Peran Yayasan Griya Yatim Dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi

(1)

PERAN YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA DALAM

PEMBERDAYAAN KAUM DHUAFA MELALUI PENDIDIKAN

KETERAMPILAN DI BEKASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Fikri Dzulkarnain

1110054000032

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

1

PERAN YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA DALAM PEMBERDAYAAN KAUM DHUAFA MELALUI PENDIDIKAN

KETERAMPILAN DI BBKASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial lslam

(S.Kom.I)

Oleh:

FIKRI DZULKARNAIN NIM. 1110054000032

Di bawahbimbingan,

NrP. 19710520 199903 2 002

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PERAN YAYASAN

GRIYA

YATIM DAN

DI{UAFA

DALAM

PEMBERDAYAAN KA{.TM

DHUAFA

MELALUI

PENDIDIKAN

KETERAMPILAN DI BEKASI telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kamis, 1B september 2014 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu sarat memeperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

Islam.

.

J akarta, 2

I

September 201 4

Sidano Mrrnannsvah

M. Hr-rdri. MA

Nrpliffioo

lee8o3

Anggota

1 003

NrP.19671126 t99603 2 001

Penguji I

f;*Yt^l

Nurul Hldhvati. M.Pd

NrP. 19690322199603 2 001 19710s20 199903 2 002


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh ge;ar Sarjana Strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 04 September 2014


(5)

i

ABSTRAK

Fikri Dzulkarnain

Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi.

Kaum dhuafa sebagai bagian Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang senantiasa untuk ditangani bersama dan harus dicari jalan keluarnya. Program pemerintah dicanangkan dengan mendirikan lembaga-lembaga, seperti rumah singgah dan lain-lain. Kesenjangan sosial menjadi faktor utama, oleh sebab itu pembangunan harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian kehadiran lembaga sosial menjadi penting sebagai penengah antara pemerintah dan masyarakat (kaum dhuafa).

Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam berbagai upayanya untuk memberikan harapan-harapan kepada anak yatim dan kaum dhuafa. Strategi pelaksanaan pemberdayaan melalui pendidikan dan keterampilaan. Tujuan lain untuk mengetahui metode pendidikan nonformal bagi kaum dhuafa yang berdampak pada kemandirian ekonomi, sosial, dan masyarakat. Selain itu, adalah untuk mengetahui tindakan atau sikap kaum dhuafa dalam menerima program pemberdayaan oleh Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan analisis deskriptif yang didapatkan dari data-data yang telah berhasil diolah secara sistematis baik berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati. Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan melalui pendidikan adalah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa berperan sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi kaum dhuafa yang mengupayakan dapat membangun hidup mereka secara mandiri.

Dengan demikian, Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan adalah untuk mengupayakan kaum dhuafa memiliki kemandirian dalam membangun, mengembangkan, dan membina kehidupannya secara responsif (tanggung jawab) terhadap problem sosial apapun yang tengah mereka hadapi.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah member

nikmat islam, iman, dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Namun pasti ada kekurangan dan kelemahan baik dari isi atau teknik penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik demi perbaikan skripsi dan diri penulis sendiri sebagai bahan evaluasi dan intropeksi diri sekarang dan dimasa yang akan dating.

Berkat keridhoan Allah SWT semata akhirnya penyusunan skripsi ini dapat selesai. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, arahan terhadap penyusunan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.


(7)

iii

3. Bapak Muhammad Hudri, MA, selaku Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar membimbing penulis dan senantiasa menyediakan waktunya ditengah kesibukannya memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

6. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Abdul Aziz, S.Ag dan Ibunda Hj. Muslimah, S.Pdi, yang selalu memberikan kasih sayang yang tak terhingga sepanjang hayatku, serta selalu mendoakan dan memberikan semangat tanpa henti kepada penulis.

7. Kepada ketiga adikku, Husni Syahrizal (cus), Ahmad Bahraysi (brew), dan Afifuroihan (sipit) yang selalu menjadi penyemangatku.

8. Yang tersayang Lisa Farial S.Psi yang selalu mendampingi, membantu, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

9. Kepada Kang Iing yang selalu mendoakan saya siang dan malam, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Kepada sahabat yang paling setia Sri Rahmayani yang sudah mau meluangkan waktunya sehingga proses sidang penulis berjalan dengan lancer.

11.Sahabat dan temen-temen seperjuangn di Jurusan PMI angkatan 2010 yang selalu menemani, membantu, dan memberikan dukungan kepada penulis.


(8)

iv

12.kepada Bapak Tarjuni, Bapak Nasrullah, Bapak Pardinal, Bapak Dani, Dll selaku Pimpinan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Staf, dan Pendamping Anak-anak Binaan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa yang tidak saya sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih atas dukungan semangatnya dan berterima kasih sudah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengetahuan yang terkait dengan skripsi ini.

13.Kepada pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan pengetahuan, dan pengalaman maka kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien.

Ciputat, 04 September 2014

Fikri Dzulkarnain

,


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 18

A. Peran ... 18

Pengertian Peran…. ... 18

B. Pemberdayaan... 19

1. Pengertian Pemberdayaan ... 20

2. Tahapan-tahapan Pemberdayaan ... 25

3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan ... 27

C. Dhu’afa ... 28

1. Pengertian Dhu’afa ... 28

2. Pengertian Fakir dan Miskin ... 31

D. Pendidikan ... 35

1. Pengertian Pendidikan ... 35

2. Jenis-jenis Pendidikan ... 37

E. Keterampilan ... 38

1. Pengertian Keterampilan ... 38

2. Jenis-jenis Keterampilan ... 40

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA ... 42

A. Profil Yayasan GriyaYatim dan Dhuafa ... 42

1. Sejarah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 42

2. Visi Misi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

3. Letak Geografis Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

4. Program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

B. Struktur Pengurus Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 50

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN ... 51 A. Kewajiban-kewajiban/tugas utama Yayasan Griya Yatim dan


(10)

vi

Dhuafa Dalam pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan

Keterampilan ... 51

B. Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan 56 C. Harapan Kaum Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 61

D. Kesesuaian Antara Kewajiban/Tugas dan Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 64

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu bagian dari negara berkembang, Indonesia tidak pernah terlepas dari berbagai krisis yang ada. Sadar akan hal tersebut, Indonesia berupaya untuk berbenah diri mewujudkan perubahan nyata melalui suatu pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah dengan membentuk suatu interaksi dari semua faktor yang ada di dalam masyarakat, baik faktor ekonomi maupun faktor manusia.

