Mazhab Kaum Muda Ekspresi Gerakan Geraka (1)
Mazhab Kaum Muda: Ekspresi Gerakan-Gerakan Idealisme dan
Realisme Sejak Abad ke-16
Disusun oleh: M. Muafi Himam*
I.
Pendahuluan
Sejarah, ketika dirunut melalui embrionya, selalu dimulai dari gesekan
pemikiran yang dimulai oleh kalangan progresif. Dinamisasi suatu peristiwa-lah
yang membuat sejarah menjadi kajian penting dalam suatu kondisi yang
dipengaruhi oleh ruang dan waktu (Francis Bacon, dalam Historia). Dalam
catatannya, pelaku sejarah menjadi salah satu unsur terpenting dalam
memahami proses perjalanan sejarah itu sendiri.
Jika ditinjau secara mendalam, para peletak sejarah merupakan generasi muda
suatu masa. Dalam kisah para Nabi, kita dapat melihat peran Ibrahim muda
sebagai penyebab gonjang-ganjing yang terjadi di Kerajaan Babilonia. Atau kisah
Isa muda yang membuat Kerajaan Romawi berang dengan tingkahnya. Pula
Muhammad muda yang terkenal di seatero Jazirah Arab karena keajaibankeajaiban yang mengikutinya.
Perihal tersebut menjadi sebuah cermin bahwa para pemuda selalu menjadi
garda terdepan dalam mengawali dan membentuk jalannya sejarah suatu masa.
II.
Madzhab, Pemuda, dan Mazhab Pemuda
Mazhab merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang berarti jalan yang
dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit
maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan
tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang
dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui
pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya
sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di
atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Sedangkan menurut KBBI, mazhab adalah golongan pemikir yg sepaham dalam
teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang kesenian, dan
sebagainya serta berusaha untuk memajukan hal itu.
Menurut draf RUU Kepemudaan nomor 40 tahun 2009, Pemuda adalah mereka
yang berusia antara 18 hingga 35 tahun, yang mana rentang waktu tersebut
merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Konsepsi ini
ingin menyatakan bahwa masa muda merupakan periode peralihan dari dunia
kanak-kanak menjadi dewasa. Dalam budaya Jawa, mereka yang berada pada
periode ini disebut “durung Jawa” atau belum dewasa. Artinya, mereka perlu
dibimbing untuk memasuki dunia orang dewasa, karena menjadi anak-anak
berarti tidak memiliki kemampuan untuk menentukan segala sesuatu atas
dirinya sendiri.
Karena dalam masa perkembangan, pemuda merupakan individu dengan
karakter yang dinamis, bergejolak dan optimis namun belum memiliki
pengendalian emosi yang stabil. Oleh karenanya pemuda selalu memiliki
aspirasi yang berbeda dengan aspirasi masyarakat secara umum. Dalam makna
positif, aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu.
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda.
Kaum muda, baik lokal maupun internasional, memiliki kecenderungan yang
sama dalam menjalankan, memproses, serta menyampaikan sebuah ide dan hasil
berfikir. Kesamaan tersebut menjadi sebuah cara/general method yang dimiliki
oleh kaum muda. Dari sinilah muncul istilah yang saya sebut sebagai mazhab
pemuda/kaum muda; Merupakan suatu kecendurungan cara berpikir yang
digunakan oleh kaum muda dalam menerima, mengolah, serta menyampaikan
kembali ide dan gagasan.
III.
Perwujudan Mazhab Lintas Sejarah
1. Eropa
Sebelum terjadinya renaissance/renaisans secara masif di Eropa, sebutan pemuda
(son, varlets, boys) diidentikkan dengan kelompok kelas pekerja (kalangan
bawah). Istilah kaum muda yang secara bahasa bermakna tergantung
(menggantung pada induk, orang tua) digunakan untuk menyebut kaum kelas
dua di Eropa. Para ‘pemuda’ tersebut adalah mereka yang dipekerjakan di
rumah orang-orang kaya.
