Formulasi Lipstik Menggunakan Kombinasi Minyak Biji Anggur (Grapeseed Oil) Dan Minyak Jarak (Castor Oil) Sebagai Pelarut Zat Warna Sintetis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggur

  Buah anggur atau yang sering disebut grape, bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman anggur berasal dari Timur Tengah, tepatnya Mesopotamia (Irak sekarang). Penyebaran anggur pertama kali bukan dalam bentuk buah segar melainkan dalam bentuk minuman atau wine (Wiryanta, 2004).

  Secara umum ada dua varietas anggur yang umum dibudidayakan dan bisa dikonsumsi, yaitu Vitis vinifera dan Vitis labrusca. Selain jenis anggur dari dua spesies ini, masih banyak spesies lainnya, termasuk anggur liar. Anggur yang sudah lazim kita kenal temasuk genus Vitis, dari keluarga Vitaceae yang jumlahnya lebih 60 jenis. Jenis Vitis Vinifera, atau yang dikenal dengan anggur Eropa, adalah jenis yang paling banyak ditanam. Alasannya jenis Vitis vinifera ini lebih disukai, karena rasanya lebih enak dan lebih lezat. Jenis lain yang juga banyak ditanam orang, terutama di Amerika adalah jenis Vitis labrusca (Setiadi, 1995).

2.1.1 Morfologi Anggur merupakan tanaman perdu merambat dari family Vitaceae.

  Tanaman ini bisa memanjang sampai 15 meter. Daun anggur secara umum berbentuk bulat dengan pinggir bergerigi dan ujung melancip. Namun, berbagai varietas anggur mempunyai bentuk daun yang berbeda-beda. Bunga tanaman anggur tersusun dalam malai. Setelah menjadi buah berbentuk bulat dan atau lonjong dengan ukuran 1 - 2,5 cm. Buah anggur berkulit halus dengan warna hijau, ungu kehitaman, merah atau merah tua. Daging buah berbiji dan berasa manis (Wiryanta, 2004).

2.1.2 Sistematika tumbuhan

  8 Besi 0,4 mg

  13 Niacin 0,2 g

  12 Vitamin C 3 mg

  11 Vitamin B2 0,02 mg

  10 Vitamin B1 0,05 mg

  66 SI

  9 Vitamin A

  Anggur dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pranitasari, 2011): Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Rhamnales Famili Genus : Spesies : Vitis vinifera L.

  2.1.3 Kandungan gizi dan manfaat buah anggur Kandungan gizi pada buah anggur dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

  6 Fosfor 24,4 mg Berbagai kandungan vitamin, mineral, serta antioksidan dalam anggur berkhasiat untuk membersihkan hati, membantu memperbaiki fungsi ginjal, membantu pembentukan sel darah merah, mencegah kerusakan gigi, menonaktifkan virus yang berada di dalam tubuh, serta membantu menurunkan kolesterol. Zat lainnya yang terdapat pada buah anggur adalah resveratrol. Resveratrol pada buah anggur terdapat di bagian kulit buah. Kandungan resveratrol pada kulit buah anggur jenis Vitis vinifera sebanyak 50 - 100 mikrogram (Wiryanta, 2004).

  5 Kalsium 6 mg

  4 Karbohidrat 19,7 g

  3 Lemak 0,36 g

  2 Protein 0,4 g

  1 Energi 75 kal

Tabel 2.1 Kandungan gizi buah anggur dalam setiap 100 gram buah segar No. Komponen Jumlah

  7 Serat 1,7 g

  Kemampuan buah anggur sebagai antikanker dan mampu mencegah penyakit jantung tidak hanya disebabkan oleh adanya senyawa resveratrol.

  Namun, disebabkan juga oleh adanya molekul kuersetin, polifenolat, dan flavonoid yang memiliki struktur sistem hidroksil. Ketiga senyawa ini secara efektif mampu menghambat oksidasi radikal bebas. Molekul radikal bebas merupakan salah satu penyebab utama penyakit kanker dan jantung yang sangat berbahaya (Wiryanta, 2004).

2.2 Minyak Biji Anggur

  Minyak biji anggur telah menarik banyak perhatian bagi industri makanan, kosmetik dan farmasi karena sifat-sifatnya. Kandungan utama dalam minyak biji anggur terletak pada kadar yang tinggi dari asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat (Da Silva, dkk., 2008), dan vitamin E yang sangat penting pada kesehatan manusia. Minyak biji anggur terdiri dari trigliserida, yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, dibandingkan dengan minyak lainnya (Barron, dkk., 1988). Minyak biji anggur mengandung 75% asam linoleat, 15% asam oleat, 6% asam palmitat, 3% asam stearat dan 1% asam linolenat. Minyak biji anggur memiliki vitamin E dengan tingkat antioksidan yang sangat tinggi, sehingga membuat minyak sangat stabil (Maheswari dan Rao, 2005).

