BAB I - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

BAB I A. Latar Belakang Kasus pemerkosaan banyak terjadi di masyarakat , khususnya pemerkosaan yang

  terjadi terhadap anak. Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh lembaga lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagi korban tindak pidana pemerkosaan.

  Dimana seharusnya lembaga lembaga tersebut seharusnya memberikan perhatian dan perlindungan . Tidak jarang pula pelaku dari tindak pidana pemerkosaan itu adalah orang terdekat atau orang yang berada disekeliling anak itu berada. Pemerkosaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masayarakat. Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki laki untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan. Pemerkosaan merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi perempuan terlebih seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan

  Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mereka harus dibina dan dibentuk potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak dan kepribadian anak.

  Dalam pembentukan potensi dan dan kepribadian anak maka perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi anak. Perkembangan tersebut dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap perkembangan anak

  Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi perkembangan kesusilaan. Jika dahulu orang orang membicarakan seks dianggap

  1 tabu,tetapi pada masa sekarang telah dibahas secara ilmiah dalam ilmu seksiologi.

  Dalam kasus-kasus pemerkosaan terhadap anak, para pelaku sering tidak tersentuh oleh hukum,karena tidak dilaporkan oleh korban dan keluarga korban sendiri. Karena didalam masyarakat sendiri menganut budaya jaga praja , menjaga ketat kerahasiaan keluarga, membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib sendiri.

  Setiap kejahatan seksual merupakan hasil interaksi antara pelaku dan korban , Pada kejahatan tertentu korban lah sebagai pemicu kejahatan terjadi kepadanya.Misal nya pemerkosaan terjadi karena cara berpakaian korban mengundang nafsu dari pelaku sehingga terjadi pemerkosaan. Dalam kedudukan nya anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan , dapat dilihat jika korban itu adalah orang yang menderita jasmani dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita

  Pada umum nya tindak pidana pemerkosaan terjadi karena pelaku, yang tidak mampu pelaku dalam menahan nafsu seksual dan keinginan pelaku untuk balasa

  1 dendam terhadap sikap, ucapan korban,perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan pelaku , namun faktor pelaku pun dipengaruhi oleh faktor lain yaitu gaya hidup , mode pergaulan , Antara laki laki dan perempuan yang sudah tidak mengindahkan etika ketimuran, rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap norma norma keagamaan yang ada ditengah kehidupan nya karena nilai nilai agama sudah mulai terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung meniadakan peran agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.Tetapi kejahatan pemerkosaan pun tentu tidak akan

  2 timbul apabila adanya control dari masyarakat.

  Anak

  • – anak menjadi korban pemerkosaan ( Child Rape ) adalah kelompok yang paling sulit pulih . Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depan anak tersebut akan hancur , dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban , maka pilihan satu-satunya adalah bunuh diri. Perasaan merasa perempuan yang sudah tidak terhormat lagu, malu karena cibiran masyarakat akan menghantui para korban tinndak pidana pemerkosaan. Anak korban tindak pidana pemerkosaan mengalami penderitaan yang lebih berat lagi karena akan menjadi trauma yang akan mengiringi perjalanan hidup anak tersebut, anak yang mengalami traumatic korban pemerkosaan.

  Akan cenderung takut bertemu dengan laki laki, menjadi takut untuk menjalin 2 pertemanan dengan laki-laki.

  Rena Yulia, Victimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan ,(Yogyakarta 2010)

  Stres akibat pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres langsung dan stres jangka panjanng. Stres langsung yaitu reaksi yang terjadi setelah pemerkosaan yaitu kesakitan secara fisik, rasa bersalah , takut , cemas , malu , marah , dan perasaan tidak berdaya . stress jangka panjang yaitu gejala psikologis yang dirasakan oleh korban pemerkosaan sebagai rasa trauma yang menjadikan korban kurang memiliki rasa percaya diri , menutup diri dari pergaulan dan reaksi lainya yang dirasakan korban.

