan dari setiap pelaksanaan upacara tradisi ngarot, dengan alasan masyarakat sebagian besar memiliki pekerjaan yang sama sebagai petani dengan gotong royong dan sukarela selalu melaksanakan dan melestarikan kebudayaan. Masyarakat sangat dipercaya akan upacara tradisi ngarot akan membawa keberkahan bagi masyarakat di dalamnya. Pengalaman emosional seperti ini yang membuat solidaritas masyarakat tetap terjaga dan sifat individual seakan tidak bisa berkembang di dalamnya.

19

Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986) h. 81-125

20 Ayu Wijayanti, “Solidaritas Sosial Ethnis TIONGHOA Dalam Pelaksanaan Upacara

Perkawinan, Kelahiran, dan Kematian di Kota Bengkulu (Studi Tentang Masyarakat Keturunan Tionghoa di Kampung Cina, Kelurahan Malabero Kecamatan Teluk SIgara, Kota Bengkulu)”, Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Bengkulu, 2010 disadur dari http://library.unib.ac.id/koleksi/Ayu%20Wijayanti-FISIP-Des2010.pdf , Tanggal 31 Mei 2011


(37)

27

Seringkali kita terjebak dalam pemahaman yang kurang tepat dalam menafsirkan kebudayaan tradisi. Kebudayaan tradisi sering kita klaim sebagai sesuatu yang statis, mistis dan mitologis. Kita sering tidak menyadari, kebudayaan tradisi pun berkembang meskipun sangat lambat dan dalam kurun waktu yang lama. Kita juga sering beranggapan, bahwa kebudayaan tradisi dan kebudayaan yang modern; yang lama dan yang baru sebagai fenomena yang lain sama sekali. Kita sering tidak menyadari pula bahwa yang baru adalah kelanjutan atau penyempurnaan dari yang lama.

Tradisi merupakan kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu memperlancar perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi biadab.21

Dengan kesadaran kolektif dalam menjalankan suatu tradisi, masyarakat desa Lelea mampu mengembangkan potensi tradisi yang di dalamnya banyak mengandung makna kebersamaan, saling tolong menolong hingga tingkat solidaritas masyarakat kuat.

21


(38)

28 BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini, penulis mencoba menggambarkan objek kajian penelitian untuk memberikan penjelasan awal mengenai objek kajian yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Baik itu berdasarkan letak geografisnya maupun keadaan masyarakatnya.

Setelah penulis mengamati secara langsung kondisi daerah penelitian, yakni desa Lelea, dapat digambarkan bahwa desa ini memiliki tipologi daerah yang terdapat banyak persawahan. Persawahan ini menghasilkan padi bahkan menjadi salah satu lumbung padi untuk daerah Indramayu. Hal ini pula yang melatarbelakangi adanya tradisi Ngarot. Dengan demikian letak Geografis Desa Lelea sangat mempengaruhi bidang-bidang kehidupan masyarakat Lelea, baik itu dari bidang sosial, pendidikan, ekonomi, maupun agama. Oleh karenanya penulis akan menguraikan hal tersebut berikut ini.

1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu

Secara administratif Desa Lelea termasuk ke dalam Kecamatan Lelea. Kecamatan Lelea terdiri dari 11 desa, yakni desa Tunggal Payung, desa Tugu, desa Tempel, desa Pengauban, desa Telagasari, desa Langgengsari, desa taman Sari, desa Lelea, desa Cempeh, dan desa Tempel Kulon.


(39)

29 Desa Lelea adalah salah satu desa di Kecamatan Lelea, Desa Lelea terletak di pesisir pantai utara Indramayu berjarak 504 Km dari kota Jakarta, dari Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi berjarak 184 Km, desa Lelea memiliki luas wilayah 460.154 Ha. Dengan batasan-batasan sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Larangan Kec. Lohbener Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pengauban Kec. Lelea Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tamansari kec. Lelea Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Cempeh Kec. Lelea Secara geografis desa Lelea terdiri dari Tanah Sawah 406.015 Ha, dan Tanah Darat 54.139 Ha. Tanah darat terdiri dari perumahan/bangunan, pemakaman, tegalan/kebun, termasuk juga jalan raya, lapangan olah raga, tempat-tempat ibadah (masjid dan mushola), dan sarana pendidikan. Sedangkan yang termasuk tanah sawah merupakan sawah tadah hujan.

