Hubungan Antara Psychological Well-Being Perawat Dengan Psychological Well-Being Pasien Anak Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Psychological Well-Being Perawat dengan Psychological Well-Being Pasie

Hubungan Antara Psychological Well-Being Perawat Dengan
Psychological Well-Being Pasien Anak
Tugas Akhir

Disusun Oleh:
Lourista Sahusilawane
462013063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

Hubungan Antara Psychological Well-Being Perawat Dengan
Psychological Well-Being Pasien Anak
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana keperawatan

Disusun Oleh :

Lourista Sahusilawane
462013063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

i

ii

iii

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena kasih dan
anugerah-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Hubungan Antara Psychological Well-Being Perawat Dengan
Psychological Well-Being Pasien Anak”.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk
menyelesaikan

pendidikan

Keperawatan

dan

memperoleh

gelar

Sarjana

Keperawatan. Dalam penyelesaian tugas akhir ini banyak tantangan yang penulis
alami namun berkat dukungan dari berbagai pihak maka penulis dapat
menyelesaikan pembuatan tugas akhir ini dengan baik.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak terkait yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini terdapat banyak
kekurangan namun kiranya semoga dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan Tuhan memberkati kita.

Salatiga, 28 November 2017
Penulis,

(Lourista Sahusilawane)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ............................... .i
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ........................................... .ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. .iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... .iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ .v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
Pendahuluan............................................................................................................1
Metode....................................................................................................................4
Hasil…....................................................................................................................5
Psychological Well-Being Perawat………………….…………………....5
Psychological Well-Being Pasien Anak………………………………......6
Hubungan antara Psychological Well-Being perawat dengan
Psychological Well-Being pasien anak…………………………………...7
Pembahasan……………………………………………………………………….7
Psychological Well-Being Perawat…………………………………..…...7
Psychological Well-Being Pasien Anak……………………………...…..10
Hubungan antara Psychological Well-Being perawat dengan
Psychological Well-Being pasien anak ..................................................... .12
Penutup................................................................................................................. .14
Kesimpulan ................................................................................................. .14
Saran ........................................................................................................... .14
Daftar Pustaka ...................................................................................................... .15

v


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tingkat PWB Perawat.................................................................................5
Tabel 1.2 Tingkat PWB perawat berdasarkan dimensi PWB......................................6
Tabel 2.1 Kondisi Psychological Well-Being Pasien Anak.........................................6
Tabel 2.2 Tingkat PWB pasien anak berdasarkan dimensi PWB................................7
Tabel 3.1 Hasil uji statistik hubungan antara PWB perawat dan PWB pasien anak....7

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin di Lokasi Penelitian ..........................................................18
Lampiran 2. Kuesioner...........................................................................................19
Lampiran 3. Informed Consent...............................................................................24
Lampiran 4. Letter of Acceptance (LoA)...............................................................28

vii


Hubungan Antara Psychological Well-Being Perawat Dengan Psychological
Well-Being Pasien Anak
Lourista Sahusilawane, Yulius Yusak Ranimpi, Desi
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Kristen Satya Wacana.
desi@staff.uksw.edu
Abstrak
Subjective well-being merupakan evaluasi individu terhadap kesejahteraan psikologisnya. Individu
dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis ketika dapat berfungsi positif secara psikologis. Seorang
perawat juga perlu untuk mencapai psychological well-being yang baik untuk membantu pasien
mencapai hal yang serupa. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui psychological
well-being perawat dan psychological well-being pasien anak serta hubungan antara psychological
well-being perawat dengan psychological well-being pasien anak. Penelitian ini menggunakan tipe
penelitian kuantitatif dengan pendekatan statistik inferensial yaitu analisis korelasional. Data
dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner kepada perawat dan pasien anak di bangsal anak
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang. Setelah dilakukan analisis data diketahui bahwa
psychological well-being perawat dan pasien anak berada dalam kisaran kategori sedang hingga
tinggi. Dan tidak terdapat hubungan antara psychological well-being perawat dengan psychological
well-being pasien anak. Perawat dan pasien anak memiliki psychological well-being yang baik
sehingga perawat dan pasien anak dapat berfungsi positif secara psikologis.

Kata kunci : Psychological well-being perawat, psychological well being pasien anak, subjective
well-being

The Relation Between Nurses and Pediatric Patients Of Psychological Well-Being
Abstract
Subjective well-being is an individual evaluation of psychological well-being. It is said that an
individual has psychological well-being when the individual can be functional well psychologically. A
nurse should be have to attain good psychological well-being to help patiens to obtain similar case.
The research objective is to knowing psychological well-being of nurses, knowing psychological wellbeing of pediatric patients and knowing the relation between nurses and pediatric patients of
psychological well-being. The research applied quantitative type of inferential statistic method that is
correlational analysis. Collected data by distributing questionnaire to nurses and pediatric patients in
RS. Panti Wilasa Citarum, Semarang. This research found that psychological well-being of nurses
and psychological well-being of pediatric patients are in the medium to advance range. There is no
relation between nurses and pediatric patients of psychological well-being. Nurses and pediatric
patient have good psychological well-being so that they can be functional well psychologically.
Keywords: Psychological well-being of nurses, psychological well-being of pediatric patients,
subjective well-being.