  Pada saat ini hukum Indonesia sudah mengatur secara khusus mengenai perlindungan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak

  • – anak. Diantara nya lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak lalu , Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Meskipun sudah diatur secara khusus tetapi dari sudut pandang hukum acara pidana , korban tetap memiliki kedudukan yang pasif ,karena kepentingan korban diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan dalam prakteknnya banyak aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila kejahatan itu berlangsung didalam lingkup domestik. Pada praktek nya di Pengadilan terdapat cara pandang hakim dan jaksa yang konvensional terhadap korban kejahatan seksual anak
  • – anak , seperti yang diunggkapkan oleh Jaringan Kerja Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan :

  “ Dalam menangani kasus perkosaan anak sebagai kasus kejahatan terhadap manusia yang berdampak serius terhadap masa depan korban , hakim sebaiknya mengubah sikap dan cara pandang nya . Hakim sepatut nya menjatuhkan hukuman seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku kepada pelaku , dengan memperhatikan kepentingan korban “ Kekerasan seksual terhadap anak , menyebabkan anak sebagai korban seharusnya mendapat perhatian khusus oleh lembaga hukum dan aparat aparat hukum, seluruh lembaga hukum , aparat hukum , dan masyarakat seharusnya mencari apa yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang menjadikan anak sebagai korban nya. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pemerkosaan memerlukan perhatian khusus dari lembaga hukum , aparat hukum dan masyarakat , karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga dan dilindungi.

B. Ruang Lingkup Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini , maka permasalahan yang akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut .

  1. Bagaimana pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak ?

  2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun tujuan penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.

  Untuk mengetahui pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan.

  Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini Antara lain : 1.

  Manfaat teoritis, Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan dingunakan untuk menambah ilmu pengetahuan segi hukum dan kriminologi , yang membahas mengenai sebab terjadinya pemerkosaan dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan .

  2. Manfaat praktis , dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui faktor faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak,dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur ( Studi Kasus Putusan PN Kabanjahe No.300/Pid.B/2013/PN.KBJ ) “ adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri , tanpa ada penipuan , penjiplakan atau dengan cara lain yang merugikan pihak lain. Dimana penulis banyak melihat dan membaca, baik melalui media cetak , media elektronik sehingga membuat penulis tertarik untuk membahas nya lebih lanjut menjadi judul skripsi .

  Dalam penulisan skripsi ini , penulis juga telah memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum ,maka topik mengenai Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur , belum ada yang mengangkatnnya dan apabila ada penulis juga yakin sudut pembahasan nya pasti berbeda , atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang sama sebelum skripsi ini dibuat saya dapat mempertanggungjawabkannya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tindak Pidana

  Istilah dari tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal di hukum pidana Belanda yaitu “ strafbaar feit " . Para ahli hukum mengemukakan istilah yang berbeda

  • – beda dalam upaya memberikan arti dari strafbaar feit . Adami Chazawi mengemukakan istilah
  • – istilah yang digunakan dalam perundang – undangan dan literature hukum sebagai bentuk terjemahan dari strafbaar feit yaitu sebagai berikut :

  1. Tindak pidana dapat dikatakan merupakan istilah resmi dalam perundang – undangan pidana kita. Dan hampir seluruh peraturan Perundang

  • – Undangan kita menggunakan istilah tindak pidana seperti UU No . 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta , UU No . 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo . UU No. 20 Tahun 2001 , dan perundang
  • –undangan lain nya.

  2. Peristiwa Pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. R.Tresna dalam buku nya “Asas – Asas Hukum Pidana Mr . Drs .H.J van schavendijik , Prof. A. Zainal Abidin , S.H dalam bukunya Hukum Pidana .

  3. Delik yang sebenarnya berasal dari Bahasa latin “delictum “ juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit .

  Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literature , misalnya Prof. Drs . E . Utrecht ,S.H walaupun ia mengunakan istilah lain yakni peristiwa pidana (dalam hukum pidana 1) . Prof.A.ZainalAbidin dalam buku beliau HukumPidana 1. Prof.Moeljatno menggunakan ist ilah dalam judul bukunya “ Delik

  • – Delik Percobaan Delik Penyertaan “,walaupun menurutnya lebih tepat menggunakan istilah perbuatan pidana .

  4. Pelanggaran pidana dapat dijumpai dalam buku Mr.M.H Tirtaamidjaja yang berjudul Pokok Pokok Hukum Pidana .

  5. Perbuatan yang boleh dihukum istilah ini dingunakan oleh M . Karni dalam buku beliau . “Ringkasan Tentang Hukum Pidana begitu juga Schravendijk

6. Perbuatan yang dapat dihukum , digunakan oleh pembentuk Undang –

  Undang di dalam UU No . 12 /Drt/1952 tentang senjata api dan bahan peledak

pasal 3 7. Perbuatan Pidana dingunakan oleh Prof .Moeljatno dalam berbbgai tulisan

  3

  beliau , misalnya Azas – Azas Hukum Pidana . Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum pidana dapat dibagi menjadi dua pandangan yaitu Aliran Monistis dan Aliran Dualistis.

