BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Onikomikosis - Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Onikomikosis

  2.1.1. Definisi

  Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang

  1 disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast.

  2.1.2. Epidemiologi

  Onikomikosis adalah suatu keadaaan penyakit yang mempengaruhi kira- kira 10% populasi di seluruh dunia dan menyumbang 20-40% dari semua

  1-4

  kelainan kuku dan sekitar 30% pada infeksi jamur kulit. Prevalensi

  1-7 onikomikosis ditentukan oleh usia, pekerjaan, iklim dan frekuensi bepergian.

  Pada sebuah survei multisenter di Kanada dijumpai prevalensi onikomikosis

  10 1,10

  sekitar 6,5%. Onikomikosis dapat mengenai semua ras. Meningkatnya populasi berusia tua, infeksi HIV atau terapi imunosupresi, hobi olahraga, kolam renang komersial dan sepatu oklusif bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian tersebut. Pria lebih sering terserang mungkin disebabkan kerusakan kuku yang lebih sering karena olahraga dan aktivitas

  3

  yang banyak pada waktu luang. Kuku kaki kira-kira tujuh kali lebih sering terserang daripada kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat, faktor-faktor pencetus lainnya meliputi trauma kuku, penyakit vaskuler

  1-4,8,10 periferal, merokok dan psoriasis.

  2.1.3. Anatomi Kuku

  Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan

  32

  proksimal, hiponikium, bantalan kuku (nail bed) dan matriks. Lempeng kuku berwarna translucent, lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar, melekat kuat pada bantalan kuku dimana perlekatan ini kurang kuat kearah proksimal, terpisah dari sudut postolateral. Seperempat bagian kuku ditutupi oleh

  4,10

  lunula putih. Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua permukaan

  10,32

  epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral. Matriks kuku dapat dibagi atas bagian dorsal yaitu bagian intermedia yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal

  4,10,32 sampai ujung distal dari lunula, dan bagian ventral.

Gambar 2.1. Anatomi Kuku

  Dikutip dari Kepustakaan No 10 sesuai aslinya

2.1.4. Fisiologi Kuku

  

Kuku tangan tumbuh lebih cepat dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm

  perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada penderita penyakit

  32 pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.

2.1.5. Etiologi

  Sangat beragam jenis jamur yang menyebabkan onikomikosis bervariasi antara satu daerah geografik dengan daerah geografik lainnya dan disebabkan

  1-5,8,10,13 kondisi iklim yang berbeda-beda.

  1. Dermatofita adalah agen penyebab yang paling sering dalam onikomikosis (kira-kira 90% pada kuku kaki dan 50% pada kuku tangan). Invasi dermatofita pada kuku disebut dengan istilah tinea unguium. Trichophyton rubrum

  

(T.rubrum) adalah agen penyebab paling umum yang diikuti oleh

1-5,7,13,33 Trichophyton mentagrophytes.

  2. Non-dermatofita/mold menyerang kuku kaki dan kadang-kadang kuku tangan.

  Non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% dari semua onikomikosis yang terbagi

  1,2,3,4,5,7,10,33-35

  dalam dua kategori utama: a. kelompok pertama mencakup jamur yang hampir selalu diisolasi dari kuku sebagai agen etiologik, seperti Scytalidium dimidiatum dan Scytalidium

  2,3,4,8,10 hyalinum .

  b. kelompok kedua dibentuk oleh jamur oportunistik yang juga bisa diisolasi dari kontaminan, seperti Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus sydowii

  3,4,8,10 dan Onychocola canadensis.

  Non-dermatofita tertentu seperti spesies Acremonium bisa menginvasi permukaan kuku, sementara yang lainnya seperti spesies Scytalidum lebih

  3 sering terkait dengan onikomikosis subungual distal dan lateral.

  3. Candida dianggap sebagai kontaminan, sekarang semakin diakui sebagai

  3

  patogen pada infeksi kuku tangan. Candida albicans menyebabkan 70% kasus onikomikosis dan C. parapsilosis, C. tropicalis dan C. krusei

  2,3,5,7,10

  menyebabkan sisanya. Onikomikosis Candida semakin banyak ditemukan pada individu dengan penurunan kekebalan sebagai akibat dari penuaan, diabetes, penyakit vaskuler, dan penggunaan antibiotik spektrum

  3,8

  luas. Keterpaparan kronis terhadap kelembaban dan bahan kimia termasuk detergen, trauma seperti yang ditemukan pada ibu rumah tangga, petani dan nelayan, memberi kontribusi kepada terjadinya onikomikosis candida yang

  3,8 disertai dengan paronikia.

  2.1.6. Gambaran Klinis

  Gambaran klinis onikomikosis : 1. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral.

  Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi dari distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran onikomikosis distal dan lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih. Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang

  1-5 menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri.

  Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E.

  1-5,8,10 Floccosum .

Gambar 2.2 Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral

  Dikutip dari kepustakaan no 3 sesuai aslinya

  2. Onikomikosis Superfisial Putih Gambaran klinis kedua yang paling banyak ditemukan sesudah onikomikosis subungual distal lateral. Nama lainnya adalah leukonikia mikotika, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada

  1-3 permukaan superfisial lempeng kuku.

  Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan kuku, tumbuh secara radial,berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed (bantalan kuku) dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan

  1-5,8,10 rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes.

Gambar 2.3 Onikomikosis Superfisial Putih

  Dikutip dari kepustakaan no 3 sesuai aslinya

  3. Onikomikosis Subungual Proksimal Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer, dan paling jarang ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah

  1-5,8,9,10 T. Rubrum .

Gambar 2.4 Onikomikosis Subungual Proksimal

  Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya

  4. Onikomikosis Distrofik Total Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat.

  Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Keluhan subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi

  1-4,10 sekunder.

Gambar 2.5 Onikomikosis Distrofik Total

  Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya

  5. Onikomikosis Candida Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah onikomikosis terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan pada wanita akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan

  2-5 tugas-tugas rumah tangga juga bisa menjadi faktor pendukung.

Gambar 2.6 Onikomikosis Candida

  Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya

2.1.7. Diagnosis

  Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

  1-4,14,16,33,34

  laboratorium. Keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat

  1,2 kosmetis karena dapat menimbulkan rasa malu.

  Pasien onikomikosis dapat diidentifikasi dari penampilan kukunya tetapi karena gambaran infeksi lainnya pada kuku menyerupai gambaran onikomikosis sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian terapi karena terapi pada onikomikosis bersifat jangka panjang, mahal dan pertimbangan efek

  10 samping yang dapat timbul.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

  Diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang. Saat ini dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff), pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metode kultur.

  28-30

  Namun pemeriksaan yang biasanya tersedia dalam praktik klinis sehari- hari adalah pemeriksaan KOH 20%, metode pewarnaan PAS dan kultur.

  14-17,28,29,30

  Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan.

  16,17,28-30 1.

  Mikroskopi Langsung Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida (KOH) murah dan mudah dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20% sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan.

  16,17

  Pemeriksaan ini hanya berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan spesies penyebabnya.

  3,16,17

  Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, kuku dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30%.

  Dimetil sulfoksida (DMSO) 40% juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan di atasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan di atas api bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru yaitu

  Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah

  didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau artospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa artospora memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam nail

  

bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamen-

  filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur

  3,28,29 patogen.

2. Kultur

  Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan dengan mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada media. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen, kemudian bahan kuku ditanam pada dua media.

  Media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur (Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur PDA (Potato Dextrose Agar)/SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar).

  Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak

  3,16,17,28,29 tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.

3. Histopatologi

  Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi

  28,29,36

  langsung dan kultur meragukan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau

  28,29 daerah subungual disamping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat.

  Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku

  28,29,36

  yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik, kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 µ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat

  3,28,29,36 dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.

  4. Pemeriksaan PCR PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara invitro. Metode

  18,19 ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.

  Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit,

  20

  rambut dan kuku. Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional

  14,37-39

  dikatakan lambat dan kurang spesifik. Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR pada onikomikosis dan

  24-26

  didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung. PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan suatu tehnik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target

18 DNA double stranded. Komponen-komponen yang diperlukan pada proses

  PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida pendek (potongan pendek) yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates (dNTPs); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl ) dan enzim DNA

  2 18,19

polymerase . Di dalam mesin PCR terjadi sintesis dan amplifikasi yang

  terdiri dari 3 tahap yaitu (1) denaturasi DNA cetakan; (2) penempelan primer pada cetakan (annealing) dan (3) pemanjangan primer (extention). Tahap ini merupakan tahap berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi

  15,16

  jumlah DNA. Pada tahap denaturasi, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi (+ 94

  C) selama 30-60 detik sehingga DNA double stranded terdenaturasi atau terpisah menjadi dua single stranded kemudian didinginkan hingga mencapai suhu tertentu untuk memberikan waktu pada primer menempel

  18,19 (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.

  Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA secara in vitro dimulai pada tahap

  annealing , dimana primer akan menempel pada sekuen komplementer single o

stranded DNA cetakan. Hal ini dilakukan pada suhu 45-60 C selama 60-120

  16

  detik. Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’. Agar sintesis DNA dapat berlangsung dengan baik maka reaksi tersebut memerlukan adanya enzim DNA polymerase, misalnya thermus aquaticus(tag)polymerase dan MgCl , sementara kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs

  2

  (terdiri dari: deoxythymin triphosphates (dTTP), deoxyguanin triphosphates (dGTP), deoxyadenin triphosphates (dATP) dan deoxycystein triphosphates

  15,16

  (dCTP)). Aksi sintesis DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing dari primer yang digunakan. Suhu annealing primer tersebut ditentukan diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa (G+C) dari

  18 primer yang digunakan.