Menurut pandangan para ahli tentang sumber daya manusia, masalah kualitas menjadi hal yang sangat diprioritaskan dibanding kuantitas. Membicarakan tingkat kualitas manusia, seyogyanya ada dua hal yang harus dibedakan satu dengan yang lainnya. Dua komponen kualitas manusia ini yang pertama, tingkat keterampilan atau keahlian, dalam hal ini kaitannya dengan pendidikan, training. Kedua, usaha kerja dan etika kerja/budaya kerja, dalam hal ini kaitannya dengan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.1

Untuk mendapatkan manusia yang berkualitas, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap manusia-manusia tersebut melalui pendidikan keterampilan. Dengan pendidikan keterampilan, masyarakat dibekali pengetahuan dan sikap yang diperlukan sehingga masyarakat dapat melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas

1

Didik J. Rachbini, Pembagunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. (PT. Grasindo, Anggota IKAPI, Jakarta, 2001), h. 114.


(12)

2

hidup dalam mewujudkan suatu pembangunan.

Pemberdayaan melalui pendidikan keterampilan menekankan pentingnya suatu proses edukatif dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Pendidikan adalah permasalahan besar yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa. Karena itu, tuntutan reformasi politik, ekonomi, sosial, hak azasi manusia, sistem pemerintahan dan agrarian tidak akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi sistem pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda Negara dan bangsa Indonesia ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan politik, melainkan juga oleh krisis pada sistem pendidikan.

Melalui pendidikan, masyarakat dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan, sehingga masyarakat menjadi tahu, mengerti, dapat melakukan dan mau melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas hidup. Perubahan perilaku ini apabila dipadukan dengan sumber daya alam yang tersedia, akan melahirkan perilaku baru yang disebut partisipasi. Partisipasi ini akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan kreatif melaksanakan pembangunan yang terarah dan berencana terutama dalam meningkatkan pendapatan income generating, serta membuka lapangan kerja baru employment generating untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat.2

Memberdayakan masyarakat berarti melakukan investasi pada masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan

2

Mangatas Tampubolon, Perguruan Tinggi Bermutu, Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke-21. (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 28.


(13)

3

dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memilki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.3

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai negara. Kemiskinan yang terus melanda dan menggerus kehidupan umat manusia akibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses restrukturisasi, agen-agen nasional-internasional, serta negara-negara setempat menunjukan perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasi masyarakat sebagai sarana percepatan proses pembangunan. Karena itu, perlu ditekankan peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternatif berupa pendekatan pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat lokal.4

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang.5 Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan baik para akademisi maupun para praktisi. Persoalan yang serius yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah perekonomian yang lemah.6 Kemiskinan bukan karena mereka tidak rasional, atau karena mereka memang mempunyai kebudayaan miskin, atau karena mereka memang mempunyai budaya miskin

3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60

4

Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Utama Press, 2010), h. 4.

5

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 131

6


(14)

4

(the culture of poverty) atau karena mereka kurang motivasi berprestasi dan

kewiraswastaan, atau bahkan karena etos kerja yang lemah.7 Masyarakat miskin atau yang biasa disebut kaum dhu’afa yang ada di Indonesia, merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan komponen masyarakat yang lainnya yang tidak boleh dimarjinalkan.

Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukanlah suatu usaha sadar dari segolongan masyarakat yang peduli akan kesejahteraan mereka dengan membentuk suatu organisasi, atau biasa disebut yayasan. Yayasan merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dalam menjawab permasalahan di atas. Yayasan dapat mengadakan kegiatan yang mengarah pada berbagai bentuk bimbingan, termasuk didalamnya bimbingan pendidikan keterampilan. Hal ini sangat diperlukan, sehingga mereka bisa tetap mendapatkan sesuatu yang memang dibutuhkan dalam mencapai kesejahteraan dikemudian hari.

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial yang menjembatani kepedulian para dermawan kepada anak yatim dan kaum dhuafa untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pendidikan keterampilan. Sasaran yang dituju adalah para dhuafa untuk mengembangkan usaha kecil mereka.

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial terdepan dalam mewujudkan masa depan yatim dan dhuafa. Sebagai lembaga sosial Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa memiliki berbagai macam program diantaranya program pendidikan, program sosial, program pemberdayaan,

7


(15)

5

program kemanusiaan, program wakaf, dan program aqiqah dan qurban. Untuk lebih mengetahui seberapa jauh peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam peningkatan pemberdayaan kaum dhu’afa, maka penulis menuangkan bahasan ini dalam sebuah skripsi dengan judul: Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa melalui pendidikan keterampilan Di Bekasi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi masalah pada pendidikan keterampilan yang dilakukan oleh Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa di Bekasi.

Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi? 2. Bagaimana harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi? 3. Bagaimana harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa

melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?

4. Bagaimana keterkaitan antara tugas utama dan harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(16)

6

adalah:

a. Untuk mengetahui tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

b. Untuk mengetahui harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

c. Untuk mengetahui harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

d. Untuk mengetahui keterkaitan antara tugas utama dan harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis.

1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkaya tipe-tipe pengembangan masyarakat.

b. Manfaat Praktis: Dengan penelitian ini diharapkan akan mampu membangun sebuah paradigma baru tentang disiplin pengembangan masyarakat.


(17)

7

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek penelitian dalam rangka menemukan, menguji terhadap suatu kebenaran atau pengetahuan. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian Kualitatif. Menurut Tailor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J Moleong adalah prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.8

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis termasuk dalam pendekatan penelitian kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik bermakna dilapangan.9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Dekriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan

8

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif: edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012) Cet. Ke-30. h. 4.

9

Burhan Bungin. Analisa Data Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). Cet Ke-2. h. 39.


(18)

8

berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.10

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah menunjuk pada orang/individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan. Artinya Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa sangat menentukan bagi anak-anak yatim dan kaum dhuafa untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

4. Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Sumber data primer, merupakan data yang diperoleh dari Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa yang berkaitan tentang kegiatan pemberdayaan kaum dhu’afa.

b. Sumber data sekunder, merupakan data-data yang diperoleh dari buku-buku, majalah, dokumen-dokumen maupun dari benda-benda tertulis yang berhubungan dengan penelitian ini.

10

Ibid. h. 39

11

Sanapiah Fisal. Format-format Penelitian Sosial. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005). H. 109.


(19)

9

5. Teknik Penentuan Subyek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik penentuan subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang didasarkan atas

tujuan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti dalam sampling ini peneliti berusaha menguji pertimbangan-pertimbangannya untuk dapat memasukkan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi dimana peneliti mencari informasi.12

Peneliti memperoleh 4 (empat) orang yang akan diwawancarai, untuk memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat jabatan. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan keterampilan. Untuk data pendukung, peneliti mewawancarai 2 (dua) orang anak binaan, untuk memperoleh 2 (dua) anak binaan, peneliti memperoleh sampelnya berdasarkan susunan tingkat usia dan pendidikan terakhir. Adapun informasi yang diperoleh menegenai proses resosialisasi dan harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan.