  A.

  Pengertian tindak pidana menurut aliran Monistis Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan . Pandangan ini memberikan prinsip

  • – prinsip pemahaman , Bahwa didalam pengertian , perbuatan / tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan yang dilarang ( criminal act )

  4

  dan pertanggung jawaban pidana / kesalahan ( criminal responbility ) . Beberapa sarjana yang menganut paham monistis yaitu :

1. D. Simons

  Menurut Simons , tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat 3 dipertanggung jawabkan atas tindakannya sebagai suatu tindakan yang dapat 4 M . Ekaputera , Dasar Dasar Hukum Pidana ,(Medan, USU Press ,2010), hal 73

  dihukum oleh undang

  • – undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihu kum. Alasan dari simons merumuskan “strafbaar feit “ di atas karena

  5

  : a. Untuk adanya suatu straafbaar feit diberikan syarat bahwa harus terdapat suatu tindakan yang dilarang atau pun yang diwajibkan oleh Undang

  • – Undang , dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum .

  b.

  Agar suatu tindakan itu dapat dihukum , maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam Undang

  • – Undang.

  c.

  Setiap straafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut Undang

  • – Undang itu pada hakekat nya merupakan suatu tindakan melawan hukum onrechtnatige handeling .

  Unsur- unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons yaitu : 1.

  Perbuatan manusia , baik dalam arti perbuatan positif ( berbuat ) maupun perbuata negative ( tidak berbuat ),

2. Diancam dengan pidana, 3.

  Melawan hukum, 4. Dilakukan dengan kesalahan, 5. Dilakukan oleh orang yang memang mampu bertanggung jawab. Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons , menunjukkan bahwa dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibicarakan dan telah dibayangkan jika ada orang yang melakukan perbuatan pidana dan oleh karena itu akan ada orang yang akan dipidana.sifat melawan hukum menurut Simons seperti dikemukan diatas timbul dengan sendirinya dari kenyataan , bahwa tindakan tersebut bertentangan dari suatu peraturan peundang

  • – undangan . Menurut pemaparan diatas apabila Seseorang Telah Melanggar pasal 338 KUHP , tetapi orang yang melakukan pembunuhan itu adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab , misalnya Ia adalah orang gila maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan tindak pidana , karena unsur
  • – unsur tindak pidanya tidak terpenuhi , yaitu unsur – unsur orang yang mampu bertanggung jawab oleh karena itu tidak ada tindak pidana.

  2. J. Bauman Menurut J.Bauman tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik , bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

  3. Wirjono Prodjodikoro Meyatakan bahwa tindak pidana berarti suautu perbuatan dapat dikenakan hukuman pidana.

  4. J.E Jonkers Memberikan pengertian strafbaar feit menjadi dua pengertian yaitu

  Pengertian Pendek dan Pengertian Panjang.Pengertian Pendek dari strafbaar feit yaitu suatu kejadian ( feit ) yang dapat diancam pidana oleh undang

  • – undang . Pengertian panjang dari strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan hukum(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang
  • – oreng yang dapat dipertanggung jawabkan . Menurut jonkers sifat melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari setiap peristiwa pidana , namun ketiadaan kemampuan untuk dapat dipertanggung jawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana . Kesalahan dan kesengajaan merupakan merupakan unsur dari kejahatan .

  B.

  Pengertian tindak pidana menurut aliran Dualistik Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana , pandangan dualistis memisahkan Antara perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana . Apabila menurut pandangan monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana.

  1. W.P.J Pompe

  

Strafbaar feit ( definisi menurut hukum positif ) itu sebenarnya adalah tidak lain dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan , bahwa menurut teori ( defenisi menurut teori ) strafbaar feit itu adalah perbuatan , yang bersifat melawan hukum , yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana ( strafbaar feit ) . Untuk penjatuhan pidana tidak cukup , dengan adanya tindak pidana , akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat pidana.

2. Moeljatno

  Menurut Moeljatno , perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana , barangsiapa melanggar larangan tersebut . Unsur

  • – unsur tindak pidana menurut Moeljatno adalah sebagai berikut: a.