Periode itu, pada abad ke-16 tersebut merupakan masa kebangkitan bagi
rasionalisme di Eropa. Setelah kejatuhan Konstantinopel di tangah pasukan
Ottoman pada tahun 1453, para sarjana Yunani banyak yang melarikan diri ke
Eropa Barat sambil mebawa naskah-naskah penting dari Eropa Timur
(Konstantinopel). Sultan Mehmet sendiri sebenarnya telah memberi jaminan
keamanan bagi para penduduk Konstantinopel pasca penaklukan. Namun,
sebagian kaum muda Romawi Timur memilih untuk hijrah ke Eropa Barat
sambil membawa manuskrip-manuskrip Romawi ke Vatikan.
Namun, bukannya mendapat lahan seperti yang diharapkan, para pelarian
Romawi Timur malah ikut terjerembab dalam problematika kegelapan Eropa.
Hingga akhirnya asosiasi seniman Florence yang dipelopori oleh Michaelangelo
dan Leonardo da Vinci mempublikasikan penemuan manusia renaisans yang
membangkitkan kesadaran publik Eropa akan kejumudan gereja.
Gelombang ini mengalir secara pelan, hingga muncullah dua kelompok pemuda
yang mengetengahkan problematika ini secara serius. Tokoh-tokoh muda seperti
Giovanni Pico della Mirandol di Fiorentina, Martin Luther di Jerman, hingga
Pope Alexander VI mulai membuka jalan menuju Aufklarung (Pencerahan).
Dipelopori oleh Giordano Bruno (1548), pemberontakan terhadap gereja mulai
menjamur hingga seluruh kawasan Eropa.
2. Timur Tengah (Arab Spring)
Gejolak revolusi Timur Tengah pada 2010 diawali melalui para pemuda Tunisia.
Di mulai oleh sekelompok pemuda yang terus menerus melakukan protes
jalanan kepada Presiden Tunisia yang telah berpuluh-puluh tahun (35 tahun)
memegang tampuk kekuasaan. Alasan mendasar protes para pemuda jalanan
tersebut adalah semakin memburuknya kondisi sosial politik serta
perekonomian Tunisia, serta ketidakmampuan Sang Presiden meng-handle
masalah tersebut. Protes ini berakhir dengan dibubarkannya rezim Zine El
Abidine Ben Ali.
Euforia revolusi Tunisia tercium oleh para pemuda Mesir, yang pada awal tahun
2011 memulai demonstrasi jalanan yang dipusatkan di Tahrir Square. Sebagian
sumber menyebutkan, kelompok muda IM (Ikhwanul Muslimin) yang mulai
menyalakan api revolusi di Negara kinanah tersebut. Sumber lain menyebutkan,
suporter kesebelasan Al-Ahly yang menjadi provokator penggalangan
demonstrasi besar-besaran untuk menurunkan rezim Husni Mubarok.
Ketidakpuasan para suporter atas kebijakan pemerintahan Mubarok terhadap
sepakbola Mesir menjadi salah satu faktor yang berakibat diturunkannya
Mubarok pada 25 januari 2011.
Dari Mesir, gejolak revolusi dan pemberontakan menular ke berbagai Negara
Timur Tengah; Yaman, Syiria, hingga Libya yang menyebabkan terbunuhnya
presiden Moammar Khadaffi.
Terjadinya Arab Spring menurut analisa Jack A. Goldstone disebabkan karena
tingginya jumlah pemuda di Negara-negara tersebut yang berjiwa ‘demonstran’.
Jiwa demontran ini ditenggarai karena beberapa faktor utama seperti lingkungan
yang sarat akan konflik, pendidikan keras dalam keluarga, hingga lemahnya
kekuatan politik dan ekonomi dalam suatu Negara.
3. Indonesia
Pada umur 23 tahun HOS Cokroaminoto menggagas berdirinya sebuah
organisasi berlatarbelakang Islam bernama Sarekat Dagang Islam (yang
selanjutnya berganti Sarekat Islam). Bersama Haji Samanhudi, organisasi
tersebut dikembangkan menjadi wadah perlawanan terhadap kolonialisme dan
imperialise penjajah. Cokroaminoto sendiri merupakan seorang seorang guru
bagi para pemuda penggerak sejarah besar Indonesia. Mereka adalah Semaun,
Alimin, Muso (PKI), Soekarno (PNI), dan Kartosuwiryo (DI/TII). SI sendiri
akhirnya terpecah menjadi dua kubu, SI merah (kelompok yang diprakasai oleh
golongan komunis) yang terpusat di semarang, serta SI putih, kelompok yang
diisi oleh golongan yang mendukung pan-islamisme (H. Agus Salim,
Kartosuwiryo) yang berpusat di Yogyakarta.