Desa Lelea memilki tiga Rw dan delapan belas Rt, pemerintahan desa memiliki struktur organisasi dan tata kerja Desa Lelea adalah sebagai berikut : Kuwu ( Kepala Desa), Jurutulis (Sekretaris Desa), Bendahara, Tata Usaha, Kliwon, Lurah Desa, Raksa Bumi (pengurus Sawah), Lebe (Pengurus pernikahan), dan Bekel (Kepala Blok). Dapat dilihat pada bagan struktur organisasi di bawah ini.


(40)

30 Struktur Organisasi

Desa Lelea Indramayu

Secara topografi keadaan topografis desa Lelea adalah daerah pantai landai dengan ketinggian 12 m dari permukaan laut. Desa Lelea beriklim tropis dengan kelembaban (RH) 80%. Curah hujan rata-rata 137mm/bulan. Dengan curah hujan terbasah 364 mm/bulan, dan curah hujan terkering 35 mm/bulan. Bulan kering rata-rata per tahun jatuh pada bulan Desember sampai Februari, dengan suhu minimum 24°C- 27°C.1

2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Lelea bulan Desember 2010 adalah 4.240 jiwa, 2.109 laki-laki, 2.131 perempuan. Gambaran lebih rinci mengenai keadaan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :

1

Data Monograft, Desa lelea, Kecamatan Lelea, Indramayu, Bulan Desember -2009 Kepala Desa (Kuwu)

Jurutulis (Sekertaris Desa)

Raksa Bumi (Pengurus Sawah)

Lebe (Pengurus Pernikahan)

Bendahara

Kliwon

Tata Usaha

Lurah


(41)

31 Tabel 1

Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010

Gambaran data penduduk berdasarkan usia desa Lelea Indramayu dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2

Jumlah Penduduk Desa Lelea Berdasarkan Usia tahun 2010

NO Usia Jumlah %

1 2 3 4 5 6 7

0 – 9 tahun 10 – 19 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun 50 – 58 tahun >59 tahun 620 orang 733 orang 775 orang 475 orang 662 orang 450 orang 525 orang 14,62 17,29 18,29 11,2 15,61 10,61 12,38

JUMLAH 4.240 orang 100

Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010

NO Jenis Kelamin Jumlah %

1 Laki-Laki 2.109 Jiwa 49,75

2 Perempuan 2.131 Jiwa 50,25


(42)

32 Berikut ini adalah penjelasan data penduduk desa Lelea berdasarkan usia, usia 0 – 9 tahun sampai dengan usia lebih dari 59 tahun. Usia 0-9 tahun sebanyak 620 orang, usia 10-19 tahun sebanyak 733 orang, usia 20 – 29 sebanyak 775 orang, usia 30 – 39 tahun sebanyak 475 orang, usia 40 – 49 tahun sebanyak 662, usia 50 – 58 tahun sebanyak 450 orang, dan usia lebih dari 59 tahun sebanyak 525 orang.

Mengenai keadaan penduduk di Desa Lelea, penulis akan mencoba menguraikannya dari beberapa bidang kehidupan penduduk setempat berikut ini:

a. Bidang Sosial

Keterikatan masyarakat desa Lelea antara warga satu dengan warga lainnya masih sangat kental, keterikatannya itu ditandai dengan tetap berlangsungnya tradisi ngarot yang melibatkan banyak pihak, selain pemerintah desa, warga juga turut berpartisipasi atas tradisi tersebut.