  Adanya perbuatan ( manusia) b. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang ( hal ini merupakan syarat formil , terkait dengan berlakunnya pasal 1 ayat 1 KUHP c.

  Bersifat melawan hukum ( hal ini merupakan syarat materil , terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negative). Dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana tidak tercakup pertanggung

  6

  jawaban pidana (criminal responbility ), meskipun demikian menegaskan , bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya telah terjadi tindak pidana , tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggung jawab atau tidak . jadi peristiwanya adalah , tindak pidana ,tetapi apakah orang yang melakukan perbuatan itu benar

  • – benar dipidana atau tidak , akan dilihat bagaimana hubungan batin Antara perbuatan yang terjadi dengan orang itu .

  Apabila perbuatan itu dapat mencelakakan kepada orang itu ,yang berarti kesalahan dalam diri orang itu maka orang itu dapat dipidana , dan demikian sebalik nya .

  3. H.B . Vos

  Strafbaar feit undang .

  • – adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang

  4. R. Tresna Peristiwa pidana adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia , yang bertentangan dengan Undang

  • – undang atau peraturan – peraturan lain , terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman . R. Tresna menyatakan dapat diambil patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat
  • – syarat sebagai berikut : a.

  Harus ada suatu perbuatan manusia . b.

  Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum .

  c.

  Harus terbukti adanya “ dosa “ pada orang yang berbuat yaitu orang nya harus dapat mempertanggung jawabkan .

  d.

  Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum .

  e.

  Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang – undang .

  Dari kedua pandangan tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis ,apabila dikaitkan dengan syarat penjatuhan pidana , kedua pernyataan diatas tidak memiliki perbedaan yang mendasar . Dua pandangan monistis dan dualistis sama

  • – sama mempersyaratkan bahwa untuk adanya pidana harus ada perbuatan / tindak pidana ( criminal act ) dan pertanggung jawaban pidana ( criminal responsibility / criminal liability ) . Yang membedakan kedua pandangan diatas adalah pandangan monistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana dianggap melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana tercakup baik criminal act maupun criminal responsibility ,sementara pandangan dualistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana hanya mencakup criminal act tidak mencakup criminal responsibility . Ada pemisahan Antara perbuatan pidana dengan orang yang melakukan perbuatan pidana itu . Jadi dapat disimpulkan apabila pandangan monistis , maka telah terjadi tindak pidana , maka syarat untuk adanya pidana sudah dipenuhi .
Sedangkan pandangan dualistis telah terjadi tindak pidana , tidak berarti pidana sudah dapat dipenuhi sebab menurut pandangan dualistis tindak pidana hanya menunjuk pada sifat perbuatan nya ,yaitu sifat dilarang nya perbuatan ,tidak mencakup kesalahan , padahal syarat untuk adanya pidana mutlak harus ada kesalahan .

  Pengertian tindak pidana menurut hukum adat atau delik adat adalah setiap gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang

  • – barang kehidupan materil dan immaterial orang – orang atau daripada orang
  • –orang banyak yang merupakan satu kesatuan , tindakan yang sedemikian ini menimbulkan suatu reaksi yang sifat nya dan besar kecil nya ditetapkan oleh hukum adat ialah reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan

  7 kembali.

8 Menurut Bashar Muhammad , delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari

  seseorang atau kumpulan peseorangan , mengancan atau menyinggung atau menggangu keseimbangan dalam kehidupan persekutuan , bersifat materil atau immaterial , terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan , tindakan atau perbuatan yang demikian mengakibatkan reaksi adat yang dipercayai dapat memulihkan keseimbangan yang telah tergangu , Antara lain dengan berbagai jalan dan cara , dengan pembayaran adat berupa barang , uang , mengadakan

7 Tongat , Op.Cit hal 110

  selamatan, memotong hewan besar / kecil. Adapun Delik adat memiliki unsur

  • – unsur sebagai berikut : 1.

  Perbuatan sepihak dari seorang atau kumpulan perorangan 2. Perbuatan tersebut menggangu keseimbangan persekutuan / masyarakat 3. Perbuatan tersebut bersifat materiil dan immaterial 4. Perbuatan tersebut ditujukan terhadap orang seorang atau masyarakat 5. Mengakibatkan reaksi adat

  Van Apeldoorn mengemukakan bahwa elemen delik itu harus terdiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader ) yang mampu dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid)

  9

  terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum . Jadi delik harus mengandung suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) serta adanya pelaku dari suatu perbuatan yang dapat diminta pertanggung jawaban nya.

