BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Petani Peternak Sapi

  Petani peternak merupakan orang yang melakukan kegiatan mengembangbiakkan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan tersebut. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip- prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang di kombinasikan secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau, dan kuda. Sedangkan kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci, dan lain-lain.

  Berbagai faktor kendala yang mempengaruhi perkembangan peternakan adalah faktor ekologis, biologis dan sosial ekonomis. Faktor ekologis termasuk keadaan tanah dan iklim, biologis meliputi Genotype ternak (reproduksi dan sifat adaptasi), dan pakan ternak (penyakit dan parasit). Faktor-faktor sosial ekonomis termasuk ketersediaan tenaga kerja dan keterampilan pelaku-pelaku peternakan, kesukaan konsumen dan pendapatannya, ketersediaan modal, infrastruktur pasar, kebijaksanaan perdagangan dan harga serta penguasaan tanah (Yasin dan Dilaga, 1993). Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), ada beberapa permasalahan yang masih terjadi pada peternak di Indonesia :

  • Produktifitas rendah
  • Populasi rendah
  • Pasokan sapi bakalan tidak stabil
  • Pasokan pakan ternak belum mencukupi
  • Pengetahuan tentang teknologi peternakan masih rendah
  • Perkawinan tidak terkontrol

  Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang telah dialami oleh petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya. Lain halnya dengan petani yang belum atau kurang pengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut. Semakin banyak pengalaman petani maka diharapkan produktifitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan,I.2000).

2.1.2 Penyuluh Peternakan

  Penyuluhan peternakan adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Kata-kata mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan profesinya mengandung arti bahwa penyuluhan pertanian harus bertujuan membuat petani sanggup berkorban demi pembangunan nasional.

  Penyuluh adalah penghubung atau saluran atau jembatan antara lembaga penelitian dengan rakyat tani atau sebaliknya dari rakyat tani kelembaga-lembaga penelitian. Sebagai penghubung penyuluh bertugas menyebar luaskan kepada peternak keterangan yang berguna, cara-cara yang praktis dan efisien dalam bidang peternakan, dan mengumpulkan persoalan/bahan-bahan yang berasal dari peternak untuk dipecahkan oleh jawatan penyuluh atau diteruskan kelembaga-lembaga penelitian (Ginting,M,2008).

  Penyuluh sebagai kegiatan pendidikan melibatkan pengajar (penyuluh,

  

change agent ), pesan/bahan pelajaran (inovasi/teknologi baru), media/saluran yang

  digunakan, peserta (kelompok, massa), fasilitas fisik, sosial, ekonomi, budaya serta suasana lingkungan tempat pendidikan diselenggarakan dan lain sebagainya (Slamet, 2003).

  Kartasapoetra (1987), menyatakan bahwa metode pendekatan dalam penyuluhan terdiri atas:

1. Metode Pendekatan Perorangan

  Penyuluh melakukan hubungan atau pendekatan secara langsung atau tidak langsung kepada sasaran/seorang petani melalui dialog langsung, kunjungan kerumah petani (home visit), kunjungan kesawah/ladang petani (farm visit), anjangsana, surat menyurat, dan hubungan telepon. Metode ini sangat efektif, tetapi banyak menyita waktu, oleh karena itu sebaikya dilakukan oleh penyuluh dalam keadaan senggang atau banyak waktu.

  2. Metode Pendekatan Kelompok Pendekatan dilakukan melalui kelompok tani dengan membimbing dan mengarahkan anggota kelompok untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang lebih produktif secara berkelompok. Metode ini dapat dilakukan dengan diskusi, saling tukar pendapat, pengalaman dan demonstrasi. Kursus, karyawisata, perlombaan kelompok dan kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Metode pendekatan kelompok biasanya lebih berdaya guna dan berhasil guna serta hasilnya lebih mantap.

  3. Metode Pendekatan Massal Metode pendekatan massal secara penyampaian informasi sangat baik, tetapi tingkat keberhasilannya kurang efektif, karena hanya dapat menimbulkan kesadaran dan minat sasaran saja. Bila dilakukan dengan baik dan menarik sasaran terhadap suatu yang lebih menguntungkan.

  Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan media surat kabar (koran), majalah/brosur pertanian, radio televisi, film, slide dan media lainnya. Untuk mementapkan tujuan agar tercapai, maka perlu dilanjutkan dengan pendekatan kelompok atau perorangan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dijadikan rujukan mengenai ternak sapi potong adalah penelitian yang dilakukan oleh Bahua M (2011) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah Dalam Penyuluhan. Dimana, hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik peternak yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan dan pengalaman usaha mempengaruhi partisipasi peternak dalam penyuluhan. Semakin tinggi umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan dan pengalaman usaha menyebabkan partisipasi peternak dalam penyuluhan semakin menurun. Peternak mempunyai alternatif lain dalam memperoleh sumber informasi selain mengikuti penyuluhan. Menurut peternak, penyuluhan yang ada sekarang ini sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan peternak yang semakin spesifik dan kompleks.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saragih Ardi (2006), dengan judul Hubungan Antara Karakteristik dan Keaktifan Komunikasi dengan Prilaku Agribisnis menyatakan bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara karakteristik dengan prilaku agribisnis. Aspek sikap banyak memiliki hubungan tinggi dengan jumlah tanggungan. Aspek pengetahuan banyak memiliki hubungan tinggi dengan umur, jumlah tanggungan dan pola usaha. Sementara aspek tindakan banyak memiliki hubungan keeratan tinggi pada kepemilikan usaha.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Karekteristik Peternak

  Karakteristik peternak dapat menggambarkan keadaan peternak yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam mengelola usaha ternak. Karakteristik peternak bisa mempengaruhi dalam hal mengadopsi suatu inovasi. Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor- faktor ini akan mempengaruhi respon peternak terhadap inovasi yang diperkenalkan. Simamora mengatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasi informasi tersebut.

