Asal usul nama kecamatan jambi

Berdasarkan cerita rakyat setempat, nama Jambi berasal dari perkataan "jambe" yang
berarti "pinang". Nama ini ada hubungannya dengan sebuah legenda yang hidup dalam
masyarakat, yaitu legenda mengenai Raja Putri Selaras Pinang Masak, yang ada
kaitannya dengan asal-usul provinsi Jambi.
Penduduk asli Provinsi Jambi terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain Melayu Jambi,
Batin, Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan Bajau. Suku bangsa yang
disebutkan pertama merupakan penduduk mayoritas dari keseluruhan penduduk Jambi,
yang bermukim di sepanjang dan sekitar pinggiran sungai Batanghari.
Suku Kubu atau Anak Dalam dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena telah menetap
terlebih dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan
keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Ada
sementara informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan keturunan dari percampuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut sebagai suku Weddoid.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan "jinak" diberikan
kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan
telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan yang disebut "liar" adalah mereka yang
masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal
sistem bercocok tanam, serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang
mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan
rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa
(Rio), dibantu oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah

yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat
desa.
Strata Sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang
sistem pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah
terdengar istilah-istilah atau gelar-gelar tertentu untuk menyebut lapisan-lapisan sosial
dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal sebutan-sebutan yang "kabur" untuk
menunjukkan status seseorang, seperti orang pintar, orang kaya, orang kampung dsb.
Pakaian Pada awalnya masyarakat pedesaan mengenal pakaian sehari-hari berupa kain
dan baju tanpa lengan. Akan tetapi setelah mengalami proses akulturasi dengan berbagai
kebudayaan, pakaian sehari-hari yang dikenakan kaum wanita berupa baju kurung dan
selendang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepala. Sedangkan kaum pria
mengenakan celana setengah ruas yang menggelembung pada bagian betisnya dan
umumnya berwarna hitam, sehingga dapat leluasa bergerak dalam melakukan pekerjaan
sehari-hari. Pakaian untuk kaum pria ini dilengkapi dengan kopiah.
Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk,
Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak Satang.
Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia,
Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak
betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan Kematian
Filsafat Hidup Masyarakat Setempat: Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam

rajo.
sumber:Depdagri

BUDAYA JAMBI
1. ASAL USUL PEMBERIAN NAMA JAMBI

Ada beberapa versi tentang awal pemberian nama jambi, antara
lain:
1. Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran sungai
batanghari ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri Selaras
Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan
Majapahit. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di
antaranya kata pinang disebut jambe. Sesuai dengan nama ratunya
“Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu
Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.
2. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan
kerajaan baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran
sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo
Hitam.
3. Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de

Archipel bahwa Kerajaan Melayu Jambi dari abad 7 s.d. abad 13
merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Di sini
berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India,
Mesir, Cina, Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan dengan itu,
sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa
sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang
puteri Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya
dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain,
seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya
berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani
dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu
menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan

Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi
secara
akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan
tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir
yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir
memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai

”Jambi”, ditulis dengan aksara Arab: , yang secara harfiah berarti ’sisi’
atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau
’sahabat akrab’.
4. Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau
sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan
dengan Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran
Kenali sekarang. Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.
5. Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah
seorang raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal
dari ibukota kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan
dalam tempo satu jam. Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal
kata Jambi.

LOGO PROVINSI JAMBI:

LOGO KOTA JAMBI:

Asal Nama “Jambi”
‘Jambi’ berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Jawa yang berarti ‘Pinang’. Kemungkinan besar
saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan yang baru, pepohonan pinang banyak

tumbuh disepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo
Hitam.
Namun dari penjelasan di atas, ada versi lain yang menyebutkan bahwa kata Jambi itu justru
berasal dari bahasa Arab yang di tulis dalam tulisan Arab (huruf Hijaiyah) dengan makna sahabat
akrab. Demikian info dari teman bloger saya yang bernama Ridcho:
“Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de Archipel bahwa Kerajaan
Melayu Jambi dari abad ke 7 s.d. abad ke 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang
ramai. Disini berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina,
Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago

menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang puteri
Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab,
dan tidak kembali. Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama
suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga
Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan
Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari
ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang
Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”,
ditulis dengan aksara Arab yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah

(figuratif) bermakna ’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.”
Demikianlah pendapat yang kedua, dengan alasan jika memang dulunya Orang Kayo Hitam
menyebut pinang dengan kata jambe seharusnya putri pinang masak itu namanya Putri Jambe
Masak. Jadi menurut saya (pendapat teman bloger saya yang bernama M.Isa. Ansyori) kata jambi
itu bukannlah diambil dari bahasa Jawa, mengingat hingga sekarang masyarakat Jambi dari dulu
tetap menyebut pinang dengan istilah pinang, tidak pernah menyebutnya dengan kata jambe,
kecuali orang Jawa yang sudah tinggal di Jambi yang menyebutnya dengan kata jambe.
Asal-Usul Nama Jambi
Ada beberapa versi tentang awal pemberian nama jambi, antara lain :
1. Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran sungai Batanghari
ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri Selaras Pinang Masak, yaitu
semasa keterikatan dengan Kerajaan Majapahit. Waktu itu bahasa keraton
dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata pinang disebut jambe. Sesuai
dengan nama ratunya “Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan
Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut
"Jambi".
2. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan
baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran sungai Batanghari,
sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
3. Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de Archipel bahwa

Kerajaan Melayu Jambi dari abad 7 s.d. abad 13 merupakan bandar atau
pelabuhan dagang yang ramai. Di sini berlabuh kapal-kapal dari berbagai
bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina, Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan
dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa
sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang puteri
Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga
Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain
bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana

merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam
legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan
Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara
akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin
berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke
pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat
Melayu pada masa itu sebagai ”Janbi”, ditulis dengan aksara Arab: , yang secara
harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’
atau ’sahabat akrab’.
4. Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau sebelum disebut

Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan Kampung
Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang. Dari kata
Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.
5. Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah seorang
raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal dari ibukota
kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan dalam tempo satu jam.
Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal kata Jambi
Pada zaman dahulu, di Pulau Sumatera ada seorang gadis cantik bernama Putri Pinang Manak.
Putri itu sangat terkenal bukan hanya karena kecantikan, namun juga karena sifatnya yang
lemah-lembut dan baik hati.
Putri Pinang memiliki kecantikan yang sangat luar biasa. Kulitnya putih kemerah-merahan
seperti namanya, yaitu bagai kulit pinang yang masak. Siapa pun yang melihat kecantikan sang
putrid pasti akan terpesona.
Semua penduduk negeri itu menyukai Putri Pinang. Para wanita, terutama yang seumur
dengannya ingin bersahabat dengannya. Sebaliknya, para pemuda dan pangeran ingin
mempersuntingnya.
Pada suatu hari datanglah lamaran seorang raja yang kaya raya dan amat luas kekuasaannya. Dia
memiliki tambang emas dan perak. Tentu jika lamarannya ditolak, pasti sang raja akan marah
dan murka, bahkan mungkin akan timbul pertumpahan darah. Namun, dengan demikian tuan
putrid tidak menyukai raja tersebut. Konon karena raja itu berwajah buruk.

Putri Pinang bingung. Ia mencari akal bagaimana cara untuk menggagalkan lamaran raja. Setelah
diam sejenak, Putri Pinang berkata kepada utusan raja, “Baiklah, lamaran aku terima tetapi ada
dua syarat yang harus dipenuhi Sang Raja.”
“Apa saja syaratnya Tuan Putri?” Tanya utusan raja.
“Syarat pertama, Baginda raja harus dapat membuat istana yang indah dan megah berikut isi
perabotannya hanya dalam waktu satu malam. Mulai terbenam matahari sampai ayam berkokok
bersahut-sahutan.”
“Hamba akan sampaikan, Sang Putri. Kemudian apa syarat yang kedua, Tuan Putri?” Tanya
utusan raja. Tuan putrid menjawab, “Syarat yang kedua, jika Baginda gagal memenuhi syarat
yang pertama, maka dia harus menyerahkan semua kekayaan dan kerajaannya.”