  Van bammelen menyatakan bahwa elemen

  • – elemen dari strafbaarfeit dibedakan menjadi dua yaitu :
a.

  Element voor de strafbaarheid van het feit yaitu terletak dalam bidang objektif karena pada dasar nya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum .

  b.

  Element voor strafbaarheid van dadader yaitu terletak dalam bidang subjektif karena pada dasar nya menyangkut keadaan sikap / batin orang yang melanggar hukum yang kesemuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan .

  Pompe membagi elemen dari strafbaar menjadi tiga yaitu : a.

  Wederrechtelijkheid ( unsur melawan hukum ) b. Schuld ( unsur kesalahan ) c. Subsociale ( unsur bahaya / ganguan yang merugikan

  Pada umunya unsur

  • – unsur tindak pidana terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif. Adapun yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku termasuk apa yang ada di hati si pelaku. Unsur subjektif terdiri atas : 1.

  Kesalahan 2. Kesengajaan

  Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungan nya dengan keadaan

  • – keadaan dimana tindak pidana itu dilakukan . unsur objektif

  1. Perbuatan manusia 2.

  Akibat dari perbuatan manusia 3. Keadaan – keadaan 4. Sifat yang dapat dihukum dan sifat melawan hukum

  2. Pengertian Kriminologi

  Kriminologi berasal dari kata

  “Crimen “ yang berarti kejahatan atau penjahat dan “ logos “ yang berarti ilmu pengetahuan. Kriminologi khusus berusaha untuk

  menggali sebab musabab kejahatan melalui berbagai penelitian dan argumentasi teori dan disiplin ilmu. Kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana yang berusaha mencari sebab mengapa terjadi kejahatan di lingkungan masyarakat. Kriminologi berusaha memperhatikan gejala-gejala yang ada dan mencoba menyelidiki sebab-

  10 sebab dan gejala terjadi nya kejahatan atau sering disebut dengan aetiologi.

  Beberapa pendapat sarjana mengenai kriminologi , diantara nya : A.

  Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahahatan sebagai fenomena sosial dan meliputi : 1)

  Sosiologi hukum sebagai analisa alamiah atas kondisi - kondisi 10 perkembangan hukum pidana .

  2) Etiologi criminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab- sebab kejahatan .

3) Penology yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana .

  B.

  Menurut Bonger Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala - gejala kejahatan seluas - luas nya .

  C.

  Mr. Paul Moedikdo Moeliono Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas

  11 kejahatan sebagai masalah manusia .

  D.

  Michael dan Adler Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan

  • – godaan masyarakat dan oleh anggota masyarakat nya .

  E.

  Wood Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori

  • – pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat , termasuk reaksi reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat .
F.

  Prof . Vrij Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri .

  G.

  Muljatno Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan

  • – kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orang nya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu . Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran artinya perbuatan yang menurut undang
  • – undang diancan dengan pidana , dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek .

  H.

  Ediwarman Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu , kelompok ,atau masyarakat ) dan sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya

  • – upaya penanggulangan nya sehingga orang tidak

  12 berbuat kejahatan lagi .

I. Noach

  Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala

  • – gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh , sebab musabab serta akibat
  • – akibat nya .
Dari pendapat para sarjana diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi penyelidikan kriminologi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para penjahat yang dapat merugikan masyarakat baik moril maupun materil. Kejahatan dipandang dari sudut formil ( menurut hukum ) adalah suatu perbuatan yang diberi pidana oleh masyarakat ( dalam hal ini Negara ) . Bila ditinjau lebih dalam lagi , maka kejahatan merupakan sebagian perbuatan

  • – perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, dalam hal ini kesusilaan berhubungan sangat erat dengan sistem nilai
  • – nilai budaya yang biasanya berfungsi sebagai pedoman untuk berbuat , dan sebagai suatu sistem yang mengontrol perbu
  • – perbuatan manusia di dalam masyarakat . Di dalam hal yang mengontrol perbuatan
  • –perbuatan masyarakat tersebut diperlukan suatu pola yang mengatur apakah perbuatan itu baik atau buruk , diperbolehkan atau tidak diperbolehkan oleh masyarakat dimana para pelaku

  13 perbuatan tadi hidup dan menjadi anggota masyarakat .