viii


PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia ini kesejahteraan dan kebahagiaan merupakan
sesuatu yang sangat ingin dimiliki oleh setiap individu. Sebagai manusia biasa di
dalam menjalani kehidupan pastinya merasakan kebahagiaan dan juga kesedihan.
Jika sesuatu yang diinginkan tercapai maka akan merasakan kebahagiaan, begitupun
sebaliknya jika sesuatu yang diinginkan tidak tercapai maka yang akan dirasakan
adalah kesedihan. Jika kesedihan yang dirasakan berlarut-larut dan tidak bisa diatasi
maka akan menimbulkan stres bahkan depresi, yang selanjutnya akan berpengaruh
negatif terhadap kesehatan mental (Nayana, 2013).
Seorang bayi contohnya ketika merasa lapar dia akan mencoba untuk
mengirimkan signal/kode berupa tangisan supaya bisa membuat ibu/pengasuhnya
memberikan apa yang diinginkannya seperti makanan atau minuman. Contoh
tersebut hendak menjelaskan bahwa setiap individu akan berusaha semaksimal
mungkin untuk memperoleh kebahagiaan dan kenyamanan bagi dirinya. Lalu apakah
sesungguhnya makna

kebahagiaan itu? Mungkinkah kebahagiaan tersebut dapat

memberi dampak bagi kebahagiaan orang lain?.
Dalam pandangan teori kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow,

manusia pada dasarnya memiliki lima kebutuhan yang bertingkat-tingkat mulai dari
kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologi sampai pada kebutuhan
aktualisasi diri. Untuk menuju pada jenjang kebutuhan yang lebih tinggi seseorang
harus memenuhi kebutuhan yang ada di tingkat bawahnya. Ketika semua
kebutuhannya terpenuhi dan sudah mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu aktualisasi
diri, maka individu tersebut bisa membantu orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya (Purwanto, 2006).
Terpenuhinya kebutuhan seseorang dari kebutuhan yang bersifat paling dasar
hingga kebutuhan yang paling tinggi adalah salah satu hal mendasar yang mampu
membuat seseorang merasakan kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan dambaan
setiap manusia dalam hidupnya. Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi
ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Tingkat kesejahteraan seseorang
tentunya perlu dievaluasi secara berkala. Evaluasi kesejahteraan diri seseorang di
kenal dengan istilah subjective well-being (Krisnawati, 2013).
Subjective well-being memiliki pengertian yaitu evaluasi individu terhadap
kesejahteraan psikologisnya. Subjective well-being memiliki dua unsur penilaian
yaitu afektif dan kognitif. Bila secara afektif orang tersebut merasa bahagia dan
1

2


secara kognitif ia menilai hidupnya memuaskan maka bisa dikategorikan memiliki
subjective well-being yang tinggi. Unsur afektif berkenaan mengenai emosi, suasana
hati (mood) dan perasaan (feelings) individu tersebut. Sedangkan unsur kognitif
merujuk kepada pemikiran seorang individu terhadap kepuasan hidupnya secara
menyeluruh dan juga secara spesifik atau dalam bagian-bagian tertentu, seperti
kehidupan kerjanya atau hubungannya dengan individu yang lain (relation) (Nayana,
2013)
Terdapat dua komponen dasar dalam subjective well-being, yaitu: kepuasan
hidup (life satisfaction) dan afektif. Life satisfaction merupakan sisi kognitif dari
subjective well-being. Life satisfaction adalah suatu penilaian reflektif, suatu
penilaian dalam diri seseorang, bagaimana sesuatu pengalaman hidup baik atau
buruk berjalan dan terjadi terhadap dirinya. Menurut Seligman, afek positif dapat
dibedakan menjadi afek positif akan masa lalu, masa sekarang, dan masa akan
datang. Afek positif mengenai masa depan mencakup optimisme, harapan, keyakinan
dan kepercayaan. Afek positif masa sekarang mencakup kegembiraan, ekstase,
ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap, dan flow (suatu keadaan pikiran
yang di dalamnya kesadaran manusia berada dalam keadaan teratur dan selaras).
Afek positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan,
dan kedamaian. Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi yang tidak

menyenangkan. Menurut Diener emosi negatif yang paling sering dirasakan adalah
kemarahan, kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, stress, frustasi, merasa malu dan
bersalah, serta iri hati (Nayana, 2013)
Menurut Diener, Wirtz, Biswas-Diener, Tov, Prieto, Choi, dan Oishi 2009,
dalam (Dewanto, 2015), kesejahteraan terdiri dari tiga hal yaitu pengalaman positif
dan negatif, pikiran positif dan negatif, serta kesejahteraan psikologis atau yang
sering disebut dengan Psychological Well-Being. Seseorang yang memiliki
pengalaman positif negatif yang lebih banyak dibandingkan dengan emosi negatifnya
akan lebih sejahtera. Berpikir positif dan mengurangi pikiran negatif adalah hal yang
dibutuhkan bagi seseorang untuk mencapai kesejahteraan.
Psychological Well-Being (PWB) mewakili fungsi manusia yang optimal.
Fungsi tersebut adalah makna dan tujuan hidup, hubungan yang saling mendukung
dan

menguntungkan,

keterlibatan

dan

ketertarikan,

berkontribusi

terhadap

kesejahteraan orang lain, kompetensi, penerimaan diri, optimis, dan respek terhadap

3

diri dan orang lain. Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi penerimaan diri
(self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others),
pertumbuhan pribadi (personalgrowth), memiliki tujuan hidup (purpose in life),
penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan otonomi (autonomy).
Kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan PWB. Kesejahteraan psikologis
dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya
gejala-gejala depresi. Seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis
ketika dapat berfungsi positif secara psikologis (Dewanto, 2015).
Kesejahteraan seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan.
Penurunan kesehatan dan fungsi fisik seseorang menyebabkan penurunan
kesejahteraan (Dewanto, 2015). Penelitian yang dilakukan di kabupaten Sidoarjo
menggambarkan bahwa kondisi fisik yang terganggu membuat individu terbatas
dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri maupun aktivitas
sosial (Aini dan Aisyah, 2013).
Kesejahteraan dapat didukung oleh kesehatan fisik yang baik. Apabila
kesehatan fisik berada dalam kondisi buruk, maka akan meningkatkan perasaan
sedih, patah semangat terhadap masa depan, serta mengalami penurunan kepercayaan
diri (Sujana, 2015). Oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk
memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat. Beberapa
penelitian terdahulu yang telah dilakukan menjelaskan beberapa faktor penting dalam
pencapaian subjective well-being, salah satunya adalah kesehatan mental
(Krisnawati, 2013).
Seorang perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, harus
optimis membawa kenyamanan kepada pasien baik di dalam lingkup rumah sakit
maupun di luar dan juga seorang perawat harus memiliki kemampuan untuk
mendorong pasien berpikir positif dalam penyembuhan penyakit pasien. Dalam
rangka mengembangkan hubungan yang sehat, penting bahwa seorang perawat
memahami reaksi emosional manusia, dan kesejahteraan psikis adalah kunci untuk
memahami hal ini sepenuhnya. Perawat juga harus menyadari ketika seorang pasien
marah, depresi, bingung atau takut, dan mengambil langkah yang diperlukan untuk
menangani emosi tersebut sehingga tidak memperburuk kondisi kesehatan pasien,
karena dampaknya akan berbeda-beda tergantung oleh perkembangan usia,
pengalaman sakit dan dirawat dirumah sakit, support system, serta keterampilan
koping dalam menangani masalah. Hal ini tentunya akan berdampak besar bagi