Berdasarkan pada kontek tersebut, maka peneliti memilih subyek-subyek penelitian diantaranya:

Tabel 1 Subyek Penelitian

No Subyek Informasi yang Dicari Jumlah

12

Jusuf Soewadji, Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Jurusan Sosiologi. 2003). Cet Ke-1. h. 100.


(20)

10

1 Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa

Gambaran yayasan griya Yatim dan dhuafa, latar belakang sejarah beririnya Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, pelaksanaan pembelajaran, strategi pemberdayaan, faktor penghambat dan pendukung

1

2. Pembina/Tutor Pelaksanaan pemberdayaan, faktor penghambat dan faktor pendukung, hasil yang dicapai, evaluasi

pembelajaran

1

3. Staf Yayasan Gambaran yayasam, latar belakang sejarah yayasan, strategi

pemberdayaan, serta dokumentasi

2

4. Kaum Dhuafa

Yayazan Griya Yatim dan Dhuafa

Pelaksanaan pemberdayaan, faktor penghambat dan pendukug, hasil yang dicapai

2

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran yang dipandang ilmiah dalam melakukan sebuah penelitian. Ada beberapa hal yang peneliti lakukan dalam pencarian data, yaitu: a. Observasi. Adalah merupakan teknik untuk menambah kecermatan

pengamatan atas beberapa fenomena yang terjadi terhadap subjek penelitian dilapangan. Menurut E.C Wragg menjelaskan bahwa observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial, sehingga hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya


(21)

11

menjadi jelas.13 Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi untuk mengamati semua hal yang berhubungan dengan subjek penelitian dilapangan. Yaitu masyarakat serta Yyasan Griya Yatim dan Dhuafa.

b. Wawancara. Adalah merupakan suatu alat pengumpulam informasi langsung tentang beberapa jenis data.14 Selain itu wawancara juga sebagai salah satu bagian terpenting dalam setiap survai.15 Dalam penelitian ini penulis akan mewawancarai pembina yayasan, pengurus yayasan, staf yayasan dan beberapa peserta program guna memperoleh data dan informasi tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa terhadap masalah yang diteliti. Peneliti mengadakan Tanya jawab yang berkenaan dengan peran dan pelaksanaan pemberdayaan kaum dhu’afa melalui pendidikan keterampilan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dengan pihak-pihak yang terkait.

c. Dokumentasi. Yaitu peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah. Agenda kegiatan Yayasan, Rancangan Program (jangka panjang dan jangka pendek) Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Foto, Akta Notaris, dan lain-lain.

13

Nurul Hidayati S. Ag, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif,

(Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 8.

14

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jogjakarta: Andi Offset, 1983), h. 49.

15


(22)

12

7. Analisis Data

Analisis data adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber dengan hasil yang diperoleh pengamatan peneliti secara langsung di lapangan. Analisis data adalah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan dan memberikan makna. Model analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.16

8. Teknik Keabsahan Data

Teknik Keabsahan Data, Data yang telah digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang digunakan untuk menjaga keabsahan adalah sebagai berikut:

a. Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan

Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik pemeriksaan. 1) Ketekunan pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

16

A. Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1.


(23)

13

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subyek penelitian yaitu, pembina yayasan, pengurus yayasan, staf yayasan dan beberapa peserta program pemberdayaan. Sehingga data yang didapat benar-benar valid, objektif, dan saling mendukung untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi).

2) Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Salah satu teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi dengan sumber, triangulasi dengan sumber akan digunakan untuk membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini akan dilakukan dengan jalan: a) membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di lapangan, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subyek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

b) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti


(24)

14

membandingkan jawaban yang diberikan oleh Pembina, pengurus, staf yayasan dengan jawaban wawancara dari peserta program pemberdayaan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

c) membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.17

b. Kriterium Kepastian

Mengutip pendapat Scriven, yang menyatakan bahwa masih ada unsur „kualitas’ yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini dapat digali dari pengertian bahwa sesuatu objektifitas berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sisi peneliti dapat membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Keterpercayaan ini didasarkan pada hasil data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi terhadap subjek penelitian.18

9. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhitung mulai april 2014 sampai dengan September 2014. Adapun lokasi penelitiannya di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa yang beralamatkan di perum kranggan permai jl. Merak raya Blok AP 1/8 Rt 001/105 kelurahan jatisampurna Bekasi.

Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)

17

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:UIN Press), h. 74

18


(25)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan I Tahun 2007. Lokasi penelitian itu sendiri akan dilakukan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa di Bekasi.

E. Tinjaun Pustaka

Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun karya ilmiah yang relevan dengan topik penulisan karya ilmiah ini. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis membandingkan isi skripsi nya dengan skripsi milik orang lain yang isinya hampir menyerupai. Adapun tinjaun pustaka dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pendidikan Keterampilan Di Kelurahan Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara” 2010, yang disusun Ari Kurniawan. Skripsi yang membahas tentang pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan, yayasan kumala berperan sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi anak jalanan yang mengupayakan anak jalanan dapat membangun hidup mereka secara mandiri. Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.

Skripsi kedua, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran Suku Dinas Sosial Jakarta Utara Dalam Peningkatan Kesejahteraan Warga Masyarakat melalui Program Keluarga Harapan di Kelurahan Koja Jakarta Utara Tahun Pelaksanaan 2011-2012” 2012, yang disusun Hidmatullah. Skripsi yang membahas tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program keluarga harapan (PKH) yang diadakan oleh pemerintah


(26)

16

dapat membantu masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan atau RTSM mendapatkan kehidupan yang lebih baik karena mereka dapat menyekolahkan anaknya dengan dana yang diberikan oleh pemerintah. Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.

Skripsi ketiga, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran Sekolah Alam Kandank Jurank Doank Dalam Pengembangan Kreativitas Anak Di Kelurahan Jurang Mangu” yang disusun oleh Trijadi Risnanto. Skripsi ini membahas tentang Peran Sekolah Alam Kandang Jurank Doank dalam pengembangan kreativitas anak. Salah satu langkah menyelamatkan generasi penerus bangsa ini adalah dengan membekali mental anak-anak dengan pendidikan yang memiliki nilai tepat guna dan langsung pada sasaran. Yaitu dengan memberikan mereka keleluasaan untuk berkreativitas setinggi dan sebanyak mungkin tanpa mengekang mereka dengan peraturan yang kaku. Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.

F. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan dan penulisan hasil penelitian ini, maka penulis berusaha membuat sistematika khusus dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kesamaan dan hubungan masalah yang ada. Sistematika skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, dan masing-masing bab akan dibagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai berikut:


(27)

17

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teoritis tentang peranan, dhua’afa, pemberdayaan, terdiri dari beberapa sub, pengertian peranan, tinjauan sosiologis tentang peranan, pengertian dhu’afa, ruang lingkup dhu’afa. Sub berikutnya pengertian tentang pemeberdayaan. Langkah-langkah pemberdayaan kaum dhu’afa.

BAB III Gambaran umum tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dengan uraian latar belakang berdirinya yayasan, struktur organisasi, tujuan berdirinya yayasan dan program-programYayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sub berikutnya bentuk pemberdayaan kaum dhu’afa yang di lakukan diYayasan Griya Yatim dan Dhuafa serta hambatan yang dihadapi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pelaksanaan pemberdayaan kaum dhu’afa.

BAB IV Peranan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhu’afa yang terdiri dari beberapa sub. Apa saja kegiatan yang di lakukan oleh Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa,bagaimana kegiatan tersebut dapat di laksanakan, hambatan yang dihadapi yayasan, dan sejauh mana kegiatan pemberdayaan memberi manfaat bagi masyarakat.


(28)

18

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Peran

Pengertian Peran

Peran (role) merupakan istilah sosiologi yang mengandung pengertian yang memiliki aspek dinamis (kedudukan dan status). Apabila seorang atau (lembaga) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.1 Peranan mencakup 3 (tiga) hal:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.2

Pengertian peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.3 Dengan kata lain, seseorang dikatakan dapat memainkan peranannya apabila mempunyai status dalam masyarakat.

Tidak sekedar memiliki status, namun seseorang tersebut harus dapat menjalankan harapan-harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan Gross

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) Cet. Ke-38, h. 243.

2

Ibid, h. 244.

3

Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(29)

19

Mason dan A.W Eachern sebagaimana dikutip oleh David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurutnya pula bahwa harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial.4 Berdasarkan hal tersebut maka norma-norma sosial dan harapan-harapan yang dimaksud ditentukan oleh masyrakat.

Didalam peranannya terdapat dua macam harapan yaitu: pertama, harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.5

Dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan berperan apabila telah memiliki status. Di dalam status tersebut terdapat tugas-tugas yang sebelumnya disusun berdasarkan harapan-harapannya, namun harus sesuai dengan harapan masyarakat.

B. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut memberikan keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model pelaksananya sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Konsep partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang sangat besar. Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat. Oleh karenanya diperlukan

4

N.Grass W.S Massan dan A.W MC Eachern, Exploration Role Analiysis dalam David Barry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet, Ke-3, h. 99.

5


(30)

20

upaya membangkitkan partisipasi masyarakat tersebut. Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat akan berpartisipasi secara langsung terhadap pembangunan.

Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan pendidikan dan keterampilan yang minim.

Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga komunitas. Secara etimologis community berasal dari communitat yang berakar pada communete

atau common.6 Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki rasa satu kesatuan satu sama lain dikarenakan adanya interaksi untuk saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya berada di dalam satu tempat yang sama.

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, serta perbuatan memberdayakan.7

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata Power (kekuasaan atau keberdayaan).

6

H. Roesmidi, dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: ALQAPRINT, 2006), Cet. Ke-1, h. 4.

7

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(31)

21

Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah, dengan pemahaman seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.8

Menurut Gunawan Sumodiningrat pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya yang dimiliki dhua’afa dengan mendorong, memberikan motivasi, serta berupaya untuk mengembangkannya.9

Selaras dengan pengertian di atas Shardlow melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahasa bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk memebentuk masa depan sesuai dengan keinginana mereka. Dalam kesimpulannya Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Blesek yang dikenal di bidang pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dengan nama Self

Determination, yang dikenal sebagai salah satu prinsip dasar dalam bidang

pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Prinsip ini pada intinya

8

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial (Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 57.

9

Gunawan Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwarna, 1997), h. 165.


(32)

22

mendorong klien untuk menentukan sendiri apayang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.10

Selanjutnya Kartasasmita dalam buku sosiologi pedesaan yang ditulis oleh Syamsir Salam menegaskan, bahwa pemberdayaan sebagai strategi pembangunan adalah upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat.11

Sesuai dengan pemberdayaan kaum dhu’afa pada tulisan ini pemberdayaan adalah usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum dhuafa untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan agar mempunyai kemampuan dan kemandirian untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi, sehingga mereka dapar hidup normal ditengah-tengah masyarakat.

Menurut Ife Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah, kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:

10

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2001), h. 33.

11

Syamsir salam, Sosiologi Pedsaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 234.


(33)

23

a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup yaitu kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.

b. Pendefinisian kebutuhan yaitu kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

c. Ide atau gagasan yaitu kemampuan untuk mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas tanpa tekanan.

d. Lembaga-lembaga yaitu kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

e. Sumber-sumber yaitu kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

f. Aktivitas ekonomi yaitu kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. g. Reproduksi yaitu kemampuan dalam kaitannya denga proses kelahiran,

perawatan fisik, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Pemberdayaan masyarakat sering dipahami sebagai perwujudan dari pengembangan masyarakat yang lahir dari tradisi pendidikan massa

(Mass Education) dan berbasis pada bidang pekerjaan sosial, serta

memiliki kemiripan cakupan dengan pendidikan luar sekolah, namun pengembangan masyarakat berkembang menjadi disiplin ilmu mandiri.12

Menurut Suhartini pemberdayaan biasanya menggunakan strategi

bottom up. Artinya, masyarakat sejak awal dilibatkan dalam proses

12

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial(Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 59.


(34)

24

perencanaan sampai pada pelaksanaan, dengan demikian disamping menjadi objek, masyarakat juga menajdi subjek dan pelaku pembangunan yang merupakan bagian dari proses perubahan sosial.13

Menurut beberapa ahli dalam Edi Suharto pemberdayaan bertujuan untuk:

a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.

d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai/berkuasa atas kehidupannya.14

Dari berbagai pengertian yang ada, maka penulis menarik kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang dilakukan untuk membuat masyarakat semakin berdaya dengan melibatkan masyarakat sebagai subjek sehingga mereka mempunyai kekuatan dengan cara mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, yang dapat dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan agar mempunyai modal untuk hidup mandiri.

13

Rr. Suhartini, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LKis Pelangi Aksara, 2005), Cet. Ke-1, h. 133.

14

Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial(Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 58.