Begitu mendengar syarat yang kedua, utusan raja itu menjadi merah padam. Namun demikian, ia
tidak dapat berbuat apa-apa. Kemudian utusan raja itu segera pulang dan menghadap Sang Raja.
Setelah persyaratan yang diajukan Putri Pinang disampaikan kepada Sang Raja, ia sangat terkejut
karena Baginda raja menyanggupi syarat-syarat itu. Begitu Sang Raja menyatakan
kesanggupannya, penasihat raja berkata, “Wahai tuanku! Sadarkah tuan resiko jika Tuan gagal
memenuhi syarat tersebut? Tuan akan kehilangan seluruh kekayaan alam dan kerajaannya.”
“Tidak mengapa, bukankah sudah lama aku hidup seorang diri. Kini saatnya aku mengambil
seorang permaisuri. Aku sangat mencintai Putri Pinang dan saya yakin dapat memenuhinya.”
Kemudian Sang Raja mengumpulkan rakyat dan ahli pertukangan di kerajaan. Bahkan ia

menyewa dan berani membayar mahal para tukang dari luar negeri agar pekerjaannya cepat
selesai. Para tukang diperintah bekerja keras dan cepat karena istana tersebut harus selesai dalam
waktu satu malam.
Pembangunan istana mulai dilaksanakan tepat ketika matahari terbenam. Beribu-ribu tukang
pandai dikerahkan sehingga terlihat terang benderang. Setiap saat raja berkeliling memeriksa
orang-orang yang sedang bekerja.
Raja tampak bahagia karena tepat tengah malam separuh pembangunan istana telah selesai
dengan sempurna. Sebaliknya, Putri Pinang merasa sangat cemas dan khawatir. Sebab
permintaannya untuk membuat istana dalam waktu satu malam hanyalah sekadar alas an yang
dicari-cari belaka. Hal ini ia lakukan agar raja tidak menikahinya.
Sang Raja bertambah bahagia ketika menjelang pagi dan istana hampir jadi. Sebaliknya, Tuan
Putri semakin cemas dan bingung. Makan tidak enak dan tidur pun tidak nyenyak. Ia terus
mencari akal dan tiba-tiba Tuan Putri mendapatkan akal. Kemudian ia pergi ke kandang ayam.
Ayam-ayam itu mengira hari telah siang. Ayam-ayam itu pun berkokok berulang-ulang. Raja
yang sedang memeriksa rakyat dan para pekerja yang sedang bekerja itu terkejut.
Dengan sangat berat hati Bagina berkata kepada rakyatnya dan para tukang, “Sudah, hentikan
pekerjaan ini!”
“Mengapa, Baginda? Bukankah pekerjaan kita sudah hampir selesai?” Tanya salah seorang
pekerja.
“betul katamu, tapi kita telah kalah. Dalam perjanjian, istana ini sudah harus selesai sebelum

ayam berkokok,” jawab Baginda.
“Tetapi, sebenarnya hari belum pagi, tidak seharusnya ayam-ayam berkokok. Sungguh aneh …!”
ujar para tukang.
“Sudahlah, kembalilah kalian ke tempat masing-masing. Kita sudah gagal memenuhi persyaratan
Putri Pinang. Sebagaimana dalam perjanjian, batas selesainya adalah sampai ayam berkokok
bersahut-sahutan”, demikian kata raja.
Dengan perasaan kecewa dan terpaksa, para pekerja akhirnya menghentikan semua pekerjaan.
Mereka kembali ke negeri asal masing-masing. Baginda raja tetap berdiri di tempat semula.
Hatinya hancur.
Dari balik bangunan istana yang belum jadi, Putri Pinang datang menemui Baginda raja. Ia
berkata, “Baginda, Anda telah gagal memenuhi syarat saya maka sesuai dengan kesepakatan
yang telah dibuat, Baginda harus menyerahkan seluruh harta dan kerajaan.”
Akhirnya, Baginda raja menyerahkan segala kekayaan dan kerajaannya kepada Putri Pinang.
Sejak saat itu negeri timur berubah nama menjadi negeri Putri Pinang. Dan gadis cantik itu
menjadi rajanya. Orang-orang dari negeri lain menyebut negeri itu sebagai Negeri Pinang.
Sedang dalam bahasa Jawa, pinang itu berarti jambe. Dari situ para raja di Jawa menyebut negeri
itu sebagai kerajaan Jambe. Lama-lama sebutan Jambe berubah menjadi Jambi. ***

Sumber:
Ulin Nikmah, ____, Kumpulan Cerita Rakyat Indonesia Cerita Rakyat Sumatra 2, Jakarta: CV.
Sinar Cemerlang Abadi. Hal. 22 – 28.