R E L E V A N S I P E R D A N O M O R 3 T A H U N 1991 D A L A M P E M B A N G U N A N PARIW ISATA BUDAYA B A L I
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
R E L E V A N S I P E R D A N O M O R 3 TAHUN 1991
D A L A M P E M B A N G U N A N PARIW ISATA BUDAYA B A L I
TEGUH HADI SUKARNO
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali
Abstract.
The Government of Bali decided that culture tourism concepts were viewed
as the ideology, spirit, guidelines, framework and solutions in developing tourism in Bali. These decisions were then legitimized in a form of provincial
rules "Perda no 3, tahun 1974" concerning the cultural tourism. The relationship of tourism development and cultural development runs in harmony.
It can be seen obviously that the Balinese awareness of their culture comes
simultaneously as the tourism of Bali develops. The culture of Bali which is
based on Hindu Relegion is implemented as a fundamental base, dominant
factor and motor by which the tourism of Bali is developed.
Kata kunci: Peraturan Daerah, pariwisata budaya.
PENDAHULUAN
hakiki manusia, yang tidak pemah puas
terpaku pada sesuatu untuk memenuhi
Masyarakat
internasional
tuntutan hidupnya. Mobilitas digerakan
mcmandang kcgiatan pariwisata sebagai
oleh pcrasaan lapar, haus, ingin tahu,
kegiatan kulturalywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
(cultural activity) dan
pcrasaan takut, gila kehormatan, pcrasaan
kcgiatan jasa (trade in sendee). Sebagai
ingin bersenang-senang, istirahat, dan
kcgiatan budaya, pariwisata adalah mekekuasaan, yang akhimya menycbabkan
dia proses b u d a y a , seperti m e d i a
m a n u s i a tersebar ke s e l u r u h d u n i a
pengenalan budaya dan media interaksi
(Spillanc, 1997 :13 dan Yoeti, 1996 : 1).
dan akuiturasi budaya. Sebagai kegiatan
perdaganganjasa, pariwisata menjual jasa
pariwisata sebagai produk, seperti jasa
angkutan, penginapan, penyediaan
m a k a n a n dan h i b u r a n , j a s a p e n y e lenggaraan
suatu k c g i a t a n , dan
penyediaan produk jasa lainnya, termasuk
jasa pengenalan budaya dan tradisi suatu
masyarakat. Hal inilah sebagai salah satu
yang menandai manusia sclalu bergerak,
berpindah, dari satu tempat ke tcmpat
lam. Mobilitas mempakan salah satu sifat
Kegiatan nielakukan perjalanan
dengan tujuan mendapatkan kenikmatan,
mcncari kepuasaan, mengetahui sesuatu.
memperbaiki kesehatan, menikmati olah
raga atau istirahat, menunaikan tugas, dan
berziarah bukanlah mempakan kegiatan
yang baru saja dilakukan oleh manusia
masa k i n i . tetapi kegiatan perjalanan
seperti ini lelah ada sejak 776 sebelum
masehi (Spillanc, 1997: 2 0 ) . Saat i n i ,
pertambahan penduduk dan perkcm-
Teguh Hadi Sukarno adalah dosen pada Pusat Pelayanan Bahasa.
Dua Bali. Telepon: (0361) 773537, 773538. Fax (0361) 774821
86
Sekolah
Tinggi Pariwisata
Nusa
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA BALI
bangan sosial ekonomi yang ditunjang
progresif dinamisnya
kehidupan
oleh kcmajuan teknologi, mendoroiig
kebudayaan, seperti proses indigenisasi
manusia mcnjadi jauh lebihywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
mobile dari
dan Glokalisasi. Tetapi di sisi lain, dalam
pelaksanaannya pariwisata justrii
sebclumnya, dengan berbagai motivasi
mengeksploitasi dan mengkomersilkan
dan tujuan. Faktor j a r a k , w a k t u , dan
budaya
itu
sendiri
sehingga
sarana tidak lagi mempakan masalah
mendatangkan
banyak
keraguan,
besar. Salah satu dari banyak tujuan
kegelisahan, dan bahkan keeaman bahwa
m o b i l i t a s m a n u s i a saat i n i a d a l a h
pariwisata budaya sebagai polusi dan
m e l a k u k a n perjalanan untuk tujuan
pcrusak kebudayaan B a l i . Pcrkembangan
"bersenang-senang" {travel for pleasure).
pariwisata sekarang ini sepertinya
Kemudian di Indonesia Travel for pleasmelenceng dari ideologi p a r i w i s a t a
ure disebut perjalanan w i s a t a . yang
budaya sehingga terjadi komoditasi
m e m p a k a n bagian d a r i p a r i w i s a t a
budaya
lokal, komodifikasi, peniman dan
(Spillane, 1997:2^2 ; Yoeti, 1996 ; 1-6).
propanisasi.
Pembangunan fasilitas
D a l a m travel
for
pleasure.
pariwisata
dalam
skala besar juga dapat
wisatawan dapat memuaskan hasrat ingin
m e n g a k i b a t k a n k c r u s a k a n terhadap
tahu.
hasrat
untuk
mengurangi
kebiasaan-kebiasaan
sosial
dan
ketegangan pikiran, beristirahat dan menberdampak serins pada warisan budaya.
gembalikan kesegaran pikiran dan jasSecara historis kebudayan B a h adalah
maninya pada alam lingkungan yang
suatu sirikristisasi antar berbagai unsur
berbeda dengan alam lingkungannya
kebudayaan, dalarn pcrjalanannya yang
sehari-hari, dalarn mcncari pcmenuhan
siidah ribuan tahun. Ardika (1992) dalam
f i s i o l o g i s . p s i k o l o g i s , dan e s t e t i k a
Pitana (1999:65) menemukan bahwa kon(Atmaja, 1991 : 3). Dalammengantisipasi
tak yang cukup intensif antara Bali denmobilitas manusia untuk tujuan travel for
gan dunia luar sudah terjadi ribuan tahun
pleasure Pcmerintah Daerah Bali, dengan
sebelum masehi.
belajar dari potensi dan pengalaman
pariwisata sejak awal 1920-an. akliirnya
Dengan menyimak pendahuluan di
memutuskan untuk menetapkan konsep
atas, maka yang menjadi pokok pcrmasalahan dalam tulisan ini yaitu : 1) Apa
pariwisata budaya (cultural
tourism)
dasar pertimbangan pemerintah daerah
sebagai ideologi. roh. rambu-rambu, atau
Ball menetapkanwtsronlkihgeaYWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
J en IS pariwisata budaya?
solusi pengembangan pariwisata B a l i
2)
Apa
tujuan
yang
ingm dicapai dalam
sampai sekarang. Tahapan kesadaran
pengembangan pariwisata budaya? 3)
untuk menetapkan budaya sebagai daya
Apakah
realisasi
pembangunan
tank itu a k h i m y a sampai pada wujud
pariwisata
budaya
di
Bali
sesuai dengan
penctapan Peraturan Daerah No. 3 Tahun
Perda No. 3 Tahun 1991'?
1974 dan kemudian diganti dengan Perda
No. 3 Tahun 1991 tentang "Pariwisata
budaya".
D i satu sisi p i l i h a n untuk
menetapkan konsep pariwisata budaya
dalam mengembangkan pariwisata di Bali
mempakan solusi, terbukti dari semakin
DASAR PERTTMBANGAN B A L I
MENETAPKAN JEMS
PARIWISATA BUDAYA
Menurut Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
87
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
pariwisata adalah segala sesuatu yang
bcrhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tank wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang
itu. Sedangkan wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela
sella bersifat sementara untuk menikmati
objek
dan
daya
tarik
wisata.
Kepariwisataan adalah segala sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata. Sesuai ideologi, roh, rambu-rambu, dan solusi pengembangan p a r i w i s a t a di B a l i , ada
baiknya menyimak rumusan fonnal legal
panwisata budaya, yakni yang tertuang
dalam peraturan daerah yang pernah
dikcluarkan oleh Pemda B a l i . P E R D . A
No..3 ,'1974
pariwisata
budaya
d i d e f i n i s i k a n sebagai suatu j e n i s
pariwisata yang dalam pengembangaiinya
ditunjang o l e h faktor k e b u d a y a n .
