ANALISIS KESESUAIAN FAKTOR FISIK LAHAN T (1)

ANALISIS KESESUAIAN FAKTOR FISIK LAHAN TERHADAP
KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BELITUNG
Nadhifa Varania1 dan Tuty Handayani2
1

Mahasiswa Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Pondok
Cina, Beji, Depok, 16424 Jawa Barat, Indonesia
2
Dosen Pembimbing Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
Pondok Cina, Beji, Depok, 16424 Jawa Barat, Indonesia
E-mail: nadhifavara27@gmail.com

Abstrak
Lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan di Kabupaten Belitung pada tahun 2015 sebesar 33,65%. Namun
subsektor perkebunan di Kabupaten Belitung belum dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya informasi mengenai
potensi lahan. Dalam pengembangan potensi subsektor perkebunan, karakteristik fisik lahan sangat menentukan jenis
komoditas yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Untuk mengembangkan komoditas unggulan perkebunan yang sesuai
dengan potensi lahan di Kabupaten Belitung, diperlukan suatu identifikasi potensi sumber daya lahan. Sehingga
diperlukan perhitungan untuk menentukan komoditas unggulan di Kabupaten Belitung serta analisis kesesuaian fisik
lahan untuk komoditas unggulan tersebut. Tujuan penelitian ini diantaranya adalah: (1) mengetahui dan memetakan
komoditas yang unggulan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Belitung dengan metode LQ dan (2) mengetahui

wilayah yang sesuai terhadap komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Belitung. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis LQ untuk mengetahui komoditas unggulan dan metode analisis
overlay untuk menghasilkan peta kelas kesesuaian komoditas unggulan serta metode kualitatif deskriptif untuk
mengidentifikasi kaitan antara faktor fisik lahan dengan komoditas unggulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komoditas lada merupakan komoditas paling unggul di Kabupaten Belitung tersebar merata hampir diseluruh Kabupaten
sedangkan karet merupakan komoditas unggulan kedua dan tersebar di Kecamatan Membalong dan Tanjungpandan.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan didapatkan dua kelas kesesuaian fisik lahan yaitu kelas sesuai dan agak sesuai.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kedua komoditas unggulan sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor fisik wilayah yang tentunya sesuai dengan kondisi fisik di Kabupaten Belitung terutama kondisi curah
hujan, drainase dan tekstur tanah.

Abstract
Land used for plantation activities in Belitung Regency in 2015 amounted to 33.65%. However, the plantation sub-sector
in Belitung Regency has not been utilized optimally. In the potential development of the estate subsector, the physical
characteristics of the land determine the type of commodity that can be cultivated in a region. For the development of
superior commodities in accordance with the potential of land in Belitung Regency, it is necessary to identify the potential
of land resources. Required to determine superior commodities in Belitung Regency and physical suitability analysis of
land for these excellent commodities. The objectives of this research area: (1) finding and mapping the superior
commodities in each sub-district in Belitung Regency by LQ method and (2) knowing the area that suits for superior
commodity in Belitung Regency. The method used in this research is quantitative method with analysis. The results

showed that the most superior commodities in Belitung Regency spread evenly throughout the Regency rubber is the
second seeded seedlings and spread in District Membalong and Tanjungpandan. Based on land suitability analysis of two
classes of physical suitability of the land that is appropriate and rather appropriate class. This research also shows that the
growth and development of the two leading commodities by the physical factors of the region which is certainly in
accordance with the physical condition in Belitung Regency such as rainfall, drainage and soil texture.
Keywords: Belitung Regency, Superior Commodities, LQ, Plantation sub-sector

1

1.

Tabel 1.2 Luas lahan perkebunan karet (ha) Kabupaten
Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016

Pendahuluan

Kabupaten Belitung memiliki potensi subsektor
perkebunan yang cukup besar. Sebanyak 38,98%
penduduk di Kabupaten Belitung bekerja di sektor
perkebunan. Namun potensi tersebut perlu dioptimalkan

pemanfaatannya. Lahan sebagai sumber daya alam yang
terdiri atas tanah dan kondisi lingkungannya,
mempunyai keterbatasan dalam pemanfaatannya,
sehingga diperlukan suatu perencanaan yang baik dalam
penggunaannya agar dapat dimanfaatkan secara tepat
dan berkesinambungan (Ashraf dan Normohammadan,
2011; Lehmann dan Stahr, 2010).

