BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match terhadap Hasil Belajar Subtema Keragaman Budaya Bangsaku Siswa Kelas 4 SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semes

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Tematik
Pembentukan karakteristik peserta didik terjadi sejak usia dini.
Pengetahuan, keterampilan dan kecakapan sangat diperlukan.Meningkatkan
kemampuan kognitif saja belum cukup untuk dapat mengembangkan diri peserta
didik, dengan ditanamkannya keterampilan bahkan sikap yang baik dapat
membantu peserta didik dalam menjalani kehidupan bermasyarakat yang semakin
maju. Pembelajaran tematik yang diterapkan pada kurikulum 2013 guna
menunjang pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotor secara seimbang, karena pembelajaran tematik tidak hanya
mendorong peserta didik untuk mengetahui (learning to know), tapi juga belajar
untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi (learning to be), dan
belajar untuk hidup bersama (learning to live together).
Pelaksanaan pembelajaran Kurikulum 2013 pada tingkat SD/MI sederajat
menggunakan pembelajaran tematik terpadu. Seperti yang tercantum dalam
Permendikbud No.65 tahun 2013 tentang Standar Proses bahwa pembelajaran

tematik

terpadu

di

SD/MI/SDLB/Paket

A

disesuaikan

dengan

tingkat

perkembangan siswa. Menurut Trianto (2010:70), pembelajaran tematik adalah
pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada
siswa. Tema yang diberikan merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang

menjadi

topik

pembelajaran.Menurut

Hakim

(2009:212),

menyatakan

pembelajaran tematik merupakan suatu pembelajaran yang mengintegrasikan
berbagai mata pelajaran atau sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan area isi,
keterampilan dan sikap kedalam suatu tema tertentu, dengan mengkondisikan para
siswa agar dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih optimal, menarik
dan bermakna.Depdiknas (2006:5), menyatakan bahwa pembelajaran tematik
termasuk dalam satu tipe atau jenis daripada model pembelajaran terpadu yang

5


6

mana dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran tersebut, digunakan suatu tema
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Menurut
pengertian tematik yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang mengintegrasikan
berbagai mata pelajaran kedalam suatu tema tertentu sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa.
Pembelajaran tematik memiliki ciri khas sebagai berikut; Pengalaman dan
kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia
sekolah dasar; kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik; kegiatan belajar dipilih
yang bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar dapat
bertahan lebih lama; memberi penekanan pada keterampilan berpikir peserta
didik; menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui peserta didik dalam lingkungannya;
mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan oranglain. Dalam Kurikulum 2013
menerapkan 5M dalam proses pembelajaran yaitu mengamati, menanya,

mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

Dalam kegiatan

mengamati terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu objek yang diamati dan cara
melakukan pengamatan. Kegiatan menanya mampu menginspirasi peserta didik
untuk

mengembangkan

ranah

sikap,

keterampiln

dan

pengetahuannya.


Membangkitkan rasa ingin tahu, minat dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema/topik pembelajaran, mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif
belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
Mengumpulkan data yang dilakukan peserta didik melalui hasil observasi
kemudian didiskusikan dan dirumuskan pada hipotesis untuk kemudian dapat
dibuktikan kebenarannya. Peserta didik menganalisis keterkaitan antara hasil
observasi yang telah didapatkan kemudian secara percaya diri peserta didik dapat
menyimpulkan dan mengomunikasikan data hasil diskusi dan analisis yang telah
didapatkan kepada guru dan teman secara percaya diri dan bertanggungjawab.