K e b u d a y a a n yang d i m a k s u d adalah
kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama
Hindu. Dalam hal ini pariwisata B a l i
mcmandang kebudayaan B a l i sebagai
potensi u t a m a . dan pengembangan
p a r i w i s a t a harus s e k a l i g u s j u g a
mclestarikan, mempcrkuat dan mengembangkan kebudayaan B a l i .
sehingga keduanya meningkat secara
serasi, selaras. dan scimbang.
Dari
pendefinisian
kedua
P E R D A tersebut di atas, ada suatu
kcmajuan yang sangat mendasar dalam
memposisikan kebudayaan B a h , dalam
k a i t a n n y a dengan pengembangan
panwisata. Pada P E R D A No.3 / 1974,
k e b u d a y a a n B a l i h a n y a sebagai
•penunjang' sebagai alat, atau objek
pembangunan pariwisata tanpa adanya
usaha agar pariwisata juga menunjang
pembangunan budaya B a l i . Dengan kata
lain, hubungan antara pariwisata dengan
kebudayaan bersifat asimetris atau satu
arah. Tidak ada hubungan timbal balik di
antara k e d u a n y a . I t u berarti y a n g
diutamakan adalah pcrkembangan industri p a r i w i s a t a dengan tujuan-tujuan
ekonomis yang sepihak.
R u m u s a n kedua tampak lebih
bersifat dialogis, karena secara eksplisit
menegaskan hubungan t i m b a l balik
antara panwisata dan budaya. D a l a m
nimusan kedua ini, hubungan resiprokal
mendapat penekanan yang jelas. H a l ini
menunjukan bahwa B a l i semakin
mementingkan
pelestarian
dan
pembangunan kebudayaan. Kebudayaan
yang dimak.sud di sini adalah kebudayaan
dalam arti luas sesuai dengan pengertian
wujud kebudayaan (Koentjaramngrat,
1996 : 74) yang mencakup kctiga wujud
kebudayaan, yaitn : ( 1 ) wujud
kebudayaan dari idea-idea, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan-peraturan
dan perundang-undangan; ( 2 ) wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas berpola dan manusia dalam
masyarakat; ( 3 ) wujud kebudayaan
sebagai bcnda-benda hasil karya manusia. Semua ini harus dijiwai/diiandasi oleh
agama Hindu.
S e l a n j u t n y a P E R D A di atas
disempiuTiakan lagi menjadi P E R D A No.
3 / ] 991. Pasal 1 ( j), menyebutkan bahwa
panwisata buday a yang dimaksud di Bali
adalah j e n i s p a r i w i s a t a yang d a l a m
perkembangannya dan pengembangaiinya menggunakan kebudayaan daerah
B a l i yang dijiwai oleh agama hiiidu yang
m e m p a k a n bagian dari kebudayaan
nasional sebagai potensi dasar yang
paling dominan, yang didalamnya tersirat
cita-cita akan adanya hubungan timbal
balik antara pariwisata dan kebudayaan.
88
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA BALI
TUJUAN YANG INGIN DICAPAI
DALAM PENGEMBANGAN
PARIWISATA BUDAYA
Pada P E R D A No. 3 / 1 9 9 1 , Pasal
3 antara lain dmyatakan bahwa tujuan
penyelenggaraan p a n w i s a t a budaya
adalah untuk memperkenalkan, inendayagunakan, mclestarikan dan mcningkatkan
m u t u objek dan d a y a t a n k w i s a t a ,
mempertahankan nonna-noima dan nilainilai kebudayaan, agama dan kehidupan
alam Bali yang berwawasan lingkungan
h i d u p , m e n c e g a h dan m e n i a d a k a n
pengaruh-pengaruh negaiit' yang dapat
d i t i m b u l k a n oleh k e g i a t a n k e p a r i wisataan. Jadi hubungan antara panwisata
dan budaya B a l i telah diubah menjadi
hubungan simetris, hubungan timbal
b a l i k , s a l i n g m c n d u k u n g , sehingga
pariwisata dan kebudayaan bertunibuh
k e m b a n g secara serasi. selaras dan
seimbang.
Dengan berpcgaiig pada PERD.A
No. 3 Tahun 1991, pcrkembangan dan
pengembangan pariwn,ata di B a l i harus
menjadikan kebudayaan sebagai modal
dasar, faktor d o m i n a n . dan lAktor
penggerak yang d'.jiwai oleh agama
Hindu dan tiada duanya, yang tidak Lisa
dijumpai di daerah tujuan wisata lamip a.
D a l a m h a l m i agama H i n d u liariis
menjiwai kegiatan pariwisata, a n m y a
bahwa panwisata yang dikembang.kan di
B a l i adalah p a r i w i s a t a b u d a \ a yang
dijiwai oleh agama Hindu. Kebudionan
yang dalam hal ini sebagai modal dasar,
faktor dominan, dan faktor penggerak.
yang dijiwai oleh agama Hindu, maka
sudah tentu terkandung makna untuk
rpuelestarikan dan mengembaagkannya,
selam menjadikan sebagai daya tarik,
sehingga antara agama, pariwisata, dan
kenudayaan tidak berbentinan satu sania
lainnya, dan bisa tumbuh serasi, selaras,
dan seimbang.
D i j e l a s k a n bahwa kebudayaan
yang dimaksudkan adalah kebudayaan
yang mencakup ketiga waijud kebudayaan
seperti uraian di atas, dengan demikian
a k a n s e l a l u terjaga c i t r aywvutsrponmlkjihgfed
(image),
bahwasanya B a l i adalah pulau yang
penduduk /masyarakatnya "agamais",
ramah, sopan, memiliki sikap (altitude),
jujur, berdedikasi. memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dengan menerapkan
Tri Hita Karana, dan semangat gotongroyong yang t i n g g i , penuh k e s e t i a kawanan dengan menerapkan filosofi Tat
Twam Asi, serta memiliki jiwa dan corak
berkescnian yang tidak dapat dijumpai
pada daerah tujuan wisata lamnya, yang
mencerminkan bahwasanya masyarakat
Bali adalah masyarakat yang berbiidaya.
Apabila pariwisata budaya yang
dikembangkan tidak rnemperhatikan
n i l a i - m l a i ajaran agama H i n d u , dan
mcmandang kebudayaan hanya pada
tataran wujud ketiga, maka akan terjadi
peridangkalan kebudayaan seperti: sikap
masyarakat yang tidak ramah, sombong,
acuh,
mdividualis, komersialis,
m u n c i i l n y a profariisasi kebudayaan,
munculnya kesenian yang dangkal
inakna, dan munculnya bangunan sarana
kepariwisataan yang tidak sesuai dengan
konsep Tri Hita Karana dan a k h i m y a
sampai oada pengobralan " B a l i " yang
sudah tentu a k a n m e n u i n c u l k a n
p e n g k h i a n a t a n terhadap p a r i w i s a t a
budaya {Pitana, 2000).
Dalam hal ini akan terwujud
pemnangunan yang tidak bei budaya yang
a k h i m y a tidak b e r k e l a n j u t a n , y a i t u
pembangunan
yang
tidak
bisa
n i e i i i n g k a t k a n harkat dan martabat
rnasyarakai B a h , dengan imbalan rcsiko
89
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
gaya B a l i , muncul sekehe-sekehe kidung
biaya socialywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
{social cost) yang amat tinggi
{pesantiaii),
sekehe kesenian dan lain
dengan
tidak
bisa
memberikan
sebagainya sebagai akibat dari korelasi
kesempatan kepada gencrasi mendatang
positif pengembangan pariwisata budaya.
untuk ikut menikmati dan berpartisipasi
Selain itu munculnya proses Glokalisasi
dalam pembangunan.