  

Wolfgang , Savitz dan Jhonston dalam buku nya The Sociology Of Crime and

  memberikan defenisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan

  Delinquency

  tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan - keterangan , keseragaman

  • – keseragaman , pola-pola dan faktor- faktor causal yang berhubunngan dengan kejahatan pelaku serta reaksi masyarakat terhadap kedua nya .
jadi dapat ditarik kesimpulan dari pendapat diatas , bahwa objek kriminologi mencakup :

1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan 2.

  Pelaku kejahatan 3. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelaku nya . ketiga hal ini tidak dapat dipisah

  • – pisahkan karena suatu kejahatan baru dapat dikatakan sebagai kejahahtan apabila mendapat

  14 reaksi dari masyarakat.

  Masih banyak lagi penjabaran mengenai pengertian kriminologi yang tidak hanya membahas mengenai pengertian dari kriminologi , melainkan membahas mengenai pendekatan kriminologi , diantaranya : a.

  Pendekatan deskriptif Kriminologi diartikan disini sebagai suatu observasi terhadap kejahatan dan penjahat sebagai gejala sosial , sehingga disebut juga pendekatan phenomenology atau sistomatologi . Namun deskriptif bukan pendekatan kriminologi dalam arti sempit karena pendekatan deskriptif memberikan fakta yang tidak memiliki makna pabila tidak ada interpretasi evaluasi dari suatu pengetahuan umum yang jelas .tugas dari seorang kriminolog adalah memberikan suatu penulisan deskriptif ,dan apabila dimungkinkan ia harus memberikan suatu penjelasan yang bermakna objektif , maka pendekatan deskriptif tidak hanya secara harafiah memaparkan fenomena yang ada melainkan dengan analisa analisa yang tajam berdasarkan acuan- acuan teoritus dan empiris sesuai dengan perkembangan perspektif kriminologi.

  b.

  Pendekatan kausal Pendekatan ini berupa suatu interpretasi tentang fakta yang dapat dingunakan untuk mencari sebab musabab kejahatan baik secara umum maupun dalam kasus

  • – kasus individual. Sering pendapat ini disebut sebagai Etologi kriminal .

  c.

  Pendekatan normatif Pendekatan normative penting dalam kriminologi , antara lain dalam proses kriminalisasi dan de

  • – kriminalisasi sebagai salah satu pencerminan perspektif baru dalam kriminologi yang berkembang sejak tahun 1960

  Kriminologi sebagai ilmu bantu hukum pidana memiliki hubungan yang sangat erat dengan hukum pidana . Kriminologi membahas mengenai kejahatan . pelaku kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan . Kriminologi begitu tergantung pada hasil

  • – hasil ilmu pengetahuan lain , yang diantara nya : Antropologi , Sosiologi , Psikologi , Ekonomi , Kedokteran , Statistik. Kriminologi mengintegrasikan dari hasil hasil penemuan dari berbagai disiplin di bidang kemasyarakatan dan perilaku orang . hubungan Antara kriminologi dan hukum pidana adalah bahwa hukum pidana
sesuai dengan rumusan delik hukum pidana , inilah yang menjadi ruang pakal dari kriminologi karena sebagai suatu disiplin ilmu yang ideografis harus berusaha melukiskan kenyatan

  • – kenyatan yang terjadi di masyarakat . Kriminologi

  15 memberikan manfaat terhadap hukum pidana dalam penentuan penjatuhan pidana .

3. Pengertian Anak

  Pengertian anak menurut hukum perdata . Didalam hukum perdata khusus nya

  pasal 330 ayat 1 memberikan status hukum seorang anak sebagai berikut . “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin . Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun , maka mereka tidak kembali lagi kedalam kedudukan belum dewasa”.

  Kedudukan seorang anak , akibat dari anak tersebut belum dewasa ,menimbulkan hak

  • – hak anak yang perlu direalisasikan dengan kentutuan hukum khusus yang menyangkut urusan hak – hak keperdataan dari seorang anak .

  Pengertian anak menurut hukum pidana . Anak di dalam lapangan hukum pidana tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak itu sendiri, tetapi dapat dilihat di dalam pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun .Dimana

  16

  pasal 45 berbunyi :

  15 16 Ediwarman , Op.Cit hal 24 Nashriana , Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia ,(Jakarta ,RajaGrafindo

  “ Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan nya yang dikerjakan ketika umurnya belum enam belas tahun , hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua nya , walinya ,atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman atau pun memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dan dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelannggaran yang diterangkan pasal 489 ,490 , 492 ,497 , 503

  • 505 , 514 ,517-519,526 ,536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukan sebelum dua tahun lalu sesudah keputusan terdahuku yang menyalahkan dia melakukan salah satu suatu kejahatan , mengh ukum si tersalah “.