4

pasien khususnya bagi pasien yang masih berada dalam masa perkembangan yaitu
anak (Yusuf dkk, 2015).
Dalam konteks seperti inilah seorang perawat perlu memiliki PWB yang baik.
Apabila PWB seorang perawat baik maka dia bisa membantu pasien, termasuk
pasien anak untuk mencapai hal yang serupa. Tugas pokok perawat ialah membantu
kesembuhan pasien, memulihkan kondisi kesehatan yang optimal dan membantu
kemandirian pasien. Dengan demikian kesejahteraan pasien anak dipengaruhi oleh
kualitas kesehatan yang dimilikinya (Putra, 2014).
Pada dasarnya kondisi psikis anak sangat berpengaruh dalam masa tumbuh
kembangannya. Apabila pasien anak dipengaruhi oleh afek negatif dari perawat
maupun lingkungan rumah sakit maka akan menimbulkan dampak negatif baginya.
Dampak negatif yang dialami pasien anak akan mempengaruhi proses pengobatan
dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikisnya. Kesejahteraan psikis pasien
anak akan sangat dipengaruhi oleh peran perawat. Dalam hal ini kesejahteraan psikis
seorang perawat juga harus diperhatikan karena hal tersebut memiliki pengaruh yang
besar bagi kesejahteraan psikis seorang anak saat menerima pelayanan keperawatan
(Yusuf dkk, 2015).
Dari uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat bahwa apakah
kesejahteraan psikologis seorang perawat dapat mempengaruhi psikologi pasien anak
yang dirawat dirumah sakit. Tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis perawat, kesejahteraan psikologis
pasien anak, serta hubungan antara tingkat kesejahteraan psikologis perawat dan
tingkat kesejahteraan psikologis pasien anak.

METODE
Dalam penelitian ini tipe penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan
pendekatan statistik inferensial yaitu analisis korelasional. Pengukuran tingkat
kesejahteraan psikologgis bagi perawat menggunakan kuesioner yang dibuat dan
dikembangkan oleh Ryff (1989) yaitu Ryff’s Psychological Well-Being Scales,
sementara alat ukur tingkat kesejahteraan anak menggunakan Emotional and
Psychological Well-Being in Children : The Standardisation of the Stirling
Children‟s Well-Being Scale yang dikembangkan oleh Dr Ian Liddle dan Greg
Carter. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, Semarang
selama kurang lebih 3 bulan. Populasinya adalah sebanyak 16 perawat yang bekerja

5

di bangsal perawatan anak dan juga sebanyak 13 pasien anak yang berusia 8 tahun ke
atas di bangsal tersebut. Sementara untuk penentuan sampel penelitian, peneliti
menggunakan metode total sampling yaitu pengambilan seluruh populasi untuk
menjadi riset partisipan. Data yang terkumpul kemudian dianalisa dan diuji
korelasinya menggunakan Spearmen Rho dengan taraf signifikansi 0,05 dengan dasar
pengambilan keputusan yaitu jika p-value > 0,05 maka H0 diterima (tidak ada
hubungan yang signifikan). Namun, apabila p-value < 0,05 maka H1 ditolak
(terdapat hubungan yang signifikan).

HASIL
Hasil uji statistik tentang PWB perawat dan pasien anak serta hubungan dari
keduanya dipaparkan dalam bentuk tabel frekuensi dan presentase.
1.

Psychological Well-Being Perawat
Tingkat kesejahteraan psikologis perawat diinterpretasikan dengan kategori

sangat rendah hingga sangat tinggi baik secara umum maupun per dimensi. Berikut
adalah data mengenai PWB perawat.
Tabel 1.1 Tingkat PWB perawat
Kategorisasi

Frekuensi

Presentase (%)

Sangat rendah

0

0

Rendah

0

0

Sedang

0

0

Tinggi

16

100

Sangat tinggi

0

0

Jumlah

16

100

Tabel di atas menunjukan bahwa kesejahteraan psikologis keseluruhan partisipan ada
pada kategori tinggi.

6

Sementara uji statistik per dimensi kesejahteraan psikologis didapatkan hasil
seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.2 Tingkat PWB perawat berdasarkan dimensi PWB
Dimensi

Mean Skor Interpretasi

Mandiri

26,12

Tinggi

Penguasaan lingkungan

26,81

Tinggi

Pengembangan atau

27,69

Tinggi

31,00

Tinggi

Tujuan hidup

26,62

Tinggi

Penerimaan diri

25,38

Sedang

pertumbuhan pribadi
Hubungan positif dengan orang
lain

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa PWB perawat cenderung tinggi
hampir di semua dimensi kecuali pada dimensi Penerimaan Diri yang ada pada
kategori sedang.

2.

Psychological Well-Being Pasien Anak
Rentang interpretasi kesejahteraan psikologis anak sama degan pada

kesejahteraan psikologis perawat. Yang menjadi pembeda adalah pada uji statistik
per dimensi yang hanya meliputi 2 dimensi saja. Tabel berikut menunjukan PWB
pasien anak.
Tabel 2.1. Kondisi psychological well-being pasien anak
Kategorisasi

Frekuensi

Presentase
(%)

Sangat rendah

0

0

Rendah

0

0

Sedang

0

0

Tinggi

1

7,7

Sangat tinggi

12

92,3

Jumlah

13

100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan hampir semua partisipan (92.3%) memiliki
tingkat PWB yang sangat tinggi, sementara hanya 7.7% atau 1 partisipan saja yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi.