Cokroaminoto merupakan perwujudan kedigdayaan pemuda sebagai penggagas
para penggerak revolusi di Indonesia. Kepiawaiannya dalam menampung
berbagai macam ideologi serta menjadi wadah yang ‘toleran’ bagi muridmuridnya mampu menyatukan ideologi yang sebenarnya bertolak belakang.
Dalam perkembangannya, kepemudaan dalam sejarah politik Indonesia selalu
terkait dengan semangat revitalisasi dan revolusi. Karena, dasar utama gerakan
pemuda pra kemerdekaan adalah perlawanan melawan penjajah. Melalui
berbagai
peristiwa,
mayoritas
pemuda
memiliki
peran
sentral
yang
menimbulkan kesan dramatis dan lebih dinamis dari pada peran para golongan
tua. Tidak seperti Cokroaminoto, Soekarno muda lebih memilih berkonfrontasi
langsung dengan Belanda, hingga mengakibatkan dikirimnya Soekarno ke
penjara berkali—kali.
Namun, semakin tua seseorang semakin bijaksanalah dia. Soekarno yang
semakin paham keuntungan bernegosiasi dengan Belanda pada akhirnya lebih
sering duduk satu meja dengan penjajah. Maka, kaum yang lebih muda,
termasuk Chaerul Saleh, menganggap Soekarno telah menanggalkan idealisme
mudanya. Sebagai akibatnya, muncullah sekelompok pemuda yang menculik
Soekarno pada malam 16 Agustus agar segera mendeklarasikan kemerdekaan
Indonesia. Tanpa adanya golongan pemuda, barangkali takkan ada Proklamasi
17 Agustus 1945 karena tak ada yang menculik Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Tindakan itu telah membentuk identitas politik kaum muda
karena sifatnya yang revolusioner. Maka, Ben Anderson mengistilahkan masa
revolusi pra proklamasi di Indonesia sebagai revolusi pemuda.
Robert Cribb dan Anderson, berusaha merekam peranan pemuda di Jakarta
pada waktu proklamasi kemerdekaan dan beberapa waktu sesudahnya.
“Akhirnya saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia
pada permulaannya memang ditentukan oleh kesadaran pemuda ini,” kata
Anderson. Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan besar Indonesia,
mengatakan sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda Indonesia, yang dimulai
dengan Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sumpah Pemuda, Revolusi Agustus
1945, hingga penggulingan diktator Soeharto. “Hanya sayang mereka tidak
melahirkan pemimpin,” kata Pram.
IV.
Mazhab Kaum Muda Indonesia; Sebuah Penutup
Munculnya Aufklarung dalam Renaisans, gelombang demontrasi Arab Spring,
hingga munculnya gerakan-gerakan masif pra kemerdekaan, dilatarbelakangi
oleh sebuah faktor yang bernama informasi. Para penentang gereja mendapatkan
dukungan ilmiah dari informasi yang dikembangkan oleh da Vinci dan
Michaelangelo. Begitu juga Soekarno dan kawan-kawan mengawali perlawanan
terhadap penjajah setelah menjalani transfer informasi (keilmuan) dari Sang
Guru Cokroaminoto. Media informasi tersebut dapat lebih diformalkan lagi
dengan istilah pendidikan.