Luas lahan perkebunan karet (ha)
Badau
Membalong

0

500
2016

1000

2015


1500

2014

Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

Perkebunan di Kabupaten Belitung terdiri dari
perkebunan besar (pemerintah dan swasta) dan
perkebunan milik rakyat. Namun dalam penelitian ini
hanya fokus pada perkebunan milik rakyat. Luas lahan
yang dikembangkan untuk kegiatan perkebunan rakyat
di Kabupaten Belitung pada tahun 2015 tercatat sebesar
33,65% atau sekitar 77.182,66 Ha. Komoditas
perkebunan rakyat yang dominan diusahakan sebagian
masyarakat di Kabupaten Belitung diantaranya adalah
lada, karet, kelapa sawit, kelapa dan aren.

Tabel 1.3 Luas lahan perkebunan kelapa (ha)
Kabupaten Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016


Luas lahan perkebunan kelapa (ha)
Badau
Membalong
0

Berdasarkan hasil produktivitas lahan, komoditas lada,
karet dan kelapa termasuk dalam komoditas perkebunan
rakyat yang memberikan andil cukup besar dalam
peningkatan perekonomian di Kabupaten Belitung.
Berdasarkan besar potensi perkebunan yang terdapat di
Kabupaten
Belitung, maka
dapat dilakukan
pengembangan potensi perkebunan dengan penentuan
komoditas unggulan dan analisis kesesuaian faktor fisik
wilayah terhadap komoditas unggulan perkebunan
tersebut karena keragaman sifat lahan akan menentukan
jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat
produktivitasnya. Dibawah ini merupakan grafik

perkembangan luas lahan dan jumlah produksi
komoditas lada, karet dan kelapa di Kabupaten Belitung
selama tiga tahun 2014,2015 dan 2016 disajikan dalam
tabel berikut ini.

200
2016

400
2015

600

800

2014

Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

Tabel 1.4 Jumlah Produksi komoditas lada (ton)

Kabupaten Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016

Jumlah Produksi komoditas lada (ton)
Sijuk
Badau
Tanjungpandan
Membalong

0

1000 2000 3000 4000 5000
2016

Tabel 1.1 Luas lahan perkebunan lada (ha) Kabupaten
Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016

2015

2014


Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

Luas lahan perkebunan lada (ha)

Tabel 1.5 Jumlah Produksi komoditas karet (ton)
Kabupaten Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016

Sijuk

Jumlah Produksi komoditas karet (ton)

Badau
Tanjungpandan

Badau

Membalong

Membalong


0

2000
2016

2015

4000

6000

8000

0

2014

200
2016


Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

400
2015

600
2014

Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

2

800

dari perbandingan besaran luas lahan yang digunakan
untuk pertanian yang hanya sekitar 25% dari luas
wilayah keseluruhan. Selain itu juga ada hambatan
keterbatasan modal, pengetahuan serta teknologi.
Sehingga tujuan penelitian ini diantaranya untuk: (1)
menentukan komoditas unggulan perkebunan di

Kabupaten Belitung; (2) mengetahui dimana wilayah
yang sesuai bagi komoditas unggulan di Kabupaten
Belitung dan (3) mengetahui faktor fisik yang paling
berpengaruh terhadap perkembangan komoditas
unggulan.

Tabel 1.6 Jumlah Produksi komoditas kelapa(ton)
Kabupaten Belitung Tahun 2014, 2015 dan 2016

Jumlah Produksi komoditas karet (ton)
Badau
Membalong

0

50
2016

100
2015

150

200

2014

2.

Sumber : Kabupaten Belitung dalam Angka

Tinjauan Teoritis

Lahan

Berdasarkan tabel perkembangan luas lahan dan jumlah
produksi tiga komoditas di Kabupaten Belitung bahwa
ssebagian besar luas lahan terus mengalami
perkembangan terutama pada komoditas lada dan karet
sedangkan komoditas kelapa cenderung mengalami
penurunan luasan lahannya.

Lahan merupakan suatu wilayah dipermukaan bumi
mencakup semua komponen biosfer yang dapat
dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada diatas dan
dibawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah,
batuan induk, relief, hidrologi tumbuhan dan hewan
serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia dimasa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu
berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia
pada saat sekarang dan dimasa akan datang (Brinkman
dan smyth, 1973 dalam junun 2012, vink, 1975 dan
FAO, 1976 dalam sarwono 2007).

Penentuan komoditas unggulan perkebunan di
Kabupaten Belitung merupakan langkah awal menuju
pembangunan subsektor perkebunan. Penentuan
komoditas unggulan di suatu daerah dapat
menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ).

Kualitas lahan penting untuk diketahui para pengelola
perkebunan. Kualitas lahan adalah karakteristik lahan
yang berpengaruh langsung pada persyaratan dasar dari
penggunaan lahan dan diharapkan dapat mempengaruhi
kesesuaian lahan dengan tidak tergantung pada kualitas
lahan yang lain. (Djikerman dan Widianingsih, 1985
dalam Sahetapy, 2009).