  Minyak biji anggur atau yang dikenal juga dengan nama Grapeseed oil diperoleh dari biji anggur. Kandungan senyawa dalam biji-bijian yang sering dianggap limbah ini cukup luar biasa. Biji anggur mengandung Oligomere Proanthro Cyanidin atau yang sering disingkat OPC. Senyawa ini sendiri memiliki sifat antioksidan dengan daya kerja yang jauh lebih kuat dari vitamin C dan juga E. Hal ini yang menjadikan minyak biji anggur begitu istimewa dan populer

  a sebagai bahan utama dalam berbagai kosmetika (Anonim, 2013 ).

2.3 Kosmetik Kosmetik berasal dari kata ”kosmein” (Yunani) yang berarti ”berhias”.

  Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat alam sekitar. Sekarang kosmetik tidak hanya dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

  Menurut peraturan kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Berdasarkan penggolongannya, kosmetika dibagi menjadi 2 golongan utama yaitu kosmetika perawatan kulit (skin care) dan kosmetika dekoratif (tata rias/make up) (Tranggono dan Latifah, 2007).

  2.3.1 Kosmetika perawatan dan pemeliharaan (skin care)

  Tujuan penggunaan kosmetik ini adalah untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Kosmetika perawatan kulit terdiri dari kosmetika pembersih kulit (cleanser). Kosmetika pelembab kulit (moisturizer), kosmetika pelindung kulit, dan kosmetika untuk menipiskan kulit (peeling). Contoh dari kosmetika perawatan kulit adalah sabun, night cream, sunscreen cream, scrub cream (Tranggono dan Latifah, 2007).

  2.3.2 Kosmetika dekoratif

  Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terlihat sehingga tampak lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada (Wasitaatmadja, 1997).

  Tranggono dan Latifah (2007) membagi kosmetik dekoratif dalam dua golongan besar, yaitu:

  1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.

  2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.

  Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain: Warna yang menarik

  • Bau yang harum menyenangkan

  • Tidak lengket
  • Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
  • Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.

2.4 Kulit

  Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

  Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: 1. Lapisan epidermis atau kutikel

  Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum (lapisan kulit yang paling luar), stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis.

2. Lapisan dermis

  Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas pars papilaris (bagian yang menonjol ke dalam epidermis) dan pars retikularis (bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis).

3. Lapisan subkutis (hipodermis)

  Lapisan subkutis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).

2.5 Bibir Kulit bibir mirip dengan kulit pada bagian lain yang melindungi tubuh.

  Pada permukaan luar, bibir dilapisi oleh integument (jaringan penutup permukaan kulit), dan pada permukaan dalam, membran selaput lendir oral menjadi satu dengan kulit bibir pada batas merah terang. Pada komponen dari bibir ditemukan otot oris orbikularis yang berperan dalam kontraksi atau gerakan bibir, arteri, dan vena labial, susunan saraf, jaringan lemak, dan kelenjar lemak (Woelfel dan Scheid, 1997).

  Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak, sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi ke statum germinativum (Ditjen POM, 1985; Groteluschen, dkk., 2005).

  Bibir tiap orang apapun warna kulitnya, berwarna merah. Warna merah disebabkan oleh warna darah yang mengalir di dalam pembuluh di lapisan bawah kulit bibir. Pada bagian ini warna itu terlihat lebih jelas karena pada bibir tidak ditemukan satu lapisan kulit paling luar yaitu lapisan stratum korneum (lapisan tanduk). Jadi kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah, karena itu bibir jadi lebih mudah luka dan mengalami pendarahan. Di samping itu, karena kulitnya yang tipis saraf yang mengurus sensasi pada bibir lebih sensitif (Wibowo, 2013).

  Bagi bibir yang begitu sempit ternyata tersedia berbagai macam kosmetika rias. Mungkin karena bibir dianggap sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang. Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga dengan bahan untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak, misalnya ultra violet. Ada beberapa macam kosmetika rias bibir, yaitu lipstik, lip crayon, krim bibir (lip cream), pengkilap bibir (lip gloss), penggaris bibir (lip liner), dan lip sealers (Wasitaatmadja, 1997).

2.6 Lipstik

  Lipstik adalah sediaan bentuk batang yang dengan bahan dasar minyak dan lilin yang diberi zat warna merah yang larut atau tersuspensi dalam minyak dan diberi parfum secukupnya (Balsam dan Sagarin, 1972).

