BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lingkungan - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Lingkungan

  Lingkungan merupakan media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Keadaan yang saling mengikat sering menyebabkan ketidakseimbangan dalam lingkungan yang sering disebut keadaan tercemar. Lingkungan dikatakan tercemar sebagai akibat masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatananan lingkungan itu.

  Perubahan sebagai akibat dari kemasukkan benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut (Palar,2008).

  Perubahannya yang terjadi pada lingkungan juga merupakan akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungan tidak selalu mendapatkan keuntungan, tetapi bisa juga mendapatkan kerugian (Soemirat,2009). Perubahan dalam lingkungan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan menyebabkan banyak hal terjadi. Salah satunya ialah adanya limbah yang memberikan perubahan pada lingkungan dan perubahan tersebut tentunya

  8 memberi dampak pada manusia. Menurut Palar (2008) Limbah dapat digolongkan atas beberapa jenis yaitu : a.

  Limbah berdasarkan jenis yaitu limbah padat dan limbah cair.

  b.

  Limbah berdasarkan pada sifatnya yaitu limbah organik dan limbah an- organik.

  c.

  Limbah berdasarkan pada sumbernya yaitu limbah rumah tangga (domestik) dan limbah industri.

2.2 Ikan Asin

  Ikan asin merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat (Esti,2000). Pada dasarnya proses pembuatan ikan asin yang paling pokok adalah penggaraman dan pengeringan. Menurut Siregar (2005) secara umum proses penggaraman dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Penggaraman kering (Dry salting)

  Penggaraman kering dilakukan dengan menaburkan garam kristal pada lapisan ikan yang disusun rapi. Selama penggaraman berlangsung terjadi penetrasi ke dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut akan cepat melarutkan kristal-kristal garam (Afrianto dan Liviawaty, 1994). Dalam proses penggaraman ini cairan tubuh ikan akan diserap oleh kristal-kristal garam. Akibatnya, kristal garam akan mencair dan terbentuk larutan garam pekat.dalam kondisi demikian larutan garam pekat tersebut akan meresap ke dalam daging ikan sehingga akan mengubah rasa dan tekstur(kekenyalan) daging ikan tersebut. Jumlah garam yang dibutuhkan sekitar 20-30% dari berat total ikan.

  b. Penggaraman basah (Wet salting)

  Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam pekat. Pada dasarnya cara ini mirip dengan penggaraman kering. Bedanya larutan garam perendaman ikan dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi kepekatan larutan ini dapat dibuat sesuai dengan selera dan keperluan. Untuk perendaman ikan berukuran besar dan waktu perendamannya cukup singkat diperlukan larutan garam jenuh dengan konsentrasi yang cukup tinggi . Dalam hal ini bisa pula menggunakan larutan garam yang konsentrasinya lebih rendah, tetapi selama proses perendaman harus ditambahkan kristal garam secukupnya untuk meningkatkan konsentrasinya.

  c. Pelumuran garam (Kench salting)

  Pada proses ini, pengawetan ikan dengan kristal garam pada dasarnya mirip dengan penggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan mengalir ke luar wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi berupa keranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan dipadatkan serta ditutup rapat. Menurut Agus (1995) untuk ukuran kristal garam yang digunakan sebaiknya juga disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran ikan. Untuk ikan-ikan kecil sebaiknya menggunakan butiran garam yang lebih halus agar meresapnya lebih mudah sedangkan untuk ikan-ikan sedang dan besar, sebaiknya menggunakan butiran garam ukuran sedang.

2.3 Dampak Mengkonsumsi Ikan Asin

  Menurut Hendrawan Ariwibowo (2013) paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan resiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengkonsumsi. Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efesien sehingga terjadi akumulasi nitosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan.

2.4 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalaman

  Menurut Nyabekken (1988) berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi 4 zona, yaitu zona lithoral, zona neritis, zona bathial, dan zona abisal.

  a.

  Zona Lithoral Zona Lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Pada saat air laut pasang wilayah ini tergenang air dan pada saat air laut surut wilayah ini berubah menjadi daratan. Zona Lithoral juga merupakan daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Oleh karena itu wilayah ini sering juag disebut wilayah pasang surut.

  b.

  Zona Neritis Zona Neritis (wilayah laut dangkal) yaitu batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 50 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari, sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan. c.

  Zona Bathial Zona Bathial (wilayah laut dalam) adalah wilayah laut yang memilki kedalaman antara 50 m hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar matahari. Oleh karena itu kehidupan organismmenya tidak sebanyak yang terdapat di wilayah Neritis. Menurut Darmono (2001) kandungan logam berat di laut dalam lebih rendah daripadan di laut dangkal. Hal ini disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan terus-menerus secara perlahan sehingga terjadi akumulasi.

  d.