Pada latar masa kolonialisme, melalui pendidikan kalangan muda bisa masuk ke
dalam tatanan sosial Hindia-Belanda yang rasial. Semakin tinggi pendidikan,
maka semakin dekat mereka dengan dunia berbahasa Belanda, bahasa penjajah,
sehingga mereka dapat menjadi lebih “modern”. Lewat pendidikan pula
pemuda memperoleh peranan dan pengaruh yang besar dalam sejarah
Indonesia. Sebagai kaum intelektual, mereka berperan menyerap ide-ide, lewat
bacaan maupun persentuhan dengan dunia Barat, yang kemudian ditransfer ke
masyarakatnya yang mayoritas buta huruf melalui suatu penyebaran informasi
yang terbatas. Kematangan intelektual ini yang menurut Onghokham menjadi
ciri khas para pendiri bangsa, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Mereka
mengatur hidup masa mudanya menurut cita-cita dan peranan yang mereka
idamkan.
Para pemuda yang bersekolah di Eropa (Belanda) lantas membentuk suatu
organisasi yang bernama Perhimpunan Indonesia, yang merupakan salah satu
organisasi pemuda yang banyak menyumbang gagasan mengenai Indonesia
merdeka, terutama terkait terselenggaranya Kongres Pemuda dan lahirnya
Sumpah Pemuda.
Para pemuda inilah, sekembalinya mereka ke tanah air, menjadi kemudi dari berbagai
partai politik pergerakan di tanah air: Partai Nasional Indonesia (PNI), Partindo, PKI,
dan Partai Sarekat Islam (PSI).
Mereka yang masih berusia dua-puluhan, terutama yang sedang studi di
Belanda, mulai menulis narasi kritis maupun opini tentang revolusi dan kritikankritikan terhadap pemerintahan belanda di Indonesia. Tak Cuma itu, mereka
juga mewujudkan ide-ide tersebut melalui berbagai gerakan di tanah air,
gerakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat desa (maupun kota).
Namun, semakin suburnya gerakan-gerakan pemuda di Indonesia kala itu juga
mendorong terjadinya pengotak-kotakan masing-masing gerakan. Seperti
terbelahnya SI menjadi dua, SI Putih yang berasaskan Pan-islamisme, serta SI
Merah yang berasaskan komunis. Alumni SI sendiri, Soekarno, akhirnya juga
mendirikan PNI yang berasaskan Marhaenisme. Terkotak-kotaknya beberapa
organisasi besar tersebut pada akhirnya menimbulkan konflik nasional yang
berujung pada gerakan Gerakan 30 September serta pemberontakan DI/TII di
bawah komando Kartosuwiryo.
Semenjak 1950 hingga pasca reformasi, organisasi pemuda di Indonesia mulai
membentuk jurang pemisah antar dua identitas besar organisasi yang disebut
blok kanan dan blok kiri. Jurang ini semakin lebar saat alur informasi luar yang
masuk ke tanah air mulai tak dapat dikontrol oleh pemerintah, bahkan oleh tiap
individu bangsa Indonesia sendiri. Wallahu ‘alam.
*(Untuk dipresentasikan pada diskusi keilmuan PPI Bursa 2015 pada hari Sabtu, 16 Mei
2015)
Untuk bacaan lebih lanjut:
1. Sejarah Tuhan, Karen Amstrong, Penerbit Mizan, cetakan ke-ix, Bandung,
2013
2. Renaissance Florence, Gene A. Brucker, University of California Press,
California, 1969
3. Youth in Revolutionary Russia: Enthusiasts, Bohemians, Delinquents,
Anne E. Gorsuch, Indiana University Press, US, 2000
4. The Arab Spring: Change and Resistance in the Middle East, edited by
David Lesch, Mark Haas, West view Press, 2013
5. A Glorious Revolution for Youth and Communities: Service-Learning and
Model communities, George I. Whitehead III, Andrew P. Kitzrow,
Rowman and Littlefield Education, Maryland, 2010
6. Rengasdengklok; Revolusi dan Peristiwa, Her Suganda, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, 2009
7. Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin,
Cornell University Press, NY, 1952
8. Revolusi Politik Kaum Muda, Muhammad Umar Syadat Hasibuan,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008
9. http://www.fragilestates.org/2012/11/25/causes-of-revolution-the-roleof-youth-and-other-social-factors/
10. http://profil.merdeka.com/indonesia/r/raden-hadji-oemar-saidtjokroaminoto/
11. http://indoprogress.com/2014/12/pemuda-remaja-dan-alay-dari-politikrevolusioner-menjadi-sekadar-gaya-hidup/
12. http://www.berdikarionline.com/tak-berkategori/20110524/pemudadalam-sejarah.html
Realisme Sejak Abad ke-16
Disusun oleh: M. Muafi Himam*
I.