(Bagus, 1991) yaitu proses bertindak lokal dan berpikir global sehingga apa yang
REALISASI PEMBANGUNAN
kita miliki (peradaban) bisa mendunia,
PARIWISATA BUDAYA B A L I
seperti menggali potensi-potensi sumber
Beberapa kasus yang perlu
daya
yang ada untuk dilestarikan dan
mendapat perenungan dalam m c w u dikembangkan
sehingga bisa mendunia
j u d k a n pariwisata budaya seperti:
(lihat
produk
k e r a j i n a n ) . S e m u a itu
pedagang merambah kawasan suci Pura
tnerupakan sumber daya/potensi yang
Besakih, pemalakan dan pemaksaan di
sangat
berharga dalam mengembangkan
Trunyan, pembangunan sarana keparipariwisata
budaya. Dengan memperhawisataan B a l l Nirwana Resort di sckitar
tikan uraian di atas maka dapat d i Pura Tanah Lot. Memperhatikan fenosimpulkan bahwa, pariwisata mempakan
mena-fenomena seperti uraian di atas
gejala
sosial yang sangat kompleks, yang
sudah s e l a y a k n y a B a l i harus segera
menyangkut manusia seutuhnya dan
melakukan tindakan sesuai dengan saran
m e m i l i k i berbagai aspek: sosiologis,
dari mantan Menparpostel
Job Ave
budaya, politik, psikologis, ekonomi, dan
"Buatlah Bali lebih Hindu" (Bali Post, 20
ekologis.
Pebruari 2000). Berbicara tentang B a l i ,
Dalam dunia pariwisata interaksi
antara w i s a t a w a n , {guest)
dengan
lingkungan dan masyarakat tuan rumah
{host) tidak saja bersifat fisikal, tetapi
juga bersifat sosio-kultural. H a l ini tidak
bisa dilepaskan dari adanya kenyataan
bahwa para wisatawan yang bcrkunjung
ke suatu daerah tujuan w i s a t a akan
berhubungan secara langsung dengan
m a s y a r a k a t setempat, dan sekaligus
membawa kclakuan yang sesuai dengan
tata kclakuan yang mercka anut. D i lam
pihak, masyarakat tuan rumah acapkali
bersifat p e r m i s i f , y a i t u m c n e r i m a
perbedaan kclakuan yang ditampilkan
oleh wisatawan, dan sekaligus juga mereka melakukan adaptasi sosio-kultural,
sehingga pemenuhan kebutuhan yang
diharapkan dapat diwujudkan secara optimal.
Adaptasi sosiokuitural yang
dilakukan oleh masyarakat tuan mmah.
H i n d u , k e b u d a y a a n dan p a r i w i s a t a ,
berarti bahwa masyarakat dan semua
pelaku pariwisata B a l i harus mcmahami
budaya B a l i yang dilandasi oleh agama
H i n d u , dengan tidak m e n g a r t i k a n
" m c m b a l i k a n atau m e n g h i n d u k a n "
scseorang. Banyak kasus menarik yang
patut direnungi yang scharusnya tidak
p e r l u terjadi b i l a semua komponen,
masyarakat, pcmerintah, dan pelaku
p a r i w i s a t a memahami dengan benar
konsep pariwisata budaya.
Terlepas dari fenomena seperti
uraian di atas, akibat positif yang muncul
dari pengembangan pariwisata budaya
sangat membanggakan seperti proses
indigenisasi (Pitana, 1998) yaitu proses
kcmbali kepada asal atau aslinya seperti
kesemarakan untuk mengikuti kegiatan
keagamaan yang kembali kepada tatwa
(filosofi), membuat bangunan dengan
90
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA
BALI
berkaitan dengan aspek tata kelakuan,
seperti: minum-minuman beralkohol,
penggunaan obat terlarang (narkoba),
berciuman di tempat umum. berpakaian
m i n i m dan '"transparan", dan l a i n
sebagainya. Bahkan juga aspek budaya
fisik, termasuk di dalamnya penataan
lingkungan alam yang sebagai wadah
bagi bcrlangsungnya ancka kegiatan
k e p a r i w i s a t a a n . A d a p t a s i i n i pada
akhirnya dapat menimbulkan dampak
y a i t u perubahan sebagai akibat d a n
adanya suatu aktivitas (Soemarwoto,
1990; Suratmo. 1991).
kebudayaan ash yang tidak ada duanya, sehingga kebudayaan asli i m
dipcrtahankan kelestanannya. Dengan demikian kebudayaan asli dapat
tumbuh dan berkcmbang dengan
subur.
2.
Dapat merangsang pelestarian alam.
P a r i w i s a t a dapat m e n i m b u l k a n
komitmen yang kuat terhadap alam
dan suatu r a s a tanggung j a w a b
terhadap sosial budaya, terlebih pada
panwisata budaya dengan konsep Tri
Hita Karana.
3. Menunjang gerak pembangunan di
A d a p u n d a m p a k perubahan
daerah. D i daerah-daerah pariwisata
tersebut bisa bersifat positif dan bisa
banyak dilaksanakan pembangunan
negatif, tergantung dari tolok ukur yang
jalan, hotel, rcstoran, sarana hiburan,
dipakai untuk melihat perubahan tersebut,
art shop,
pcrtokoan sehingga
nilai yang dianut, serta keuntungan dan
pembangunan di daerah tujuan wisata
k e r u g i a n y a n g d i t i m b u l k a n oleh
lebih
maju
dalam
artian
perubahan
tersebut.
Namun
pembangunan y a n g b e r b u d a y a ,
bagainianapun j u g a dampaknya tidak
sehingga peradaban pun a k a n
pemah muncul dalam keadaan absolut,
menjadi lebih tinggi.
melainkan di dalam unsur positif selalu
4. Mcningkatkan cakrawala pandangan
terkandung unsur negatif, begitu pula
penduduk lokal. Hadirnya wisatawan
sebaliknya. H a l ini sejalan dengan filsafat ywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
dari mancanegara, termasuk juga dari
Rwa Bhineda yang menggariskan bahwa
berbagai daerah/domestik akan
baik-buruk {jcle-melah)
memang dua
membuka wawasan penduduk lokal
unsur yang tidak tcrpisahkan. dan yang
terhadap "dunia luar".
satu bermakna kalau ada yang lainnya
Pariwisata budaya bisa memiskin
( A t m a j a , 1991). U n t u k mengetahui
kebudayaan {degrading culture) apabila:
keberhasilan pariwisata budaya yang ada
1. Panwisata merusak lingkungan. Agar
di B a l i , perlu dipahami dengan benar indapat memberikan kebutuhan supra
dikator-indikator dari dampak pengemdan infrastniktur, pariwisata kadangbangan p a r i w i s a t a budaya terhadap
kadang menjadi dcstruktif seperti
kebudayaan. Panwisata budaya dapat
pcmanfaatan
pantai
untuk
mengayakan kebudayaan
{increasing
kepentingan hotel dan bungalow,
culture) apabila:
sehingga pantai t i d a k bebas
1. Dapat merangsang pertumbuhan
dimanfaatkan oleh umum tcrlcbihkebudayaan asli. Kebudayaan yang
lebih masyarakat B a l i , selain untuk
sudah ada dapat tumbuh karena
rekreasi, pantai juga dipakai sebagai
adanya pariwisata. Wisatawan asing
tcmpat para nelayan menambatkan
banyak
yang
ingin
melihat
sampannya. Juga pcmanfaatan tebing
91
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
untuk pcmbuangan hotel, sehingga
gampang ditint penduduk lokal di
sumber daya tanah dan air tidak bisa
daerah tujuan wisata.
t c r l i n d u n g i d i m a n a hal i n i b i s a
menimbulkan banjir. Pcmbuangan
2.
Pennintaan barang-barang kerajinan
l i m b a h industri p a r i w i s a t a yang
oleh wisatawan yang terus meningkat
menyebabkan pembuatan barang
lingkungan hidup menjadi menurun,
yang asal jadi, mutu barang kerajinan
yang sangat berkorelasi pula terhadap
yang rendah, sehingga "nilai budaya"
mcnurunnya kebudayaan.
menjadi rendah (Bagus, 1997; Pendit,
Pariwisata ineningkatkan pencurian-
1994; Pitana, 1998; Sockadijo,1997)
bcnda
kuno.
Para
Perubahan
dan
dinamika
wisatawan pada umumnya tertarik
tnerupakan suam ciri yang sangat hakiki
pada bcnda-benda kuno dan ingin
dalam masyarakat dan
m e m i l i k i benda-benda tersebut
Adalah suatu fakta yang tak terbantahkan,
karena bernilai tinggi dan sangat
bahwa "perubahan" tnerupakan
menarik walau dengan harga yang
fenomena
yang
selalu
kebudayaan.
suatu
tnewarnai
sangat tinggi. Namun karena benda-
perjalanan sejarah setiap masyarakat dan
benda tersebut tidak dijual dan tidak
kebudayaannya.