7

2.1.2 Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik bertujuan agar peserta didik menerima, menjalankan
dan menghargai ajaran agama yang dianutnya, menunjukan perilaku jujur,
disiplin, tanggungjawab, santun, peduli dan percaya diri dalam berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air, memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati, dan mencoba menanya berdasarkan
rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya dirumah, di sekolah dan tempat bermain,

menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis,
dan kritis dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak
sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia(Permendikbud No. 64 tahun 2013 tentang Standar Isi).
Pembelajaran tematik dilakukan agar peserta didik dapat memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dalam menghadapi keragaman
dalam kebersamaan dengan ikut berperan langsung dalam proses pembelajaran
dan kecakapan dalam berkomunikasi baik dengan teman, guru, orangtua bahkan
dalam kehidupan bermasyarakat.Ruang lingkup pembelajaran tematik meliputi
beberapa mata pelajaran seperti: (1) Bahasa Indonesia, (2) IPS, (3) PPKn, (4)
PJOK, (5) SBdP. Setiap mata pelajaran diintegrasikan menjadi satu kegiatan
pembelajaran yang bermakna dan memiliki tiga ranah kompetensi yang dapat
dikembangkan yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga peserta didik
mampu menghadapi kehidupan sosial yang beragam dalam masyarakat.
Menurut Permendikbud No. 64 tahun 2013 tentang Standar Isi,
Kompetensi Inti (KI) adalah kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya
digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kompetensi yang bersifat
spesifik dan ruang lingkup materi untuk setiap muatan kurikulum. Kompetensi
yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan sikap sosial.

Kompetensi yang bersifat generik ini kemudian digunakan untuk menentukan
kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap muatan kurikulum. Selanjutnya
kompetensi dalam ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan

8

Kompetensi Dasar (KD) pada pengembangan kurikulum satuan dan jenjang
pendidikan. Adapun tujuan pembelajaran tematik dalam penelitian ini dipetakan
dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Pemetaan KI dan KD Tema Indahnya Kebersamaan Subtema
Keragaman Budaya Bangsaku Kelas 4 Semester 1
KompetensiIn
ti (KI)
pengetahuan

KompetensiDasar (KD)
Bahasa Indonesia

3.1 Menunjukangagasanpokokdangagasanpendukung


yang
Memahami
diperolehdaritekslisan, tulisatau visual.
pengetahuan
faktual dengan IPA
3.6 Memahamisifatcara
sifatbunyidanketerkaitannyadenganinderapendengaran.
mengamati
(mendengar,
melihat,
IPS
membaca) dan 3.2 Memahamikeragamansosial,ekonomi, budaya, etisdan agama di
menannya
provinsisetempatsebagaiidentitasbangsa Indonesia
berdasarkan
rasa ingin tahu
tentang
dirinya,
makhluk

ciptaan Tuhan
dan
kegiatannya,
dan
bendabenda
yang
dijumpainya di
rumah dan di
sekolah.
Keterampilan Bahasa Indonesia
4.1 Menata informasi yang didapat dari teks berdasarkan
Menyajikan
keterhubungan antar gagasan ke dalam kerangka tulis.
pengetahuan
IPA
faktual dalam
4.1 Menyajikanlaporanhasilpengamatandanataupercobaantentan
bahasa yang
gsifat-sifatbunyi.
jelas,

IPS
sistematis dan
logis
dalam 4.6 Menceritakan keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis dan
agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia.
karya
yang
estetis, dalam
gerakan yang
mencerminkan
anak sehat, dan
dalam tindakan
yang

9

mencerminkan
perilaku anak
beriman dan
berakhlak

mulia.
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Tematik Semester 1 Halaman 9-10 (2013)