Pendahuluan
Sejarah, ketika dirunut melalui embrionya, selalu dimulai dari gesekan
pemikiran yang dimulai oleh kalangan progresif. Dinamisasi suatu peristiwa-lah
yang membuat sejarah menjadi kajian penting dalam suatu kondisi yang
dipengaruhi oleh ruang dan waktu (Francis Bacon, dalam Historia). Dalam
catatannya, pelaku sejarah menjadi salah satu unsur terpenting dalam
memahami proses perjalanan sejarah itu sendiri.
Jika ditinjau secara mendalam, para peletak sejarah merupakan generasi muda
suatu masa. Dalam kisah para Nabi, kita dapat melihat peran Ibrahim muda
sebagai penyebab gonjang-ganjing yang terjadi di Kerajaan Babilonia. Atau kisah
Isa muda yang membuat Kerajaan Romawi berang dengan tingkahnya. Pula
Muhammad muda yang terkenal di seatero Jazirah Arab karena keajaibankeajaiban yang mengikutinya.
Perihal tersebut menjadi sebuah cermin bahwa para pemuda selalu menjadi
garda terdepan dalam mengawali dan membentuk jalannya sejarah suatu masa.
II.
Madzhab, Pemuda, dan Mazhab Pemuda
Mazhab merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang berarti jalan yang
dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit
maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan
tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang
dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui
pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya
sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di
atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Sedangkan menurut KBBI, mazhab adalah golongan pemikir yg sepaham dalam
teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang kesenian, dan
sebagainya serta berusaha untuk memajukan hal itu.
Menurut draf RUU Kepemudaan nomor 40 tahun 2009, Pemuda adalah mereka
yang berusia antara 18 hingga 35 tahun, yang mana rentang waktu tersebut
merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Konsepsi ini
ingin menyatakan bahwa masa muda merupakan periode peralihan dari dunia
kanak-kanak menjadi dewasa. Dalam budaya Jawa, mereka yang berada pada
periode ini disebut “durung Jawa” atau belum dewasa. Artinya, mereka perlu
dibimbing untuk memasuki dunia orang dewasa, karena menjadi anak-anak
berarti tidak memiliki kemampuan untuk menentukan segala sesuatu atas
dirinya sendiri.
Karena dalam masa perkembangan, pemuda merupakan individu dengan
karakter yang dinamis, bergejolak dan optimis namun belum memiliki
pengendalian emosi yang stabil. Oleh karenanya pemuda selalu memiliki
aspirasi yang berbeda dengan aspirasi masyarakat secara umum. Dalam makna
positif, aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu.
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda.
Kaum muda, baik lokal maupun internasional, memiliki kecenderungan yang
sama dalam menjalankan, memproses, serta menyampaikan sebuah ide dan hasil
berfikir. Kesamaan tersebut menjadi sebuah cara/general method yang dimiliki
oleh kaum muda. Dari sinilah muncul istilah yang saya sebut sebagai mazhab
pemuda/kaum muda; Merupakan suatu kecendurungan cara berpikir yang
digunakan oleh kaum muda dalam menerima, mengolah, serta menyampaikan
kembali ide dan gagasan.
III.
Perwujudan Mazhab Lintas Sejarah
1. Eropa
Sebelum terjadinya renaissance/renaisans secara masif di Eropa, sebutan pemuda
(son, varlets, boys) diidentikkan dengan kelompok kelas pekerja (kalangan
bawah). Istilah kaum muda yang secara bahasa bermakna tergantung
(menggantung pada induk, orang tua) digunakan untuk menyebut kaum kelas
dua di Eropa. Para ‘pemuda’ tersebut adalah mereka yang dipekerjakan di
rumah orang-orang kaya.