Masyarakat
dan
bisa dijumpai di pasaran maka secara
kebudayaan
tidak langsung dapat mcnumbuhkan
perkecualian dalam hal ini. B a l i selalu
niat j a h a t bagi seseorang
untuk
mengalami perubahan dan masa kemasa,
mencuri benda-benda kuno, dan
bahkan dari hari ke hari, telebih-lebih Bali
dijual kepada wistawan dengan harga
sebagai daerah tujuan wisata utama di
Bali
bukanlah
suatu
yang sudah pasti sangat tinggi.
Indonesia, dan tclah mcnerima kunjungan
Berubahnya tujuan kesenian dan
wisatawan sejak tahun 1920 an, yang
upacara tradisional yang bersifat
dalam pcrkembangan dan pengembangan
sakral.
pariwisatanya menerapkan " i d i o l o g i "
K e s e n i a n dan
tradisional
yang
upacara
sakral
dulu
tnerupakan adat kebiasaan
untuk
kalangan
tertentu. K a r e n a
pariwisata
dan
dengan
komcrsial
Hingga kini pari-
wisata budaya yang berkcmbang diyakini
sebagai generator dan motor penggerak
dalih
dalam perubahan sosial-budaya di B a l i
dan upacara tradisional cenderung
bersifat
pariwisata budaya.
ada
pariwisata budaya, maka kesenian
4.
Merosotnya mutu barang kerajinan.
sembarangan menyebabkan kualitas
pencurian
3.
5.
sehingga
(Pitana, 1994).
Dengan memaksimalkan faktorfaktor yang mengayakan
kebudayaan,
t u j u a n n y a berubah, y a i t u untuk
dan tncminimalkan faktor-faktor yang
konsumsi dan komoditi wisatawan.
menyebabkan kemiskinan kebudayaan,
T i m b u l n y a pcniruan gaya hidup
diharapkan
wisatawan. Gaya hidup wisatawan
pariwisata budaya akan terwujud seperti
seperti seks bebas. minum-minuman
uraian di atas yaitu pariwisata yang
beralkohol,
berbudaya dan berkelanjutanywvutsrponmlkjihgfedcbaWU
(sustainable).
penggunaan
obat
t e r l a r a n g ( n a r k o b a ) , d l l . sangat
tujuan
pengembangan
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA
BALI
sosial masyarakat; (10) dampak terhadap
PENUTUP
kesenian
dan adat istiadat meskipun
Dengan berpegang pada P E R D A
hanya pada kulit luamya saja.
No. 3 Tahun 1991, secara eksplisit diteU n t u k m c w u j u d k a n tujuan
gaskan bahwa hubungan timbal balik
pembangunan panwisata yang serasi,
antara pariwisata dan budaya lerjalin
selaras
dan
seimbang
dengan
secara s e r a s i , selaras dan simbang.
pembangunan kebudayaan B a l i perlu
Budaya yang dijiwai oleh agama Hindu
dijadikan sebagai modal dasar, faktor
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
d o m i n a n , dan faktor
penggerak
1. Memaksimalkan faktor-faktor yang
pembangunan pariwisata di B a l i , dengan
mengayakan kebudayaan (increasing
demikian akan selalu terjaga citraywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
(image)
culture), dan meminimalkan faktorbahwasanya masyarakat B a l i adalah
faktor yang menyebabkan k e m i s masyarakat yang agamais dan berbudaya.
kinan kebudayaan
(degrading
Kenyataan menunjukan bahwa
pembangunan pariwisata budaya di B a l i
masih sesuai dengan Perda No. 3 Tahun
1991
d i b u k t i k a n dengan
adanya
p a n w i s a t a , masyarakat B a l i semakin
sadar tentang n i l a i - n i l a i b u d a y a n y a
sehingga mendorong masyarakat B a l i
untuk m c l e s t a r i k a n kebudayaan dan
mendorong krcativitas masyarakat B a l i di
berbagai bidang yang berujung pada
t e r w u j u d n y a tujuan
pembangunan
pariwisata budaya yang serasi, selaras dan
seimbang antara scktor pariwisata dan
kebudayaan.
Tidak
dipungkiri
adanya
perubahan
dalam sosial budaya
masyarakat B a l i sebagai fenomena yang
s e l a l u m c w a r n a i pcrjalanan scjarah
masyarakat dan kebudayaannya, yaim :
( 1 ) ketergantungan dan k e r c n t a n a n
masyarakat setempat dengan masyarakat
yang lebih luas; (2)
hubungan
interpersonal antar anggota masyarakat;
(3) dasar-dasar organisasi/' kclembagaan
sosial; ( 4 ) adanya Migrasi; ( 5 )
terganggunya ritme kehidupan sosial; (6)
a d a n y a pola pembagian k c r j a ; ( 7 )
hilangnya stratifikasi dan adanya mobilitas s o s i a l ; ( 8 ) adanya d i s t n b u s i dan
pengaruh sosial; (9) munculnya penyakit
culture)
2.
H e n d a k n y a membatasi berbagai
m a c a m bentuk p c r i j i n a n y a n g
menyangkut bidang kepariwisataan,
j i k a bcrtentangan dengan pariwisata
budaya yang dikembangkan di Bali
seperti pcmberian ijin usaha kasino.
DAFTAR PUSTAKA
A r d i k a , l . W . 2004. P a r i w i s a t a B a l i :
Mcmbangun Pariwisata Budaya
dan M e n g e n d a l i k a n B u d a y a
Pariwisata. Dalam I Nyoman
D a r m a ( E d . ) : Bali
Menuju
Jagaditha:
Aneka
Perspektif.
Dcnpasar: Pustaka Bali Post.
Atmaja. N . B . 1991. Dampak
Pariwisata
Terhadap Lingkungan
Sosial
(Suatu Tclaah Teoritis) Singaraja: Program Studi Pcndidikan
sejarah, .lurusan Pendidikan I P S .
F K I P , Universitas Udayana.
Ave, J . 2000. Buatlah Bali lebih Hindu
saran yang disampaikan pada
rapat Pola Dasar Pembangunan
B a l i di Bappeda B a l i . Denpasar:
93
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
B a l i Post, Selasa , 29 Pebruari
pramagister S2 Program Studi
2000.
Kajian
Budaya, Universitas
Udayana.
Bagus,
I.G.N.
1991.
Kerangka
Konseptual
Kcserasian
Pitana, I G . 1999. Pelangi
Pariwisata
Transformasi
Nilai
dan
Bali. Denpasar: Pustaka B a l i
Pembangunan yang Berwawasan
Post.
Budaya.ywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
Widya Pustaka. Tahun
V I I I . Edisi Khusus. April 1991.
Soekadijo,
R . G . 1997.
Anatomi
Denpasar: Fakultas
Sastra
Pariwisata.
Jakarta: Gramedia
Universitas Udayana.
Pustaka Utama
Koentjaraninggrat.
tropologi
Cipta.
1996. Pengantar AnI . Jakarta: R i n e k a
S o e m a r w o t o , O. 1990.
Ekologi,
Lingkungan
Hidup
dan
Pembangunan.
Jakarta:
Djambatan.
Pendit, N . S . 1994. llmu
Panwisata:
Sebuah Pengatar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Spillanc, J . J . 1997. Ekonomi
Pariwisata:
Sejarah dan Prospeknya.
Yogyakarta: Kanisius.
Peraturan Daerah Propinsi Bali no. 3
Tahun 1991 Tentang Pariwisata
Budaya.
Suratmo, G . F . 1991. Analisis
Dampak
Yogyakarta:
P i t a n a , E G . ( e d ) . 1994.
Dinamika
Masyarakat
dan
Kebudayaan
Ball. Denpasar: P u s t a k a B a l i
Post.
Pitana,
Mengenai
Lingkungan.
Gadjah
Mada
Universitas Press.
Undang-Undang
Rcpublik
Nomor 9 Tahun 1990
Kepariwisataan.
I . G . 1998,
Pariwisata.
dan
Interna s ional i s a s i.
Indegenisasi.
Paper disampaik a n dalam
kuliah
umum
Indonesia
tentang
Y o e t i . O . A . 1996. Pengantar
llmu
Pariwisata. Bandung: Angkasa.