  Fungsi lipstik adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik. Tetapi kenyataannya warna lainpun mulai digemari orang, sehingga corak warnanya sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga, hingga merah biru, bahkan ungu (Ditjen POM, 1985).

  Bahan dasar lipstik adalah minyak, lemak, dan lilin, dimana bahan dasar ini harus dapat mendispersikan zat warna secara homogen. Jika dilelehkan akan mencair sedikit-sedikit, jika dibekukan akan berbentuk lipstik yang tidak mudah patah (Balsam dan Sagarin, 1972).

  Berdasarkan sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Mitsui, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007):

  1. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir 2.

  Penampilan menarik, baik warna, bau, rasa maupun bentuknya 3. Memberikan warna yang merata pada bibir 4. Stabil dalam penyimpanan 5. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik

  6. Melapisi bibir secara mencukupi 7.

  Dapat bertahan di bibir 8. Cukup melekat pada bibir 9. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.

2.6.1 Jenis-jenis lipstik

  Jenis-jenis lipstik sebagai berikut (Muliyawan dan Suriana, 2013): a. Sheer/gloss

  Lipstik jenis ini adalah jenis lipstik yang ringan dan menciptakan efek

  

glossy pada bibir. Lipstik ini berbentuk bening (transparan). Ketika digunakan

  pada bibir, warnanya tidak terlalu menonjol, namun cenderung memberikan efek

  

glossy pada warna alami bibir. Lipstik jenis ini cocok digunakan untuk aktivitas

sehari-hari.

  b.

  Matte Lipstik jenis ini kandungan minyaknya lebih sedikit dan mengandung pigmen yang banyak menyerap cahaya. Sehingga, ketika diaplikasikan pada bibir tidak menimbulkan kilap. Salah satu kelebihan lipstik matte adalah warnanya mampu bertahan lebih lama di atas bibir dan tidak mudah menempel pada gelas atau sendok saat bersantap. Kekurangan lipstik jenis matte adalah agak sulit menempel pada bibir yang kering.

  c.

  Satin Aplikasi lipstik jenis ini memberikan hasil polesan antara glossy dan matte

  (tidak mengilap). Efek glossy yang dihasilkan tidak terlalu mengilap, namun warna tetap keluar.

  d.

  Cream Lipstik jenis ini cocok digunakan di daerah yang beriklim dingin. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia menggunakan lipstik jenis ini kurang cocok dan terasa agak berat. Hasil polesannya terasa lembut di bibir, namun agak matte.

  e.

  Transferproof Lipstik jenis transferproof mulai banyak diminati saat ini. Sifatnya yang awet dan tidak mudah menempel di baju atau pipi ketika bersentuhan dengan bibir menggunakan lipstik ini, membuat lipstik ini lebih diminati. Sifat tahan lama pada lipstik ini muncul karena penggunaan teknologi silikon nonvolatile.

2.6.2 Komposisi lipstik

  Bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut (Tranggono dan Latifah, 2007): a.

  Lilin Fungsinya memberikan bentuk lipstik dan menjaga bentuknya agar selalu dalam keadaan padat walaupun pada iklim panas. Misalnya carnauba wax, candellila wax, bees wax, paraffin wax, spermaceti, setil alkohol, stearil alkohol (Balsam dan Sagarin, 1972). b.

  Minyak Minyak yang baik adalah minyak yang dapat melarutkan warna dengan baik, tidak berbau dan mudah di dapat. Misalnya castor oil, butil stearat, oleil alkohol, isopropil palmitat, iso propil miristat (Balsam dan Sagarin, 1972).

  c.

  Lemak Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain (Balsam dan Sagarin, 1972).

  d.

  Zat-zat pewarna (coloring agent) Zat warna untuk kosmetik dekoratif dibedakan atas lima jenis, zat warna alam yang larut, zat warna sintetis yang larut, pigmen alam, pigmen sintetis, dan lakes alam (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Syarat zat warna dalam sediaan lipstik adalah sebagai berikut: Tidak menyebabkan iritasi dan toxisitas

  • Tidak mengandung senyawa As, Pb, dan pengotoran-pengotoran lain
  • Harus dapat digerus halus sekali sehingga bila dipakai tidak terasa berpasir
  • Mempunyai intensitas warna yang tinggi
  • Terdispersi halus pada minyak, tidak menjadi kering dan tengik (Balsam
  • dan Sagarin, 1972).

2.6.3 Zat tambahan dalam sediaan lipstik

  Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet dan parfum.