  Zona Abisal Zona Abisal (wilayah laut sangat dalam) yaitu wilayah laut yang memilki kedalaman di atas 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.

2.5 Pencemaran Logam Berat di Perairan

  Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perindustrian maupun masyarakat penggunaan produk industri tersebut. Logam berat yang dihasilkan dari perindustrian tersebut dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia. Efek logam berat secara langsung akan menghalangi kerja enzim yang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu, alergi, bersifat mutagen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Wahyu dkk,2008).

  Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia sangat tinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah yang diambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi (Martaningtyas,2005).

  Menurut Wahyu (2008) polutan logam yang mencemari lingkungan baik di lingkungan udara, air, dan tanah berasal dari proses alami dan kegiatan industri.

  Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat, yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau hewan dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Pencemaran logam, baik dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalaui ikan, air minum, atau sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam. Pencemaran logam melalui udara terjadi beberapa jalur. Salah satunya adalah melaui kontak langsung dengan manusia atau proses inhalasi. Hal ini bisa dilihat lebih jelas pada gambar berikut

  Batuan, gunung berapi Industri Darat Laut Sungai

  Limbah logam Udara Kolam

  Fitoplankton Pertanian, Peternakan Air minum Zooplankton Pangan, Tanaman, Hewan

  Ikan Bentos Manusia

Gambar 2.1 Perjalanan Logam Sampai ke Tubuh Manusia (Klaassen et al, 1986;

  Marnonof, 2003)

  Salah satu dampak tercemarnya lingkungan, adanya keberadaan logam di badan perairan. Keberadaan logam di perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah dan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Di samping itu, partikel-partikel logam yang ada di udara, dikarenakan oleh hujan, juga dapat menjadi sumber logam di badan perairan. Logam-logam berat yang terlarut pada badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun logam berat yang terlarut dalam air yaitu :

a) Bentuk logam dalam air

  Bentuk logam dalam air akan mempengaruhi tingkat keracunan logam berat tersebut pada kehidupan perairan. Adapun bentuk logamnya terbagi menjadi dua senyawa yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik dan senyawa anorganik ini terbagi lagi menjadi dua yaitu yang larut dalam air dan yang tidak dapat larut dalam air. Senyawa-senyawa organik yang larut dalam air mempunyai tingkat racun yang lebih tinggi, karena dengan mudah diserap oleh biota yang ada dalam air. Bryan (1976) menyatakan bahwa logam berat yang mencemari perairan mengalami perpindahan minimal melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan adsorbsi oleh ikan, kerang, udang, dan tumbuhan air. Jika konsentrasi logam berat lebih tinggi daripada daya larut minimal komponen yang terbentuk dari logam dan anion, maka akan terjadi endapan.

  b). Keberadaan logam-logam lain Adanya logam-logam lain dalam perairan dalam air dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergentis atau sebaliknya, menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu, interaksi antara logam-logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama sekali. Tetapi untuk logam-logam berat yang bersifat sinergentis, apabila bertemu dengan pasangannya dan membentuk senyawa dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat berbahaya dan atau mempunyai daya racun yang berlipat ganda. Sebaliknya, untuk logam- logam berat yang bersifat antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam berat tersebut akan berkurang(semakin kecil).

  c). Fisiologis dari biota (organismenya)

  Proses fisiologi yang terjadi pada setiap biota turut mempengaruhi tingkat logam berat yang menumpuk (akumulasi) dalam tubuh dari biota perairan. Besar kecilnya jumlah logam berat yang terkandung dalam tubuh akan daya racun yang ditimbulkan oleh logam berat. Di samping itu proses fisiologi ini turut mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan. Ada biota-biota tertentu yang mempunyai kemampuan untuk menetralisasi(mentoleransi) logam-logam berat tertentu sampai pada konsentrasi tertentu pula (mempunyai toleransi tinggi). Sementara itu, biota-biota lainnya tidak memiliki kemampuan untuk menetralisasi daya racun dari logam-logam berat yang masuk(toleransi rendah). Menurut Moriaty (1987) , logam berat yang masuk ke perairan dapat merubah struktur komunitas perairan, jaringan makanan, genetik, bentuk fisik , dan resistensi biota air. Logam berat dapat merusak stabilitas, keanekaragaman, dan kedewasaan ekosistem perairan.

  d). Kondisi biota

  kondisi dari biota-biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota dalam hidupnya( Palar,2008). Menurut Manahan (2002) akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi banyak faktor antara lain : kadar logam berat dalam air, kadar logam berat dalam sedimen, Ph air dan Ph sedimen dasar perairan, tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen

  Demand ), kandungan sulfur dalam air dan sedimen, jenis ikan, umur dan ukuran

  tubuh. Bila konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam tersebut tinggi dalam sedimen, dan akumulasi logam berat dalam tubuh ikan semakin tinggi.