  Menurut Soekarwari (1995), cepat tidaknya petani mengadopsi inovasi sangat bergantung kepada faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor sosial diantaranya: umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya: tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimiliki petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan penting dalam mengelola usahatani.

  1. Umur Umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kapasitas belajar seseorang tidak merata, tetapi menurut perkembangan umurnya kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa kemudian menurun dengan bertambahnya umur. Kapasitas belajar akan terus menaik sejak anak mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada awal dewasa yaitu umur 25 tahun sampai 28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.

  Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelolah usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin, 2003).

  2. Tingkat Pendidikan Petani Pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, lebih lanjut Slamet menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajarinya (Wiraatmadja, 1990).

  Pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena melalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dapat dilakukan.

  Para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu: a.

  Pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang panjang yang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup, dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari- hari dari kehidupan di dalam masyarakat.

  b.

  Pendidikan formal, yaitu struktur dari sistem pendidikan/pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi.

  c.

  Pendidikan nonformal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus seperti penyuluhan pertanian (Suhardiyono, 1990).

  3. Pengalaman Beternak Peternak yang sudah lama beternak akan lebih mudah untuk menerapkan anjuran penyuluh dari pada peternak pemula. Dalam menjalankan usahanya, responden telah memiliki ilmu pengetahuan tentang cara beternak yang diperoleh dari keluarga secara turun temurun, selain itu pengalaman menjadi salah satu guru dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman beternak diukur dari sejak dimulainya usaha ternak sapi sampai pada saat dilakukannya penelitian ini (Soekarwati, 1988).

  4. Jumlah Ternak Jumlah ternak yaitu jumlah ternak utama yang diusahakan peternak sebagai mata pencarian utama oleh peternak, dihitung dalam satuan ternak (ST). Ternak sapi jantan dewasa dihitung dengan jumlah 1 ST, induk bunting 1 ST, sapi dara 0,5 ST dan pedet 0,25 ST.

  5. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang berada dalam keluarga selain kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usahaternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja (Syafrudin, 2003).

2.3.2 Kinerja

  Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pancapaian pelaksanaan suatu prorgam/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai.

2.4 Kerangka Pemikiran

  Perkembangan ternak sapi di Kabupaten Langkat, Kecamatan Stabat merupakan daerah produsen sapi yang memiliki tingkat populasi tertinggi dari tahun 2006 −2010. Peternak yang terdapat didaerah penelitian terdiri dari kelompok peternak dan bukan kelompok peternak. Kelompok peternak adalah kumpulan para peternak dimana kelompok merupakan wadah kerja sama, wadah belajar dan wadah pembinaan peternak.

  Dalam kegiatan penyuluhan peternakan, penyuluh peternakan lapang (PPL) dalam menyampaikan materi-materi penyuluhan adalah bersifat top down (dari atas kebawah) dan battom up (dari bawah keatas) dengan menggunakan metode dan media yang disesuaikan dengan keadaan sasaran.

  Dalam menerima materi, metode dan media penyuluhan peternakan, peternak menghadapi berbagai masalah. Masalah-masalah yang dihadapi dapat berupa ketidak sesuaian materi yang disampaikan, waktu yang tidak sesuai dengan kondisi peternak, keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak, materi yang disampaikan tidak selalu ada di lapangan. Kinerja penyuluh peternakan oleh PPL diharapkan akan berdampak terhadap tingkat sosial ekonomi peternak meliputi keterampilan beternak, pengetahuan beternak, tingkat kosmopolitan, jumlah ternak yang dijual dan pendapatan dari usah termak. Secara skematis kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut : Sketsa 1.

  • Umur Peternak - Tingkat Pendidikan - Pengalaman Beternak - Jumlah Ternak - Jumlah Tanggungan

  Gambar 2. Kerangka Pemikiran.

  Keterangan : : Menyatakan hubungan : Menyatakan pengaruh

  Petani Peternak

  Kinerja Penyuluh

  Penyuluh

  Karakteristik Peternak

  Keluarga

Lingkungan

Lingkungan

  Sketsa 2.

  Lingkungan Umur Peternak Tingkat Pendidikan Pengalaman Beternak

  Kinerja Penyuluh Jumlah Ternak Jumlah Tanggungan Keluarga Lingkungan

  

Gambar 3. Kerangka Pemikiran.

  Keterangan : : Menyatakan pengaruh

2.4 Hipotesis Penelitian 1.

  Perkembangan usaha ternak sapi potong selama 5 tahun terakhir mengalami perkembangan yang cukup besar di Kabupaten Langkat.

  2. Karakteristik petani peternak di daerah penelitian adalah beragam.

  3. Kinerja penyuluhan di daerah penelitian sesuai dengan pedoman.

  4. Adanya pengaruh antara karakteristik petani peternak terhadap kinerja penyuluh.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN POLONIA 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia - Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tentang Mekanisme Penagihan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 1 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Sejarah dan Perkembangan Waralaba - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

0 1 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)

0 1 17

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 21

Pengaruh Ukuran Partikel Pati dan Variasi Volume Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Pati Kentang

0 0 21

PENGARUH UKURAN PARTIKEL PATI DAN VARIASI VOLUME PLASTICIZER GLISEROL TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK PATI KENTANG SKRIPSI

1 1 17

Analisis Pengembangan Potensi Wisata Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Pantai Talugawu Desa Banuagea Kabupaten Nias Utara

0 0 14