Penentuan suatu komoditas menjadi komoditas
unggulan daerah selain menggunakan analisis LQ, juga
berdasarkan karakteristik fisik lahan diantaranya iklim,
topografi dan hidrologi serta sumberdaya manusia yang
ada di wilayah tersebut. Komoditas yang dipilih sebagai
komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang
memiliki produktivitas yang tinggi dan dapat
memberikan nilai tambah bagi ekonomi daerah sehingga
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu penetapan komoditas unggulan daerah juga
harus mempertimbangkan kontribusi suatu komoditas
terhadap pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan
pembangunan pada suatu daerah (Syahroni, 2005).

Komoditas Unggulan Perkebunan
Komoditas unggulan adalah komoditas yang layak
diusahakan karena memberikan keuntungan kepada
petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi
(Hendayana, 2003 dalam Salamba, 2014). Menurut
Susanto (2005), komoditas tertentu dikatakan layak
secara sosial jika komoditas tersebut diusahakan sesuai
zona agroekologi, layak secara sosial jika komoditas
tersebut memberikan peluang berusaha bagi masyarakat
dan dapat diterima oleh masyarakat setempat serta layak
secara
ekonomi
berarti
komoditas
tersebut
menguntungkan. Komoditas unggulan perkebunan
merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai
prospek pasar dan permintaan yang tinggi dipasaran
baik lokal, domestik atau internasional yang cocok di
budidayakan oleh masyarakat setempat karena
kesesuaian sumberdaya alam, budaya dan teknologi.

Penentuan kesesuaian lahan dengan persyaratan
tumbuhnya tanaman sangat diperlukan terutama dalam
pengembangan komoditas pertanian (Boix dan Zinck,
2008; Tjokrokusumo, 2002) khususnya bidang
perkebunan. Hal ini penting karena untuk mengetahui
potensi pengembangan tanaman perkebunan di tiap-tiap
kecamatan sangat diperlukan pewilayahan komoditas
berdasarkan kelas kesesuaian lahan sehingga tanaman
tersebut mampu tumbuh selaras dengan iklim dan
kondisi lahan yang ada (Makaborang et al., 2009).
Sehingga penelitian ini dilatarbelakangi oleh
perkembangan sektor pertanian terutama perkebunan di
Kabupaten Belitung yang belum optimal dibandingkan
dengan sektor pertambangan padahal potensi
sumberdaya lahannya cukup baik. Hal ini dapat dilihat

Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) merupakan salah satu metode

3

yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan
perkebunan disuatu
wilayah
adalah
dengan
menggunakan metode Location Quotient (LQ) yang
merupakan suatu pendekatan untuk menentukan apakah
suatu sektor merupakan sektor ekonomi basis atau non
basis. Yang dimaksud kegiatan basis adalah kegiatan
suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang
maupun jasa ditujukan untuk ekspor keluar dari
lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar,
regional, nasional, dan internasional. Kegiatan non basis
merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik
berupa barang maupun jasa diperuntukkan bagi
masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan
ekonominya.

tanah. Dengan demikian maka kemiringan lereng
biasanya mengandung konsekuensi perbedaan tekstur
tanah, kondisi drainase, jenis tanaman dan kedalaman
tanah.
Drainase
Drainase berarti keadaan dan cara keluarnya air lebih
(excees water). Keadaan drainase tanah menentukan
jenis tanaman yang bisa tumbuh (Hardjowigeno, 1995:
48 dalam Erida 2011).

Drainase harus diperhatikan dalam mengusahakan
pertanian dan perkebunan karena drainase yang kurang
air sering mengakibakan tanah-tanah pertanian menjadi
genangan air sewaktu berlangsungnya musim hujan.
Kejadian demikian dapat menjadi pangkal kerusakan
tanah dengan terbentuknya alur-alur baru. Alur-alur
tersebut merupakan jalan bagi terkikisnya dan
terhanyutnya partikel-partikel tanah (Kertasapoetra,
1989).

Analisis Location Quotient (LQ) untuk menggambarkan
keberadaan sektor basis yang selanjutnya digunakan
sebagai sektor unggulan (Rustiadi, dkk, 2011 dalam
Setianto, 2014). Menurut Hendayana (2003), dalam
mengaplikasikan metode LQ untuk tanaman digunakan
satuan luas areal panen.

Temperatur Udara
Temperatur udara merupakan derajat panas atau dingin
yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan
menggunakan beberapa tipe termometer. Energi
matahari kira-kira hanya 20% yang dapat diserap
atmosfer. Temperatur dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman yang diusahakan pada suatu
lahan. Lahan yang berada di temperatur tinggi biasanya
tanah kekurangan air atau arid sehingga akan
berpengaruh terhadap produksi tanaman.