(35)

25

2. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Ada beberapa tahapan dalam proses pemberdayaan masyarakat diantaranya adalah:

a. Tahap Persiapan. Tahap ini meliputi persiapan petugas (community

worker) dengan tujuan supaya ada kesamaan persepsi antara anggota

agen perubahan (agent of change) mengenai pendekatan apa yang dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat.

b. Assesment. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah dan sumber daya yang dimiliki klien/masyarakat, assessment ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan penilaian SWOT, strength/kekuatan,

weaknes/kelemahan, opportunity/kesempatan dan threat/tantangan.

c. Tahapan Perencanaan Program. Pada tahap ini agen perubahan mencoba melibatkan masyarakat untuk memahami masalah yang mereka hadapi dan berusaha mencari solusi terhadap masalah tersebut. d. Tahap Formulasi Aksi. Dalam tahap ini agen perubahan membantu

kelompok masyarakat untuk menentukan program dan kegiatan yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Formulasi rencana aksi dirumuskan oleh petugas dengan masyarakat. e. Tahap Pelaksanaan Program/kegiatan. Pada tahap ini agen perubahan

membantu kelompok masyarakat dalam melaksanakan program yang telah direncanakan.

f. Tahap Evaluasi. Pada tahap ini agen perubahan bersama peserta dari kelompok masyarakat melakukan pengawasan terhadap program-program yang sudah dilaksanakan dan mengawasinya.

g. Tahap Terminasi. Pada tahap ini dilakukan pemutusan hubungan kerja secara resmi antara pekerja sosial dengan masyarakat. Tahap terminasi


(36)

26

pada program pemberdayaan dilakukan di akhir kegiatan berupa focus

group discussion sebagai program evaluasi terhadap seluruh kegiatan.15

Selaras dengan tahapan pemberdayaan diatas Suhartini membagi tahapan pemberdayaan kedalam enam tahapan yaitu:

a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalah.

b. Melakukan analisis/kajian terhadap permasalahan tersebut secara mandiri/partisipatif. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara curah pendapat, membentuk kelompok-kelompok diskusi, dan mengadakan pertemuan warga secara periodik/terus menerus.

c. Melakukan skala prioritas, dalam arti memilih dan memilih tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.

d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi antara lain dengan pendekatan sosio-kultural yang ada dalam masyarakat.

e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16

Lebih spesifik kepada pemberdayaan kaum dhu’afa menurut Asep Usman Ismail dikutip dari bukunya Isbandi mengambarakan 5 tahapan utama; pertama, menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan pengalaman yang tidak memberdayakan. Kedua, mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan. Ketiga,

15

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 244.

16

Rr. Suhartini, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LKis Pelangi Aksara, 2005), Cet. Ke-1, h. 135.


(37)

27

mengidentifikasikan suatu masalah atau projek pemberdayaan. Keempat,

mengidentifikasikan basis daya yang bermakna bagi pemberdayaan. Kelima,

mengembangkan rencana-rencana aksi pemberdayaan dan

mengimplementasikannya.17

3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan.

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah mendirikan masyarakat atau membangun masyarakat untuk memajukan diri kearah yang lebih baik secara berkesinambungan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat adalah upaya memperluas pilihan bagi masyarakat yang berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.18 Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).19

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama,

proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya

(survival of the fittes). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya

membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan atau proses yang pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna

17

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa,

(Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.10.

18 Agus Ahmad Syafe’i

, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 39.

19

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial(Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 60.


(38)

28

pemberdayaan. Kedua, atau kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Diantara kedua proses tersebut saling terkait. Agar kecenderungan primer dapat terwujud, seringkali harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.20

C. Pengertian Dhuafa, Fakir dan Miskin

1. Pengertian Dhuafa.

Perkataan dhu’afa dalam kosa kata Al-Qur’an merupakan bentuk jamak dari kata dha’if. Kata ini berasal dari kata dhu’afa, yadh’ufu, dhu’fan atau dha’fan yang secara umum mengandung dua pengertian, lemah dan berlipat ganda. Tentu saja yang dimaksudkan dalam konteks pembahasan ini dhu’afa secara literal berarti orang-orang yang lemah. Menurut Al-Ashfahani perkataan dhu’fu merupakan lawan dari quwwah

yang berarti kuat. Kemudian menurut imam khalil, pakar ilmu nahwu, istilah dhu’fu biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan lemah fisik, sedangkan dha’fu biasanya digunakan untuk menunjukkan lemah akal.

Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib Al-Ashfahani didalam kitab Mufradat Alfadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna dan maksud istilah dhi’af-an pada surat annisa ayat 9 sebagai berikut:

                             20

Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Utama Press, 2010), Cet. Ke-5 h. 43.


(39)

29

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’af-an memiliki beberapa pengertian:

Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya, bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus memperhatikan syarat halalan thayibba, yakni halal secara ilmu fikih dan berkualitas bagi kesehatan tubuh.21 Sejalan dengan ini Sajogyo menjelaskan seseorang belum dikatakan sejahtera jika belum mencukupi standar protein dan kalori tertentu, sedang menurut BPS kebutuhan minimum untuk hidup di ukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2.100 kalori perkapita perhari.22

Kedua, dha’if fi al-aqly yakni lemah secara intelektual. Sebenarnya setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang hampir sama. Misalnya kelemahan intelektual anak-anak pada umumnya tidak terletak pada potensi anak itu sendiri, tetapi terletak pada kemampuan orang tua, guru, dan orang dewasa disekitar kehidupan anak-anak dalam mengembangkan potensi kecerdasan mereka.

21

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa,

(Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.19.

22

Gunawan Sumodiningrat, Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: IMPAC, 1999), h. 10


(40)

30

Ketiga, dha’if al-hali lemah karena keadaan sosial ekonomi yang

dihadapinya. Adapun yang dimaksud dengan kelemahan yang ketiga ini adalah sebagai berikut: (1) kelemahan itu tidak berkenaan dengan fisik, keterampilan hidup dan kecerdasan, tetapi berkenaan dengan kemampuan untuk mendapat informasi dan peluang pengembangan diri. (2) kelemahan itu berkenaan dengan kemiskinan dan masalah-masalah sosial. Anak-anak yatim dari lingkungan masyarakat fakir miskin yang cerdas dan memiliki keinginan untuk maju termasuk salah satu contoh kelemahan bemtuk ketiga. Seorang muslim selain diperintahkan agar senantiasa meningkatkan ketakwaannya kepada Allah, juga sangat ditekankan agar tidak membiarkan generasi yang lemah dilingkungan terdekatnya, terutama kaum dhu’afa seperti anak yatim, fakir miskin, anak jalanan, dan anak-anak terlantar, serta orang-orang dari keluarga yang termasuk penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Dapat disimpulkan menurut al-ashfahani, pengertian dhu’afa yang berakar dari kata dha’afa membentuk kata dhu’afa dengan segala perubahannya di dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lemah: lemah secara fisik, lemah kedudukan, lemah ekonomi, lemah akal dan ilmu/kurang pendidikan, lemah iman/keyakinan, dan lemah jiwa.