94
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
R E L E V A N S I P E R D A N O M O R 3 TAHUN 1991
D A L A M P E M B A N G U N A N PARIW ISATA BUDAYA B A L I
TEGUH HADI SUKARNO
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali
Abstract.
The Government of Bali decided that culture tourism concepts were viewed
as the ideology, spirit, guidelines, framework and solutions in developing tourism in Bali. These decisions were then legitimized in a form of provincial
rules "Perda no 3, tahun 1974" concerning the cultural tourism. The relationship of tourism development and cultural development runs in harmony.
It can be seen obviously that the Balinese awareness of their culture comes
simultaneously as the tourism of Bali develops. The culture of Bali which is
based on Hindu Relegion is implemented as a fundamental base, dominant
factor and motor by which the tourism of Bali is developed.
Kata kunci: Peraturan Daerah, pariwisata budaya.
PENDAHULUAN
hakiki manusia, yang tidak pemah puas
terpaku pada sesuatu untuk memenuhi
Masyarakat
internasional
tuntutan hidupnya. Mobilitas digerakan
mcmandang kcgiatan pariwisata sebagai
oleh pcrasaan lapar, haus, ingin tahu,
kegiatan kulturalywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
(cultural activity) dan
pcrasaan takut, gila kehormatan, pcrasaan
kcgiatan jasa (trade in sendee). Sebagai
ingin bersenang-senang, istirahat, dan
kcgiatan budaya, pariwisata adalah mekekuasaan, yang akhimya menycbabkan
dia proses b u d a y a , seperti m e d i a
m a n u s i a tersebar ke s e l u r u h d u n i a
pengenalan budaya dan media interaksi
(Spillanc, 1997 :13 dan Yoeti, 1996 : 1).
dan akuiturasi budaya. Sebagai kegiatan
perdaganganjasa, pariwisata menjual jasa
pariwisata sebagai produk, seperti jasa
angkutan, penginapan, penyediaan
m a k a n a n dan h i b u r a n , j a s a p e n y e lenggaraan
suatu k c g i a t a n , dan
penyediaan produk jasa lainnya, termasuk
jasa pengenalan budaya dan tradisi suatu
masyarakat. Hal inilah sebagai salah satu
yang menandai manusia sclalu bergerak,
berpindah, dari satu tempat ke tcmpat
lam. Mobilitas mempakan salah satu sifat
Kegiatan nielakukan perjalanan
dengan tujuan mendapatkan kenikmatan,
mcncari kepuasaan, mengetahui sesuatu.
memperbaiki kesehatan, menikmati olah
raga atau istirahat, menunaikan tugas, dan
berziarah bukanlah mempakan kegiatan
yang baru saja dilakukan oleh manusia
masa k i n i . tetapi kegiatan perjalanan
seperti ini lelah ada sejak 776 sebelum
masehi (Spillanc, 1997: 2 0 ) . Saat i n i ,
pertambahan penduduk dan perkcm-
Teguh Hadi Sukarno adalah dosen pada Pusat Pelayanan Bahasa.
Dua Bali. Telepon: (0361) 773537, 773538. Fax (0361) 774821
86
Sekolah
Tinggi Pariwisata
Nusa
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA BALI
bangan sosial ekonomi yang ditunjang
progresif dinamisnya
kehidupan
oleh kcmajuan teknologi, mendoroiig
kebudayaan, seperti proses indigenisasi
manusia mcnjadi jauh lebihywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
mobile dari
dan Glokalisasi. Tetapi di sisi lain, dalam
pelaksanaannya pariwisata justrii
sebclumnya, dengan berbagai motivasi
mengeksploitasi dan mengkomersilkan
dan tujuan. Faktor j a r a k , w a k t u , dan
budaya
itu
sendiri
sehingga
sarana tidak lagi mempakan masalah
mendatangkan
banyak
keraguan,
besar. Salah satu dari banyak tujuan
kegelisahan, dan bahkan keeaman bahwa
m o b i l i t a s m a n u s i a saat i n i a d a l a h
pariwisata budaya sebagai polusi dan
m e l a k u k a n perjalanan untuk tujuan
pcrusak kebudayaan B a l i . Pcrkembangan
"bersenang-senang" {travel for pleasure).
pariwisata sekarang ini sepertinya
Kemudian di Indonesia Travel for pleasmelenceng dari ideologi p a r i w i s a t a
ure disebut perjalanan w i s a t a . yang
budaya sehingga terjadi komoditasi
m e m p a k a n bagian d a r i p a r i w i s a t a
budaya
lokal, komodifikasi, peniman dan
(Spillane, 1997:2^2 ; Yoeti, 1996 ; 1-6).
propanisasi.
Pembangunan fasilitas
D a l a m travel
for
pleasure.
pariwisata
dalam
skala besar juga dapat
wisatawan dapat memuaskan hasrat ingin
m e n g a k i b a t k a n k c r u s a k a n terhadap
tahu.
hasrat
untuk
mengurangi
kebiasaan-kebiasaan
sosial
dan
ketegangan pikiran, beristirahat dan menberdampak serins pada warisan budaya.
gembalikan kesegaran pikiran dan jasSecara historis kebudayan B a h adalah
maninya pada alam lingkungan yang
suatu sirikristisasi antar berbagai unsur
berbeda dengan alam lingkungannya
kebudayaan, dalarn pcrjalanannya yang
sehari-hari, dalarn mcncari pcmenuhan
siidah ribuan tahun. Ardika (1992) dalam
f i s i o l o g i s . p s i k o l o g i s , dan e s t e t i k a
Pitana (1999:65) menemukan bahwa kon(Atmaja, 1991 : 3). Dalammengantisipasi
tak yang cukup intensif antara Bali denmobilitas manusia untuk tujuan travel for
gan dunia luar sudah terjadi ribuan tahun
pleasure Pcmerintah Daerah Bali, dengan
sebelum masehi.
belajar dari potensi dan pengalaman
pariwisata sejak awal 1920-an. akliirnya
Dengan menyimak pendahuluan di
memutuskan untuk menetapkan konsep
atas, maka yang menjadi pokok pcrmasalahan dalam tulisan ini yaitu : 1) Apa
pariwisata budaya (cultural
tourism)
dasar pertimbangan pemerintah daerah
sebagai ideologi. roh. rambu-rambu, atau
Ball menetapkanwtsronlkihgeaYWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
J en IS pariwisata budaya?
solusi pengembangan pariwisata B a l i
2)
Apa
tujuan
yang
ingm dicapai dalam
sampai sekarang. Tahapan kesadaran
pengembangan pariwisata budaya? 3)
untuk menetapkan budaya sebagai daya
Apakah
realisasi
pembangunan
tank itu a k h i m y a sampai pada wujud
pariwisata
budaya
di
Bali
sesuai dengan
penctapan Peraturan Daerah No. 3 Tahun
Perda No. 3 Tahun 1991'?
1974 dan kemudian diganti dengan Perda
No. 3 Tahun 1991 tentang "Pariwisata
budaya".
D i satu sisi p i l i h a n untuk
menetapkan konsep pariwisata budaya
dalam mengembangkan pariwisata di Bali
mempakan solusi, terbukti dari semakin
DASAR PERTTMBANGAN B A L I
MENETAPKAN JEMS
PARIWISATA BUDAYA
Menurut Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
87
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
pariwisata adalah segala sesuatu yang
bcrhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tank wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang
itu. Sedangkan wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela
sella bersifat sementara untuk menikmati
objek
dan
daya
tarik
wisata.
Kepariwisataan adalah segala sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata. Sesuai ideologi, roh, rambu-rambu, dan solusi pengembangan p a r i w i s a t a di B a l i , ada
baiknya menyimak rumusan fonnal legal
panwisata budaya, yakni yang tertuang
dalam peraturan daerah yang pernah
dikcluarkan oleh Pemda B a l i . P E R D . A
No..3 ,'1974
pariwisata
budaya
d i d e f i n i s i k a n sebagai suatu j e n i s
pariwisata yang dalam pengembangaiinya
ditunjang o l e h faktor k e b u d a y a n .
K e b u d a y a a n yang d i m a k s u d adalah
kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama
Hindu. Dalam hal ini pariwisata B a l i
mcmandang kebudayaan B a l i sebagai
potensi u t a m a . dan pengembangan
p a r i w i s a t a harus s e k a l i g u s j u g a
mclestarikan, mempcrkuat dan mengembangkan kebudayaan B a l i .
sehingga keduanya meningkat secara
serasi, selaras. dan scimbang.