Faktor Fisik Lahan
Faktor fisik lahan merupakan sifat lahan yang dapat
terukur dan diestimasi. Faktor fisik lahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah topografi, curah
hujan, suhu, kemiringan lereng dan kondisi drainase.
Pemetaan faktor fisik lahan selanjutnya akan digunakan
untuk menentukan wilayah kesesuaian lahan komoditas
unggulan perkebunan.
Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya tetesan air yang jatuh
dari langit ke bumi yang dinyatakan dalam satuan
milimeter per bulan (Sukarman 1994:63 dalam Erida
2011). Curah hujan banyak sedikitnya mempengaruhi
jumlah air yang tersedia pada lahan, baik air permukaan
maupun air tanah. Semakin tinggi curah hujan semakin
banyak jumlah air yang diterima oleh lahan. Besar
kecilnya curah hujan dipengaruhi oleh letak dan
ketinggian suatu tempat di permukaan bumi. Pada
umumnya semakin tinggi suatu tempat dari permukaan
semakin besar curah hujannya

Kesesuaian Lahan (Land Suitability)

Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh
lahan. Kemiringan lereng ini biasanya dinyatakan dalam
satuan persen (%). Salah satu faktor pembatas yang
digunakan untuk klasifikasi lahan di Indonesia adalah
kemiringan lereng.

b.

Kondisi topografi yang berbeda maka menyebabkan
perkembangan tanahnya juga berbeda. Perbedaan
perkembangan tanah juga berarti ada perbedaan
karakteristiknya. Perkembangan tanah juga dipengaruhi
oleh arah lereng, karena perbedaan arah lereng akan
mempengaruhi kecepatan pelapukan batuan menjadi

Berikut merupakan tabel klasifikasi karakteristik
kesesuaian wilayah untuk komoditas unggulan
berdasarkan Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan
Pertanian Kementrian Kehutanan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan
digunakan untuk suatu kepentingan tertentu. Kesesuaian
lahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kesesuaian untuk peruntukan penanaman komoditas
unggulan perkebunan . Menurut Sehgal (1996)
kesesuaian lahan digolongkan dalam kelas-kelas
kesesuaian lahan sebagai berikut:
a.

c.

4

S1 : Sangat sesuai yaitu dimana satuan lahan
dengan tidak ada atau hanya beberapa pembatas
ringan
S2 : Sesuai yaitu dimana satuan lahan dengan
pembatas ringan dan atau tidak lebih dari satu
pembatas sedang yang dapat diberpaiki
S3 : Kurang sesuai yaitu dimana satuan lahan
dengan pembatas lebih dari tiga pembatas sedang
atau tidak lebih dari suatu pembatas yang berat.

tersedia dari Bappeda Kabupaten Belitung, Dinas
Pertanian dan Perkebunan dan studi kepustakaan baik
berasal dari buku, hasil penelitian, tugas akhir dan
artikel-artikel dari internet yang berkaitan dengan tema
penelitian. Peta wilayah penelitian dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi syarat tumbuh tanaman lada
Karakteristik
Kelas kesesuaian lahan
lahan
S1
S2
S3
Temperatur
23 - 32
20 - 23
32-34
(°C)
Curah hujan
2500-3000 2000-2500 1 ditetapkan
sebagai komoditas unggulan. Namun jika banyak
komoditas di suatu wilayah yang menghasilkan LQ>1
maka harus dipilih komoditas yang mendapatkan nilai
LQ paling tinggi. Karena semakin tinggi nilai LQ di
suatu wilayah, maka semakin tinggi pula potensi
keunggulan komoditas tersebut.

Hasil perhitungan dapat menunjukkan apakah
komoditas tergolong basis atau tidak di masing-masing
kecamatan. Apabila LQ >1 maka dapat diartikan bahwa
komoditas tersebut merupakan komoditas basis. Berikut
merupakan hasil perhitungan LQ untuk masing-masing
komoditas perkebunan di tiap kecamatan di Kabupaten
Belitung.

Analisis LQ dilakukan dengan perhitungan data luas
areal dan jumlah produksi komoditas. Setelah
didapatkan komoditas basis di tiap kecamatan maka
dilakukan analisis kesesuaian lahan berdasarkan faktor
fisik lahan sehingga dapat menjadi acuan untuk
pengembangan komoditas.


Analisis deskriptif kualitatif

Kec.