  Namun ketentuan pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya UU No.

  3 Tahun 1997 Sedangkan di dalam pasal 283 memberikan ukuran kedewasaan itu pada usia 17 tahun adapun didalam pasal 283 ayat 1 berbunyi :

  “ Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan dan denda sebanyak

  • – banyak nya Rp 9000,- dihukum barangsiapa menawarkan , menyerahkan buat selama
  • – lamanya atau sementara waktu , menyampaikan ditangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan , gambar atau sesuatu barang yang menyinggung perasaaan kesopanan atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan , jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar , barang , dan cara itu diketahui nya “. Namun setelah disahkan nya UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak,maka pasal 283 KUHP tidak dipakai lagi “. Pengertian anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

  “ Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. “Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”. “Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri

  ”. Jadi menurut UU No.11 Tahun 2012 Trntang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah anak yang belum berumur 18 tahun.

  Hukum pidana itu sendiri memberikan pengertian anak sebagai penafsiran hukum secara negative tidak diketahui pasti berapa usia kedewasaan seorang anak menurut hukum pidana karena tidak dijelaskan secara langsung didalam pasal mengenai usia anak yang dikatakan dewasa. Seorang anak yang berstatus hukum sebagai seorang subjek hukum seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukan anak tersebut , karena kedudukan anak tesebut sebagai seorang yang belum dewasa maka diberikan hak hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan hukum khusus menurut ketentuan hukum yang berlaku. Kedudukan anak sendiri dalam bidang hukum pidana dijelaskan secara lebih rinci di dalam peraturan perundang undangan .

  Pengertian anak menurut Undang

  • –Undang No . 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak , Undang – Undang ini mengklasifikasikan pengertian anak sebagai berikut :

  “ Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin “

  Yang dimaksud dengan anak nakal adalah a.

  Anak yang melakukan tindak pidana b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang babgi anak , baik menurut peraturan perundang

  • – undangan maupun menurut peraturan hukum lain nya yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan .

  Untuk dapat disebut sebagi seorang anak maka orang itu harus berada pada usia minimum nol tahun yang dihitung sejak di dalam kandungan sampai dengan batas usia maksimum delapan belas tahun sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak .

  Pengertian anak menurut Undang

  • – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pengertian anak diatur di dalam pasal 1 huruf 5 yang mengatakan :

  “ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun dan belum menikah , termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingan nya “

  Undang

  • – Undang No 39 Tahun 1999 ini memiliki makna yang tidak jauh berbeda dengan makna yang ditetapkan oleh UUD 1945 yang menentukan anak
dalam pengertian politik dan anak dalam pengertian perdata . anak wajib untuk mendapat perlindungan dari hukum untuk dipelihara dan direhabilitasi apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

  Di dalam hukum kita , terdapat pluralisme mengenai kriteria dari anak tersebut , karena setiap peraturan perundang

  • – undangan mengatur secara tersendiri mengenai kriteria anak . Batas usia seorang anak memberikan pengelompokan tersendiri mengenai batas dikatakan seorang anak dan usia seorang yang dikatakan dewasa. Batas usia anak sendiri adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud dari kemampuan anak di dalam status hukum nya, sehingga dapat diketahui anak tersebut telah beralih menjadi dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang bertanggung jawab terhadap perbuatan
  • – perbuatan hukum serta tindakan – tindakan yang dilakukan anak tersebut .

  Setiap ketentuan hukum yang ada memberikan batas usia maksimum seseorang dikatakan seorang anak , dan ditemukan banyak pendapat hukum yang beranekaragan mengenai kedudukan hukum seorang anak. Berbagai keanekarangaman menganai peraturan perundang

  • – undangan mengenai usia kedewasaan seorang anak dapat dilihat di dalam : 1.

  Batas usia seorang anak menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dapat dilihat didalam pasal sebagai berikut : a.

  Pasal 7 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak untuk dapat kawin bagi seorang anak laki

  • – laki yaitu Sembilan belas tahun , dan bagi seorang wanita yaitu enam belas tahun .

  b.