Periode itu, pada abad ke-16 tersebut merupakan masa kebangkitan bagi
rasionalisme di Eropa. Setelah kejatuhan Konstantinopel di tangah pasukan
Ottoman pada tahun 1453, para sarjana Yunani banyak yang melarikan diri ke
Eropa Barat sambil mebawa naskah-naskah penting dari Eropa Timur
(Konstantinopel). Sultan Mehmet sendiri sebenarnya telah memberi jaminan
keamanan bagi para penduduk Konstantinopel pasca penaklukan. Namun,
sebagian kaum muda Romawi Timur memilih untuk hijrah ke Eropa Barat
sambil membawa manuskrip-manuskrip Romawi ke Vatikan.
Namun, bukannya mendapat lahan seperti yang diharapkan, para pelarian
Romawi Timur malah ikut terjerembab dalam problematika kegelapan Eropa.
Hingga akhirnya asosiasi seniman Florence yang dipelopori oleh Michaelangelo
dan Leonardo da Vinci mempublikasikan penemuan manusia renaisans yang
membangkitkan kesadaran publik Eropa akan kejumudan gereja.
Gelombang ini mengalir secara pelan, hingga muncullah dua kelompok pemuda
yang mengetengahkan problematika ini secara serius. Tokoh-tokoh muda seperti
Giovanni Pico della Mirandol di Fiorentina, Martin Luther di Jerman, hingga
Pope Alexander VI mulai membuka jalan menuju Aufklarung (Pencerahan).
Dipelopori oleh Giordano Bruno (1548), pemberontakan terhadap gereja mulai
menjamur hingga seluruh kawasan Eropa.
2. Timur Tengah (Arab Spring)
Gejolak revolusi Timur Tengah pada 2010 diawali melalui para pemuda Tunisia.
Di mulai oleh sekelompok pemuda yang terus menerus melakukan protes
jalanan kepada Presiden Tunisia yang telah berpuluh-puluh tahun (35 tahun)
memegang tampuk kekuasaan. Alasan mendasar protes para pemuda jalanan
tersebut adalah semakin memburuknya kondisi sosial politik serta
perekonomian Tunisia, serta ketidakmampuan Sang Presiden meng-handle
masalah tersebut. Protes ini berakhir dengan dibubarkannya rezim Zine El
Abidine Ben Ali.
Euforia revolusi Tunisia tercium oleh para pemuda Mesir, yang pada awal tahun
2011 memulai demonstrasi jalanan yang dipusatkan di Tahrir Square. Sebagian
sumber menyebutkan, kelompok muda IM (Ikhwanul Muslimin) yang mulai
menyalakan api revolusi di Negara kinanah tersebut. Sumber lain menyebutkan,
suporter kesebelasan Al-Ahly yang menjadi provokator penggalangan
demonstrasi besar-besaran untuk menurunkan rezim Husni Mubarok.
Ketidakpuasan para suporter atas kebijakan pemerintahan Mubarok terhadap
sepakbola Mesir menjadi salah satu faktor yang berakibat diturunkannya
Mubarok pada 25 januari 2011.
Dari Mesir, gejolak revolusi dan pemberontakan menular ke berbagai Negara
Timur Tengah; Yaman, Syiria, hingga Libya yang menyebabkan terbunuhnya
presiden Moammar Khadaffi.
Terjadinya Arab Spring menurut analisa Jack A. Goldstone disebabkan karena
tingginya jumlah pemuda di Negara-negara tersebut yang berjiwa ‘demonstran’.
Jiwa demontran ini ditenggarai karena beberapa faktor utama seperti lingkungan
yang sarat akan konflik, pendidikan keras dalam keluarga, hingga lemahnya
kekuatan politik dan ekonomi dalam suatu Negara.
3. Indonesia
Pada umur 23 tahun HOS Cokroaminoto menggagas berdirinya sebuah
organisasi berlatarbelakang Islam bernama Sarekat Dagang Islam (yang
selanjutnya berganti Sarekat Islam). Bersama Haji Samanhudi, organisasi
tersebut dikembangkan menjadi wadah perlawanan terhadap kolonialisme dan
imperialise penjajah. Cokroaminoto sendiri merupakan seorang seorang guru
bagi para pemuda penggerak sejarah besar Indonesia. Mereka adalah Semaun,
Alimin, Muso (PKI), Soekarno (PNI), dan Kartosuwiryo (DI/TII). SI sendiri
akhirnya terpecah menjadi dua kubu, SI merah (kelompok yang diprakasai oleh
golongan komunis) yang terpusat di semarang, serta SI putih, kelompok yang
diisi oleh golongan yang mendukung pan-islamisme (H. Agus Salim,
Kartosuwiryo) yang berpusat di Yogyakarta.