Dari
pendefinisian
kedua
P E R D A tersebut di atas, ada suatu
kcmajuan yang sangat mendasar dalam
memposisikan kebudayaan B a h , dalam
k a i t a n n y a dengan pengembangan
panwisata. Pada P E R D A No.3 / 1974,
k e b u d a y a a n B a l i h a n y a sebagai
•penunjang' sebagai alat, atau objek
pembangunan pariwisata tanpa adanya
usaha agar pariwisata juga menunjang
pembangunan budaya B a l i . Dengan kata
lain, hubungan antara pariwisata dengan
kebudayaan bersifat asimetris atau satu
arah. Tidak ada hubungan timbal balik di
antara k e d u a n y a . I t u berarti y a n g
diutamakan adalah pcrkembangan industri p a r i w i s a t a dengan tujuan-tujuan
ekonomis yang sepihak.
R u m u s a n kedua tampak lebih
bersifat dialogis, karena secara eksplisit
menegaskan hubungan t i m b a l balik
antara panwisata dan budaya. D a l a m
nimusan kedua ini, hubungan resiprokal
mendapat penekanan yang jelas. H a l ini
menunjukan bahwa B a l i semakin
mementingkan
pelestarian
dan
pembangunan kebudayaan. Kebudayaan
yang dimak.sud di sini adalah kebudayaan
dalam arti luas sesuai dengan pengertian
wujud kebudayaan (Koentjaramngrat,
1996 : 74) yang mencakup kctiga wujud
kebudayaan, yaitn : ( 1 ) wujud
kebudayaan dari idea-idea, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan-peraturan
dan perundang-undangan; ( 2 ) wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas berpola dan manusia dalam
masyarakat; ( 3 ) wujud kebudayaan
sebagai bcnda-benda hasil karya manusia. Semua ini harus dijiwai/diiandasi oleh
agama Hindu.
S e l a n j u t n y a P E R D A di atas
disempiuTiakan lagi menjadi P E R D A No.
3 / ] 991. Pasal 1 ( j), menyebutkan bahwa
panwisata buday a yang dimaksud di Bali
adalah j e n i s p a r i w i s a t a yang d a l a m
perkembangannya dan pengembangaiinya menggunakan kebudayaan daerah
B a l i yang dijiwai oleh agama hiiidu yang
m e m p a k a n bagian dari kebudayaan
nasional sebagai potensi dasar yang
paling dominan, yang didalamnya tersirat
cita-cita akan adanya hubungan timbal
balik antara pariwisata dan kebudayaan.
88
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA BALI
TUJUAN YANG INGIN DICAPAI
DALAM PENGEMBANGAN
PARIWISATA BUDAYA
Pada P E R D A No. 3 / 1 9 9 1 , Pasal
3 antara lain dmyatakan bahwa tujuan
penyelenggaraan p a n w i s a t a budaya
adalah untuk memperkenalkan, inendayagunakan, mclestarikan dan mcningkatkan
m u t u objek dan d a y a t a n k w i s a t a ,
mempertahankan nonna-noima dan nilainilai kebudayaan, agama dan kehidupan
alam Bali yang berwawasan lingkungan
h i d u p , m e n c e g a h dan m e n i a d a k a n
pengaruh-pengaruh negaiit' yang dapat
d i t i m b u l k a n oleh k e g i a t a n k e p a r i wisataan. Jadi hubungan antara panwisata
dan budaya B a l i telah diubah menjadi
hubungan simetris, hubungan timbal
b a l i k , s a l i n g m c n d u k u n g , sehingga
pariwisata dan kebudayaan bertunibuh
k e m b a n g secara serasi. selaras dan
seimbang.
Dengan berpcgaiig pada PERD.A
No. 3 Tahun 1991, pcrkembangan dan
pengembangan pariwn,ata di B a l i harus
menjadikan kebudayaan sebagai modal
dasar, faktor d o m i n a n . dan lAktor
penggerak yang d'.jiwai oleh agama
Hindu dan tiada duanya, yang tidak Lisa
dijumpai di daerah tujuan wisata lamip a.
D a l a m h a l m i agama H i n d u liariis
menjiwai kegiatan pariwisata, a n m y a
bahwa panwisata yang dikembang.kan di
B a l i adalah p a r i w i s a t a b u d a \ a yang
dijiwai oleh agama Hindu. Kebudionan
yang dalam hal ini sebagai modal dasar,
faktor dominan, dan faktor penggerak.
yang dijiwai oleh agama Hindu, maka
sudah tentu terkandung makna untuk
rpuelestarikan dan mengembaagkannya,
selam menjadikan sebagai daya tarik,
sehingga antara agama, pariwisata, dan
kenudayaan tidak berbentinan satu sania
lainnya, dan bisa tumbuh serasi, selaras,
dan seimbang.
D i j e l a s k a n bahwa kebudayaan
yang dimaksudkan adalah kebudayaan
yang mencakup ketiga waijud kebudayaan
seperti uraian di atas, dengan demikian
a k a n s e l a l u terjaga c i t r aywvutsrponmlkjihgfed
(image),
bahwasanya B a l i adalah pulau yang
penduduk /masyarakatnya "agamais",
ramah, sopan, memiliki sikap (altitude),
jujur, berdedikasi. memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dengan menerapkan
Tri Hita Karana, dan semangat gotongroyong yang t i n g g i , penuh k e s e t i a kawanan dengan menerapkan filosofi Tat
Twam Asi, serta memiliki jiwa dan corak
berkescnian yang tidak dapat dijumpai
pada daerah tujuan wisata lamnya, yang
mencerminkan bahwasanya masyarakat
Bali adalah masyarakat yang berbiidaya.
Apabila pariwisata budaya yang
dikembangkan tidak rnemperhatikan
n i l a i - m l a i ajaran agama H i n d u , dan
mcmandang kebudayaan hanya pada
tataran wujud ketiga, maka akan terjadi
peridangkalan kebudayaan seperti: sikap
masyarakat yang tidak ramah, sombong,
acuh,
mdividualis, komersialis,
m u n c i i l n y a profariisasi kebudayaan,
munculnya kesenian yang dangkal
inakna, dan munculnya bangunan sarana
kepariwisataan yang tidak sesuai dengan
konsep Tri Hita Karana dan a k h i m y a
sampai oada pengobralan " B a l i " yang
sudah tentu a k a n m e n u i n c u l k a n
p e n g k h i a n a t a n terhadap p a r i w i s a t a
budaya {Pitana, 2000).
Dalam hal ini akan terwujud
pemnangunan yang tidak bei budaya yang
a k h i m y a tidak b e r k e l a n j u t a n , y a i t u
pembangunan
yang
tidak
bisa
n i e i i i n g k a t k a n harkat dan martabat
rnasyarakai B a h , dengan imbalan rcsiko
89
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
gaya B a l i , muncul sekehe-sekehe kidung
biaya socialywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
{social cost) yang amat tinggi
{pesantiaii),
sekehe kesenian dan lain
dengan
tidak
bisa
memberikan
sebagainya sebagai akibat dari korelasi
kesempatan kepada gencrasi mendatang
positif pengembangan pariwisata budaya.
untuk ikut menikmati dan berpartisipasi
Selain itu munculnya proses Glokalisasi
dalam pembangunan.
(Bagus, 1991) yaitu proses bertindak lokal dan berpikir global sehingga apa yang
REALISASI PEMBANGUNAN
kita miliki (peradaban) bisa mendunia,
PARIWISATA BUDAYA B A L I
seperti menggali potensi-potensi sumber
Beberapa kasus yang perlu
daya
yang ada untuk dilestarikan dan
mendapat perenungan dalam m c w u dikembangkan
sehingga bisa mendunia
j u d k a n pariwisata budaya seperti:
(lihat
produk
k e r a j i n a n ) . S e m u a itu
pedagang merambah kawasan suci Pura
tnerupakan sumber daya/potensi yang
Besakih, pemalakan dan pemaksaan di
sangat
berharga dalam mengembangkan
Trunyan, pembangunan sarana keparipariwisata
budaya. Dengan memperhawisataan B a l l Nirwana Resort di sckitar
tikan uraian di atas maka dapat d i Pura Tanah Lot. Memperhatikan fenosimpulkan bahwa, pariwisata mempakan
mena-fenomena seperti uraian di atas
gejala
sosial yang sangat kompleks, yang
sudah s e l a y a k n y a B a l i harus segera
menyangkut manusia seutuhnya dan
melakukan tindakan sesuai dengan saran
m e m i l i k i berbagai aspek: sosiologis,
dari mantan Menparpostel
Job Ave
budaya, politik, psikologis, ekonomi, dan
"Buatlah Bali lebih Hindu" (Bali Post, 20
ekologis.