  Pasal 47 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak minimum delapan belas tahun berada didalam kekuasaan orang tua selama kekuasaan itu belum dicabut .

  c.

  Didalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun dan belum menikah berada di dalam status perwalian.

  2. Undang – Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak , menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang

  • – Undang Nomor 4 Tahun 1979 maka seorang anak adalah seseorang yang belum mencapai usia dua puluh satu tahun dan belum pernah menikah .

  3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak diartikan sebagai seseorang yang dalam perkara Anak Nakal telah berumur delapan tahun akan tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin .

  4. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak , terdapat di dalam pasal 1 butir 1 menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun termasuk anak yang masih didalam kandungan .

  5. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan , merumuskan batas usia Antara tiga belas tahun sampai empat belas tahun boleh bekerja dengan syarat tidak menganggu fisik , mental maupun social.

  6. Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak – Hak Anak ,membuat batasab usia seorang anak yaitu setiiap orang yang berusia dibawah delapan belas , kecuali berdasarkan atas Undang

  • – undang berlaku bagi anak yang dewasa lebih awal .

  7. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu, batas usia seorang anak adalah duapuluh satu tahun.

  8. Batas usia seorang anak menurut ketentuan hukum perdata meletakkan bats usia anak berdasarkan pasal 330 ayat 1 KUH Perdata adalah : a.

  Batas usia belum dewasa dengan telah dewasa adalah dua puluh satu tahun b. Seorang anak yang telah berada dalam usia dibawah dua puluh satu tahun tetapi sudah menikah dianggap telah dewasa.

  9. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) undang

  • – undang ini tidak mengatur secara eksplisit mengenai pengertian anak dikatakan dewasa namun di dalam pasal 153 ayat 5 memberi wewenang kepada seorang Hakim untuk melarang seorang anak yang belum mencapai usia tujuh belas tahun menghadiri

  17 sidang.

  10. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan, menurut ketentuan pasal 1 angka 8 huruf a,b,c UU No 12 Tahun 1995 bahwaanak didik pemasyarakata bagi anak pidana , anak Negara , dan anak sipil untuk dapat di didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling tinggi sampai batas usia delapan belas tahun .

  11. Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah , menurut ketentuan ini , anak adalah seorang yang belum berumur dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin .

  12. Batas usia anak menurut hukum pidana sendiri terdapat di dalam pasal 45,46,dan 47 yang telah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut. Batas usia seorang anak menurut hukum pudana dirumuskan dengan jelas di dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anaksebagai berikut : “ anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur delapn tahun akan tetapi belum mencapai umur delapn belas tahun dan belum pernah kawin “.

  Di dalam hukum adat sendiri batas usia seorang anak dikatakan dewasa menurut ahli hukum adat R.Soepomo menyebutkan ciri

  • – ciri dari ukuran kedewasaan adalah : a.

  Dapat bekerja sendiri b. Cakap dan bertanggung jawab di dalam masyarakat c. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri e.

  Berusia dua puluh satu tahun Pengertian batas usia kedewasaan seorang anak pada hakikat nya mempunyaikeanekaragaman bentuk dan spesifikasi tertentu . artinya batas usia maksimum anak tergantung pada kepentinngan anak tersebut . Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang tergolong anak adalah seorang anak yang masih nol tahun batas penuntutan seorang anak delapan tahun sampai delapan belas tahun dan belum pernah menikah adalah seorang anak.

  Pengelompokan usia anak dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor

  • – faktor yang menjadi penyebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal
  • – hal berikut : 1.

  Kewenangan bertanggung jawab kepada anak 2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum 3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana 4. Pengelompokan proses pemeliharaan 5. Pembinaan yang efektif

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 7

DAFTAR ISI - Penentuan Lc50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

0 0 12

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Luka Operasi 2.1.1 Definisi Infeksi Luka Operasi

0 0 19

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. Pengertian dan Fungsi Izin 1. Pengertian Izin - Prosedur Perolehan Izin Usaha Kecil Menengah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Kota

0 0 16

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB III PENGATURAN IZIN USAHA KECIL MENENGAH DALAM PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 10 TAHUN 2002 DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA - Prosedur Perolehan Izin Usaha Kecil Menengah Berdasarkan Pe

0 0 15

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

BAB II PENGATURAN TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN UMUM D. Pengujian Kendaraan Umum - Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

0 0 30

KATA PENGANTAR - Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

0 0 26

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR A. Teori-teori Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/20

0 0 40