Kesan masyarakat Indramayu yang suka tawuran seakan terkikis karena masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya hidup rukun, tenang dan tentram. Penulis melihat adanya kesan antar masyarakat yang saling tolong menolong, gotong royong dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, tingkat solidaritasnya sangat tinggi diantara warga. Selain itu segala bentuk acara yang ada di masyarakat desa pasti selalu memberikan sumbangan berbentuk beras, mulai dari menikah, tujuh bulanan, melahirkan, hingga khitanan.

Walaupun masyarakat Desa Lelea sudah mulai mengalami perubahan menuju arah modernisasi namun masyarakat Lelea masih berpegang teguh pada


(43)

33 adat istiadat desa yang berlaku. Satu sama lain saling mengenal, sifat individualisme masyarakat tidak berlaku, jika terjadi masalah masyarakat berusaha menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Hal ini tercermin dalam persiapan pelaksanaan tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lelea. Mulai dari pelaksanaan mengenai penetapan waktu pelaksanaan, melakukan koordinasi antara pihak pemerintah Desa Lelea dengan masyarakat, karena terlaksananya tradisi harus ada kerjasama diantara keduanya.

Untuk mendukung tugas pemerintahan, desa Lelea memiliki fasilitas umum yaitu Kantor Pemerintahan Desa 1 buah, Posyandu 7 buah, Poskamling 7 buah. selain itu sarana dalam bidang pendidikan desa Lelea memiliki 2 Taman Kanak-kanak/MDA, 2 Sekolah SD, 1 sekolah SMP. Lebih jelas dapat diuraikan dalam tabel 4 dibawah ini :

Tabel 3

Fasilitas Umum Desa Lelea

NO Fasilitas Umum Jumlah Bangunan

1. 2. 3. 4. 5. 6

Kantor Pemerintahan Posyandu Poskamling

Taman kanak-kanak/MDA SD

SMP

1 buah 7 buah 7 buah 2 buah 2 buah 1 buah

Jumlah 20 buah


(44)

34 Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan dalam bidang sosial, masyarakat Desa Lelea merasakan adanya pemersatu dan satu tujuan yaitu menyukseskan acara tahunan yaitu Tradisi Ngarot. Dengan suksesnya Tradisi Ngarot masyarakat dengan suka rela bergotong-royong, bekerjasama, dan solidaritas yang diberikan oleh warga sangat tinggi. Oleh karena itu dengan adanya Tradisi Ngarot dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas terhadap sesama tetap terjaga diantara warga Desa Lelea.

b. Bidang Ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat Desa Lelea secara umum lebih banyak mengandalkan sektor pertanian yaitu tanam padi. Pola perekonomian masyarakat Desa Lelea bergantung pada tanah yang mereka miliki, hasil dari pengolahan tanah yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat yaitu dikonsumsi dan dijual untuk biaya hidup mereka sehari-hari hal ini terjadi secara turun temurun. Tersedianya hamparan sawah yang menjadi faktor utama masyarakat lebih mengandalkan dalam sektor pertanian, di samping itu keahlian dan pendidikan yang relatif rendah menjadikan sawah sebagai mata pencaharian yang utama. Berikut ini akan ditunjukkan data mata pencaharian penduduk Desa Lelea pada tabel 5 :

Tabel 4

Mata pencaharian Warga Desa Lelea

NO NAMA PEKERJAAN JUMLAH %

1 2

Petani/Pemilik Sawah Jasa

1.428 810

44,85 25,44


(45)

35 3

4 5 6

Buruh Tani Pedagang PNS

POLRI/TNI

530 340 57 19

16,64 10,68 1,79 0,60

Jumlah 3.184 100

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel diatas menjelaskan Petani/pemilik sawah terdapat 1.767 orang, pedagang sebanyak 579 orang, Buruh Tani 769 orang, PNS 59 orang, POLRI/TNI 19 orang dan Jasa sebanyak 1.049. Hal diatas membuktikan Petani/Pemilik sawah sangat mendominasi dikarenakan masyarakat yang memiliki sawah secara turun temurun dan sangat jarang sekali diperjual belikan. Pedagang menempati posisi kedua setelah Petani karena mereka yang tidak memiliki keterampilan atau lahan sawah. Sedangkan PNS dan POLRI/TNI jumlahnya sangat sedikit. Hal ini menandakan masyarakat belum merasa tertarik pada bidang pekerjaan formal, tenaga-tenaga guru dan petugas pemerintahan desa pun diisi orang dari luar desa Lelea.