  Pergerakan logam berat serta ketersediaanya di lingkungan perairan tentunya akan memberikan dampak yang buruk pada biota perairan salah satunya adalah ikan yang mana akan berdampak juga pada manusia. Hal ini terlihat dari adanya hasil penelitian. Sedangkan menurut hasil penelitian Rosmidah pada tahun 2004 diketahui bahwa kadar merkuri pada ikan tongkol sebesar 0,0001265 ppm, ikan gembung 0,0000779 ppm, ikan dencis sebesar 0,0001151 ppm, ikan pari sebesar 0,0001122 ppm, ikan kerapu sebesar 0,0001179 ppm, ikan gabus pasir sebesar 0,0001322 ppm, ikan mujair sebesar 0,0001408 ppm dan pada kerang sebesar 0,0000493 ppm. Sedangkan menurut hasil penelitian Uly (2011) kadar kadmium pada ikan sembilang dan ikan asin kepala batu ditemukan masing- masing adalah 0,033-0,04 ppm dan 0,004-0,06 ppm.

  Akumulasi kadmium pada rantai makanan tertinggi yaitu manusia menurut hasil penelitian Ida (2004) di rambut konsumen dari keluarga nelayan Bagan Deli Belawan antara 4,342-5,107 ppm. Sedangkan pada keluraga bukan nelayan dari kelurahan sicanang ditemukan logam kadmium pada rambut antara 2,67-3,10 ppm.

2.6 Jenis-jenis Ikan Asin

1. Ikan Lemuru (Sardinella aurita)

  Ikan lemuru merupakan ikan yang berukuran kecil, ramping, dan mempunyai panjang tubuh sekitar 15 cm. Ikan lemuru dilekatkan pada beberapa spesies dari marga Amblygaster yang mana kerabat terdekatnya Sardinella. Ikan lemuru yang lebih dikenal dengan ikan dencis yang sering digunakan pada ikan kaleng sering ditemukan dekat permukaan laut tidak jauh dari pantai. Lemuru diketahui memangsa plankton yang ada di lingkungannya. Ikan lemuru biasa dijual dalam keadaan segar, akan tetapi kebanyakan ikan ini diolah menjadi ikan asin, ikan pindang atau sarden.

  Sebagai salah satu hasil perairan laut, ikan lemuru merupakan jenis ikan yang tergolong mudah rusak (perishable food). Tubuh ikan lemuru ini mempunyai kadar air yang tinggi (60-84%). Di perairan Indonesia ikan lemuru (Sardinella sp) banyak dijumpai di Indonesia (Afrianto dan Liviawaty,1989) .Menurut Nontji (1993) dalam Rosmidah ikan ini biasanya hidup bergerombol. Badannya langsing dengan warna biru kehijau-hijaun pada bagian punggung dan keperak-perakan pada bagian bawahnya. Makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu, ia dilengkapi dengan tapis insang (gill rakers) untuk menapis atau menyaring plankton makanannya.

  2. Ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis)

  Ikan Gelama atau ikan kepala batu merupakan salah satu ikan yang tidak hanya ditemukan dalam bentuk segar tetapi jugan dalam bentuk diasinkan.

  Menurut Sunyoto (2000) ikan gelama atau ikan kepala batu merupakan ikan yang habitatnya di daerah laut dangkal terutama di daerah muara sungai dan selalu dimanfaatkan sebagai salah satu ikan yang diproduksi secara tradisional dalam bentuk ikan asin. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang baik dan dalam proses pengangkapannya juga tidak sukar.

  3. Ikan Kresek (Tryssa mystax)

  Ikan kresek termasuk ikan pelagis yang suka bergerombol. Ikan kresek hidup di perairan pantai dan muara sungai. Ikan ini memilki bentuk badan sangat pipih, bagian atas badan berwarna sawo matang atau kuning agak pucat dan siripnya berwarna putih perak. Adapun panjang ikan ini pada umumnya 17,5 cm sampai 20 cm. Ikan kresek merupakan ikan yang digemari masyarakat dalam bentuk ikan asin. Ikan kresek juga merupakan bahan dalam pembuatan terasi (Direktorat jendral perikanan, 1979). Menurut Weber dan Beaufort (1965) ikan ini sering memasuki perairan manggrove dan perairan payau.

  4. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

  Ikan kembung mempunyai dua jenis yaitu kembung jantan dan kembung betina. Kembung jantan mempunyai tubuh yang lebih lansing, dan biasanya terdapat di perairan yang agak jauh dari pantai. Sedangkan kembung betina mempunyai tubuh yang lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai. Ikan kembung termasuk jenis ikan yang hidupnya secara bergerombol di tengah-tengah laut, yaitu antara dasar dan permukaan yang kondisi airnya hangat (Agus,1995).