7

Diuji dari segi dimensi Positive Emotional State dan Positive Outlook.
Keseluruhan partisipan ada pada kategori sangat tinggi. Tabel di bawah ini
menunjukan lebih spesifik terkait hasil di atas.
Tabel 2.2 Tingkat PWB pasien anak berdasarkan dimensi PWB
Dimensi

Mean

Interpretasi

skor
Positive

22,92

Sangat tinggi

23,46

Sangat Tinggi

emotional state
Positive outlook

3. Hubungan antara Psychological Well-Being perawat dengan Psychological WellBeing pasien anak
Hasil analisis bivariat tentang hubungan antara PWB perawat dengan PWB
pasien anak ditunjukan dalam tabel berikut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil uji statistik hubungan antara PWB perawat dan PWB Pasien Anak
PWB Perawat

PWB Pasien Anak

1

-,381

Pearson Correlation

PWB

Perawat Sig. (2-tailed)
N

.199
16

13
1

PWB

Pearson Correlation

-,381

Pasien

Sig. (2-tailed)

.199

Anak

N

13

16

Berdasarkan hasil uji Spearman Rho didapatkan nilai signifikan sebesar 0,199 > 0,05
maka H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya bahwa tidak ada hubungan antara
PWB perawat dengan PWB anak.

PEMBAHASAN
1.

Psychological Well-Being Perawat
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PWB perawat termasuk dalam

kategori tinggi yang secara teoretik mengindikasikan bahwa perawat memiliki
penerimaan diri yang baik, mampu menciptakan hubungan yang positif dengan orang
lain, memiliki kemandirian, mampu melakukan penguasaan lingkungan, memiliki
tujuan hidup, dan mampu mengembangkan potensi dalam diri.

8

Individu yang memiliki nilai yang tinggi dalam aspek penerimaan akan
memiliki sikap yang positif dalam menghargai dan menerima berbagai aspek yang
ada pada dirinya, baik kualitas diri yang baik maupun buruk. Sebaliknya, individu
yang memiliki nilai yang rendah akan merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri,
merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya, dan berharap
menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri (Nenny, 2015). Aspek hubungan
positif dengan orang lain merupakan aspek yang menekankan pada pentingnya
kehangatan, hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Aspek
mandiri yang dimiliki oleh individu dapat menentukan segala sesuatu seorang diri
dan mampu mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan dari orang lain.
Individu yang memiliki aspek penguasaan lingkungan dapat mengendalikan berbagai
aktivitas eksternal yang berbeda di lingkungannya termasuk mengatur dan
mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari (Nenny, 2015). Individu yang memilki
aspek tujuan dalam hidupnya memiliki rasa keterarahan dalam hidup, mampu
merasakan arti dari kehidupan saat ini dan masa lalu serta memiliki target yang ingin
dicapai dalam hidup. Selanjutnya aspek pertumbuhan pribadi yaitu kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru.
Aspek-aspek tersebut akan berkembang dengan cara yang bervariasi pada individu
dalam upaya untuk dapat berfungsi secara positif (Malika, 2008).
Aspek penerimaan diri merupakan salah satu karakter dari individu yang
mengaktualisasikan dirinya dimana mereka dapat menerima dirinya apa adanya,
memberikan penilaian yang tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri.
Aspek hubungan positif dengan orang lain sangatlah penting karena selain membina
hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan, individu memiliki kepedulian
terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, serta memahami
prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Aspek mandiri yaitu
menyangkut nasib sendiri, bebas dan memiliki kemampuan untuk mengatur perilaku
sendiri. Ciri utama dari seorang individu yang memiliki kemandirian yang baik
antara lain memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur
tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri (Fransisca, 2005). Aspek
penguasaan lingkungan yaitu kemampuan individu untuk memilih, menciptakan dan
mengelola lingkungan agar sesuai dengan kondisi psikologisnya dalam rangka
mengembangkan diri. Aspek tujuan hidup merupakan bagian penting dari
karakteristik

individu

yang memiliki

PWB.

Kondisi

mental

yang sehat

9

memungkinkan individu untuk menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu dalam
hidup yang dijalaninya serta mampu untuk memberikan makna pada kehidupannya.
Selanjutnya aspek pertumbuhan pribadi yaitu bagaimana individu memandang
dirinya berkaitan dengan harkat manusia untuk selalu tumbuh dan berkembang.
Seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan adanya
perasaan

mengenai

pertumbuhan

yang

berkesinambungan

dalam

dirinya,

memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang,
terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam
menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada
diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi yang
lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah (Meithy, 2017).
Seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis ketika dapat
berfungsi positif secara psikologis. Begitu juga dengan seorang perawat. Perawat
yang memiliki kesejahteraan psikologis dapat berfungsi secara positif begitupun
sebaliknya perawat dengan fungsi negatif secara psikologis akan membuat perawat
tidak mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik bahkan lalai dalam
menjalankan fungsinya sebagai seorang perawat (Dewi, 2015). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di Samarinda yang menunjukkan perawat yang
mengalami emosi negatif tidak hanya akan menimbulkan bahaya bagi pasien, namun
juga bagi dirinya sendiri (Netty, 2016).
Seseorang yang menghadirkan emosi positif dalam dirinya akan mengatasi
emosi negatif dengan lebih cepat dan tangguh dalam mengatasi kesulitan. Emosi
positif tidak hanya mempercepat penanganan terhadap emosi negatif namun juga
membangun ketahanan sumber daya pribadi yang lebih lama (Ayu, 2015). Perawat
dengan emosi positifnya akan mampu memberikan pelayanan yang baik sesuai
dengan peran keperawatannya serta kenyamanan bagi pasien di rumah sakit.
Individu yang dapat berfungsi positif secara psikologis memiliki enam
dimensi PWB menurut teori Ryff yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan
orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan
pribadi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memiliki keenam
dimensi PWB dengan nilai yang sedang hingga tinggi. Dimensi hubungan positif
dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan
pertumbuhan pribadi memiliki nilai yang tinggi sedangkan dimensi penerimaan diri