Adapun pendapatan perkapita masyarakat Desa Lelea berdasarkan data statistik pada tahun 2009 adalah Rp. 1.000.000 perkapita, dengan produksi padi sebagai sumber utama masyarakat Desa Lelea. Bila dibandingkan antara Petani/pemilik sawah dan Buruh tani.

Sektor jasa dan perdagangan pun ikut menunjang perekonomian warga Desa Lelea, karena Desa Lelea termasuk daerah strategis dilewati oleh banyak


(46)

36 desa lainnya dan juga karena terdapat pasar tradisonal yang paling besar dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Lelea. Hal ini merupakan keuntungan bagi warga desa karena warga yang tidak memiliki lahan sawah dan keterampilan dalam bidang pertanian maupun lainnya bisa berdagang.

Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Lelea menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bersifat formal, kedua informal dan ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti PNS dan POLRI/TNI. Lalu perekonomian yang bersifat informal yaitu Pedagang dan Jasa, kemudian yang bersifat tradisional adalah Petani dan Buruh Tani.

c. Bidang Pendidikan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all). Pemerintah menginginkan pendidikan merata hingga mencapai desa-desa maupun dusun-dusun terpencil, hingga pemerintah membuat program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Berkaitan dengan program pendidikan yang digalakkan oleh negara yaitu pendidikan wajib belajar 9 tahun.


(47)

37 Walaupun letak desa Lelea jauh dari pusat kota namun kesadaran masyarakat akan pendidikan yang lebih atas sangat tinggi. Masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rincian tabel 6 berikut:

Tabel 5

Data Penduduk Menurut Pendidikan

NO PENDIDIKAN JUMLAH %

1 2 3 4 5 6 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tamat Akademi/Perguruan Tinggi

884 540 1220 809 734 53 20,85 12,74 28,77 19,08 17,31 1,25

Jumlah 4.240 100

sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel 6 menjelaskan tentang Data Penduduk menurut Pendidikan, Tidak Sekolah sebanyak 884 Jiwa, yang Tidak Tamat SD 540 Jiwa, Tamat SD 1220 Jiwa, Tamat SMP 809 Jiwa, sedangkan Tamat SMA 734 Jiwa dan Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 53 Jiwa

Masyarakat Desa Lelea setidaknya memiliki 53 orang yang telah lulus dari Perguruan Tinggi maupun Akademi, dan 734 orang yang melanjutkan ke tingkat SMA. Namun banyak warga Desa Lelea yang masih buta huruf khususnya


(48)

38 di kalangan orang tua dan lanjut usia, karena keterbatasan ekonomi hingga banyak yang tidak tamat SD bahkan tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Untuk melihat komposisi pendidikan berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 7 berikut:

Tabel 6

Data Komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia

NO USIA JUMLAH %

1 2 3 4 5 6 00-03 Tahun 04-06 Tahun 07-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19 Tahun ke atas

248 429 574 431 482 2.076 5,85 10,11 13,54 10,17 11,37 48,96

Jumlah 4.240 100

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel 7 menjelaskan Data komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia, 00-03 Tahun sebanyak 248 Jiwa, 04-06 Tahun sebanyak 429 Jiwa, 07-12 Tahun sebanyak 574 Jiwa, 13-15 Tahun 431 Jiwa, 16-18 Tahun sebanyak 482 Jiwa, 19 Tahun keatas 2.076 Jiwa. Banyaknya usia 19 Tahun ke atas menandakan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tinggi.