Analisis kesesuaian lahan

Teknik analisis yang digunakan untuk penyusunan
kesesuaian lahan komoditas unggulan adalah
menggunakan metode analisis spasial dengan teknik
overlay terhadap peta-peta iklim, curah hujan, suhu,
topografi (kemiringan lereng), dan drainase dengan
memperhatikan syarat tumbuh tanaman. Hasil penilaian
kesesuaian lahan diwujudkan dalam bentuk klasifikasi
kesesuaian lahan dengan kelas-kelas kesesuaian lahan

Lada

Karet

Kelapa

Sawit

Aren

Membalong

1,66

0,56

0,32

0,3

1,91

Tanjungpandan

0,13

0,30

0,58

2,13

0,22

Badau

1,10

0,90

3,78

0,84

0,08

Sijuk

0,29

1,82

1,48

1,55

0,15

Berdasarkan nilai hasil perhitungan LQ yang
ditunjukkan pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada
subsektor perkebunan, komoditas lada merupakan
komoditas basis pada Kecamatan Membalong (1,66)
kemudian diikuti oleh Kecamatan Badau (1,10),
komoditas karet merupakan komoditas basis pada
Kecamatan Sijuk (1,82), komoditas kelapa merupakan

6

komoditas basis pada Kecamatan Badau (3,78) dan
diikuti oleh Kecamatan Sijuk (1,48), komoditas kelapa
sawit merupakan komoditas basis pada Kecamatan
Tanjungpandan (2,13) dan kemudian basis pada
Kecamatan Sijuk (1,55) dan komoditas aren merupakan
komoditas basis pada Kecamatan Membalong (1,91).

Setiap kecamatan memiliki komoditas unggulan
tersendiri. Komoditas yang merupakan komoditas basis
atau unggulan di Kabupaten Belitung ditentukan
berdasarkan perhitungan LQ. Komoditas lada
merupakan komoditas basis pada Kecamatan
Membalong dan Kecamatan Tanjungpandan sedangkan
Kecamatan Badau dan Sijuk basis pada kedua
komoditas lada dan karet.

Namun kondisi eksisting di lapangan menunjukkan
bahwa komoditas unggulan perkebunan rakyat di
Kabupaten Belitung adalah yang utama adalah lada dan
karet. Sedangkan omoditas kelapa sawit, kelapa dan
aren bukan termasuk komoditas yang diunggulkan di
Kabupaten Belitung. Hal ini disebabkan oleh berbagai
macam faktor.

Namun berdasarkan hasil survei di lapangan, tidak
semua komoditas pada masing-masing kecamatan
merupakan komositas basis atau unggulan meskipun
berdasarkan hasil perhitungan komoditas tersebut
adalah basis. Hal itu dapat terjadi walaupun nilai
produksi komoditas atau luas lahan tersebut di
kecamatan besar. Hal ini disebabkan karena berbagai
macam faktor diantaranya tidak mampunya daerah
potensi komoditas tersebut untuk melakukan ekspor ke
luar wilayah atau hasil produksi komoditas tersebut
belum cukup dimanfaatkan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan lokal dan tidak mampu untuk
melakukan ekspor sehingga perlu pasokan atau impor
dari luar wilayah. Sebaliknya dapat terjadi dalam suatu
kecamatan dengan nilai produksi dan luas lahan kecil
tetapi ternyata merupakan penghasil komoditas yang
terbesar dan tidak bersaing dengan kecamatan lain. Hal
ini dapat disebabkan karena karakteristik fisik lahan atau
bibit komoditas yang dihasilkan berasal dari kualitas
baik sehingga menjadikan tingginya permintaan
terhadap suatu komoditas.

Komoditas aren misalnya bukan menjadi komoditas
unggulan di Kabupaten Belitung karena telah terjadi
penurunan ketersediaan lahan yang diakibatkan oleh
penebangan hutan secara liar, perluasan perkebunan
skala besar dan permukiman penduduk sehinga produksi
aren menurun padahal harga jual komoditas aren cukup
menguntungkan petani apabila dioptimalkan dengan
baik. Kemudian komoditas kelapa sawit dalam
penelitian ini tidak dianggap menjadi komoditas
unggulan karena sebagian besar dimiliki oleh
perusahaan perkebunan skala besar sedangkan
penelitian ini hanya difokuskan pada perkebunan milik
rakyat. Namun masyarakat tidak direkomendasikan
untuk mengusahakan kelapa sawit, karena kelapa sawit
baru dapat memberikan keuntungan yang signifikan jika
diusahakan dalam skala luas sehingga butuh biaya yang
tinggi untuk membudidayakan komoditas kelapa sawit
bagi rakyat termasuk membeli bibit dan ketersediaan
lahan agar memberikan keuntungan yang optimum.
Sedangkan komoditas kelapa pada dasarnya unggul di
beberapa kecamatan namun karena harga jualnya yang
rendah dan waktu tumbuh yang lama menyebabkan hasil
produksinya hanya mampu memenuhi kebutuhan secara
lokal dan belum mampu melakukan ekspor ke luar
wilyah. Peta sebaran komoditas unggulan lada dan karet
di Kabupaten Belitung yang dapat dilihat dibawah ini.