Istilah dhu’afa ini antara lain ditemukan pada ayat Al-Qur’an, yang mengandung pengertian lemah fisik, baik karena belum cukup umur, lanjut usia maupun karena faktor kwalitas kesehatan.23

23

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa,


(41)

31                                               Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

2. Pengertian Fakir dan Miskin

Berkenaan dengan fenomena kemiskinan, Al-Qur’an menyebut istilah miskin dalam bentuk tunggal sebanyak 11 kali dan menyebutnya dalam bentuk jamak, masakin sebanyak 12 kali. Jadi secara keseluruhan Al-Qur’an menyebut istilah miskin sebanyak 23 kali. Dilihat dari segi kebahasaannya istilah miskin berasal dari kata kerja sakana, yang akar hurufnya terdiri atas s-k-n. perkataan sakana mengandung arti diam, tetap, jumud, dan statis. Al-ashfahani mendefinisikan miskin adalah seorang yang tidak memiliki apapun.

Istilah miskin menggambarkan akibat dari keadaan diri seseorang atau sekelompok orang yang lemah. Ketika seseorang itu tidak berhasil mengembangkan potensi dirinya secara optimal, yakni potensi kecerdasan, mental dan keterampilan, maka keadaan itu akan berakibat langsung pada kemiskinan, yakni ketidakmampuan mendapatkan, memiliki dan mengakses sumber-sumber rizki sehingga ia tidak memiliki sesuatu apapununtuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang miskin memiliki tenaga untuk bekerja, tetapi ia tidak melatih dan membiasakan dirinya untuk menjadi pekerja yang terampil. Orang miskin juga memiliki


(42)

32

potensi untuk mengembangkan dirtinya tetapi tidak berhasil menjadi pekerja yang ulet. Mereka memilih pola hidup sakana yang berarti diam, jumud dan statis tidak mengembangkan skill atau keterampilan dan keahlian dalam hidupnya karena malas. Akibatnya miskin.24

Namun menurut Gunawan Sumodiningrat dalam bukunya

kemiskinan teori, fakta dan kebijakan, penyebab kemiskinan tidak hanya

disebabkan karena seseorang diam, apatis, malas dan tidak mengembangkan skillnya yang di istilahkan dengan kemiskinan cultural/culture of poverty, akan tetapi juga seseorang menjadi miskin karena lebih bersifat hambatan kelembagaan atau strukturnya memang bisa menghambat seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya sehingga masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.25 Menurut Tadjuddin Noer Effendi kemiskinan ini meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunai sekitarnya, kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah.26

Selanjutnya Sajogyo dalam Mustofa (2010) menggunakan satuan kilogram beras ekuivalen untuk menetukan criteria batas garis kemiskinan penduduk.

a. Sangat Miskin

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai penghasilan di bawah setara dengan 240 kg beras

24

Ibid, h. 20.

25

Gunawan Sumodiningrat, Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: IMPAC, 1999), h. 16.

26

Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja, dan Kemiskinan,


(43)

33

ekuivalen setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang hidup di perdesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara dengan 360 kg beras untuk penduduk yang tinggal di perkotaan.

b. Miskin.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai penghasilan setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras per tahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka yang berpenghasilan setara dengan 360 kg beras sampai 480 kg beras pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.

c. Hampir Cukup.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai penghasilan setara 320 kg beras sampai 480 kg beras pertahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka yng mempunyai penghasilan setara 480 kg beras sampai 720 kg beras pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.

d. Cukup.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras setiap orang selama setahun di daerah perdesaan, dan mereka yang mempunyai penghasilan setara 720 kg beras setiap orang selama setahun untuk daerah perkotaan.27

Sementara itu, istilah di dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa kata bahasa arab faqir dalam bentuk tunggal dan fuqara’ dalam bentuk jamak yang secara kebahasaan, menurut Al-Raghib Al-Ashfahani,

27

Mustofa, Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Program Laboratorium Skill (Lab Skill) Di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok, (Skripsi S1 Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 30.


(44)

34

memiliki empat pengertian. Pertama, perkataan fakir berarti orang yang membutuhkan Allah. Kebutuhan ini merupakan eksistensial yang berkenaandengan eksistensi manusia, yakni bahwa setiap manusia secara universal membutuhkan allah sebagaiman dinyatakan di dalam ayat berikut:                     

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Kedua, perkataan faqir berarti membutuhkan. Dalam pengertian bahwa

setiap orang membutuhkan makanan dan minuman serta kebutuhan fisik-biologis lainnya untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Ketiga,

perkataan faqir berarti tidak memiliki, tidak mengakses, dan tidak mendapatkan Sembilan bahan pokok (sembako) untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari sehingga ia menjadi faqir, yakni membutuhkan pertolongan dan bantuan dari yang memiliki kemampuan.

Keempat, perkataan faqir berarti faqir al-nafs, yakni jiwa yang tidak

memiliki, tidak mengakses, dan tidak mendapatkan siraman rohani untuk pengayaan batin.28

Para ulama fikih seperti Imam Hanfi berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tidak ada yang memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sementara itu Imam Syafi’I berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar. Sementara itu, oarng miskin adalah orang yang memiliki

28

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa,


(45)

35

pekerjaan tetap tetapi penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.29

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah fakir dan miskin pada dasarnya sama yakni seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya karena keterbatasan mereka. Namun antara fakir dan miskin ada derajat yang membedakan yakni istilah fakir lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan istilah miskin.

D. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Arti pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.30 Sementara itu, dalam Undang -undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.31

29

Hasan Shadili, (ed), Fakir Dalam Ensiklopedia Indonesia Edisi Khusus, jilid 7,

(Jakarta: PT ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 3977.

30

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. Ke-4 Ed. Ke-3 h. 263.

31

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), Cet. Ke-1 h. 50.


(46)

36

Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut:

a. Menurut M. Arifin bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dasar didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.32

b. Menurut Zuhairini bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.33

c. S.A. Branata, dkk pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembngannya mencapai kedewasaan.34

Defines pendidkan tersebut sejalan dengan GBHN (Garis-garis besar Haluan Negara) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973) dikatakan bahwa: pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Menurut ketentuan umum, Bab 1 Pasal 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.

32

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan agama, Lingkungan Sekolah dan Orang Tua Murid, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990), h. 14.

33

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-11, h. 150.

34

M. Alisuf Sabri,Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 2005), Cet. Ke-1, h. 6.


(47)

37

Dengan demikian dalam prakteknya usaha pendidikan atau usaha sadar untuk membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik tersebut harus dilakukan melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan atau pembiasaan dan diarahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ke tingkat kedewasaan dan hal ini dilakukan di dalam atau di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.35

2. Jenis-jenis Pendidikan.

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (pasal 1, ayat 9).