  Ikan kembung termasuk ikan benthopelagik, yang kadang-kadang hidup bentik (hidup di dasar daerah tepian landasan benua bawah air, antara jurang continental shelf dan tepi pantai), kadang-kadang hidup dekat permukaan laut bergantung kepada musim, seringkali ikan ini berkumpul bergerombolan dan banyak sekali ke permukaan pada musim tertentu (Ridwansyah,2002).

5. Ikan Cincaru (Eleutheronema tetradactylum)

  Ikan Cincaru mempunyai nilai ekonomis yang penting. Ikan ini selain dalam bentuk segar jugan dikelola dalam bentuk ikan asin (Ratna,2001). Di Indonesia terdapat banyak jenis ikan Cincaru. Habitat dari ikan Cincaru ini yaitu di air payau, air laut, dan air tawar. Ikan ini juga terdapat di tambak-tambak dan sungai- sungai. Jika sungai tersebut terhubung ke danau, maka ikan cincaru ini akan menetap di danau tersebut. Ikan ini banyak dikonsumsi di beberapa negara salah satunya adalah Indonesia (Anugerah,1993).

2.7 Merkuri

2.7.1 Karakteristik merkuri

  Logam merkuri atau air raksa, mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti perak cair. Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodika unsur-unsur kimia menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA200,59). Merkuri telah dikenal manusia sejak manusia mengenal peradaban. Logam ini dihasilkan dari sebijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1%-4% (Palar,2008).

  Merkuri(Hg) pada udara yang jenuh mengandung 15 mg/m³ pada suhu

  20 ᵒC dan 68 mg/m³ pada suhu 40ᵒC. Merkuri dan senyawa garamnya mempunyai batas yang diperbolehkan. Dosis fatal garam merkuri, misalnya sublimat 1 gram.

  Sedangkan batas paparan senyawa alkil merkuri adalah 0,01 mg/m³. Batas kadar alkil merkuri dalam makanan tidak lebih dari 0,5 mg/kg dan konsumsinya tidak lebih dari 0,5 kg (Robbert et all,1987).

  Kelimpahan Hg di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa. Hg juga mudah membentuk alloy amalgama dengan logam lainnya, seperti emas (Au), perak (Ag), platinum (Pt), dan tin (Sn). Salah satu gabungan senyawa merkuri yang bersifat toksik adalah HgCl

  

2 (Wahyu dkk,2008).

  Menurut Palar (2008), secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat yaitu ; a.

  Berwujud cair pada suhu kamar (25ᵒC) dengan titik beku paling rendah sekitar -39 ᵒC.

  b.

  Masih berwujud cair pada suhu 396ᵒC. Padatemperatur 396ᵒC ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.

  c.

  Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkkan dengan logam-logam yang lain. d.

  Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

  e.

  Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga amalgam.

  f.

  Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua mahkluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

  Organisme perairan dapat mengakumulasi merkuri (Hg) dari air, sedimen, dan makanan yang dikonsumsi. Pengambilan melalui makan merupakan sumber penting keberadaan logam berat yang terdapat dalam tubuh organisme. Pentreath (1976) membandingkan akumulasi dan distribusi merkuri (Hg) dalam jaringan ikan plaice yang dikontaminasikan pada merkuri anorganik dan MeHg dalam makanan dan dalam air, serta menemukan bahwa hanya hewan uji yang dikontaminasi melalui makananlah yang mengakumulasi merkuri secara efektif dan merkuri tersebut terdistribusi di dalam jaringan. Melalui proses akumulasi secara biologi (bioakumulasi), proses perpindahan secara biologi (biotransfer), dan pembesaran secara biologi (biomagnifikasi) yang terjadi secara alamiah organisme laut mengakumulasi merkuri dalam konsentrasi tinggi dan selanjutnya terjadi keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya (Yasuda,2000).

  Menurut Palar (2008), logam merkuri yang masuk ke badan air atau sungai dan mengendap pada sedimen akan diubah oleh aktivitas bakteri pada sedimen dasar perairan menjadi senyawa Hg 2+ dan Hg . Karena dipengaruhi oleh faktor fisika maka senyawa-senyawa tersebut mudah menguap ke udara. Kemudian merkuri menguap ke lingkungan udara kembali masuk ke badan air oleh datangnya hujan. Selanjutnya ion merkuri yang mengendap dalam lumpur kembali akan mengalami perubahan metil merkuri yang mana mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring dengan rantai makanan.