Cokroaminoto merupakan perwujudan kedigdayaan pemuda sebagai penggagas
para penggerak revolusi di Indonesia. Kepiawaiannya dalam menampung
berbagai macam ideologi serta menjadi wadah yang ‘toleran’ bagi muridmuridnya mampu menyatukan ideologi yang sebenarnya bertolak belakang.
Dalam perkembangannya, kepemudaan dalam sejarah politik Indonesia selalu
terkait dengan semangat revitalisasi dan revolusi. Karena, dasar utama gerakan
pemuda pra kemerdekaan adalah perlawanan melawan penjajah. Melalui
berbagai
peristiwa,
mayoritas
pemuda
memiliki
peran
sentral
yang
menimbulkan kesan dramatis dan lebih dinamis dari pada peran para golongan
tua. Tidak seperti Cokroaminoto, Soekarno muda lebih memilih berkonfrontasi
langsung dengan Belanda, hingga mengakibatkan dikirimnya Soekarno ke
penjara berkali—kali.
Namun, semakin tua seseorang semakin bijaksanalah dia. Soekarno yang
semakin paham keuntungan bernegosiasi dengan Belanda pada akhirnya lebih
sering duduk satu meja dengan penjajah. Maka, kaum yang lebih muda,
termasuk Chaerul Saleh, menganggap Soekarno telah menanggalkan idealisme
mudanya. Sebagai akibatnya, muncullah sekelompok pemuda yang menculik
Soekarno pada malam 16 Agustus agar segera mendeklarasikan kemerdekaan
Indonesia. Tanpa adanya golongan pemuda, barangkali takkan ada Proklamasi
17 Agustus 1945 karena tak ada yang menculik Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Tindakan itu telah membentuk identitas politik kaum muda
karena sifatnya yang revolusioner. Maka, Ben Anderson mengistilahkan masa
revolusi pra proklamasi di Indonesia sebagai revolusi pemuda.
Robert Cribb dan Anderson, berusaha merekam peranan pemuda di Jakarta
pada waktu proklamasi kemerdekaan dan beberapa waktu sesudahnya.
“Akhirnya saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia
pada permulaannya memang ditentukan oleh kesadaran pemuda ini,” kata
Anderson. Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan besar Indonesia,
mengatakan sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda Indonesia, yang dimulai
dengan Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sumpah Pemuda, Revolusi Agustus
1945, hingga penggulingan diktator Soeharto. “Hanya sayang mereka tidak
melahirkan pemimpin,” kata Pram.
IV.
Mazhab Kaum Muda Indonesia; Sebuah Penutup
Munculnya Aufklarung dalam Renaisans, gelombang demontrasi Arab Spring,
hingga munculnya gerakan-gerakan masif pra kemerdekaan, dilatarbelakangi
oleh sebuah faktor yang bernama informasi. Para penentang gereja mendapatkan
dukungan ilmiah dari informasi yang dikembangkan oleh da Vinci dan
Michaelangelo. Begitu juga Soekarno dan kawan-kawan mengawali perlawanan
terhadap penjajah setelah menjalani transfer informasi (keilmuan) dari Sang
Guru Cokroaminoto. Media informasi tersebut dapat lebih diformalkan lagi
dengan istilah pendidikan.
Pada latar masa kolonialisme, melalui pendidikan kalangan muda bisa masuk ke
dalam tatanan sosial Hindia-Belanda yang rasial. Semakin tinggi pendidikan,
maka semakin dekat mereka dengan dunia berbahasa Belanda, bahasa penjajah,
sehingga mereka dapat menjadi lebih “modern”. Lewat pendidikan pula
pemuda memperoleh peranan dan pengaruh yang besar dalam sejarah
Indonesia. Sebagai kaum intelektual, mereka berperan menyerap ide-ide, lewat
bacaan maupun persentuhan dengan dunia Barat, yang kemudian ditransfer ke
masyarakatnya yang mayoritas buta huruf melalui suatu penyebaran informasi
yang terbatas. Kematangan intelektual ini yang menurut Onghokham menjadi
ciri khas para pendiri bangsa, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Mereka
mengatur hidup masa mudanya menurut cita-cita dan peranan yang mereka
idamkan.