Dan pada pasal 15 dijelaskan jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Berdasarkan penjelasan UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003, pengertian jenis-jenis pendidikan tersebut sebagai berikut:

a. Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

b. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.

c. Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

35

M. Alisuf Sabri,Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 2005), Cet. Ke-1, h. 7.


(48)

38

d. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah prigram sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memilih pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.

e. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

f. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama.36

g. Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

E. Keterampilan

1. Pengertian Keterampilan

Menurut Kamus Besar Bahasa Imdonesia, Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti kecakapan dalam menyelesaikan tugas.37 Menurut W. Gulo keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan satuan kesatuan yang utuh.38 Dari pendapat Gulo dapat

36

Ibid, h. 98.

37

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. Ke-4 Ed. Ke-3 h. 1180.

38


(49)

39

diketahui bahwa suatu keterampilan tidak akan terwujud tanpa adanya kemauan, sikap dan pengetahuan yang dimiliki seseorang, sehingga aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebenarnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri seseorang.

Keterampilan sangat erat kaitannya dengan sumber daya manusia. The Liang Gie mengemukakan pengertian keterampilan sebagai berikut: keterampilan adalah kegiatan mengusai sesuatu keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih, dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang yang memahami semua asas, metode pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.39

Dengan memerhatikan konsep keterampilan menurut The Liang Gie di atas dapat dikemukakan bahwa keterampilan merupakan suatu pemahaman seseorang akan suatu metode, cara dan teknik, serta pengetahuan dan teori dan seseorang tersebut dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari atau dalam organisasi atau lembaga tertentu yang dapat menunjukkan kalau seseorang itu mempunyai keterampilan.

Menurut Littre di dalam buku Maurice Duvenger, bahwa pengertian keterampilan adalah sebagai proses kolektif dari suatau kemahiran atau manufaktur khusus.40 Maksudnya keterampilan dengan berbagai penemuan yang direncanakan manusia dengan menggunakan alat-alat, mesin dan sebagainya yang memberikan peserta penguasaan terhadap materi yang diberikan.

39

Drs Syarif Makmur, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi: Kajian Penyelenggaraan Pemerintah Desa (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), h. 70.

40

Maurice Duvenger, Sosiologi Politik, Penerjemah Daniel Dhakidae (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 79.


(1)

**:.11-'#lt,,.".

.

E;-!0r",j.,,.,k_

KEMENTERIAN

AGAMA

,.',

"

_*.-,,

*,

,

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

(UIN)

I

w;" vraWW.r.&*" !

i

fu

Mffi&A \&

i

SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

'- .".'.^'.-.^...""--*}

FAKULTAS DAKWAH DAN

ILMU KOMUNIKASI

.ll. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia

Website: rvrw,.filkrrin iakarta.ac.id

Telepon/Fax : (021) 7 432728 I 7 17 0358A E-mail : dakwah@fdk.uiniakarta.ac.id

Nomor Lampiran

Hal

Hari/Tanggal Waktu Tempat

Tembusan

1. Dekan

2. Kasubbag. Umum

Fakultas Dakwah dan llmu Komunikasi

Ajkd/Mr

Nama

Tempat Tanggal lahir

NIM

JUt ui)dl I

Judul Skripsi

Keterampilan di Bekasi

Ujian tersebut akan dilaksanakan pada :

Ketua/Penguji Sekretaris Penguji Penguji Pembimbing

Fikri Dzulkarnain Bekasi, 10 Juni 1988

1 1 1 0054000032

Pengembangan Masyarakat lslam (PMl)

Peran Yayasan Griya

Yatim

dan

Dhuafa

dalam

emberdayaan

Kaum

Dhuafa Melalui

Pendidikan : Un.01iFSlPP 00 s/

1/Vtzou

: 1(satu) Berkas Skripsi

: Ujian Skripsi

Kepada Yth. :

1.

Wati Nilamsari, M.Si

2.

M. Hudri, MA

3.

Nurul Hidayati, M.Pd

4.

Nasichah, MA

5.

Wati lililamsari, M.Si di

Jakarta, i fSeptember 201 4

Jakarta

Assal a m u' al a i ku m Wr. Wh.

Dekan Fakultas Dakwah dan llmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjuk Bapak/lbu sebagai Tim Penguji Skripsi mahasiswali di Fakultas Dakwah dan

llmu Komunikasi,

:

Kamis, 1B September2014

:

Pk.

10.00 s.d. 11.00 WIB

:

Ruang Munaqasah (Lantai 78)

Untuk menunjang kelancaran ujian dimaksud, bersama ini kami kirimkan naskah

skripsi yang akan diujikan, g u na dipelajari/d iteliti sebagaimana mestinya.

Demikian penunjukan ini di sampaikan. Atas perhatian Bapakllbu, kami ucapkan

terima kasih

Wassalam,

Drd.

Ma

ah Tasyrifatun


(2)

care & integritg...

SK.Men Huk & Ham. AHU-2494.AH.01.04Jh 2009

STURKTUR YAYASAN

GRIYA

YATIM

&

DHUAFA


(3)

t

a,

2

,1,

Z

L

2

2

2

'l

,

2

'1. ,r

2

,r

'l

t,

2

'/

7

7

,.

,/,

a

e

a

,l

2

2

,1 'rl

2

2

,/, ,1,

2

,r

2

7

,l

,l

,l

2

2

,l

2

'il

a

a

2

,

,l

,,

,1,

2

2

2

a,

2

'l

,r

,t

u

'l

,t

,,

2

,l

I

2

lt

I

7

,

t

7

"it

7

,t

'"t

'r

I

7

,

1

T

4

I

;r 'r. ,1

't

t

2

,4

/

't

?

I

L

2

2

2,l

,4

v,

2

,:l

,

tl

2

2

u

ft

7

,r 2,,r ?.

,t

ft

t

a

7l

2

,,

2

,r ,1

2

2

,r

2

7

ul

2

a

"1

1

2

,,

n

'1,

,l

2

DF,PARTEMEN HLIK{JM DAN

HAK

AIiAST

MANUSIA RNPUBLIK

INDONESiIA

NIRAKTORAT

JNNDERAT,

ADMINISTRATiI

HUKTJM I-]MLIM

KIFLiTIJSAN

MENTERI

HUKUM

T}AN

HAK

ASASI

MANI,ISIA

REPLJBI.,IK INI}ONNSIA NOMOR : AHt.r-2494.A l-1.0 1 .04.]'ahun.2{}09

l'llh{T'ANC

PF:l']fi l.SA l"l Ahi YAYA SAN

MENTERI HTJKI.JM

DAN

HAK

ASASI

MANIISIN

RF"FLIBI,IK IhIDONF,SIA.