  2.7.2 Sumber Logam Merkuri

  Sumber Hg secara alami dari kerak bumi termasuk tanah, sungai, dan laut, diperkirakan sebesar 25.000-150.000 ton/tahun. Sementara itu, Hg di atmosfer sebagian besar berasal dari sektor transportasi. Pada tahun 1976, sumber Hg yang berasal dari aktivitas manusia tercatat sebesar 8.000-10.000 ton/tahun. Bahan bakar mengandung Hg sebanyak 1 ppm dan diperkirakan kurang lebih 5.000 ton/tahun emisi gas Hg berasal dari pembakaran batu bara, gas alam, dan pemurnian bahan bakar minyak (BBM) (Klaassen et al,1986).

  Dalam bidang industri sumber Hg berasal dari indusri yang memproses klorin, reduksi coustic soda,industri pertambangan, dan proses pengolahan bijih Hg, industri metalurgi dan electroplating, industri kimia, pabrik tinta, pabrik kertas, penyamakan kulit, pabrik tekstil, serta perusahaan farmasi (Wijayanto,2005).

  2.7.3 Kegunaan Logam Merkuri

  Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur,dalam dunia pertanian, dan keperluan- keperluan lainnya. Adapun kegunaan dari logam merkuri ini adalah : a.

  Dalam industri khor-alkali, merkuri digunakan untuk menangkap logam natrium (Na). Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri melalui prses elektrolisa dari larutan garam natrium khlorida (NaCl).

  b.

  Pada peralatan listrik, merkuri digunakan pada pembuatan lampu listrik.

  c.

  Pada laboratorium, logam merkuri digunakan sebagai alat ukur.

  Contohnya sepeti termometer.

  d.

  Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida yang berfungsi untuk membunuh jamur. Senyawa yang digunakan yang sering digunakan dalam bidang pertanian adalah senyawa metil merkuri disiano diamida (CH -Hg-NH-CNHNHCN) metil merkuri

  2

  2

  nitrit (CH

  2 -Hg-CN) , metil merkuri asetat (CH 2 -Hg-COOH) 2 dan senyawa

  etil merkuri khlorida (C

2 H 5 -Hg-Cl).

  e.

  Pada industri pulp dan kertas, merkuri digunakan adalah senyawa FMA (Fenil Merkuri Asetat) yang bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan (Palar,2008).

2.7.4 Bentuk Merkuri di Lingkungan

A. Merkuri Anorganik

  Toksisitas senyawa merkuri anorganik tergantung pada berbagai faktor, antara lain bentuk senyawa Hg, jalur paparan Hg, lamanya paparan, serta kandungan unsur lain yang terdapat di dalam makanan. Merkuri anorganik memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidil rantai samping dari protein, purin, pteridin, dan porfirin, sehingga Hg bisa terlibat dalam proses seluler. Toksisitas ini terjadi pada umumnya karena interaksi Hg dengan kelompok thiol dari protein (Wahyu dkk,2008).

  Salah satu contoh bentuk dari merkuri anorganik yaitu garam merkuri anorganik. Garam merkuri anorganik dapat mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa alat pencernaan, termasuk mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal ataupun membran filter glomelurus, menjadi lebih permeabel terhadap protein plasma yang sebagian besar akan masuk ke dalam urin.

  Senyawa merkuri anorganik, seperti Hg(NO

  3 ), HgCl 2 , dan HgO pada

  toksisitas akut akan terjadi gelaja muntah, kehilangan kesadaran, mulut terasa tebal, sakit abdominal, diare disertai darah dalam feses, oliguria, albuminuria, anuria, ureamia, ulserasi, dan stomatitis. Sedangkan toksisitas kronis dari merkuri anorganik akan terjadi gejala gangguan sistem syaraf, antara lain berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia, albuminuria, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal serta kerusakan mukosa usus.

B. Merkuri Organik

  Senyawa merkuri organik seperti metil merkuri dan alkil merkuri lebih toksik dibandingkan merkuri anorganik. Hal ini disebabkan karena alkil merkuri yang merupakan salah satu senyawa dari merkuri organik bisa membentuk senyawa liphophilus yang mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diabsorpsi serta berpenetrasi menuju sistem saraf. Demikian juga alkil merkuri mampu mempenetrasi placental barier dan akan lebih lama tersimpan dalam tubuh. Sedangkan metil merkuri juga memiliki toksisitas yang tinggi sehingga mengakibatkan disfungsi blood-brai barrier , merusak permeabilitas membran, menghambat beberapa enzim, menghambat sintesis protein, dan menghambat penggunaan substrat protein. Namun demikian, alkil merkuri ataupun metil merkuri tidak mengakibatkan kerusakan membran mukosa sehingga toksisitas merkuri organik lebih lambat dari toksisitas merkuri anorganik(Wahyu dkk,2008).