Pebruari 2000). Berbicara tentang B a l i ,
Dalam dunia pariwisata interaksi
antara w i s a t a w a n , {guest)
dengan
lingkungan dan masyarakat tuan rumah
{host) tidak saja bersifat fisikal, tetapi
juga bersifat sosio-kultural. H a l ini tidak
bisa dilepaskan dari adanya kenyataan
bahwa para wisatawan yang bcrkunjung
ke suatu daerah tujuan w i s a t a akan
berhubungan secara langsung dengan
m a s y a r a k a t setempat, dan sekaligus
membawa kclakuan yang sesuai dengan
tata kclakuan yang mercka anut. D i lam
pihak, masyarakat tuan rumah acapkali
bersifat p e r m i s i f , y a i t u m c n e r i m a
perbedaan kclakuan yang ditampilkan
oleh wisatawan, dan sekaligus juga mereka melakukan adaptasi sosio-kultural,
sehingga pemenuhan kebutuhan yang
diharapkan dapat diwujudkan secara optimal.
Adaptasi sosiokuitural yang
dilakukan oleh masyarakat tuan mmah.
H i n d u , k e b u d a y a a n dan p a r i w i s a t a ,
berarti bahwa masyarakat dan semua
pelaku pariwisata B a l i harus mcmahami
budaya B a l i yang dilandasi oleh agama
H i n d u , dengan tidak m e n g a r t i k a n
" m c m b a l i k a n atau m e n g h i n d u k a n "
scseorang. Banyak kasus menarik yang
patut direnungi yang scharusnya tidak
p e r l u terjadi b i l a semua komponen,
masyarakat, pcmerintah, dan pelaku
p a r i w i s a t a memahami dengan benar
konsep pariwisata budaya.
Terlepas dari fenomena seperti
uraian di atas, akibat positif yang muncul
dari pengembangan pariwisata budaya
sangat membanggakan seperti proses
indigenisasi (Pitana, 1998) yaitu proses
kcmbali kepada asal atau aslinya seperti
kesemarakan untuk mengikuti kegiatan
keagamaan yang kembali kepada tatwa
(filosofi), membuat bangunan dengan
90
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA
BALI
berkaitan dengan aspek tata kelakuan,
seperti: minum-minuman beralkohol,
penggunaan obat terlarang (narkoba),
berciuman di tempat umum. berpakaian
m i n i m dan '"transparan", dan l a i n
sebagainya. Bahkan juga aspek budaya
fisik, termasuk di dalamnya penataan
lingkungan alam yang sebagai wadah
bagi bcrlangsungnya ancka kegiatan
k e p a r i w i s a t a a n . A d a p t a s i i n i pada
akhirnya dapat menimbulkan dampak
y a i t u perubahan sebagai akibat d a n
adanya suatu aktivitas (Soemarwoto,
1990; Suratmo. 1991).
kebudayaan ash yang tidak ada duanya, sehingga kebudayaan asli i m
dipcrtahankan kelestanannya. Dengan demikian kebudayaan asli dapat
tumbuh dan berkcmbang dengan
subur.
2.
Dapat merangsang pelestarian alam.
P a r i w i s a t a dapat m e n i m b u l k a n
komitmen yang kuat terhadap alam
dan suatu r a s a tanggung j a w a b
terhadap sosial budaya, terlebih pada
panwisata budaya dengan konsep Tri
Hita Karana.
3. Menunjang gerak pembangunan di
A d a p u n d a m p a k perubahan
daerah. D i daerah-daerah pariwisata
tersebut bisa bersifat positif dan bisa
banyak dilaksanakan pembangunan
negatif, tergantung dari tolok ukur yang
jalan, hotel, rcstoran, sarana hiburan,
dipakai untuk melihat perubahan tersebut,
art shop,
pcrtokoan sehingga
nilai yang dianut, serta keuntungan dan
pembangunan di daerah tujuan wisata
k e r u g i a n y a n g d i t i m b u l k a n oleh
lebih
maju
dalam
artian
perubahan
tersebut.
Namun
pembangunan y a n g b e r b u d a y a ,
bagainianapun j u g a dampaknya tidak
sehingga peradaban pun a k a n
pemah muncul dalam keadaan absolut,
menjadi lebih tinggi.
melainkan di dalam unsur positif selalu
4. Mcningkatkan cakrawala pandangan
terkandung unsur negatif, begitu pula
penduduk lokal. Hadirnya wisatawan
sebaliknya. H a l ini sejalan dengan filsafat ywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
dari mancanegara, termasuk juga dari
Rwa Bhineda yang menggariskan bahwa
berbagai daerah/domestik akan
baik-buruk {jcle-melah)
memang dua
membuka wawasan penduduk lokal
unsur yang tidak tcrpisahkan. dan yang
terhadap "dunia luar".
satu bermakna kalau ada yang lainnya
Pariwisata budaya bisa memiskin
( A t m a j a , 1991). U n t u k mengetahui
kebudayaan {degrading culture) apabila:
keberhasilan pariwisata budaya yang ada
1. Panwisata merusak lingkungan. Agar
di B a l i , perlu dipahami dengan benar indapat memberikan kebutuhan supra
dikator-indikator dari dampak pengemdan infrastniktur, pariwisata kadangbangan p a r i w i s a t a budaya terhadap
kadang menjadi dcstruktif seperti
kebudayaan. Panwisata budaya dapat
pcmanfaatan
pantai
untuk
mengayakan kebudayaan
{increasing
kepentingan hotel dan bungalow,
culture) apabila:
sehingga pantai t i d a k bebas
1. Dapat merangsang pertumbuhan
dimanfaatkan oleh umum tcrlcbihkebudayaan asli. Kebudayaan yang
lebih masyarakat B a l i , selain untuk
sudah ada dapat tumbuh karena
rekreasi, pantai juga dipakai sebagai
adanya pariwisata. Wisatawan asing
tcmpat para nelayan menambatkan
banyak
yang
ingin
melihat
sampannya. Juga pcmanfaatan tebing
91
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
untuk pcmbuangan hotel, sehingga
gampang ditint penduduk lokal di
sumber daya tanah dan air tidak bisa
daerah tujuan wisata.
t c r l i n d u n g i d i m a n a hal i n i b i s a
menimbulkan banjir. Pcmbuangan
2.
Pennintaan barang-barang kerajinan
l i m b a h industri p a r i w i s a t a yang
oleh wisatawan yang terus meningkat
menyebabkan pembuatan barang
lingkungan hidup menjadi menurun,
yang asal jadi, mutu barang kerajinan
yang sangat berkorelasi pula terhadap
yang rendah, sehingga "nilai budaya"
mcnurunnya kebudayaan.
menjadi rendah (Bagus, 1997; Pendit,
Pariwisata ineningkatkan pencurian-
1994; Pitana, 1998; Sockadijo,1997)
bcnda
kuno.
Para
Perubahan
dan
dinamika
wisatawan pada umumnya tertarik
tnerupakan suam ciri yang sangat hakiki
pada bcnda-benda kuno dan ingin
dalam masyarakat dan
m e m i l i k i benda-benda tersebut
Adalah suatu fakta yang tak terbantahkan,
karena bernilai tinggi dan sangat
bahwa "perubahan" tnerupakan
menarik walau dengan harga yang
fenomena
yang
selalu
kebudayaan.
suatu
tnewarnai
sangat tinggi. Namun karena benda-
perjalanan sejarah setiap masyarakat dan
benda tersebut tidak dijual dan tidak
kebudayaannya.