10

memiliki nilai sedang ini berarti aspek penerimaan diri dari perawat sewaktu-waktu
baik dan juga tidak.
Seorang perawat yang harus selalu berhubungan dengan banyak orang dalam
bidang kerjanya, haruslah dapat membentuk sikap-sikap yang baik demi pekerjaan
dan pelaksanaan tugas-tugasnya. Individu yang mempunyai kepribadian yang sehat
adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ciri dan
karakteristik kepribadian yang sehat diantaranya individu dapat menerima dirinya
dan hidup dengan tanpa perasaan bersalah, cemas dan marah. Untuk mencapai
kepribadian yang sehat, individu harus senang menjalani perannya dengan baik dan
mendapatkan kepuasan dari perannya tersebut. Ketidakpuasan individu terhadap
dirinya dan peran yang harus dijalaninya secara cepat atau lambat akan
mempengaruhi kesehatan mentalnya. Dengan demikian kepribadian yang sehat
secara psikologis tersebut merupakan salah satu karakteristik dari penerimaan diri
yang diperlukan oleh seorang individu (Irmawati, 2008).

2.

Psychological Well-Being pasien anak.
Anak yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan berpengaruh kepada

kondisi fisik dan psikologisnya. Penurunan kesehatan dan fungsi fisik seseorang
menyebabkan penurunan kesejahteraan. Kesejahteraan psikologis lebih dipengaruhi
oleh faktor kesehatan. Kondisi disabilitas atau ketidakmampuan untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari karena kesehatan menurun atau fungsi fisik yang berkurang
akibat adanya sakit atau penyakit sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis seseorang (Farah dan Sofia, 2012). Bagi anak saat sakit dan dirawat di
rumah sakit merupakan keadaan yang krisis sehingga harus beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit sehingga reaksi anak secara garis besar adalah sedih, takut,
rasa tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan dan menyakitkan. Reaksi
ini akan berbeda-beda berdasarkan tahap tumbuh kembang anak (Naviati, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PWB pasien anak termasuk dalam kategori
tinngi hingga sangat tinggi yang mengindikasikan bahwa pasien anak dapat berfungsi
positif secara psikologis. PWB sebagai keadaan dimana kesehatan mental seseorang
mengacu pada banyaknya kualitas kesehatan mental positif seperti keadaan dapat
menyesuaikan diri dan lingkungan sekitarnya. Pasien anak dengan kesehatan mental
yang positif dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru di rumah
sakit (Wakidah, 2015).

11

Anak mulai mengerti kenapa sakit bisa terjadi dan mampu memahami bahwa
orang tua tidak harus selalu berada di sampingnya. Anak mengerti bahwa orang tua
akan rutin berkunjung serta memberikan dukungan. Pasien anak membutuhkan rasa
aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh
orang tuanya karena pada usia ini pasien anak berusaha independen dan produktif
(Naviati, 2011).
Anak (8-15 tahun) dalam tahap perkembangan memiliki psychological wellbeing yang tinggi sebab dalam usia ini anak mampu melepaskan diri dari orang tua
untuk waktu yang terbatas, mampu mengalihkan perhatiannya dari orang tua kepada
orang dewasa lain, mampu bekerja sama dengan teman sebayanya, dapat tertarik
belajar sesuatu yang baru dan mampu nemyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
(Amel, 2015). PWB merupakan konsep pencapaian kesehatan individu sebagai
fungsi kesehatan mental yang positif. Deskripsi individu yang memiliki PWB yang
baik adalah individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, mampu menciptakan
hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki kemandirian, mampu melakukan
penguasaan lingkungan, memiliki tujuan hidup, dan mampu mengembangkan potensi
dalam diri.
Individu yang mencapai kesejahteraan psikologis dapat meningkatkan
kebahagiaan, kesehatan mental yang positif, dan pertumbuhan diri (Elisa dan
Yohanes, 2016). Dalam konteks sakit, pasien anak juga dapat menyelesaikan tugastugasnya dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya untuk
mencapai kesejahteraan psikologisnya dengan bantuan dari perawat. Oleh karena itu,
perawat hendaknya bersikap profesional dalam memberikan asuhan keperawatan.
Dalam penelitian di RSUD AW Sjahraine Samarinda menunjukkan bahwa
dalam memberikan asuhan keperawatan dibutuhkan pelayanan yang baik dari
seorang perawat agar dapat memberikan kepercayaan diri bagi pasien. Pelayanan
yang positif dapat membuat pasien anak merasa senang dan nyaman selama dirawat
oleh perawat tersebut dan dapat pula mempengaruhi tingkat kesehatan pasien anak
yaitu pasien anak menuruti kata-kata dan nasehat perawat, anjuran dan lainnya yang
dapat membuat pasien anak lebih bersemangat lagi, lebih berpikir positif sehingga
tercapai penyembuhan dan mampu mengembangkan tugas-tugasnya dalam mencapai
kesejahteraan psikologisnya (Silvy, 2015).
Berdasarkan alat ukur stirling yang dipakai untuk mengukur PWB pasien
anak dapat dilihat bahwa PWB pasien anak berada dalam kategori tinggi hingga

12

sangat tinggi dengan masing-masing dimensi yaitu dimensi positive emotional state
memiliki interpretasi sangat tinggi sedangkan dimensi positive outlook memiliki
interpretasi tinggi. Emosi positif yang dimiliki oleh individu menandakan bahwa
kecerdasan emosinya baik sebab kecerdasan emosi merupakan kemampuan yang
dimiliki oleh individu dalam mengenali emosi yang muncul, mengelolahnya dengan
optimal agar menjadi emosi positif, memotivasi diri sendiri untuk mencapai target
yang diinginkan, peka terhadap emosi yang ditunjukkan orang di sekitar (Eliyanto
dan Hendriani 2013). Cara pandang yang positif dan berpikir positif merupakan
suatu hal yang penting untuk dilakukan karena dalam berpikir positif akan
mempengaruhi emosi dan tingkah laku menjadi lebih positif juga sehingga pemikiran
positif tersebut dapat memberikan semangat serta motivasi bagi individu dalam
menjalani bahkan mengatasi permasalahan yang sedang dilaluinya (Aji dkk, 2013).
Individu yang berpikir positif dapat menghadirkan kebahagiaan, sukacita,
kesehatan, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Apapun yang individu
harapkan, pikiran positif akan mewujudkannya. Berpikir positif juga juga merupakan
cara pandang individu yang mengedepankan atau meilhat sesuatu dan segala apa
yang terjadi dalam hidupnya sebagai pengalaman yang sangat berharga. Selain itu
berpikir positif juga memiliki efek luar biasa untuk meningkatkan kesehatan tubuh
individu (Mutohar, 2015).