  Senyawa merkuri organik lainnya adalah akil-merkuri. Senyawa ini di lingkungan banyak ditemukan dalam bentuk FMA (fenil merkuri asetat). Sama halnya dengan senyawa merkuri organik lainnya, fenil merkuri asetat setelah sampai dalam darah akan mengalami oksidasi dan berubah menjadi senyawa merkuri anorganik. Beberapa pengujian yang dilakukan bahwa senyawa fenil merkuri asetat tersebut akan berikatan dengan sel-sel darah merah (eritrosit).

  Meski untuk penyerapan senyawa ini sangat ditentukan oleh kelarutan dan ukuran partikelnya, fenil merkuri asetat cenderung untuk lebih mudah diserap dibandingkan senyawa merkuri anorganik (Palar,2008).

2.7.5 Toksikokinetika Merkuri

  Perjalanan suatu bahan toksik dalam tubuh sampai timbulnya efek terhadap tubuh mengalami beberapa tahapan atau proses yaitu : absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Soemirat,2009). Adapun tahap atau proses perjalanan merkuri di dalam tubuh sampai dibuang sebagai hasil samping dari metabolisme tubuh:

  1. Absorbsi

  Absorbsi metal merkuri di dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan serta kontak kulit. Paparan merkuri melalui jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl

  2 , yang mana jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung kepada jalur masuknya, lama paparan, dan bentuk senyawa merkuri.

  Menurut beberapa penelitian metal merkuri akan diserap melalui saluran cerna, uap senyawa metal merkuri seperti uap metil merkuri klorida yang dapat diserap melalui pernafasan. Penyerapa metil merkuri dapat juga melalui kulit. Merkuri setelah di absorbsi di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent

  2+

  (HG ) yang dibantu oleh enzim katalase. Inhalasi merkuri bentuk uap akan di absorbsi melalui sel darah merah, lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalen.

  Sebagian akan menuju otak, yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan.

  2. Distribusi

  Pada saat terpapar oleh logam merkuri dan di absorbsi dalam jaringan, logam merkuri akan ditransper ke dalam darah, seperti uap logam merkuri (Hg) akan terserap oleh alveoli dan diteruskan ke dalam darah. Dalam darah akan mengalami proses oksidasi dengan bantuan enzim hidrogeperoksida katalase sehingga berubah menjadi divalen, selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan terakumulasi di hati dan ginjal. Sebagian merkuri dikeluarkan bersama urine.

  Selain menumpuk, ternyata merkuri dapat menembus membran plasenta pada wanita hamil. Senyawa merkuri tersebut masuk bersama makanan melewati plasenta karena dibawa oleh peredaran darah ke janin. Sehingga dapat merusak otak janin dan bayi lahir kemungkinan akan cacat.

  3. Metabolisme

  Pada proses metabolisme dalam tubuh setelah di absorbsi di dalam jaringan, merkuri organik dan anorganik akan sangat mudah berikatan dengan protein dan berbagai jenis enzim katalase. Sebagian dari senyawa merkuri organik seperti alkil merkuri akan diubah menjadi senyawa anorganik. Setelah leawt waktu paruh senyawa merkuri akan dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme. Hanya sebagian kecil yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar senyawa atau uap merkuri akan ditranspormasikan melalui sel darah merah selanjutnya akan terakumulasi dalam berbagai organ bagian dalam tubuh seperti hati, ginjal, dan otak.

  4. Ekskresi

  Ekskresi merkuri dari tubuh melalui urin dan feses dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri, besar dosis merkuri, serta waktu paparan. Merkuri yang masuk ke dalam hati akan terbagi dua. Sebagian akan terakumulasi di dalam hati, dan sebagian lainnya akan dikirim ke empedu. Di dalam kantung empedu merkuri organik dirombak menjadi merkuri anorganik kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi dalam ginjal dan sebagian lagi akan dibuang bersama dengan urine. Sedangkan ekskresi merkuri organik sebagian besar terjadi dengan ekskresi feses. Waktu paruh pada merkuri untuk bisa dibuang atau terakumulasi dalam jaringan adalah 40 hari (Palar,2008).

2.7.6 Efek Pencemaran Merkuri

  Toksisitas logam berat dapat dikelompokan menjadi 3 sifat ¸ yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang, yang terdiri dari unsur-unsur Cr,Ni, dan Co; dan bersifat toksik rendah, yang terdiri atas unsur Mn dan Fe. Logam berat tersebut bersifat toksik karena tidak bisa dihansurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan (Wahyu dkk,2008).

  Ion merkuri dapat menyebabkan toksik terhadap manusia karena dapat berikatan dengan protein, menghambat kerja enzim dan bersifat korosif. Ion merkuri juga dalam darah dapat berikatan dengan gugus sulfuhidril fosforil, amida dan amina, dimana dalam gugus tersebut reaksi fungsi enzim akan terganggu. Pengaruh toksisitas merkuri pada manusia, seperti bentuk merkuri (HgCl

  2 ) lebih toksik daripada merkuri HgCl karena bentuk divalent lebih mudah

  larut dibandingkan dengan bentuk monovalen, dan juga lebih cepat dan mudah di absorbsi sehingga daya toksisitasnya lebih tinggi (Darmono,2001).

  Masuknya merkuri ke dalam tubuh dan kemudian tubuh mengakumulasinya menyebabkan efek terhadap tubuh. Adapun efek yang bisa ditimbulkan adalah :

1. Keracunan Akut

  Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan dan pertanian, yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku, katalis dan pembentuk almagam atau pestisida (Palar,2008).

  Menurut Robert (1987) masuknya logam merkuri kedalam tubuh yang menyebabkan keracunan akut dapat melalui:

  1. Melalui mulut Keracunan merkuri melalui mulut menimbulkan rasa logam, haus, sakit perut yang berat, muntah, dan diare berdarah. Diare berdarah dapat terjadi selama beberapa minggu. Antara 1 sampai ¸ minggu setelah keracunan, pengeluaran urin dapat berhenti, dan kematian terjadi disebabkan oleh uremia. Pada keracunan merkuri klorida dapat terjadi penyempitan esofagus, usus, dan lambung.

  2. Melalui inhalasi Keracunan uap merkuri kadar tinggi melalui inhalasi dapat segera menimbulkan dispnea, batuk, demam, mual, muntah, diare, stomatis, salivasi, dan rasa logam. Gejala ini dapat berkembang menjadi pneumonitis, bronkitis kronik nekrotik, edema paru, dan pneumotoraks. Pada saat anak-anak gejala ini dapat berakibat fatal. Selain itu dapat terjadi asidosis dan kerusakan ginjal dengan gagal ginjal. Sedangkan pada keracunan senyawa merkuri organik yang mudah menguap dengan kadar tinggi dapat menimbulkan rasa logam, kepala pening, diare, bicara tidak jelas, dan kadang-kadang konvulsi yang berakibat fatal.

2. Keracunan kronik

  Keracunan kronis merupakan keracunan yang terjadi secra perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Pada keracunan kronis biasanya penderita tidak mengetahui bahwa di dalam tubuhnya telah menumpuk sejumlah racun, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang akan terus bekerja dan pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan (Palar,2008).

  Menurut Robbert (1987) masuknya logam merkuri ke dalam tubuh dapat melalui: a.

  Melalui mulut dan suntikan Keracunan karena suntikan senyawa merkuri organik, atau keracunan melalui senyawa merkuri organik atau garam merkuri organik yang tidak larut atau sedikit terdisosiasi dalam waktu lama dapat menyebabkan urtikaria yang dapat berkembang menjadi dermatitis, stomatitis, salivasi, diare, anemia, leukopenia, kerusakan hati, dan kerusakan ginjal yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut dengan anuria. Suntikan senyawa organik sebagai obat diuretika, menyebabkan fungsi jantung tidak teratur atau depresi, dan reaksi anafilatik.

  b.

  Melalui inhalasi dan kontak kulit Inhalasi debu dan uap merkuri serta senyawa merkuri organik, atau absorpsi merkuri dan senyawa merkuri melalui kulit dalam waktu lama, dapat menyebabkan “merkurialisme” dengan gejala yang timbul bervariasi, termasuk tremor, salivasi, stomatitis, gigi rontok, garis biru hitam pada gusi, rasa sakit dan kebas pada anggota badan, nefritis, diare, gelisah, sakit kepala, berat badan menurun, anoreksia, depresi mental, insomnia, iritabilitas, instabilitas, halusinasi, dan kemerosotan mental. Merkuri (Hg) selain diakumulasi pada berbagai organ juga mampu menembus membran plasenta sehingga bisa mencapai janin. Hasil penelitian menunjukan bahwa otak janinlebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan otak orang dewasa. Hal ini bisa terlihat pada tabel berikut

Tabel 2.1 Konsentrasi Hg Pada Berbagai Organ Induk dan Janin Organ Hg pada induk (µg/g) Hg pada janin (µg/g)

  Ginjal 518 5,8 Paru-paru 77,5 0,6 Hati 8 10,1 Cerebrum 10,9 0,05 Cerebellum 5,8 0,24 Jantung 3,¸ 0,15 Limpa 5,¸ 1,8 Darah 15 µg/100 ml 2,35µg/100ml

   Sumber : Smith dalam Palar, 1994

2.7.7 Kadar Batas Aman

  Kadar batas aman yang diperbolehkan di perairan menurut Kepmen LH No.54 tahun 2004 untuk merkuri di perairan adalah 0,001. Sedangkan menurut M Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 kadar batas aman merkuri yang diperbolehkan di perairan adalah 0,03 mg/L. Konsentrasi merkuri (Hg) pada makanan yang diolah di Indonesia diatur dalam Surat Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NOMOR HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 kadar batas aman yang diperbolehkan adalah 0.5 ppm. Sedangkan standar yang dikeluarkan oleh Food and Drug Agency (FDA USA) juga 0,5 ppm (Standar di Jepang Hg total 0,4 ppm).