Kondisi Fisik Lahan
Kondisi fisik lahan merupakan faktor penentu tingkat
kecocokan untuk kegaiatan pertanian. Faktor fisik lahan
yang sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian
adalah iklim. Faktor topografi juga berpengaruh
langsung ataupun tidak langsung terhadap kualitas tanah
atau mudah tidaknya diusahakan untuk pertanian. Peta
mengenai masing-masing faktor fisik lahan di
Kabupaten Belitung ditunjukkan dibawah ini.

Gambar 4.1 Peta Sebaran Komoditas Unggulan
Kecamatan di Kabupaten Belitung

Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kabupaten Belitung

7

Berdasarkan kondisi iklimnya, Kabupaten Belitung
termasuk dalam iklim tropis dan basah dengan variasi
curah hujan bulanan pada tahun 2015 berkisar antara 0 577,3 mm dengan jumlah hari hujan antara 0-25 hari
dalam satu bulan. Kondisi curah hujan yang banyak ini
mendukung kegiatan pertanian dan perkebunan di
Kabupaten Belitung

Gambar 4.5 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten
Belitung
Kondisi topografi (kemiringan lereng) di Kabupaten
Belitung terdiri dari empat kelas yaitu kemiringan 30%. Tumbuh kembang
komoditas karet dan lada sangat sesuai pada lereng
dengan kemiringan 30%

Gambar 4.3 Peta Produktivitas Akuifer Kabupaten
Belitung

Analisis Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan

Pada wilayah penelitian, kondisi drainase terdiri dari
dua kelas yaitu produktivitas akuiver kecil dan langka.
Kondisi drainase sangat mendukung kegiatan
perkebunan karena drainase yang kurang air sering
mengakibakan tanah-tanah pertanian menjadi genangan
air sewaktu berlangsungnya musim hujan. Kejadian
demikian dapat menjadi pangkal kerusakan tanah
dengan terbentuknya alur-alur baru.

Analisis yang digunakan untuk menentukan
kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan adalah
metode analisis overlay (tumpang susun). Metode
overlay dilakukan dengan tumpang susun beberapa
peta-peta seperti suhu, curah hujan, kemiringan
lereng dan drainase. Analisis ini dilakukan dengan
menggabungkan beberapa parameter yang telah
ditentukan klasifikasinya. Klasifikasi dibagi menjadi
tiga kelas yaitu sangat sesuai (S1), agak sesuai (S2)
dan kurang sesuai (S3).
Berdasarkan hasil analisis overlay yang dilakukan,
hanya didapatkan dua kelas kesesuaian yaitu sangat
sesuai dan agak sesuai. Peta hasil analisis kesesuaian
lahan komoditas unggulan dapat dilihat pada peta
dibawah ini.

Gambar 4.4 Peta Suhu Harian Kabupaten Belitung
Sedangkan kondisi suhu di Kabupaten Belitung berkisar
antara 24 - 30°C. Kondisi suhu seperti ini merupakan
kondisi suhu optimal untuk perkembangan komoditas
lada dan karet di Kabupaten Belitung dimana untuk
komoditas lada dapat tumbuh pada suhu berkisar antara
20 - 34°C sedangkan komoditas karet dapat tumbuh
pada suhu berkisar antara 26 - 30°C

Gambar 4.6 Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Lada

8

Komoditas Lada

Berdasarkan peta wilayah kesesuaian komoditas lada,
didapatkan dua kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai
dan agak sesuai. Berdasarkan analisis kesesuaian
lahan didapatkan bahwa wilayah dengan kesesuaian
sangat sesuai lada seluas 146.815 ha dan luas kelas
agak sesuai lada seluas 82.584. Kecamatan yang
sangat sesuai dan berpotensi untuk ditanami lada
karena
faktor
fisiknya
adalah Kecamatan
Membalong. Sedangkan Kecamatan Sijuk, Badau
dan Tanjungpandan termasuk dalam kelas agak
sesuai artinya masih cocok untuk ditanami tanaman
lada.