Di Kecamatan Lelea khususnya Desa Lelea pendidikan formal belum tersedia dengan lengkap, bagi warga yang ingin melanjutkan sekolah ke tingkat


(49)

39 SMA maupun Akademi harus pergi ke kabupaten yang jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh dengan kendaraan. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan banyaknya anak-anak mengalami putus sekolah.

d. Bidang Agama

Jika dilihat dari keberagamaan Masyarakat desa Lelea mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam namun kegiatan Agamanya kurang menonjol dilihat dari sedikitnya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh warganya. Perlu pula dikemukakan meskipun agama Islam sangat mendominasi perkembangan agama di desa ini namun pengaruh agama Hindu-Budha masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang sering menyediakan kemenyan pada malam Jumat dan sesajen-sesajen lainnya.

Mengenai sarana peribadatan tercatat di Desa Lelea terdapat masjid 1 buah dan mushola 10 buah. Selain itu terdapat Taman Pendidikan Agama dan Majlis Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya sore hari yaitu

ba’da Ashar dan setelah Sholat Magrib. Sarana Ibadah dapat dilihat tabel 8

berikut:

Tabel 8 Sarana Ibadah

NO Sarana Ibadah Jumlah


(50)

40

2 Mushola 10 buah

Jumlah 11 buah

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum.

Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim

di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai

peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya

aturan masyarakat yang bersangkutan”.2

2

Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah : Machmun Husein, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995), h.65.


(51)

41

BAB IV

ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL (TRADISI NGAROT) TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT

A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot

Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot

merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol.

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :

1. Sejarah Tradisi Ngarot

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot

sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk melaksanakannya.1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan

1Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot


(52)

42

masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan sawah dengan luas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi), ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.

Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100 m2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi), ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.2

Pemberian sawah seluas 26.100 m2 tersebut, disambut baik oleh pemuda dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen


(53)

43

padi harus jatuh di hari rabu.3 Sebelum turun ke sawah Ki Buyut Kapol sengaja mengumpulkan para pemuda-pemudi di kediamannya yang telah disediakan berbagai macam makanan dan minuman untuk memberikan semangat sebelum tiba kegiatan pengolahan dan penanaman sawah.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak H. Edy masyarakat percaya upacara Adat Ngarot dimulai sejak abad 17 M sekitar tahun 1686, diawali ketika Kepala Desa pertama Cangga Wrena turun tahta, masyarakat desa Lelea secara sukarela mengangkat Ki Buyut Kapol menjadi Kepala Desa yang kedua. Sejak itulah upacara adat Ngarot yang awalnya dilaksanakan di rumah Ki Buyut Kapol pindah ke Balai Desa Lelea hingga sekarang.4

Pada masa pemerintahan Ki Buyut Kapol selama kurun waktu 25 tahun, pelaksanaan upacara Ngarot tidak pernah terputus dan keadaan ekonomi masyarakat yang semula miskin mulai berangsur-angsur mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Setelah Ki Buyut Kapol turun tahta dari jabatan Kepala Desa, pemerintahan kemudian digantikan oleh Dawi. Ia memberikan amanat agar tanah yang diberikan untuk masyarakat digunakan sebagaimana mestinya dan upacara tradisi Ngarot harus tetap dilaksanakan tanpa memungut biaya. Sebagai pengganti biaya diambil dari hasil tanah kasinoman (tanah Ki Buyut Kapol), hingga sekarang tradisi Ngarot tetap berlangsung dengan meriah.

Menurut Bapak Sagi salah satu sesepuh sekaligus pamong desa, tradisi

Ngarot ini pantang sekali dilanggar, kalau sampai dilanggar selain melupakan jasa-jasa Ki Buyut Kapol yang telah mengangkat perekonomian dengan

3

Wawancara Pribadi dengan Bapak Warkan, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011

4Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Edy, “SekDa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot”, Lelea,


(54)

44

memberikan keterampilan, masyarakat juga percaya akan terjadi marabahaya yang menimpa terhadap proses pengolahan sawah mereka, seperti pengairan yang sulit yang mengakibatkan sawah menjadi gagal panen.