  1. Antioksidan Kegunaan antioksidan adalah mencegah terjadinya oksidasi dari beberapa bahan pada penyimpanan yang lama. Contoh antioksidan adalah butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluen, propil gallat (Balsam dan Sagarin, 1972).

  2. Pengawet Penggunaan pengawet dalam kosmetik adalah untuk mencegah dan melindungi sediaan kosmetik dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas, penurunan daya kerja bahan aktif, dan gangguan kesehatan. Contoh pengawet adalah metil paraben (nipagin), propil paraben (nipasol), dan propil hidroksi benzoat (Tranggono dan Latifah, 2007).

  3. Parfum Parfum yang baik memiliki sifat tidak menyebabkan iritasi, dan rasa yang tidak enak, dan dapat menutupi bau yang tak enak dari lemak atau bau yang terjadi karena penyimpanan. Parfum yang dipakai biasanya dengan wangi buah-buahan dan wangi bunga-bungaan (Balsam dan Sagarin, 1972).

4. Surfaktan

  Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan mendispersikan partikel-partikel zat warna yang padat (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.6.4 Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi

  Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi ini sebagai berikut: 1. Oleum ricini (Minyak jarak)

  Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji

  Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental,

  jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa agak manis dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam etanol mutlak, dan dalam asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979). Minyak jarak digunakan sebagai pelarut dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi (Rowe, dkk., 2009).

  2. Cera alba (Malam putih) Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah

  Apis mellifera L. Suhu leburnya yaitu antara 62 ºC hingga 65 ºC. Kegunaan Cera alba adalah untuk mengatur titik lebur sediaan (Rowe, dkk., 2009).

  3. Lanolin Lanolin adalah adeps lanae yang mengandung air 25%. Digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai (Anief, 2000). Lanolin merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba

  Bovis aries L. (Fam. Bovidae), yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan

  baunya. Suhu leburnya yaitu antara 38 ºC hingga 44 ºC. Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe, dkk., 2009). Penggunaan lanolin dalam sediaan lipstik adalah untuk membantu meratakan warna (Balsam dan Sagarin, 1972).

  4. Vaselin alba Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Suhu leburnya antara 38 ºC hingga 56 ºC (Ditjen POM, 1979). Vaselin digunakan untuk menambah kilauan pada lipstik (Balsam dan Sagarin, 1972).

  5. Setil alkohol Setil alkohol digunakan dalam formula lipstik karena punya sifat emolien yang baik dan memiliki suhu lebur antara 45 ºC hingga 52 ºC (Rowe, dkk., 2009). Setil alkohol digunakan untuk menambah efek thixotropic (Balsam dan Sagarin, 1972).

  6. Carnauba wax Carnauba wax diperoleh dari daun Copernicia cerifera. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu lebur yang tinggi yaitu 80 - 86 ºC. Biasa digunakan untuk meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Rowe, dkk., 2009).

  7. Metil paraben Metil paraben merupakan zat pengawet yang larut 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P; mudah larut dalam etel P dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas (Ditjen POM, 1995). Metil paraben digunakan sebagai pengawet dalam sediaan topikal dalam jumlah 0,02 - 0,3% (Rowe, dkk., 2009).

  8. Parfum Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, dan menyenangkan, dan banyak disukai dan dapat menutupi bau yang tidak enak dari lemak (Balsam dan Sagarin, 1972).

  9. Butil hidroksi toluen Butil hidroksi toluen digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik, dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi lemak dan minyak menjadi tengik, dan juga untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi butil hidroksi toluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topikal adalah 0,0075 - 0,1% (Rowe, dkk., 2009).

  10. Tween 80/polisorbat 80 Tween 80 atau polisorbat 80 adalah zat berupa cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam lemak dan khas. Mudah larut dalam air, etanol, metanol dan sukar larut dalam parafin cair (Ditjen POM, 1979). Kegunaan Tween 80 adalah sebagai pendispersi patikel-partikel pewarna yang padat dan sebagai agen pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak esensial dan vitamin yang larut dalam minyak dalam jumlah 1 - 15% (Rowe, dkk., 2009).

  11. Pewarna Pewarna yang digunakan adalah pewarna merk “Smelling good” yang memiliki komposisi yaitu poncheau 4R Cl 16255 dan propilen glikol. a.

  Poncheau 4R merupakan pewarna sintetik yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Nama

  IUPAC: trisodium(8Z)-7-oxo-8 [(4- sulfonatonaphthalen-1-yl)hidraziniliden ]naphthalen-1,3-disulfonat.