  Pada tahap extention, umumnya terjadi pada suhu 72 C selama 60-120 detik, proses sintesis yang telah dimulai dari tempat penempelan primer, terus berlanjut sampai bertemu dengan sintesis DNA yang dilakukan oleh primer lainnya dengan arah yang berlawanan pada komplemen stranded DNA

  18,19 template , sehingga terbentuklah DNA double stranded yang baru.

  Sintesis DNA tersebut akan terus berlanjut melalui tiga tahapan tersebut di atas secara berulang. Pada akhirnya maka akan diperoleh produk PCR, berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda. Selanjutnya produk PCR yang diperoleh dapat disimpan pada suhu 4

  C, sampai saatnya

  18 tiba untuk dianalisis lebih lanjut.

Gambar 2.7 Bagan Proses Tehnik PCR

  Dikutip dari kepustakaan no 18 sesuai aslinya Untuk melihat hasil amplifikasi DNA tersebut, maka produk PCR yang

  14,18 diperoleh, dimigrasikan pada gel agarose (elektroforesis).

Gambar 2.8 Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis

  Dikutip dari Kepustakaan No 14 sesuai aslinya Umumnya hasil amplifikasi DNA dengan PCR ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer, kualitas dan konsentrasi primer, konsentrasi MgCl

  2 , dNTP, enzim DNA

  18 polymerase , dan jumlah siklus PCR yang dilakukan.

  Terdapat beberapa metode yang sering dibutuhkan sebagai tindakan

  9 tambahan pada PCR salah satunya adalah restriction endonuclease digestion.

  Metode restriction endonuclease digestion atau restriction fragment length

  

polymorphism (RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim

  setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik. Pada salah satu penelitian, yang menggunakan metode PCR-RFLP untuk identifikasi spesies dermatofita, didapati hasil yang cukup baik dan konsisten untuk beberapa

  25,40 spesies.

Gambar 2.9 Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita

  Dikutip sesuai Kepustakaan No 42 sesuai aslinya Pada penelitian Gwozdz dkk (2011) dikatakan PCR-RFLP merupakan metode yang cepat dan tepat dalam identifikasi jamur dermatofita yaitu

  

Trichphyton rubrum , hampir 90% jamur penyebab onikomikosis adalah jamur

  40 dermatofita.

  Pemeriksaan dengan metode KOH 20% dan kultur jamur yang digunakan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis bisa memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu dan untuk pemeriksaan kultur jamur membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui agen jamur penyebab infeksi sehingga direkomendasikan pemeriksaan dengan tehnik PCR yang memungkinkan untuk identifikasi dini dan

  14-17 akurat agen jamur penyebab onikomikomikosis.

Gambar 2.10 Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi

  Dikutip dari Kepustakaan no 38 sesuai aslinya

2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.11 Diagram Kerangka Teori

  Gambaran klinis : 1.

  Onikomikosis subungual distal dan lateral

  Onikomikosis subungual proksimal 4. Onikomikosis distrofik total 5.

   Onikomikosis Candida

  Dermatofita Candida (-) / (+) elemen jamur

  KOH 20% Non dermatofita /

  mold

2. Onikomikosis superfisial putih 3.

  Kultur Histopatologi /Pewarnaan PAS

  PCR-RFLP Pemeriksaan laboratorium

  (-) / (+) onikomikosis (-) / (+) elemen jamur

  (-) / (+) elemen jamur (-) / (+) elemen jamur

2.3. Kerangka Konsep

  Sensitivitas Spesifisitas

  Positive Predictive Value

  Diduga

  Negative Predictive Value

  PCR-RFLP onikomikosis Rasio Kemungkinan Positif

  Rasio Kemungkinan Negatif Akurasi

Dokumen yang terkait

4. Apakah jenis garam yang digunakan untuk pengasinan ikan? 5. Apakah wadah yang digunakan dalam pengemasan ikan asin? 6. Dimanakah ikan asin biasanya dijemur? 7. Berapa lama waktunya penjemuran ikan asin dilakukan? - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan K

0 1 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lingkungan - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1.Transit Oriented Development (TOD) - Kajian Potensi Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Di Stasiun K.A Medan

1 2 30

BAB II INFORMASI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Pengertian Informasi Elektronik - Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Informasi yang Menyesatkan dalam Perdagangan Efek Tanpa Warkat Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Penilaian Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard

0 0 38

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Penilaian Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amputasi - Mekanisme Koping Klien Pasca Amputasi Tungkai Bawah di Kota Medan

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penilaian MPV dan Agregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

0 0 32