Para pemuda yang bersekolah di Eropa (Belanda) lantas membentuk suatu
organisasi yang bernama Perhimpunan Indonesia, yang merupakan salah satu
organisasi pemuda yang banyak menyumbang gagasan mengenai Indonesia
merdeka, terutama terkait terselenggaranya Kongres Pemuda dan lahirnya
Sumpah Pemuda.
Para pemuda inilah, sekembalinya mereka ke tanah air, menjadi kemudi dari berbagai
partai politik pergerakan di tanah air: Partai Nasional Indonesia (PNI), Partindo, PKI,
dan Partai Sarekat Islam (PSI).
Mereka yang masih berusia dua-puluhan, terutama yang sedang studi di
Belanda, mulai menulis narasi kritis maupun opini tentang revolusi dan kritikankritikan terhadap pemerintahan belanda di Indonesia. Tak Cuma itu, mereka
juga mewujudkan ide-ide tersebut melalui berbagai gerakan di tanah air,
gerakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat desa (maupun kota).
Namun, semakin suburnya gerakan-gerakan pemuda di Indonesia kala itu juga
mendorong terjadinya pengotak-kotakan masing-masing gerakan. Seperti
terbelahnya SI menjadi dua, SI Putih yang berasaskan Pan-islamisme, serta SI
Merah yang berasaskan komunis. Alumni SI sendiri, Soekarno, akhirnya juga
mendirikan PNI yang berasaskan Marhaenisme. Terkotak-kotaknya beberapa
organisasi besar tersebut pada akhirnya menimbulkan konflik nasional yang
berujung pada gerakan Gerakan 30 September serta pemberontakan DI/TII di
bawah komando Kartosuwiryo.
Semenjak 1950 hingga pasca reformasi, organisasi pemuda di Indonesia mulai
membentuk jurang pemisah antar dua identitas besar organisasi yang disebut
blok kanan dan blok kiri. Jurang ini semakin lebar saat alur informasi luar yang
masuk ke tanah air mulai tak dapat dikontrol oleh pemerintah, bahkan oleh tiap
individu bangsa Indonesia sendiri. Wallahu ‘alam.
*(Untuk dipresentasikan pada diskusi keilmuan PPI Bursa 2015 pada hari Sabtu, 16 Mei
2015)
Untuk bacaan lebih lanjut:
1. Sejarah Tuhan, Karen Amstrong, Penerbit Mizan, cetakan ke-ix, Bandung,
2013
2. Renaissance Florence, Gene A. Brucker, University of California Press,
California, 1969
3. Youth in Revolutionary Russia: Enthusiasts, Bohemians, Delinquents,
Anne E. Gorsuch, Indiana University Press, US, 2000
4. The Arab Spring: Change and Resistance in the Middle East, edited by
David Lesch, Mark Haas, West view Press, 2013
5. A Glorious Revolution for Youth and Communities: Service-Learning and
Model communities, George I. Whitehead III, Andrew P. Kitzrow,
Rowman and Littlefield Education, Maryland, 2010
6. Rengasdengklok; Revolusi dan Peristiwa, Her Suganda, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, 2009
7. Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin,
Cornell University Press, NY, 1952
8. Revolusi Politik Kaum Muda, Muhammad Umar Syadat Hasibuan,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008
9. http://www.fragilestates.org/2012/11/25/causes-of-revolution-the-roleof-youth-and-other-social-factors/
10. http://profil.merdeka.com/indonesia/r/raden-hadji-oemar-saidtjokroaminoto/
11. http://indoprogress.com/2014/12/pemuda-remaja-dan-alay-dari-politikrevolusioner-menjadi-sekadar-gaya-hidup/
12. http://www.berdikarionline.com/tak-berkategori/20110524/pemudadalam-sejarah.html