Hasil verifikasi antara kesesuaian lahan dengan
komoditas unggulan di lapangan didapatkan bahwa
sebagian besar kecamatan di Kabupaten Belitung
menjadi sentra perkebunan dan produksi tanaman
lada. Pada kondisi eksisting, komoditas lada yang
unggul berada di Kecamatan Sijuk. Di Kecamatan
Sijuk, hampir di seluruh desa tersebar perkebunan
lada. Namun desa yang paling banyak memproduksi
lada di Kecamatan Sijuk terdapat di Desa Sungai
Padang dan Desa Sijuk dengan luasan lahan
perkebunan lada total di Kecamatan Sijuk sebesar 627
Ha dan menghasilkan 1,2 ton lada per hektar. Hal ini
dikarenakan sesuainya faktor fisik lahan terhadap
tanaman lada. Curah hujan dan drainase menjadi
faktor
yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dan kualitas lada. Selain itu harga jual
lada yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi suatu
komoditas unggulan.
Jenis varietas lada yang ada di Kabupaten Belitung
terdiri dari Petaling 1, Petaling 2, LDL (Lada Daun
Lebar) dan LDK (Lada Daun Kecil). Berdasarkan
hasil wawancara dengan para petani lada, tanaman
lada
menjadi suatu
usaha
yang sangat
menguntungkan hal ini dikarenakan permintaan
terhadap lada yang tinggi dan harga jual produksi
yang baik sehingga dapat memberikan keuntungan
(nilai ekonomi yang tinggi). Komoditas lada pun
menjadi komoditas yang unggulan di Kabupaten
Belitung hal ini dikarenakan Kabupaten Belitung
telah mampu mencukupi kebutuhan lokal bahkan
nasional sehingga komoditas lada di sebut sebagai
komoditas perkebunan unggulan.Saat ini banyak
petani yang melakukan konversi jenis tanaman
pertaniannya seperti dari karet menjadi lada atau dari
lahan bekas tambang menjadi lada hal ini dikarenakan
lada yang mampu tumbuh dalam kondisi lahan yang
kering atau gersang.

Gambar 4.7 Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Karet
Kabupaten Belitung

Sedangkan berdasarkan peta wilayah kesesuaian
komoditas karet, didapatkan juga dua kelas
kesesuaian yaitu sangat sesuai dan agak sesuai.
Kecamatan yang sangat sesuai dan berpotensi untuk
ditanami karet karena faktor fisik lahannya adalah
Kecamatan Membalong dan Sijuk Sedangkan
Kecamatan Badau dan Tanjungpandan termasuk
dalam kelas agak sesuai artinya masih cocok untuk
ditanami tanaman karet. Berdasarkan analisis
kesesuaian lahan didapatkan bahwa wilayah dengan
kesesuaian sangat sesuai karet seluas 123.876 Ha dan
luas kelas agak sesuai seluas karet 105.524 Ha .

Kondisi
Eksisting
Komoditas
Perkebunan di Kabupaten Belitung

Dalam mendukung pengembangan komoditas lada
baik secara lokal atau nasional maka berbagai
dukungan diberikan oleh pemerintah daerah atau oleh
BPP kecamatan atau oleh Dinas Pertanian dan
Perkebunan. Dukungan pemerintah terhadap
pengembangan komoditas lada diantaranya:

Unggulan

Dari kegiatan observasi dan verifikasi data di wilayah
penelitian, didapatkan beberapa informasi bahwa
tidak semua wilayah yang potensial komoditas
unggulan ditanami oleh komoditas unggulan dan
tidak semua perkebunan komoditas unggulan
ditanami di wilayah yang sesuai dan potensial untuk
komoditas unggulan.

1. Intesifikasi lada dengan pemberian subsidi
pupuk bersyarat
2. Penyuluhan
mengenai
bagaimana
melakukan perluasan dan peremajaan lahan
3. Melakukan penyuluhan secara rutin oleh
Badan Penyuluh Pertanian secara rutin

9

Komoditas Karet

1. Melakukan program PAN Tahun 2002
berupa bantuan murni
2. Bantuan APDB dari pemerintah berupa
subsidi bibit siap tanam dengan harga
setengah dari harga awal
3. Penyuluhan
mengenai
bagaimana
melakukan perluasan dan peremajaan lahan
4. Melakukan penyuluhan secara rutin oleh
Badan Penyuluh Pertanian secara rutin

Hasil verifikasi antara kesesuaian lahan dengan
komoditas unggulan di lapangan didapatkan bahwa
perkembangan perkebunan karet rakyat semakin
menurun produktivitasnya sejak tiga tahun terakhir.
Harga jual karet pun menurun yaitu sekitar Rp.
15.000/kg. Jika diakumulasikan, satu hektar mampu
menghasilkan 100 kg getah per minggu. Padahal
biaya yang dikeluarkan untuk penanaman, perawatan
dan pengolahan tanaman karet jauh lebih mudah dan
murah dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk
bertani lada. Hal ini dikarenakan sebagian besar
petani karet memutuskan untuk mengubah jenis
pertanian mereka menjadi lada karena bertani lada
dirasakan lebih menguntungkan. Selain itu tanah
bekas lahan karet sangat cocok untuk ditanami lada.