Berasarkan tabel 2.1 KI yang digunakan dalam pembelajaran yaitu
pengetahuan dan keterampilan dengan KD terdiri atas mata pelajaran Bahasa
Indonesia, IPA dan IPS. Capaian yang ingin diperoleh di akhir pembelajaran yaitu
siswa dapat menjelaskan keragaman sosial dalam masyarakat melalui kegiatan
membaca, mengaidentifikasi dan mengingat materi yang diberikan dengan baik
dan benar.
2.1.3 Efektivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 84), efektivitas berasal
dari kata efektif. Efektif berarti mempunyai efek, pengaruh, akibat atau dapat
membawa hasil. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu
usaha dikatakan efektif jika usaha itu tercapai tujuannya. Dapat dikatakan bahwa
efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan dengan
hasil yang dicapai.
Hal ini dipertegas oleh pendapat ahli. Menurut Amin Tunggul Widjaya
(1993:32), efektivitas adalah hasil membuat keputusan yang mengarahkan
melakukan sesuatu dengan benar, yang membantu memenuhi pencapaian tujuan.
Menurut Hidayat (1986), efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, waktu) telah tercapai. Semakin besar
presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Menurut Hamdani
(2011:55), cara mengukur efektivitas

adalah menentukan transferbilitas

(kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan yang
dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi
yang lain, strategi itu lebih efektif. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau
skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui strategi tertentu dibandingkan
strategi lain, strategi tersebut lebih efektif untuk mencapai tujuan.

10

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi,2002) mengemukakan bahwa
“Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam
pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif
menerima informasi yang diberikan oleh guru. Hasil belajar ini tidak hanya
meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan
berfikir siswa”. Keefektifan pembelajaran yang dimaksud adalah sejauh mana
pembelajaran berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang
dapat dilihat dari ketuntasan hasil belajar.

Menurut Suryosubroto (dalam Fauzi,2009) agar pelaksanaan pengajaran efektif
yang perlu diperhatikan adalah :
1. Konsistensi kegiatan belajar dengan kurikulum dilihat dari aspek tujuan
pembelajaran, bahan pengajaran, alat pelajaran yang digunakan dan strategi
evaluasi.
2. Keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: a)menyajikan alat, sumber,
dan kelengkapan belajar; b)mengkondisikan kegiatan belajar mengajar;
c)menggunakan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar mengajar secara
efektif; d)motivasi belajar siswa; e)menguasai bahan pelajaran yang akan
disampaikan; f)mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar;
g)melaksanakan komunikasi interaktif kepada siswa; h)melaksanakan penilaian
belajar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud efektivitas dalam
penelitian ini adalah keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Model pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match dikatakan efektif jika ada perbedaan belajar antara pretest dan
posttest.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif TipeMake A Match
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

11

Model pembelajaran dalam sistem pengajaran sangat penting karena dapat
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa
lain dalam tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan
pembelajaran secara berkelompok yang disusun secara sistematis agar dapat
mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Model pembelajarankooperatif tipeMake A Match merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Salah satu keunggulan dari model ini adalah peserta didik mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.Menurut Anita Lie (2003: 27), menyatakan bahwa model Make A
Match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang didasarkan atas
falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Pernyatan Anita Lie merujuk pada interaksi dan kerjasama antar
siswa dalam kelompok sebagai makhluk sosial.Menurut Wahab (2007:59), bahwa
model Make A Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan
penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerjasama, kemampuan
berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari
pasangan dengan dibantu kartu. Pernyataan Wahab menekankan bahwa dalam
proses pembelajaran lebih mengutamakan pada kemampuan sosial siswa dengan
interaksi dan bekerjasama dalam kelompok dengan bantuan kartu untuk
menjawab soal.Menurut Suyatno (2009: 72), mengungkapkan bahwa model Make
A Match adalah kegiatan dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau
permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan
kartunya. Pernyataan Suyatno lebih berfokus pada kartu soal dan jawaban yang
harus dipecahkan oleh siswa dengan cara setiap siswa saling berinteraksi untuk
mendapatkan kartu jawaban yang sesuai dengan kartu soal yang dimiliki.Teori
yang dikemukakan oleh Anita Lie, Wahab dan Suyatno tentang model Make A
Match maka dapat diambil kesimpulan bahwa model Make A Match merupakan
kegiatan bekerjasama mencari pasangan sambil belajar mengingat dan memahami
suatu konsep atau topik menggunakan kartu soal dan kartu jawaban. Model Make
A Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena

12

dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari
kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat.
2.1.4.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipeMake A
Match menurut Miftahul Huda (2013: 252) yaitu :
1. Guru menyampaikan materi.
Dalam pembelajaran kurikulum 2013, materi yang disajikan berpusat pada
siswa dan tanpa memisahkan materi setiap mata pelajaran.
2. Siswa dibagi dalam 2 kelompok.
Kelompok A sebagai kelompok soal dan kelompok B sebagai kelompok
jawaban.
3. Guru membagi kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban
kepada kelompok B.
Kartu berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai materi dan cocok untuk
sesi review.
4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa harus mencari/mencocokan kartu
yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan
batasan maksimal waktu yang berikan kepada siswa.
Misalnya, kartu yang bertuliskan provinsi DKI Jakarta akan berkumpul
dengan kartu yang bertuliskan suku Betawi, kerak telor, ondel-ondel yang
sesuai dengan ciri khasnya.
5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B.
Jika siswa sudah menemukan pasangan kartu yang cocok, siswa melaporkan
kepada guru dan mencatat hasil laporannya.
6. Saat waktu sudah habis, maka siswa yang belum mendapatkan pasangan
diminta untuk berkumpul sendiri.
7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi dan siswa lain memberikan
tanggapan.
Hasil diskusi dari setiap kelompok dijelaskan kembali didepan kelas diikuti
dengan pertanyaan dan tanggapan yang ajukan oleh kelompok lain.

13

8. Guru memberikan konfirmasi/penegasan tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang melakukan presentasi.
Kelompok yang telah berhasil mencocokan dan mempresentasikan kartu
soal dan jawabannya dengan benar diberi penghargaan oleh guru.
9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Dalam penjelasan tentang langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
tipeMake A Match menurut Miftahul Huda, kegiatan secara bertahap dan
sistematis mulai dari pemberian materi penting untuk disajikan sebelum masuk
kepada kegiatan utama yaitu latihan menjawab soal dengan mencari pasangan
dengan kartu, kecepatan berpikir dan berinteraksi akan menentukan hasil akhir
dari poin atau penilaian yang akan diperoleh siswa. Jadi, dalam penelitian
eksperimen ini akan menggunakan langkah-langkah model Make A Match
menurut Miftahul Huda pada siswa kelas 4 dan subtema Keragaman Budaya
Bangsaku.
2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif TipeMake A
Match
Menurut Miftahul Huda (2013: 253-254) kelebihan model pembelajaran
kooperatif tipeMake A Match yaitu dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa,
baik secara kognitif maupun fisik karena ada unsur permainan, metode ini
menyenangkan; meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; efektif sebagai sarana melatih
keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan efektif melatih kedisiplinan siswa
menghargai waktu untuk belajar.
Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipeMake A Match yaitu
jika tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; pada awal
penerapan metode, akan banyak siswa malu berpasangan dengan lawan jenisnya;
jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang
memperhatikan pada saat presentasi; guru harus hati-hati dan bijaksana saat
memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan agar tidak malu;
menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

14

Dalam mengatasi kelemahan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match pada Kurikulum 2013 yang akan diterapkan dalam
penelitian, agar tidak banyak waktu terbuang percuma dan siswa tidak saling
mencari pasangan kelompoknya maka terlebih dahulu dipilih 7 orang untuk
berdiri didepan kelas sebagai acuan dari pasangan jawaban kartu yang tersebar,
sehingga siswa dapat langsung menuju pasangan kartu masing-masing.