\{ent-raca

:

Surat permch*nan

dari

Notaris

Nyonya Gerda

Joice t.usia.

Sf{

nr}mor

I

lSiSK-NtlT'/Vlf/2009

tanggal

2l

Juli

2009 perihal

perrn*honan pengesahan vayasan .v-ang tliterima tanggal CI4 Agustus 20{ig:

\'lenirnbarlc

:

Ilahwa

setelah

dilakukan

penelitian

ferhadap

Akta

Pendirian

yayirsa* yans

di

sampaikan kepada Departernert Hukum

llan l{ak

Asasi Manusia. akta tersehut tetah rnemenuhi syarat sebagaimatta diatur dalanr peraturan perundang-nndangan. seliingga

dapat disahkan;

\lenuingat

:

i

.

lJndang-unclang

Nonror

tf,

T'ahun

2001 tentanr

Yavasan

{ [.embaran Negara R.epublik

lndonesia 'l-ahun

?fl0l

Nomor

I I

l.

'famtrahan

L.embaran l.Jegarn

Republik

lndonesia

Ncntor

4132)

.iuncto

linclang-undang

Repuhlik

lndonesia

Nomcr

28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas l.Jndang-undans

Nomor

16 T'ahun

2001 tentanu Yayasan (l-crnbaran Negara Repirblik Indonssia T'ahun ?004 Nomor I 15. 'I'anrbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4410):

:-

Peraturan

Pernerintah

Republik

!ndonesia

Nomor

{ri

J'ahun 200S

fentang

Pelaksanaan Undang-e.rnclang

tentang

Yavasan {Lembaran

Negara

Republik

lndonesia

Tahttn

:i108 h/amor 134.

Tambahan

l,enrbaran Negara

Repub{iti lndonesia Nornor 4894):

MRMUTT]SKAN

\'lenetapkan

:

PI,RI'AMA

:

Memberikan Pengesahan Akra pendirian :

KFD{JA

YAYASAN

CRIYA YATIM

DAN

DtJA'T.'A i:,ltlWP : ? l. I 00.477.5-4 | t.000

berkedudlrkan

di

Kota 1'artger*ng Selatan. sesuai clengan

Akta

Nornor 09 tanggal {,}4

Juni 2S09 yang dibuat oleh Notaris N3ranya

fierd*

Joice l_usia. SFI trerkeduclukan di Kabupaten ?'angerang.

:

Keputusan

ini

mulai trerlaku sejak tanggal ditetapkari.

A.n. MENTERI

H{"JKLr

Ditetapkan di .lakarta

pada tanggal 07 Agusfus 2009

HAK ASASI MANTiSIA RTIPIIBLIK IND{)NESIA

ADMINIS"I'RASI

HI.]KI.JM

TIM{

iM

ANA

t"{ARIAT,i

ll.

BARI

.4/l:D"

Sll.

DIREK

1q4q0103

tq??f|:i

I

n{ll


(4)

DEPARTEIT{EN KEUANGAI{ R.I.

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KAI\ITOR WILAYAH

KANTOR PELAYAFIAN PAJAK

:KANW1L D]P SANTEN :PRATAMA SERPONG

JL. RAYA SERPONG BLOK 4CI5 SEKTOR 8 NO.4 BSD STRPONG 15310

SUBAI

KE'T EBA!-\|.GAN _T.F&DAETAB

Nomor : PEM-ooogs2oER,/wPJ.08/Kp-o3o3,/2oo9

Sesuai dengan Pasal 2 ayat

(1)

UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan sebagatmana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1731PJ./20A4 dengan ini diterangkan bahwa:

1.

Nama

2.

Nomor Pokok Wajib Pajak (ltPWP)

3.

Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)

4.

Alamat

5.

Merk/Akronim

6.

Status Modal

7.

Status Usaha

8.

Kewajiban Pajak

telah terdaftar pada tata usaha kami. Dengan terbitnya surat ini, maka dalam mencantumkan NPWP sejak tanggal: 12

YAY GRIYA YAT]M DAN DUAFA

21.100.477.5-411.000

85310 - JASA KTGIATAN SOSIAL DI DALAM PAf{TI

]1.

MAGNOLIA

I

BLOK A NO. 24 RT OO4 RW OO4 KELUR.AI-*AI'-I RAWA BUNTU KECAMATAN SERPONG TANGERANG BANTEilt SWASTA

Pusat

lF ppn Pasal 25

17 Pprr Pasal 4{2)

ll

PPfr Pasal ].9

ff

PPtr Pasal 29

ff

ppn Pasal 21

F

ppn Pasal 15

F

ppn

F'pptr

FT pptr

Pasal Pasal Pasal

23

22

rangka memenuhi

luni

2009

hak dan kewajiban perpajakan, wajih

SERPONG, 12

luni

2009 A.n.Kepala Kantor

Kepala Seksi PelaYanan

SIANA- TTCIUNA 5${A!48RA, 5E

NIP 060064402

Register

:

170267998


(5)

ry$

ffi

{p

ffi

I

4#

c#ie $

ffi*

ql"

ft\

b- -rf dFt

t-

"# **,.,.*

#s

*L

8-#xs

t*,

qf

tp\

\lg

.fr

\* tlt

-rt a

L*

#

$qf

hx

d

[l*

,c

q

J

Fr

LJ

*

A

4

ffi

ffi.

ffi

F-,d

3*

c

F*

ffi

flf

tr*r

#fq

Ld

,*

F

3*

ffi

.q

fryf

{ffit

tr#

f,

!r,ir"

w

!*r

#

ffir

*

f*

h

qr

r

Frh

lr*r

f-W

,re

*

.t?ri*

rn

bd/

?

itu

n

\."f,

ft

ndr

{'ttr

*

r$J

fl#

fr €d {q&

[ ,r lcr

-4f f sl

&-" LJ

l-#7

Etr

-f

d"tp

#fi

$#*

hlntrr $t$

,n

drry

HH

4'{

tr

*'*

*

xf

,t+

4 h.

rf

f

{},

ot

d*

€t

b:

fr3

s c x*

tr3

,* l*

*

#t

' rtb

,sF dlmi

t

**

r.$

fl3

*p

#o,

ts{L

t".$

,{fl

ry#

df

.,& i

**C

o?


(6)

NY.

@ERDA J@ICE

LlJSlA,

SH.

FI(}T'Att'IS

SK. MENTERI

KEHA.KIMAN

RI

No.

C-230.HT.03.01.

TH.

1998,

Tgl

1

Oktober

1998

SALINAN

PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT

AKTA

YAYASAN GRIA

YAIII"I

DAN DUATF'I

72.-NOMOR

TANGGAL

17

September

2012

KANTOR

: