BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) - Analisis Perbedaan Profitabilitas dan Pengelolaan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Privatisasi yang Mewujudkan Good Corporate Governance (Studi Empiris Pada BUMN Sektor Te

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

  Kehadiran BUMN di Indonesia dimulai dari pembentukan pemerintahan presidensial pada November 1957. Presiden Soekarno mengumumkan penyatuan Irian Barat dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia yang diperkuat oleh penerbitan UU No.19 PRP/1960 tentang Perusahaan Negara (Moeljono, dalam Riri 2010:6).

  Dasar pembentukan BUMN adalah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang berbunyi:

  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

  Dalam Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Di dalam UU ini juga disebutkan macam- macam bentuk BUMN yang diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 19 Tahun 2003 yaitu terdiri dari Persero dan Perum. Perjan sudah tidak termasuk lagi dalam BUMN menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 tersebut.

  Bentuk Badan Usaha Milik Negara menurut fungsi sosial ekonomi (Riri 2010:6) :

  1. Perusahaan Umum (Perum) Menurut PP Nomor 13 Tahun 1998 dan UU Nomor 19 Tahun 2003 adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1969 yang mana terbagi atas saham. Tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha perum lebih kepada pelayanan publik namun tetap diharapkan menghasilkan laba untuk kelangsungan usahanya.

  2. Perusahaan Perseroan Terbuka (Persero) Menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 dan PP Nomor 12 Tahun 1998 adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 yaitu minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara dan tujuan utamanya mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan menyediakan barang dan jasa bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.

  Pendirian BUMN mempunyai maksud dan tujuan yang dituangkan dalam

  Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 yaitu :

  1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

  2. Mengejar keuntungan;

  3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

  4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

  Dalam KEP-100/MBU/2002 Pasal 5 ayat 3 dikatakan bahwa BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya di luar bidang BUMN infrastruktur. Sebagai contoh, yaitu BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi, konstruksi,pariwisata, perkebunan, pertanian, farmasi, niaga, pertambangan dan lain-lain.

  Perusahaan BUMN sektor telekomunikasi merupakan perusahaan yang menyediakan dan memberikan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, keberadaan sektor telekomunikasi dianggap penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan, dan meningkatkan hubungan antar bangsa.

2.1.2 Privatisasi

  2.1.2.1 Teori Monopoli

  Menurut Dunleavy, monopoli adalah segala tindakan negara terhadap masyarakat dan dapat dipaksakan. Teori monopoli menjelaskan BUMN yang pada mulanya memegang bidang usaha yang strategis dan vital maka pemerintah memberi hak monopoli namun menjadi tidak efisien karena kurangnya kompetisi sehingga menyebabkan kegagalan pasar. Efisiensi BUMN yang rendah dan menyebabkan kurangnya daya saing dibanding swasta (Lubis, dalam Riri 2010:12).

  2.1.2.2 Teori Property Rights

  Teori property rights menjelaskan mengenai hak kepemilikan suatu kekayaan sehingga jelas pertanggungjawabannya seperti pada perusahaan swasta yang lebih memiliki kebebasan dalam menggunakan dan memberdayakan aset dan pada akhirnya mampu mendorong agar lebih efisien dalam menjalankan usaha. Property rights menciptakan dorongan bagi terciptanya efisiensi perusahaan sedangkan BUMN adalah perusahaan milik negara yang mana pengertian negara kurang jelas sehingga terjadi kekurangan insentif untuk mendorong efisiensi. Selain itu terjadi keterbatasan dana untuk memenuhi kebutuhan modal investasi, sebagian modal BUMN berasal dari hutang jadi biaya modalnya tinggi. Tujuan privatisasi dari perspektif ekonomi menurut Ernst adalah mewujudkan kebebasan ekonomi dan kepentingan konsumen melalui berkurangnya monopoli sehingga konsumen akan meningkatkan efisiensi (Dwidjowijoto dan Wrihatnolo, dalam Riri 2010:13).

2.1.2.3 Teori Pilihan Publik (Public Choice Theory)

  Teori pilihan public (Public Choice Theory) merupakan teori dari sudut pandang politik terhadap privatisasi dan berfokus pada masalah keagenan di BUMN antara publik dan politisi yang menjelaskan bahwa politisi dapat membebankan tujuan politik, ekonomi, dan sosial terhadap BUMN. Inefisiensi yang terjadi dalam BUMN adalah akibat kerentanan terhadap intervensi Boycko, Sheilfer dan Vishny (1996) hanya perubahan kontrol dan penyatuan pengaruh politik dan kepentingan perusahaan yang mampu membawa kinerja lebih baik (Dwidjowijoto danWrihatnolo, dalam Riri 2010:12).

  Teori pilihan publik juga mengasumsikan bahwa politisi, birokrat, dan manajer perusahaan publik lebih mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utilitasnya. Pendekatan ini mengasumsikan politisi mementingkan kepentingannya sendiri untuk mencapai tujuan ideologis atau personal dengan batasan tidak kehilangan posisi pada pemilu berikutnya. Bagi politisi, tetap berada dalam kekuasaan adalah tujuan yang utama, sehingga politisi akan menggunakan public utilities untuk tujuan pribadinya. Hal ini terlihat pada tidak adanya dorongan bagi politisi untuk melakukan kontrol yang efektif untuk penggunaan sumberdaya negara dan efisiensi perusahaan publik.

  

Public utilities memberikan kesempatan bagi politisi untuk mencapai

  kepentingan pribadinya, yaitu terpilih kembali pada pemilu selanjutnya dengan cara penambahan tenaga kerja dan stabilisasi purchasing power . Jika ‘misuse’ dari public utilities menyebabkan meningkatnya angka tenaga kerja dan pendapatan dalam kurun waktu tertentu, maka sangat mudah bagi pemerintah untuk dapat dipilih kembali dalam pemilihan selanjutnya. Biaya-biaya dari kebijakan yang

  ‘misuse’ tersebut akan tampak beberapa tahun setelahnya, yaitu

  adanya defisit pada keuangan perusahaan publik yang kemudian memerlukan campur tangan pemerintah dengan subsidi, yang pada akhirnya akan meningkatkan defisit anggaran negara. (Ardian Ganang 2011:24)

  Privatisasi memiliki banyak defenisi menurut sudut pandang tersendiri dari para ahli, akademisi maupun praktisi. Pada awalnya konsep privatisasi menguat seiring dengan meningkatnya ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam suasana yang demikian, Savas (1982) berpendapat bahwa privatisasi adalah alternatif kebijakan yang dapat memulihkan sikap sinis dan skeptisme masyarakat terhadap buruknya birokrasi pemerintah. Defenisi lain mengatakan bahwa privatisasi merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada sektor swasta (Bastian, 2002:18). Berikut ini adalah berbagai sudut pandang lainnya dari para akademisi dan praktisi terhadap defenisi dari privatisasi: a.

  Peacock (1930-an) Privatisasi, pada umumnya didefinisikan sebagai pemindahan industri dari milik pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasikan bahwa saham dominan dalam pemilikan aktiva akan berpindah ke pemegang saham swasta. Privatisasi juga mencakup perubahan “dari dalam ke luar”, di mana terdapat kontrak pembelian dan jasa pemerintahan. (Indra Bastian, 2000:27) b. Kay dan Thompson (1970-an)

  Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. (Bastian, 2002: 21) c. Dunleavy (1980-an) jasa yang dilakukan perusahaan negara ke swasta. (Mudrajad Kuncoro,

  2010:433) d. Pirie (1980-an)

  Ide privatisasi melibatkan pemindahan produksi barang dan jasa sektor publik ke sektor swasta. Pemindahan ini mengakibatkan perubahan manajemen perusahaan sektor publik ke mekanisme swasta. Privatisasi lebih merupakan metode, bukan semata-mata kebijakan final. Sebuah metode regulasi yang memiliki kecenderungan untuk mengatur ekonomi sesuai mekanisme pasar (Bastian, 2002: 20) e. Posner (1980-an) Privatisasi adalah berpindahnya pengelolaan perusahaan dari publik ke swasta.

  (Mudrajad Kuncoro, 2010:434)

  Di Indonesia, menurut Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pengertian privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut, maka Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi adalah: mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya. (Ifa Anifawati et all : 2013) privatisasi tersebut adalah pemindahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dari sektor publik ke sektor swasta baik secara penuh ataupun sebagian.

2.1.2.5 Landasan Hukum Privatisasi

  Berikut adalah landasan hukum privatisasi yang terlampir pada laporan tentang Privatisasi oleh Kementerian BUMN tahun 2011 : a.

  UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN (pasal 74-84) b.

  Peraturan Pemerintah No.33 tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perosahaan Perseroan (Persero) c. Keputusan Presiden No. 18 tahun 2006 tentang Pembentukan Komite

  Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) d.

  Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan (Persero) e. Peraturan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2010 tentang Cara

  Privatisasi, Penyusunan Program Tahunan Privatisasi dan Penunjukkan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta profesi lainnya.

2.1.2.6 Tujuan Privatisasi

  Tujuan privatisasi yang diartikulasi pemerintah terdapat di berbagai bidang, dijelaskan dalam (Bastian, 2002:127) yaitu: a. Keuangan perpajakan dan pengeluaran publik

  • Mendorong keuangan swasta untuk ditempatkan dalam investasi publik dalam skema infrastruktur utama
  • Menghapus jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik b.

  Jasa dan Organisasi

  • Meningkatkan efisiensi dan produktifitas
  • Mengurangi peran Negara dalam pembuatan keputusan
  • Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan dan sikap-sikap bisnis
  • Meningkatkan pilihan konsumen
c.

  Ekonomi Memperluas wilayah kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan dalam

  • perekonomian
  • swasta d.

  Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal

  Politik Mengendalikan kekuatan perkumpulan dagang dan mencapai pasar tenaga

  • kerja yang lebih fleksibel
  • Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan dan memperluas kepemilikan kekayaan menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulatif
  • Meningkatkan kemandirian, individualisme, dan merusak secara perlahan kepedulian dan tanggung jawab kolektif

2.1.2.7 Tata Cara Privatisasi

  Berdasarkan Pasal 5 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2005 tentang tata cara privatisasi perusahaan perseroan (persero) hanya terdapat 3 cara privatisasi yang dilakukan di Indonesia, yaitu: 1.

  Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, yaitu penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering/go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct

  placement ) bagi Persero yang telah terdaftar di bursa.

  2. Penjualan saham secara langsung kepada investor, yaitu penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lainnya termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham Persero yang belum terdaftar di bursa.

  3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan, yaitu dalam hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, maka penawaran kepada manajemen dan/atau karyawan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan manajemen adalah Direksi.

2.1.3 Good Corporate Governance

2.1.3.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

  Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dengan investor. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, dalam Anindhita 2010:7)

  Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori

  keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh investor. Selain itu corporate governance juga berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata lain, corporate governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (Anindhita 2010:8)

2.1.3.2 Defenisi Good Corporate Governance

  Istilah Good Corporate Governance pertama kali muncul dan diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 di dalam The Report of

  

the Cadbury Committee on Financial Aspects of Corporate Governance: The

Code of Best Practise yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai turning point atau titik balik yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia. (I Nyoman Tjager, 2003:26) Berikut ini adalah berbagai defenisi dari Corporate Governance (I

  Nyoman Tjager, 2003:26-29) : 1.

  Corporate Governance adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi. Defenisi lainnya yaitu merupakan seperangkat peraturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka. (Cadbury Committee)

  Corporate Governance adalah struktur dimana para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. (Organization for Economic Cooperation and Development)

  3. Corporate Governance adalah struktur dimana manajer di puncak organisasi dikendalikan oleh dewan direksi, struktur yang terkait, eksekutif insentif, dan skema lain dari pengawasan dan ikatan. (Donaldson and Davis) 4. Corporate Governance adalah hubungan antara kelompok shareholders,

  board of directors, dan top management dalam menentukan arah dan kinerja

  korporasi. (Monks and Minow) Berdasarkan berbagai defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good

  

Corporate Governance adalah mengenai suatu sistem, proses, dan seperangkat

  peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan

  

(stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham,

dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.

  Sedangkan pada Pasal 1 yang terdapat di Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER

  • – 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada badan Usaha Milik Negara, yang dimaksud dengan Good Corporate Governance adalah prinsip- prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.

2.1.3.3 Prinsip-prinsip Dasar Good Corporate Governance

  Terdapat 5 prinsip dasar Good Corporate Governance yang terdapat pada

  • – 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good

  Corporate Governance) pada badan Usaha Milik Negara, yaitu: 1.

  Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

  2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

  3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

  4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

  5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.

2.1.3.4 Tujuan Good Corporate Governance

  Di dalam Pasal 4 pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER

  • – 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Negara, memuat mengenai penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN yang bertujuan untuk: 1.

  Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN.

  2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif,

  serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ Perum.

  3. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan

  dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

  4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.

  5. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.

2.1.3.5 Pengukuran Terhadap Implementasi Good Corporate Governance

  Sesuai dengan ayat (1) Bab XII Pasal 44 tentang Pengukuran Terhadap Implementasi Good Corporate Governance dalam PER

  — 01 /MBU/2011 , BUMN wajib melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG dalam bentuk:

  

a. penilaian (assessment) yaitu program untuk mengidentifikasi pelaksanaan

  GCG di BUMN melalui pengukuran pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun;

  

b. evaluasi (review), yaitu program untuk mendeskripsikan tindak lanjut

  pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilakukan pada tahun berikutnya setelah penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang meliputi evaluasi terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan.

  Pengukuran terhadap implementasi Good Corporate Governance selain melihat dari kinerja keuangan perusahaan, juga dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator di dalam prinsip dasar Good Corporate Governance yang tertuang dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) , yaitu:

  1. Transparency a.

  Waktu penerbitan laporan keuangan b.

  Visi perusahaan c. Misi perusahaan d.

  Sasaran perusahaan e. Strategi perusahaan f. Kondisi keuangan g.

  Susunan pengurus h. Pengelolaan risiko i. Sistem pengawasan dan pengendalian intern j. Sistem pelaksanaan GCG

  2. Accountability Jumlah anggota komite audit paling kurang 3 dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi b.

   Reward and punishment system 3. Responsibility a.

  Melaksanakan tanggung jawab sosial 4. Independency a.

  RUPS minimal 1 (satu) kali dalam satu periode 5. Fairness a.

  Keberadaan dewan komisaris independen b.

  Uraian untuk memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai homepage sebagai akses informasi

2.1.4 Rasio Profitabilitas

  Rasio profitabilitas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Rasio ini diukur dengan membandingkan laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total aset yang dimiliki perusahaan pada periode tertentu. (Innayah, 2014:13)

  Rasio profitabilitas ini terbagi 3, yaitu : 1. Return on Asset (ROA)

  Rasio ini membandingkan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan total aset. Menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada tingkat aset tertentu, semakin tinggi semakin baik.

  Return on Assets (ROA) = (Laba Bersih / Aset) x 100% 2.

  Return on Equity (ROE) Rasio ini membandingkan laba bersih dengan modal sendiri. Menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu, semakin tinggi semakin baik.

  (ROE) = (Laba Bersih / Ekuitas) x 100%

  Return on Equity 3.

  Net Profit Margin (NPM) Rasio ini membandingkan laba usaha atau Earning After Tax (EAT) dibagi penjualan bersih. Menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu, semakin tinggi semakin baik.

  Net Profit Margin (NPM) = (Laba Bersih / Penjualan) x 100%

2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu 1.

  Andayani (2006) dengan penelitian yang berjudul analisis kinerja keuangan BUMN yang listed di BEJ sebelum dan sesudah privatisasi menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan current ratio dan

  quick ratio sebelum dan sesudah privatisasi. Sedangkan pada rasio purchase/sales , rasio profit/value added, rasio utang atas modal, rasio utang

  atas aktiva, net profit margin, total assets turn over, return on assets (ROA) dan return on Equity (ROE) tidak terdapat perbedaan yang signifikan setelah privatisasi. Hal ini bisa disebabkan karena pasca privatisasi terjadi banyak perubahan di dalam BUMN, baik perubahan struktur organisasi maupun memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut. Dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada delapan rasio keuangan dari sepuluh rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini maka tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan yang signifikan pada BUMN setelah diprivatisasi.

2. Setiyowati (2010), dengan penelitian yang berjudul Analisis Perbedaan

  Efisiensi, Profitabilitas,Leverage dan Likuiditas Sebelum dan Setelah Privatisasi (Studi Empiris pada BUMN Sektor Non Infrastruktur dan Non Jasa Keuangan yang Go Public Tahun 1995-2007) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan efisiensi dan profitabilitas yang signifikan sedangkan leverage dan likuiditas terdapat perbedaan yang signifikan pada BUMN setelah privatisasi.

  3. Mobilala (2012) dengan penelitian yang berjudul Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Penerapan Good Corporate Governance (Studi Kasus pada PT. Kimia Farma, Tbk.) menunjukkan bahwa: terdapat perbedaan kondisi kinerja keuangan setelah diterapkannya mekanisme Good

  Corpaorate Governance (GCG). Selain itu rasio-rasio keuangan yang

  digunakan sebagai pengukur seperti Return On Asset, Net Profit Margin, Current Ratio dan Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan.

  Sedangkan untuk rasio Price Earning Ratio pada penelitian ini berhasil menemukan adanya pengaruh negatif dan signifikan setelah perusahaan menerapkan mekanisme mekanisme Good Corporate Governance (GCG). Widya (2013) dengan penelitian yang berjudul analisis perbandingan profitabilitas dan ukuran perusahaan yang menerapkan good corporate

  governance dan yang tidak menerapkan gcg (studi empiris pada perusahaan

  manufaktur dan jasa yang terdaftar di bursa efek Indonesia) menunjukkan bahwa: ada perbedaan yang signifikan antara profitabilitas dan ukuran perusahaan yang menerapkan GCG dengan yang tidak menerapkan GCG.

  5. Sari (2014) dengan penelitian yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Bank Pemerintah Sebelum dan Sesudah Implementasi Kebijakan Good

  Corporate Governance (GCG) menyimpulkan bahwa pada Bank Mandiri

  dan BNI tidak terdapat perbedaan signifikan setelah adanya implementasi GCG. Sedangkan pada BRI dan BTN terdapat perbedaan signifikan setelah adanya implementasi GCG.

  Tabel 2.1

Rangkuman Penelitian Terdahulu

No. Nama

  Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1.

  Andayani (2006)

  Analisis Kinerja Keuangan BUMN yang Listed di BEJ Sebelum dan Sesudah Privatisasi

  Variabel Independen: rasio purchase/sales, profit/value added, current ratio, quick ratio, rasio utang atas modal, rasio utang atas aktiva, net profit margin, total assets turnover, return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) Variabel Dependen : perbedaan Kinerja Keuangan BUMN yang listed di BEJ sebelum dan sesudah privatisasi

  Ada perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan current ratio dan quick ratio sebelum dan sesudah privatisasi. Sedangkan pada rasio purchase/

  sales , rasio profit/ value added , rasio

  utang atas modal, rasio utang atas aktiva, net

  profit margin, total assets turn over, return on assets (ROA) dan return on Equity (ROE ) tidak terdapat

  perbedaan signifikan setelah privatisasi.

  Tidak terdapat perbedaan Efisiensi dan profitabilitas yang signifikan sedangkan

2. Setiyowati

  Leverage dan

  Go Public Tahun

  1995-2007) Variabel Independen:

  asset turnover , ROA,

  ROE, ROS, debt to

  total asset dan rasio

  lancar Variabel Dependen: perbedaan Efisiensi, Profitabilitas,

  Leverage

  dan Likuiditas Sebelum dan Setelah Privatisasi

  (2010) Analisis Perbedaan Efisiensi, Profitabilitas,

  leverage dan likuiditas

  terdapat perbedaan yang signifikan pada BUMN setelah privatisasi

  Likuiditas Sebelum dan Setelah Privatisasi (Studi Empiris pada BUMN Sektor Non Infrastruktur dan Non Jasa Keuangan yang

3. Mobilala

  Good Corporate Governance dan

  Sedangkan pada BRI dan BTN terdapat perbedaan signifikan setelah adanya implementasi GCG

  Pada Bank Mandiri dan BNI tidak terdapat perbedaan signifikan setelah adanya implementasi GCG.