2.1.5 Hasil Belajar
DimyatidanMudjiono (2002) memberidefinisibahwahasilbelajaradalahhasil
yang

ditunjukkandarisuatuinteraksitindakbelajar,

danbiasanyaditunjukkandengannilaites yang diberikan guru.Menurut Sukardi dan
Anton Sukarno (1995:14) mengatakan bahwa hasil belajar dalam bentuk nilai atau
IP adalah pertanda tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang
diikuti selama proses belajar. Sedangkan menurut DjamarahdanZain (2006)
hasilbelajaradalahperolehanskor

yang

dicapaiolehsiswaketikamengikutimaupunsetelahmengikutikegiatanbelajar

yang

menunjukangambaranpenguasaansikap,
pengetahuandanketerampilandarihasilinstrumen

yang

digunakansebagaialatpengukurkeberhasilan.
Pengukuran hasil belajar peserta didik bertujuan untuk mengetahui apakah
tujuan pembelajaran telah tercapai. Untuk membantu mengukur hasil belajar
peserta

didik

digunakan

DimyatidanMudjiono,

alat
Sukardi

penilaian
dan

hasil

belajar.

Anton

Menurut
Sukarno,

DjamarahdanZainmengenaipengertianhasilbelajar, maka dapat dikatakan bahwa
hasil belajar adalah hasil akhir yang telah dicapai dari kegiatan belajar untuk
mengetahui keberhasilan seseorang dalam penguasaan sikap, pengetahuan dan
keterampilan terhadap pelajaran yang dicapai setelah mengalami proses belajar.
Teknik penilaian yang digunakan dalam pembelajaran dikelompokan
menjadi 2, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes merupakan pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau
atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau

15

ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk. dalam Asesmen Pembelajaran
SD 2012). Adapun komponen atau kelengkapan sebuah tes yaitu lembar atau buku
yang memuat butir-butir soal tes, lembar jawaban tes, kunci jawaban tes, dan
pedoman penilaian. Dengan demikian hasil pengukuran dengan menggunakan tes
termasuk kategori data kuantitatif. Sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes
mempunyai fungsi yaitu mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat
materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu, menentukan
kedudukan atau perangkat peserta didik dalam kelompok, tentang penguasaan
materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Ditinjau dari tujuannya dalam pendidikan, maka tes dapat dibagi menjadi:
(1) Tes Kecepatan (Speed Test), tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes
dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik bersifat spontanitas maupun
hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang telah dipelajari, (2) Tes
Kemampuan (Power Test), tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes dalam
mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi
secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang diases berupa kognitif
dan psikomotorik, (3) Tes Hasil Belajar (Achievement Test), tes ini bertujuan
untuk mengases hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan seperti Tes Hasil
Belajar (THB), tes harian (formatif) dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini
bertujuan untuk mengases hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
dalam suatu kurun waktu tertentu, (4) Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achievement
Test) tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan
kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi
digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes, (5) Tes Diagnostik
(Diagnostic Test), tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa sehingga kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
perlakuan yang tepat, (6) Tes Formatif, tes formatif digunakan untuk mengetahui
sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengetahui suatu program tertentu. Tes
formatif dapat dlaksanakan dengan ulangan harian, (7) Tes Sumatif, dilaksanakan
setelah berakhirnya pemberian sekelompok program. Tes sumatif dapat

16

disamakan dengan ulangan umum yang biasa dilaksanakan pada akhir semester
dan tengah semester.
Pada penilaian tes berdasarkan segi kegunaan untuk mengukur
kemampuan

siswa

maka

digunakan

tes

formatif.

Berdasarkan

cara

mengerjakannya tes dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut: (1) Tes Tertulisadalah
tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya, (2)
Tes Lisan, dalam tes lisan pertanyaan maupun jawaban semuanya dalam bentuk
lisan. Hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap
dari instrumen penilaian, (3) Tes Unjuk Kerja, pada tes unjuk kerja siswa diminta
untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa
kemampuan psikomotor. Berdasarkan cara mengerjakannya penelitian ini
menggunakan tes tertulis sebagai penilaian hasil belajar.
Menurut Endang Poerwanti (2008:4-5) jenis tes berdasarkan bentuk
jawabannya dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) Tes essay (Essay-type test)adalah
tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang
telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk lisan, (2) Tes
jawaban pendek bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk essay, tetapi memberikan
jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata
lepas, maupun angka-angka, (3) Tes objektifadalah tes yang keseluruhan
informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Macam-macam tes
objektif antara lain tes benar salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, tes isian
singkat.Menurut penjelasan mengenai macam-macam tes, dalam penelitian ini
digunakan tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa. Tes dilakukan secara
tertulis dengan bentuk tes objektif berupa pilihan ganda.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran dapat
ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah
pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan
minimal seperti KKM atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan
rata-rata unjuk kerja kelompok atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang
berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan

17

bersifat mutlak disebut dengan penilaian. Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian
Acuan Kerja (PAP/PAK), sedangkan kriteria yang ditentukan setelah kegiatan
pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif
disebut dengan Penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Berdasarkan uraian mengenai hasil belajar maka dapat dijelaskan bahwa
hasil belajar dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan tes hasil belajar/tes
formatif, tes dilakukan secara tertulis berbentuk tes objektif atau yang dikenal
dengan pilihan ganda. Tes dilakukan dua kali yaitu pretest dan posttest. Nilai
pretest yaitu penilaian yang dilakukan sebelum diberikan materi pembelajaran
dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dasar siswa terhadap
materi yang akan diberikan. Sedangkan nilai posttest yaitu penilaian yang
dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap
materi yang telah disampaikan, mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil prestasi
belajar siswa dan mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match yang diterapkan. Penilaian soal pretest dan posttest disajikan
dalam bentuk soal pilihan ganda.

2.2

Penelitian yang Relevan
Pada penelitian sebelumnya yang bertujuanuntukmelihat efektivitasmodel

pembelajaran kooperatif tipe Make A Matchtelahdilakukanolehparapeneliti.
Penelitian

yang

dilakukanolehHeniKusumawati

“EfektivitasPenggunaan

Benda

(2012)

denganjudul

KonkretPada

Model

PembelajaranKooperatifTipeMake A MatchTerhadapHasilBelajar IPS Kelas IV
SD di GugusPerkututKabupaten Semarang Semester II TahunAjaran 2011/2012”.
Menyimpulkanbahwahasilbelajarmatapelajaran
ImbasGugusPerkututKecamatanTuntangKabupaten
tahunajaran

2011/2012

IPS

kelas

Semarang

IV
semester

lebihbaikdibandingkandenganhasilmatapelajaran

SD
II
IPS

menggunakanpembelajarankonvensional hal ini ditunjukan oleh adanya perbedaan
rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen yaitu 90,69 dan kelompok kontrol
yaitu 72. Hasil penelitian dibuktikan dengan data adanya perbedaan hasil analisis

18

uji t diperoleh hasil 0,000 yang kurang dari 0,05, ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
PenelitiandariParwanti Esti (2012) yang berjudul “Pengaruhpenggunaan
Model PembelajaranMake A Matchdengan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar
IPA Materi Sumber Daya Alam Siswa Kelas IV SD Negeri Kertosari Kabupaten
Temanggung”. Menyimpulkan bahwa model pembelajarankooperatiftipeMake A
Match

berbantuan

media

semi

konkretberpengaruhsignifikan

terhadaphasilbelajarPKnpadasiswakelas V SD GugusLetkolWisnutahunajaran
2013/2014. Hal ini dibuktikan dengan data hasil penelitian yang menunjukan ratarata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 65,28 lebih besar
daripada rata-rata hasil belajar siswa pada kelompok kontrol yaitu 55,28. Dengan
besarnya nilai t adalah adalah 3,432 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002 <
0,05.
Penelitianuntukmengukurkeefektivitasanmodel pembelajaran kooperatif
tipe