3.

Hubungan antara Psychological Well-Being perawat dengan Psychological
Well-Being pasien anak.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara PWB

perawat dengan PWB pasien anak di RS Panti Wilasa Citarum. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor yaitu lingkungan rumah sakit,
pengalaman dirawat dan intensitas perawat.
Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan memerlukan lingkungan fisik yang
sehat untuk mendukung kegiatan pengguna. Ruang rawat inap merupakan salah satu
bagian penting di rumah sakit. Lingkungan medis di ruang rawat inap diharapkan
menjadi tempat yang mendukung proses penyembuhan pasien. Ruang rawat inap
yang mengakomodasi pasien dalam kenyamanan psikologis dan fisiologis akan
membantu proses pemulihan pasien. Perencanaan dan perancangan fisik rumah sakit

13

berbanding lurus dengan kualitas layanan medis. fisik rumah sakit yang baik akan
memberikan tingkat kenyamanan yang optimal bagi penggunanya (Yetti, 2017).
Pengalaman bagi anak yang sudah pernah dirawat di rumah sakit tidak
memberikan dampak bagi hospitalisasi sebab pengalaman anak sebelumnya terhadap
proses sakit dan dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan sehingga anak akan lebih kooperatif pada tim medis. Anak yang
pernah mengalami perawatan di rumah sakit tentu akan menunjukkan reaksi berbeda
bila dibandingkan dengan anak yang baru pernah. Anak yang pernah dirawat di
rumah sakit telah memiliki pengalaman akan kegiatan yang ada di rumah sakit,
sedangkan anak yang baru pernah dirawat mungkin mengalami tingkat kecemasan
yang tinggi terhadap efek hospitalisasi (Siwahyudati, 2017).
Intensitas perawat dalam menjalankan tugasnya yakni memberikan pelayanan
keperawatan baik berupa pemberian tindakan langsung maupun pendidikan
kesehatan pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan bahwa perawat yang sejahtera baik
secara fisik maupun psikologis akan memiliki performa kerja yang baik serta mampu
produktif bekerja secara maksimal (Meta, 2012). Pekerjaan yang dilakukan di rumah
sakit terutama di perawatan intensif termasuk rawat inap adalah pekerjaan yang
membutuhkan kemampuan yang tinggi untuk merawat pasien. Seorang perawat
diharapkan selalu peduli terhadap pasiennya. Perawat tidak memandang pasien anak
hanya sebagai individu yang sedang sakit secara fisik atau bio tetapi juga
memperhatikan kondisi mental, sosial, spiritual, dan kultural. Seorang perawat harus
selalu mengembangkan sikap, perilaku dan pengetahuannya dalam melakukan
pelayanan (Ernauli, 2014).
Perilaku dalam pelayanan yang ditampilkan oleh perawat adalah dengan
memberikan rasa nyaman, perhatian, kasih sayang, peduli, pemeliharaan kesehatan,
memberi dorongan, empati, cinta, percaya, melindungi, kehadiran, mendukung,
memberi sentuhan dan siap membantu dan mengunjungi pasien (Ernauli, 2014).
Pelayanan seperti ini akan mendorong pasien dalam perubahan aspek fisik,
psikologis, spiritual dan sosial ke arah yang lebih baik. Peran perawat yang positif
dalam memberikan tindakan sangatlah penting terhadap perkembangan kondisi
pasien anak dan sangat membantu terhadap tindakan yang dilakukan demi
kesembuhan pasien anak. Sikap perawat yang hangat, bersahabat, penuh pengertian
dan tegas akan membantu pasien anak mendapatkan pengalaman emosional yang

14

baik di rumah sakit. Dari pengalaman emosional yang baik yang dimiliki pasien anak
akan meminimalkan kejadian-kejadian yang berdampak buruk bagi pasien anak saat
di rawat di rumah sakit dan dapat membantu kesembuhan pasien anak sehingga dapat
membantu anak dalam meningkatkan PWBnya (Meta, 2012).

KESIMPULAN
Perawat yang memiliki kesejahteraan psikologis dapat berfungsi secara
positif begitupun sebaliknya perawat dengan fungsi negatif secara psikologis akan
membuat perawat tidak mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik
bahkan lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang perawat. Begitu juga
dengan pasien anak yang memiliki PWB yang baik dapat berfungsi positif secara
psikologis sehingga dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru di
rumah sakit.
Melalui penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara PWB perawat dengan PWB pasien anak. Tidak adanya hubungan
ini dikarenakan perawat dan pasien anak telah berfungsi positif secara psikologis
sehingga dapat mencapai PWB yang baik.