5.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis komoditas basis, komoditas
unggulan perkebunan di Kabupaten Belitung adalah
lada dan karet. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan
didapatkan dua kelas kesesuaian fisik lahan yaitu kelas
sesuai dan agak sesuai. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan kedua
komoditas unggulan sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor fisik wilayah yang tentunya sesuai dengan kondisi
fisik di Kabupaten Belitung terutama kondisi curah
hujan, drainase dan tekstur tanah di wilayah penelitian.

Selain itu adanya faktor lain yang menyebabkan
pertanian karet menurun seperti permintaan getah
karet menurun serta faktor politik yang menyebabkan
banyak petani karet melakukan konversi jenis
tanaman. Hal ini karena adanya agen yang melakukan
politik harga kepada petani.

Daftar Acuan

Sehingga karena harga jual getah karet yang
fluktuatif, karet dinilai tidak cocok untuk dijadikan
komoditas unggulan. Namun karet cocok untuk
dijadikan investasi jangka panjang. Sehingga ketika
masa panen lada sudah habis, petani bisa bertanam
karet di lahan yang sama.

[1] Ashraf S, Normohammadan B. 2011. Qualitative
evalution of land suitability for wheat in NortheastIran using FAO methods. Indian Journal of Science
and Technology, 4(6):703-707
[2] Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location
Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan
Nasional. Jurnal Informatika Pertanian 12 Desember
2003
[3] Herdhiansyah Dhian, Lilik Sutiarso, Didik Purwadi
dan Taryono. 2012. Analisis Potensi Wilayah Untuk
Pengembangan Perkebunan Komoditas Unggulan di
Kabupaten Kolaka-Sulawesi Tenggara. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian 22 (2):106-114
[4] Hidayah, Ismatul. 2010. Analisis Prioritas Komoditas
Unggulan Perkebunan Daerah Kabupaten Baru.
Jurnal AGRIKA Volume 4 Nomor 1 Mei 2010
[5] Jalaludin Muhammad. 2013. Analisis Kesesuaian dan
Ketersediaan Lahan Serta Arahan Pengembangan
Komoditas Pertanian di Kabupaten Kepulauan
Meranti Provinsi Riau . Skripsi Sarjana Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB
[6] Maryadi, Atang Sutandi dan Ivanovich Agusta. 2016.
Analisis
Usaha
Tani
Lada
dan
Arahan
Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah.
Jurnal TATA LOKA Volume 18 Nomor 2, Hal 76-84
Biro Penerbit Planologi UNDIP
[7] Mubekti. 2011. Karakterisasi Sumberdaya Lahan dan
Pewilayahan Komoditas Unggulan Perkebunan di
Pulau Buru
[8] Nurleli. 2008. Pengembangan Komoditas Unggulan
Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi
Lampung.Tesis Magister Sains Program Studi Ilmu

Faktor fisik lahan di Kabupaten Belitung sangat
mendukung pertumbuhan komoditas karet seperti
curah hujan, tekstur tanah dan topografi. Namun
intensitas curah hujan yang berlebihan pun dapat
mempengaruhi kualitas hasil produksi karet karena
getah karet hasil sayatan yang telah bercampur
dengan air hujan menjadi tidak baik kualitasnya.
Sedangkan jenis tanah di Kabupaten Belitung yang
terdiri dari podsolik merah kuning dengan tekstur
tanah berpasir sangat cocok ditanami karet. Namun
sistem irigasi belum terstruktur di Kabupaten
Belitung dan belum ada asuransi pertanian untuk para
petani.
Varietas tanaman karet yang dikembangkan di
Kabupaten Belitung diantaranya PB260 dan GT1 .
Dalam mendukung pengembangan komoditas karet
baik secara lokal atau nasional maka berbagai
dukungan diberikan oleh pemerintah daerah atau oleh
BPP kecamatan atau oleh Dinas Pertanian dan
Perkebunan. Dukungan pemerintah terhadap
pengembangan komoditas lada diantaranya:

10

Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor
[9] Puspita Yuianto, Dwi, Eko Budi Santoso. 2013.
Identifikasi Potensi Komoditas Unggulan Pada
Koridor Jalan Lintas Selatan Jatim di Kabupaten
Tulungagung-Trenggalek. Jurnal Teknik POMITS
Vo.2, No.2
[10] Setianto, Pawit dan Indah Susilowati. 2014. Komoditas
Perkebunan Unggulan yang Berbasis Pada
Pengembangan Wilayah Kecamatan di Kabupaten
Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah . Jurnal Wilayah
dan Lingkungan Volume 2 Nomor 2, Agustus 2014
143-156
[11] Susanto, Andriko Noto, dan M.P Sirappa. 2005.
Prospek dan Strategi Pengembangan Jagung untuk
Mendukung Ketahanan Pangan di Maluku. Jurnal
Litbang Pertanian Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Maluku

11