  Struktur IUPAC: Rumus molekul/rumus kimia: C H N Na O S . Massa molar: 604,47

  

20

  11

  2

  3

  10

  3 b

  gram/mol (Anonim, 2013 ).

  b.

  Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut dalam jumlah yaitu 5 - 15%. Propilen glikol adalah pelarut yang lebih baik dari pada gliserin dan dapat melarutkan berbagai macam bahan seperti kortikosteroid, fenol, barbiturat, vitamin (A dan D), dan alkaloid (Rowe, dkk., 2009).

2.7 Evaluasi Lipstik

  Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut: a. Penetapan suhu lebur lipstik

  Titik lebur dari lipstik dapat diperiksa dengan pipa kapiler yang ukuran, panjang isinya, dan temperaturnya tertentu atau sama rata. Kecuali jika ditentukan

  

drop point nya yaitu temperatur dimana minyak dari lipstik akan menetes yakni

  dengan cara meletakkan lipstik pada kotak, dibiarkan dan dilihat dimana pada temperatur tertentu akan ke luar minyaknya. Temperatur ini berfungsi sebagai temperatur limit untuk penyimpanan misalnya pada waktu pengepakan, pemasaran, dan pemakaian, yang dimana drop point harus di atas 45 ºC, dan sebaiknya di atas 50 ºC (Balsam dan Sagarin, 1972).

  b.

  Kekuatan lipstik Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.

  Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lipstik juga kualitas lilinnya.

  Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira 1/2 inci dari tepi. Tiap 30 detik buat penekan ditambah (misalnya 10 g). Penambahan berat pada penekan dilakukan terus sampai lipstik patah (Vishwakarma, dkk., 2011).

  c.

  Stabilitas sediaan Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 15, 30 dan selanjutnya setiap 15 hari hingga hari ke-90 (Vishwakarma, dkk., 2011).

  d.

  Uji oles Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan lima kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).

  e.

  Penentuan pH sediaan Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

  Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu larutan hangat (sekitar 40 ºC), elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

  f.

  Uji tempel (Patch Test) Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM, 1985).

  Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan, sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).

  Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder (Ditjen POM, 1985).

  Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).

  Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20 - 30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen POM, 1985).

  Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan atas bagian dalam, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen POM, 1985).

  Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik, dan uji tempel ramal (Ditjen POM, 1985).

  Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen POM, 1985).

  Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (Ditjen POM, 1985).

  Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen POM, 1985). Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:

  Kadar dan jenis sediaan uji

  • Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji
  • Lamanya waktu pelekatan sediaan uji
  • Lokasi lekatan
  • Umur panel
  • g.

  Uji kesukaan (Hedonic Test) Uji kesukaan (hedonic test) merupakan metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2006), data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus seperti di bawah ini:

  P ( X − (

  1 , n 96 . S / n )) ≤ µ ≤ + (

  X (

  1 , 96 . S / n )) ≅ 95 % i Xi

  ∑ X = n

  n

2 Xi −

  S = 2 n S = S

  X 2 i ( ) ∑

  Keterangan: n = banyaknya panelis

2 S = keseragaman nilai

  1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95% = nilai rata-rata

  ̅

  x i = nilai dari panelis ke i, dimana i = 1, 2, 3, ...n; s = simpangan baku P = tingkat kepercayaan

  µ = rentang nilai Kriteria panelis (Soekarto, 1981): 1. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil secara acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin besar semakin baik.

  2. Berbadan sehat.

  3. Tidak dalam keadaan tertekan 4.

  Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Struktur Birokrasi Dan Kemampuan Sumber Daya Manusia Terhadap Implementasi Kebijkan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Di Kantor Unit Pelaksan Teknis Daerah – Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Medan

0 0 9

Pengaruh Kualitas Pelayanan Bagian Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Terhdap Kepuasan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Univrsitas Sumatera Utara

0 0 14

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata - Upaya Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kota Medan

0 1 10

Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kalium Diklofenak - Sintesis Propil Diklofenak Dan Elusidasi Struktur Menggunakan Fourier Transform Infra Red (Ft-Ir) Dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (Gc-Ms)

0 0 15

Sintesis Propil Diklofenak Dan Elusidasi Struktur Menggunakan Fourier Transform Infra Red (Ft-Ir) Dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (Gc-Ms)

0 0 14

Formulasi Sediaan Deodoran Antiperspiran Bentuk Batang (Stick) Dengan Aluminium Kalium Sulfat (Tawas)

0 0 30

Formulasi Sediaan Deodoran Antiperspiran Bentuk Batang (Stick) Dengan Aluminium Kalium Sulfat (Tawas)

0 0 13