Make

A

Novianti

MatchjugadilakukanolehEllyvia

denganjudul“Keefektifan

Model

Make

MatchDalamPembelajaranPemahamanPantunPadaSiswaKelas

(2012)
A
IV

SekolahDasarNegeri 2 KarangjatiKabupatenBanjarnegara”. Menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pada pembelajaran model Make A
Matchterhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini dibuktikan
dengan data Sig (2-tailed) adalah 0,003 yang artinya sangat signifikan karena
karena nilai signifikansinya kurang dari 0,05 ditunjukan dengan hasil belajar kelas
eksperimen leih baik yaitu sebesar 85,17 dibandingkan dengan hasil belajar kelas
kontrol yaitu sebesar 77,93.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh HeniKusumawati (2012)
tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dalam
kegiatan pembelajaran dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Matchdapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari perubahan
hasil belajar dari pretest hingga posttest. Selain itu penelitian Parwanti Esti (2012)
juga menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Make A Matchjuga

19

meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Penelitian serupa juga
dilakukan oleh Ellyvia Novianti (2012) yang menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Make A Matchjuga meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran

Bahasa

Indonesia.

Dengan

demikian

penggunaan

model

pembelajaran kooperatif tipe Make A Matchdapat meningkatkan hasil belajar
siswa

sesuai

penelitian

membedakanpenelitian

ini

yang
dengan

dilakukan
penelitian

sebelumnya.Hal
sebelumnya

yaitu

yang
untuk

membuktikan apakah efektiitas model pembelajaran kooperatif tipe Make A
Matchjuga akan berhasil pada Kurikulum 2013.
2.3

Kerangka Berpikir
Pembelajaran tematik yang diterapkan di SD Kristen Satya Wacana

Salatiga sudah baik namun akan lebih menarik apabila dipadukan dengan model
pembelajaran kooperatif yang melibatkan keaktifan dan interaksi siswa dalam
pembelajaran. Sehingga siswa dapat tertarik dan merasa senang dalam mengikuti
pembelajaran, serta dapat memenuhi KKM yang ditentukan oleh guru maka salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match karena siswa dapat melatih kemampuan berpikir
cepat dan interaksi antar siswa dalam mencari pasangan, mengolah langsung
keterampilan dan dapat berinteraksi secara aktif dengan teman dan guru. Dengan
siswa terlibat secara langsung dalam pembelajaran maka siswa dapat
mendapatkan makna dari pembelajaran yang dilakukan dan dapat lebih
memahami maksud dari materi yang disampaikan.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Make A Match adalah guru menyampaikan materi, siswa dibagi dalam 2
kelompok, guru membagi kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B, guru menyampaikan kepada siswa bahwa harus
mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga
perlu menyampaikan batasan maksimal waktu yang berikan kepada siswa, guru
meminta semua anggota kelompok A mencari pasangannya di kelompok B. Jika
siswa sudah menemukan pasangan kartu yang cocok, siswa melaporkan kepada
guru dan mencatat hasil laporannya jika waktu sudah habis, maka siswa yang

20

belum mendapatkan pasangan diminta untuk berkumpul sendiri, guru memanggil
satu pasangan untuk presentasi dan siswa lain memberikan tanggapan, guru
memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan
jawaban dari pasangan yang melakukan presentasi, guru memanggil pasangan
berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.
Pengukuranhasilbelajarmenggunakantekniktesdanobservasi,
instrumentekniktesadalahbutirsoalpilihangandadaninstrumenobservasiadalahlemb
arobservasi.

2.4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
a) Ho = Tidak terdapat perbedaan rata-rata pretest dan posttest
(Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match tidak
efektif terhadap hasil belajar Subtema Keragaman Budaya Bangsaku
siswa kelas 4 SD Kristen satya Wacana Salatiga semester 1 tahun
pelajaran 2016/2017).
b) Ha = Terdapat perbedaan rata-rata pretest dan posttest (Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif terhadap
hasil belajar Subtema Keragaman Budaya Bangsaku siswa kelas 4 SD
Kristen satya Wacana Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017).