Masyarakat
dan
bisa dijumpai di pasaran maka secara
kebudayaan
tidak langsung dapat mcnumbuhkan
perkecualian dalam hal ini. B a l i selalu
niat j a h a t bagi seseorang
untuk
mengalami perubahan dan masa kemasa,
mencuri benda-benda kuno, dan
bahkan dari hari ke hari, telebih-lebih Bali
dijual kepada wistawan dengan harga
sebagai daerah tujuan wisata utama di
Bali
bukanlah
suatu
yang sudah pasti sangat tinggi.
Indonesia, dan tclah mcnerima kunjungan
Berubahnya tujuan kesenian dan
wisatawan sejak tahun 1920 an, yang
upacara tradisional yang bersifat
dalam pcrkembangan dan pengembangan
sakral.
pariwisatanya menerapkan " i d i o l o g i "
K e s e n i a n dan
tradisional
yang
upacara
sakral
dulu
tnerupakan adat kebiasaan
untuk
kalangan
tertentu. K a r e n a
pariwisata
dan
dengan
komcrsial
Hingga kini pari-
wisata budaya yang berkcmbang diyakini
sebagai generator dan motor penggerak
dalih
dalam perubahan sosial-budaya di B a l i
dan upacara tradisional cenderung
bersifat
pariwisata budaya.
ada
pariwisata budaya, maka kesenian
4.
Merosotnya mutu barang kerajinan.
sembarangan menyebabkan kualitas
pencurian
3.
5.
sehingga
(Pitana, 1994).
Dengan memaksimalkan faktorfaktor yang mengayakan
kebudayaan,
t u j u a n n y a berubah, y a i t u untuk
dan tncminimalkan faktor-faktor yang
konsumsi dan komoditi wisatawan.
menyebabkan kemiskinan kebudayaan,
T i m b u l n y a pcniruan gaya hidup
diharapkan
wisatawan. Gaya hidup wisatawan
pariwisata budaya akan terwujud seperti
seperti seks bebas. minum-minuman
uraian di atas yaitu pariwisata yang
beralkohol,
berbudaya dan berkelanjutanywvutsrponmlkjihgfedcbaWU
(sustainable).
penggunaan
obat
t e r l a r a n g ( n a r k o b a ) , d l l . sangat
tujuan
pengembangan
SUKARNO : RELEVANSI
PERDA NOMOR 3 TAHUN 1991
DALAM PEMBANGUNAN
PARIWISATA BUDAYA
BALI
sosial masyarakat; (10) dampak terhadap
PENUTUP
kesenian
dan adat istiadat meskipun
Dengan berpegang pada P E R D A
hanya pada kulit luamya saja.
No. 3 Tahun 1991, secara eksplisit diteU n t u k m c w u j u d k a n tujuan
gaskan bahwa hubungan timbal balik
pembangunan panwisata yang serasi,
antara pariwisata dan budaya lerjalin
selaras
dan
seimbang
dengan
secara s e r a s i , selaras dan simbang.
pembangunan kebudayaan B a l i perlu
Budaya yang dijiwai oleh agama Hindu
dijadikan sebagai modal dasar, faktor
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
d o m i n a n , dan faktor
penggerak
1. Memaksimalkan faktor-faktor yang
pembangunan pariwisata di B a l i , dengan
mengayakan kebudayaan (increasing
demikian akan selalu terjaga citraywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
(image)
culture), dan meminimalkan faktorbahwasanya masyarakat B a l i adalah
faktor yang menyebabkan k e m i s masyarakat yang agamais dan berbudaya.
kinan kebudayaan
(degrading
Kenyataan menunjukan bahwa
pembangunan pariwisata budaya di B a l i
masih sesuai dengan Perda No. 3 Tahun
1991
d i b u k t i k a n dengan
adanya
p a n w i s a t a , masyarakat B a l i semakin
sadar tentang n i l a i - n i l a i b u d a y a n y a
sehingga mendorong masyarakat B a l i
untuk m c l e s t a r i k a n kebudayaan dan
mendorong krcativitas masyarakat B a l i di
berbagai bidang yang berujung pada
t e r w u j u d n y a tujuan
pembangunan
pariwisata budaya yang serasi, selaras dan
seimbang antara scktor pariwisata dan
kebudayaan.
Tidak
dipungkiri
adanya
perubahan
dalam sosial budaya
masyarakat B a l i sebagai fenomena yang
s e l a l u m c w a r n a i pcrjalanan scjarah
masyarakat dan kebudayaannya, yaim :
( 1 ) ketergantungan dan k e r c n t a n a n
masyarakat setempat dengan masyarakat
yang lebih luas; (2)
hubungan
interpersonal antar anggota masyarakat;
(3) dasar-dasar organisasi/' kclembagaan
sosial; ( 4 ) adanya Migrasi; ( 5 )
terganggunya ritme kehidupan sosial; (6)
a d a n y a pola pembagian k c r j a ; ( 7 )
hilangnya stratifikasi dan adanya mobilitas s o s i a l ; ( 8 ) adanya d i s t n b u s i dan
pengaruh sosial; (9) munculnya penyakit
culture)
2.
H e n d a k n y a membatasi berbagai
m a c a m bentuk p c r i j i n a n y a n g
menyangkut bidang kepariwisataan,
j i k a bcrtentangan dengan pariwisata
budaya yang dikembangkan di Bali
seperti pcmberian ijin usaha kasino.
DAFTAR PUSTAKA
A r d i k a , l . W . 2004. P a r i w i s a t a B a l i :
Mcmbangun Pariwisata Budaya
dan M e n g e n d a l i k a n B u d a y a
Pariwisata. Dalam I Nyoman
D a r m a ( E d . ) : Bali
Menuju
Jagaditha:
Aneka
Perspektif.
Dcnpasar: Pustaka Bali Post.
Atmaja. N . B . 1991. Dampak
Pariwisata
Terhadap Lingkungan
Sosial
(Suatu Tclaah Teoritis) Singaraja: Program Studi Pcndidikan
sejarah, .lurusan Pendidikan I P S .
F K I P , Universitas Udayana.
Ave, J . 2000. Buatlah Bali lebih Hindu
saran yang disampaikan pada
rapat Pola Dasar Pembangunan
B a l i di Bappeda B a l i . Denpasar:
93
JURNAL
KEPARIWISATAAN
Volume 6, Nomor 2, September 2007
B a l i Post, Selasa , 29 Pebruari
pramagister S2 Program Studi
2000.
Kajian
Budaya, Universitas
Udayana.
Bagus,
I.G.N.
1991.
Kerangka
Konseptual
Kcserasian
Pitana, I G . 1999. Pelangi
Pariwisata
Transformasi
Nilai
dan
Bali. Denpasar: Pustaka B a l i
Pembangunan yang Berwawasan
Post.
Budaya.ywvutsrponmlkjihgfedcbaWUTSRPNMLKJIHGEDBA
Widya Pustaka. Tahun
V I I I . Edisi Khusus. April 1991.
Soekadijo,
R . G . 1997.
Anatomi
Denpasar: Fakultas
Sastra
Pariwisata.
Jakarta: Gramedia
Universitas Udayana.
Pustaka Utama
Koentjaraninggrat.
tropologi
Cipta.
1996. Pengantar AnI . Jakarta: R i n e k a
S o e m a r w o t o , O. 1990.
Ekologi,
Lingkungan
Hidup
dan
Pembangunan.
Jakarta:
Djambatan.
Pendit, N . S . 1994. llmu
Panwisata:
Sebuah Pengatar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Spillanc, J . J . 1997. Ekonomi
Pariwisata:
Sejarah dan Prospeknya.
Yogyakarta: Kanisius.
Peraturan Daerah Propinsi Bali no. 3
Tahun 1991 Tentang Pariwisata
Budaya.
Suratmo, G . F . 1991. Analisis
Dampak
Yogyakarta:
P i t a n a , E G . ( e d ) . 1994.
Dinamika
Masyarakat
dan
Kebudayaan
Ball. Denpasar: P u s t a k a B a l i
Post.
Pitana,
Mengenai
Lingkungan.
Gadjah
Mada
Universitas Press.
Undang-Undang
Rcpublik
Nomor 9 Tahun 1990
Kepariwisataan.
I . G . 1998,
Pariwisata.
dan
Interna s ional i s a s i.
Indegenisasi.
Paper disampaik a n dalam
kuliah
umum
Indonesia
tentang
Y o e t i . O . A . 1996. Pengantar
llmu
Pariwisata. Bandung: Angkasa.
94