Menurut Bapak Warson sebagai Kepala Desa di desa Lelea, perbedaan pelaksanaan tradisi Ngarot tahun sekarang dengan jaman dulu, tradisi Ngarot

sebelum tahun 1980 pelaksanaannya masih sangat bermakna dan masyarakat mengerti akan makna dibalik pelaksanaannya, berbeda dengan sekarang masyarakat sebagian besar hanya melihat dari keramaian karena disertai dengan pasar malam tanpa mengetahui makna sesungguhnya dari pelaksanaan tradisi

Ngarot tersebut.

Menurut H. Edy Iriana selaku ketua umum perayaan ritual Ngarot 2010, tradisi Ngarot pasti dilaksanakan pada tiap tahunnya, selain sudah memiliki biaya dari sawah kasinoman seluas 26.100 m2 , hingga tidak memiliki pengaruh dari keadaan ekonomi masyarakat, selain itu tradisi Ngarot juga termasuk dalam kebudayaan lokal yang harus dilestarikan dan menjadi bagi pariwisata lokal maupun mancanegara.

2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot a. Persiapan Pelaksanaan

Tradisi Ngarot dilaksanakan pada minggu ketiga di bulan Desember pada tiap tahunnya. Sebelum menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya sebanyak dua kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan pelaksanaan upacara tradisi Ngarot.


(55)

45

1. Musyawarah pertama mengumpulkan para pamong, lembaga desa seperti LMD (Lembaga Masyarakat Desa) dan LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa), tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk menetapkan waktu, hari, dan tanggal pelaksanaan upacara. 2. Musyawarah yang kedua Kepala Desa mengumpulkan pemuda-pemudi

calon peserta upacara tradisi Ngarot untuk menetapkan corak dan warna pakaian para pemuda-pemudi hingga tiap tahunnya acara tradisi

Ngarot selalu dengan warna pakaian yang berbeda tiap tahunnya. Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan pada hari rabu, minggu ketiga di bulan Desember penentuan pelaksanaan waktu tersebut sudah menjadi hal yang baku dan tidak bisa berubah. Sebelum penulis membahas praktik ritual tradisi Ngarot, terlebih dahulu penulis akan membahas beberapa persyaratan khusus sebelum diadakannya ritual tradisi Ngarot dan harus dipatuhi oleh masyarakat, yaitu :

1. Peserta tradisi Ngarot harus pemuda-pemudi yang masih perjaka dan perawan. Masyarakat sangat percaya dan taat dalam melaksanakan aturan tidak tertulis ini, jika pesertanya tidak perawan maka hiasan yang dikenakan oleh sang perawan dan perjaka akan layu dan pucat.

2. Sebelum acara tradisi Ngarot dilaksanakan masyarakat Desa Lelea beserta Pamong Desa mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan dalam acara Ngarot, seperti benih, kendi berisi air putih, cangkul, pupuk, ruas bambu kuning.


(56)

46

3. Mempersiapkan pengiring pesta Ngarot seperti tanjidor, genjring, gong, gamelan lalu seni tari ronggeng ketuk.

Adapun persiapan tradisi Ngarot peserta tradisi Ngarot sebelum pawai keliling hingga perbatasan desa, sang pemudi dihias secantik mungkin dengan berbalut pakaian kebaya, selendang dan kain batik, selain itu kepala sang pemudi dihias dengan bunga-bungaan seperti bunga kenanga, melati, mawar dan kantil, serta diberi perhiasan mulai dari kalung, gelang dan cincin agar tampil lebih menarik, menurut Bapak Sarkan perhiasan yang digunakan untuk membuktikan tingkat kekayaan orangtua peserta. Berbeda dengan sang pemuda hanya memakai pakaian komboran dan tutup kepala dari kain saja. Adapun warna pakaian yang digunakan sepenuhnya ditentukan oleh Kepala Desa.