SARAN
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan antara lain
tidak diikutkannya variabel-variabel yang kemungkinan memiliki hubungan dengan
PWB pasien anak seperti dukungan orang tua, riwayat hospitalisasi dan profil
sosiodemografi. Selain itu, pengisian kuesioner anak dalam penelitian ini
diwakilkan oleh orang tua anak sehingga memungkinkan terjadi intervensi pada
jawaban yang sebenarnya dirasakan anak
Saran

bagi

penelitian

psychological

well-being

selanjutnya

agar

mengikutsertakan variabel yang lebih luas dan mengantisipasi hal-hal yang dapat
mengganggu variabel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika.
Aini S. N & Aisyah S. N, 2013. Psychologicall Well Being Penyandang Gagal
Ginjal. Jurnal Penelitian Psikologi. Program Studi Psikologi, Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Vol.4 No. 01.
Aji P. M dkk, 2013. Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif Terhadap Depresi Pada
Penderita Diabetes Melitus. Thesis Profesi Psikologi Program Pasca
Sarjana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Amel Y, 2015. Perkembangan Psikologi Bayi-Remaja. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas..
Ayu M. S, 2015. Hubungan Antara Perilaku Proposial Dengan Kesejahteraan
Psikologis Pada Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 2 Jogjakarta.
Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jogjakarta.
Dewanto W, 2015. Intervensi Kebersyukuran dan Kesejahteraan Penyandang
Disabilitas Fisik : Journal of Profesional Psychology,. Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 1, No.1.
Dewi Y, 2015 Stres Kerja Pada Perawat Instalasi Gawat Darurat di RSUD Pasar
Rebo. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta.
Elisa M & Yohanes K. H, 2016. Hubungan Antara Perilaku Prososial Dengan
Psychological Well-Being Pada Remaja. Jurnal Psikologi Udayana
Universitas Udayana, Vol.3 No.1.
Eliyanto H & Hendriani W, 2013. Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan
Penerimaan Ibu Terhadap Anak Kandung Yang Mengalami Cerebral
Palsy. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Universitas
Airlangga Surabaya, Vol.2 No.02.
Ernauli, M, 2014. Hubungan Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Terkait
Hospitalisasi Anak di Ruang Melati RSUD Kota Bekasi. Program Studi
Ilmu Keperawatan, STIKES Medistra Indonesia, Bekasi.
Farah P & Sofia R, 2012. Pengaruh Konseling Kebermaknaan Hidup Terhadap
Kesejahteraan Psikologis Difabel. Jurnal Psikosains Universitas
Muhammadiyah

Gresik.

Vol.4

No.

2.
15

16

Fransisca, Ninawati, 2005. Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa
Muda Ditinjau Dari Pola Attachment. Jurnal Psikologi Universitas
Tarumanegara, Jakarta, Vol.3 No.1.
Ian L, Greg C. Emotional and Psychological Well-Being in Children: The
Standardisaation of the Stirling Children‟s Well-Being Scale. Stirling
Council Educational Psychology Service.
Irmawati, 2008. Hubungan antara konsep diri dengan perilaku melayani pada
perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah “Roemani” Semarang.
Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Krisnawati R, 2013. Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) Buruh
Pabrik PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Lee, H.E. A Cross-Cultural Validation of the Six-Factor Model of Psychological
Well-Being. University of Hawai„i at Mānoa Emiko Taniguchi, University
of Texas at Austin.
Malika A.R, 2008. Psychological Well-Being Pada Wanita Dewasa Muda yang
Menjadi Istri Kedua. Jurnal Psikologi Universitas Indonesia.
Meta N. D. S, 2012. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja
Perawat Pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan.
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.
Meithy, Ranchia, 2017. Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Remaja Lakilaki di SMA Negeri Se-DKI Jakarta. Jurnal Bimbingan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta.
Mutohar M, 2015. Kekuatan Berpikir Positif Untuk Mencapai Kesembuhan (Studi
Terhadap Pasien Kanker Payudara RS Kariadi Semarang). Skripsi
Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Naviati, E, 2011. Hubungan Dukungan Perawat Dengan Tingkat Kecemasan
Orang tua di Ruang Rawat Anak RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis
Fakultas Ilmu Keperawatan, Program Magister Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia, Depok.
Nayana N. F, 2013. Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-being Pada
Remaja. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Malang.

17

Nenny I, 2015. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Well-Being Karyawan in Pt.
Intan Havea Industry Medan. Jurnal Psikologi Universitas HKBP
Nommensen. Vol.1 No.1.
Netty D, 2006. Emosi Positif Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Wahab Sjahraine Samarinda. Jurnal Ilmiah Universitas
Mulawarman Samarinda.
Purwanto, D. M. B. A, 2006. Komunikasi Bisnis: Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Putra P, 2014. Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan
Psikologi

Di Kalangan Perawat Di Kota Medan. Skripsi Fakultas

Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Silvy, A, 2014. Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat Dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Ruang Cempaka RSUD AW Sjahraine Samarinda.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
Siwahyudati, 2017. Hubungan Frekuensi Hospitalisasi Dengan Tingkat
Kecemasan Anak Usia Sekolah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sujana R. C, 2015. Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Pada Penderita
DM tipe 2 Dengan Menggunakan Group Positive Psychotherapy.
Jurnal Intervensi Psikologi. Universitas Islam Indonesia, Vol. 7 No.2.
Wakhidah N, 2015. Psychological Well-Being Pada Caregiver Penyakit Terminal
di Kota Malang. Thesis Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Yetti A. E, 2017. Kajian Konsep Healing Environtment Terhadap Psikologi
Ruang Dalam Perancangan Ruang Inap di Rumah Sakit. Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Lampiran 1

Surat Ijin di Lokasi Penelitian

18

Lampiran 2

Kuesioner


Kuesioner Untuk Perawat

IDENTITAS DIRI
Nama (Inisial) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Lama bekerja di bangsal anak:

PETUNJUK PENGISIAN
Pada tabel dibawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang mengharuskan
Bapak/Ibu/Saudara/i

untuk

membaca,

memahami

baik-baik

dan

kemudian

memberikan tanda silang (X) pada salah satu kolom skor. Jawablah pernyataan
tersebut

dengan

skor

yang

dianggap

paling

sesuai

dengan

jawaban

Bapak/Ibu/Saudara/i. Berikut adalah keterangan jawaban untuk masing-masing skor.
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
TS : Tidak Setuju (2)
N : Netral (3)
S : Setuju (4)
SS : Sangat Setuju (5)
Atas partisipasi dan kerja sama Bapak/Ibu/Saudara/i, disampaikan terima kasih.
NO
1

PERNYATAAN

STS

TS

N

S

SS

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Keputusan yang saya buat tidak dipengaruhi oleh orang
lain.

2

Saya cenderung khawatir tentang apa yang orang lain
pikirkan tentang saya.

3

Saya tidak takut berpendapat, meskipun pendapat saya
bertentangan.