  Corporate Governance

  (gcg) Variabel Independen: LDR, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE, dan CAR Variabel Dependen: perbedaan Kinerja Keuangan Bank Pemerintah Sebelum dan Sesudah Implementasi Kebijakan Good

  Corporate Governance

  Analisis Kinerja Keuangan Bank Pemerintah Sebelum dan Sesudah Implementasi Kebijakan Good

  5. Sari (2014)

  Ada perbedaan yang signifikan antara profitabilitas dan ukuran perusahaan yang menerapkan GCG dengan yang tidak menerapkan GCG.

  Variabel Dependen: perbedaan profitabilitas dan ukuran perusahaan yang menerapkan good corporate governance dan yang tidak menerapkan gcg

  

Assets .

  Variabel Independen: ROA, ROE, NPM dan Ln of Total

  yang Tidak Menerapkan gcg (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

  (2012) Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Penerapan

  Good Corporate Governance (Studi

  4. Widya (2013)

  (PER) menunjukkan nilai yang negatif terhadap kinerja keuangan.

  Price Earning Ratio

  menunjukkan perbedaan kinerja keuangan yang positif setelah diterapkannya GCG, sedangkan rasio

  Current Ratio (CR)

  ROA, ROE, NPM,

  Variabel Dependen : perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah penerapan GCG

  Ratio (PER)

  (CR), dan Price Earning

  Current Ratio

  Variabel Independen: ROA, ROE, NPM,

  Kasus pada PT. Kimia Farma, Tbk.)

  Analisis Perbandingan Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan yang Menerapkan

2.2 Kerangka Konseptual

  BUMN SEKTOR TELEKOMUNIKASI SEBELUM SESUDAH PROFITABILITAS PRIVATISASI YANG

  PRIVATISASI YANG DAN MEWUJUDKAN MEWUJUDKAN PENGELOLAAN

  

GOOD CORPORATE PERUSAHAAN GOOD CORPORATE

.

GOVERNANCE BUMN SEKTOR GOVERNANCE

  TELEKOMUNIKASI

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan kerangka konseptual di atas, penelitian ini memiliki 2 variabel independen atau bebas, yaitu profitabilitas serta pengelolaan perusahaan BUMN sektor telekomunikasi sebelum privatisasi yang mewujudkan good

  

corporate governance dan profitabilitas serta pengelolaan perusahaan BUMN

  sektor telekomunikasi sesudah privatisasi yang mewujudkan good corporate

  governance. Hal yang akan diuji perbedaannya adalah profitabilitas yang dilihat

  dari Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Net Profit Margin serta melihat perbedaan dari pengelolaan perusahaannya, baik sebelum

  (NPM) maupun sesudah privatisasi yang mewujudkan good corporate governance.

2.3 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah: Ho: tidak ada perbedaan signifikan pada profitabilitas serta pengelolaan perusahaan sebelum dan sesudah privatisasi yang mewujudkan good

  corporate governance pada BUMN sektor telekomunikasi di Indonesia.

  H

  

1 : ada perbedaan signifikan pada profitabilitas serta pengelolaan perusahaan

  sebelum dan sesudah privatisasi yang mewujudkan good corporate governance pada BUMN sektor telekomunikasi di Indonesia.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Kap, Ukuran Perusahaan Klien Dan Rotasi Audit Terhadap Kualitas Audit Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Pada Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Earning Per Share terhadap Harga Saham Perusahaan Basic Industry And Chemicals yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Teoritis 2.1.1 Harga Saham - Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Earning Per Share terhadap Harga Saham Perusahaan Basic Industry And Chemicals yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Earning Per Share terhadap Harga Saham Perusahaan Basic Industry And Chemicals yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012

0 0 8

BAB II KAJIAN TEORITIS - Analisis Kebutuhan Informasi Pengguna Perpustakaan Keliling Di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin

0 1 21

Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

0 1 11

Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

0 0 31

Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

0 1 13

Jenis Bahan Pangan Banyaknya yang dimakan

0 0 26

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit

0 0 32