b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot

Sebelum pawai dimulai peserta tradisi Ngarot berkumpul terlebih dahulu di kediaman Kepala Desa. Kemudian Sebelum melaksanakan ritual tradisi Ngarot

para pemuda-pemudi yang sudah berdandan dan tampil menarik tersebut melakukan pawai dan keliling hingga ke perbatasan desa, adapun susunan peserta pawai tradisi Ngarot tersebut adalah barisan terdepan yaitu Kepala Desa dan Istri, lalu Pamong Desa, para Pemuda-pemudi kemudian berjalan diiringi alunan musik seperti tanjidor dan genjring namun karena perkembangan jaman diberi tambahan alat musik organ. Pawai berakhir di Balai Desa, ketika memasuki Balai Desa disambut oleh penabuh gamelan yang sudah dipersiapkan di pendopo Balai Desa. Kemudian sebagai bentuk penghormatan dipersembahkan sebuah tarian yaitu


(57)

47

tarian Jipang kepada sang Raja Desa yaitu Kepala Desa. Selain itu Kepala Desa diberi taburan beras kuning.

Semua peserta Ngarot masuk aula Balai Desa. Sambil duduk berhadap-hadapan dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni tradisional tari Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita dengan pasangan pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para jejaka dan gadis saling berpandang-pandangan. prosesi ngabibita inilah yang membuat para peserta mendapatkan jodohnya hingga tradisi Ngarot juga terkenal juga sebagai tradisi mencari jodoh sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Kaswara yang bekerja sebagai pegawai BUMN.5

Setelah selesai pawai keliling desa Lelea, berkumpul di balai desa acara inti tradisi Ngarot diawali dengan laporan panitia yang berhubungan dengan pelaksanaan tradisi, dilanjutkan sambutan Kepala Desa, kemudian penyerahan seperangkat alat pertanian secara simbolis oleh Kepala Desa dan pamong melakukan prosesi ritual, susunan acaranya sebagai berikut :

a. Pembukaan

b. Pembacaan Sejarah Singkat Ngarot

c. Sambutan Kepala Desa Lelea

d. Prosesi Penyerahan Peralatan Pertanian dari Para Kasinoman yaitu sebagai berikut :

1. Penyerahan Benih oleh Kuwu (Kepala Desa) artinya : Untuk ditanam sehingga dapat hasil panen yang melimpah.


(58)

48

2. Penyerahan Kendi berisi air putih oleh Ibu Kepala Desa artinya : Air tamba (air obat) dan penyubur tanarnan padi.

3. Penyerahan pupuk oleh Tua Desa artinya : Agar tanaman padi tetap subur dan hasil panen yang melimpah.

4. Penyerahan Cangkul oleh Raksa Bumi (Pamong pengurus sawah dan tanah desa) artinya : Agar mengolah sawah dengan sempurna. 5. Penyerahan Ruas Bambu Kuning. Daun Andong dan Kelararas

Daun Pisang oieh Lebe (Pamong yang mengurusi pernikahan) artinya : Agar tanaman padi terhindar dari serangan hama.

Selesai acara inti, secara simbolis Kepala Desa memukul gong sebagai peresmian pesta tradisi Ngarot dimulai. Setelah gong dipukul dilanjutkan dengan tari topeng diiringi dengan gamelan, kemudian disediakan lagi hiburan ronggeng ketuk dan tanjidor. Kemudian pemuda pemudi dipersilahkan bersama-sama joged hingga sore hari. Malam harinya hingga menjelang subuh selain disediakan hiburan tarian-tarian tradisional juga disajikan pula pagelaran wayang.

Masyarakat sangat antusias pada upacara tradisi Ngarot, karena tradisi

Ngarot ini merupakan hiburan setahun sekali. Warga bisa sepuasnya menikmati pertunjukan kesenian tradisional, seperti tari topeng, tarlingan dan wayang kulit. Setiap tahun acara tradisi Ngarot ini tidak pernah sepi penonton bahkan kadang hampir seluruh warga hadir ke Balai Desa.