4

Sulit bagi saya untuk menyuarakan pendapat saya

19

tentang hal-hal yang kontroversial yang saya temui.
5

Menjadi diri sendiri lebih baik.

6

Keputusan yang saya buat dipengaruhi oleh orang lain.

7

Saya

memiliki

keyakinan

dalam

pendapat

saya

sekalipun jika bertentangan dengan kesepakatan umum.
8

Saya sering merasa kewalahan dengan tanggung jawab
saya.

9

Saya adalah orang yang bertanggung jawab.

10

Gaya hidup saya sesuai dengan diri saya.

11

Saya merasa tidak cocok dengan orang lain.

12

Saya kesulitan mengatur hidup saya.

13

Saya pandai mengatur waktu saya.

14

Saya melakukan pekerjaan, mengurus keuangan dan
urusan pribadi saya dengan baik.

15

Saya

tidak

tertarik

dalam

kegiatan

yang

akan

memperluas wawasan saya.
16

Saya tidak ingin mencoba pekerjaan baru.

17

Saya

berupaya

memanfaatkan

kesempatan

untuk

mengembangkan diri saya.
18

Saya dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar saya.

19

Saya belum bisa mengembangkan pekerjaan saya
dengan baik.

20

Pengalaman baru adalah hal yang penting.

21

Saya tidak bisa melakukan atau mencoba hal-hal yang
baru.

22

Saya menikmati percakapan pribadi dengan orang lain

23

Menurut saya orang lain memiliki lebih banyak teman
dibanding saya.

24

Saya adalah seseorang yang penuh cinta dan kasih
sayang.

25

Tidak ada teman yang mendengar ketika saya berbicara.

26

Saya dapat berbagi waktu dengan orang lain.

27

Saya sering merasa kesepian karena memiliki sedikit
20

teman dekat untuk berbagi kepentingan saya.
28

Saya dapat mempercayai orang lain, dan mereka dapat
mempercayai saya.

29

Kegiatan dan pekerjaan sehari-hari saya sering tampak
sepele dan tidak penting bagi saya.

30

Saya tidak memikirkan masa depan.

31

Saya merupakan orang yang aktif dalam melaksanakan
rencana yang sudah saya tetapkan untuk diri saya
sendiri dan juga untuk orang lain.

32

Saya memiliki tujuan hidup.

33

Saya sudah melakukan semua tugas di dalam hidup
saya.

34

Saya tidak memiliki sesuatu yang baik dari apa yang
saya capai dalam hidup saya.

35

Saya menikmati rencana yang saya buat untuk masa
depan saya dan bekerja untuk membuat semua itu
menjadi kenyataan.

36

Saya merasa puas dengan diri saya ketika saya
membandingkan diri saya dengan orang lain.

37

Saya percaya diri dan positif.

38

Saya merasa kecewa terhadap kehidupan saya.

39

Dalam pekerjaan saya membuat beberapa kesalahan di
masa lalu, tapi saya merasa bahwa semua yang
dikerjakan adalah untuk yang terbaik.

40

Saya merasa orang lain memiliki kehidupan yang lebih
baik daripada saya.

41

Saya merasa tingkah laku saya sangat negatif.

42

Masa lalu memiliki sisi positif dan negatif, namun saya
tidak ingin mengubahnya.

21

Kuesioner


Kuesioner Untuk Pasien Anak

IDENTITAS DIRI
Nama (Inisial) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Lamanya dirawat :

PETUNJUK PENGISIAN
Di bawah ini terdapat tabel yang berisikan 15 pernyataan. Pada setiap pernyataan
tersebut adik-adik diminta untuk membaca, memahami baik-baik dan memberi tanda
silang (X) pada salah satu kolom nilai yang dirasa paling sesuai dengan jawaban
adik-adik. Berikut adalah keterangan jawaban dari setiap nilai.
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
TS : Tidak Setuju (2)
N : Netral (3)
S : Setuju (4)
SS : Sangat Setuju (5)
Atas partisipasi dan kerja sama adik-adik, disampaikan terima kasih.
NO
1

PERNYATAAN

STS

TS

N

S

SS

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Saat ini, saya memikirkan hal-hal yang baik dalam
hidup saya.

2

Saat ini, saya selalu berkata jujur.

3

Saat ini, saya mampu membuat pilihan dengan mudah.

4

Saat ini, saya bisa melakukan hal-hal yang membuat
saya senang.

5

Saat ini, saya merasa baik.

6

Saat ini, banyak orang peduli dengan saya.

7

Saat ini, saya menyukai semua orang yang saya temui.

8

Saat ini, saya menjadi anak yang dibanggakan oleh
orang lain.
22

9

Saat ini, saya merasa tenang.

10

Saat ini, suasana hati saya baik.

11

Saat ini, saya menikmati hari-hari yang baru.

12

Saat ini, saya bertemu dengan orang-orang yang baik.

13

Saat ini, saya berbagi hal yang saya punya dengan
orang lain.

14

Saat ini, saya merasa senang.

15

Saat ini, saya merasa santai.

23

Lampiran 3

Informed Consent


Informed Consent Untuk Perawat

PENGANTAR

Dengan hormat,

Saya yang bernama Lourista Sahusilawane (462013063) adalah mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Kristen Satya Wacana.
Saat ini saya melakukan penelitian mengenai “Hubungan Psychological WellBeing Perawat dengan Psychological Well-Being Pasien Anak” di Rumah Sakit Panti
Wilasa Citarum. Penelitian ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Kristen Satya Wacana.
Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i
untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela dan mengisi kuesioner
dengan jujur dan apa adanya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Penelitian ini
tidak akan menimbulkan kerugian bagi Bapak/Ibu/Saudara/i. Hasil jawaban
Bapak/Ibu/Saudara/i hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian,
sehingga jawaban Bapak/Ibu Saudara/i akan dijamin kerahasiaanya.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam penelitian ini saya
ucapkan t

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Preparasi dan Karaterisasi Nanopartikel Zink Pektinat Mengandung Diltiazem Hidroklorida dengan Metode Gelasi Ionik.

7 51 92