B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot

Tradisi Ngarot memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat, agar muda-mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah


(59)

49

laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya timur. Ngarot adalah suatu metode atau cara untuk menggalang dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan dikalangan para pemuda dan pemudi sebelum mengolah dan menanam padi di mulai.6

Dalam melaksanakan tradisi Ngarot bagi masyarakat desa Lelea sebenarnya hanya bentuk ritual syukuran para petani menjelang masa tanam padi. Selain itu tradisi ngarot mempunyai manfaat menambah rasa syukur terhadap Tuhan yang maha esa atas keberkahan pada lahan persawahan yang akan dikerjakan dan juga untuk menghormati jasa Ki Buyut Kapol yang telah menyumbagkan sawahnya dijadikan lahan untuk belajar segala bentuk proses menanam padi hingga panen tiba. Dilibatkannya muda - mudi dalam tradisi ini adalah sebagai wujud regenerasi masyarakat agraris. Harapannya, tentu saja agar kaum muda - mudi melanjutkan budaya agraris yang sudah turun temurun di desa Lelea. Selain itu masyarakat desa Lelea menyepakati jika tradisi Ngarot tidak dilaksanakan akan terjadi marabahaya terhadap proses pengolahan sawah seperti pengairan yang sulit hingga menyebabkan gagal panen.

Tradisi Ngarot ini dilakukan oleh semua kalangan warga desa. Baik itu memang warga yang bertempat tinggal di desa atau wilayah lain maupun warga yang bertempat tinggal di desa lain tapi asli orang Lelea atau mempunyai garis keturunan orang Lelea. Hal itu bertujuan dengan adanya tradisi Ngarot walaupun

6

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, Upacara Adat Ngarot, (Indramayu, 2004), h. 55


(1)

Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011 Nama : IDA

Usia : 41 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?

Ngarot itu adat istiadat, Pesta muda-mudi. intinya acara mau tanam padi, merayakan kegembiraan tanam padi.

2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya? Saya cuma ikut rame-ramenya ajah mbak

3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi Ngarot?

Saya engga tahu pasti mbak, yang tahu pasti seh yang udah sepuh, kaya kuwunya. Kan saya mah mba bukan petani suami saya anggota TNI seh mba. 4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?

Manfaat seh mba gak ada, yah cuma rame-rame ajah.

5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda? Senang mbak, kan rame banget.

6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?

Masyarakatnya sangat bergotong royong, apalagi dengan adanya acara Ngarot masyarakat dengan sukarela mengeluarkan tenaga maupun biaya tanpa pamrih hanya untuk membuat acara ini berhasil.

7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada solidaritas masyarakat?

Sangat mbak.

8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam bidang sosial?

Silaturahmi, sebelum acara selalu ada musyawarah di Balai Desa. 9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?

Engga masalah, kan tiap tahun dilakukan jadi sudah tahu. Tapi klo orang tani mungkin pengaruh mbak.


(2)

Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011 Nama : SARDIAN

Usia : 38 Tahun Pekerjaan : Petani

1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?

Ngarot itu adat istiadat, Pesta muda-mudi. intinya acara mau tanam padi, merayakan kegembiraan tanam padi. Tapi pesertanya tidak boleh janda klo janda pasti bunga dikepalanya layu.

2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya? Ikut, saya dulu pernah ikut jadi pesertanya 3 kali

3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi Ngarot?

Ki Buyut Kapol yang memulainya, sampai sekarang banyak yang nyekar ke balai Desa ke peninggalan Ki Buyut Kapol ada irus, kayu, gerabah.

4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?

Keluarga jadi ngumpul datang ke Desa Lelea. Terus desa Lelea jadi rame banyak pengunjung dari luar daerah, banyak mahasiswa yang neliti bahkan ada turis dari mancanegara juga datang mbak.

5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda? Senang sekali mba, saya juga ngikuti sambil berjualan.

6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea? Masyarakatnya rukun, kekeluargaan semakin erat.

7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada solidaritas masyarakat?

Sangat mbak, masyarakat saling berkumpul, bersuka ria bersama-sama, berjoget.

8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam bidang sosial?

Saling berkirim makanan, kerja bakti membersihkan jalan, saluran air. 9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?


(3)

(4)

(5)

(6)