2.8 Kadmium (Cd) 2.8.1 karakteristik Kadmium Kadmium memiliki nomor atom 40 dan berat atom 112,4 gr/mol.

  Kadmium mempunyai titik didih 767 dan juga titik leleh 321ᵒC (Wahyu dkk, 2008).Logam Cd atau cadmium(Kadmium) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam, taitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi kadmium, biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrasi bijih Zn, didapatkan 0,2- 0,3% logam kadmium. Di samping itu kadmium (Cd) juga di produksi dari peleburan bijih-bijih Pb (timah hitam) dan Cu (tembaga). Namun demikian, Zn merupakan sumber utama dari logam kadmium, sehingga produksi dari logam tersebut sangat dipengaruhi oleh Zn (Palar,2008).

  Kadmium (Cd) merupakan logam yang paling banyak ditemukan pada lingkungan khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al,2009). Menurut Patrick (2003) kadmium diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme dan pada umumnya akan terakumulasi di dalam hepar dan ginjal.

  Seperti halnya unsur-unsur kimia lainya terutama golongan logam, logam kadmium mempunyai sifat-sifat tersendiri. Menurut Palar (2008) adapun sifat- sifat dari logam kadmiun meliputi : a.

  Kadmium merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan mengalami kerusakan bila terkontaminasi oleh uap amonia (NH

  3 ) dan sulfur hidroksida (SO 2 ) b.

  Kadmium merupakan logam yang mudah bereaksi dan tahan terhadap tekanan.

  c.

  Kadmium bisa bersifat tidak stabil jika membentu ion Cd

  2+ d.

  Kadmium akan menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan e. Kadmium dapat dimanfaatkan untuk pencampuran logam lain seperti: nikel (Ni), emas (Au), cuprum (Cu), dan besi (Fe).

2.8.2 Sumber logam Kadmium

  Sumber kadmium yang ada di lingkungan berasal dari dari alam dan aktivitas manusia. Kadmium yang berasal dari alam terdapat pada kerak bumi bersamaan dengan seng (Zn). Sedangkan yang berasal dari aktivitas manusia bersumber dari bidang industri yang melibatkan Cd dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Penelitian yang pernah dilakukan Klein (1974) dapat diketahui kandungan rata-rata Cd dalam air bungan rumah tangga dan buangan industri ringan, seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Kandungan Cd Dalam beberapa jenis Air Buangan Jenis Industri Kons.Cd(ug/l)

  Pengolahan roti

  11 Pengolahan ikan

  14 Makanan lain

  6 Minuman ringan ¸

  Pencelupan tekstil

  30 Bahan kimia

  27 Pengolahan lemak

  6 Bakery ¸

  Minuman

  5 Es cream

  31 Pengolahan dan pencelupan bulu binatang 115 Laundry

  134 Sumber : Klein et al, 1974 ; Palar, 2008

2.8.3 Kegunaan Kadmium (Cd)

  Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Logam ini telah digunakan semenjak tahun 1950 dan total produksi dunia adalah sekitar 15.000-18.000 per tahun. Prinsip dasar atau prinsip utama dalam penggunaan kadmium adalah sebagai bahan “stabilisasi” sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Namun sebagian dari substansi logam Kadmium ini juga digunakan untuk solder dan alloy-alloynya digunakan pula pada baterai. Umumnya logam Kadmium (Cd) senyawa oksidasi dari Kadmium (CdO), hidrat (CdH

  2 ), dan khloridanya paling banyak digunakan dalam industri elektroplating ( Palar,2008). Adapun penggunaan dan pemanfaatan Kadmium meliputi : 1.

  Senyawa CdS dan CdSes yang banyak digunakan sebagai zat warna.

  2. Senyawa Cd sulfat (CdSO

  4 ) yang digunakan dalam industri baterai

  yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt.

  3. Senyawa Cd-bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI

  2 ) yang digunakan untuk fotografi.

  4. Senyawa dietil-Cd [(C

  2 H 2 )

  2 Cd] yang digunakan untuk pembuatan tetraetil-Pb.

  5. Senyawa Cd-Stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinikhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008).

2.8.4 Toksikokinetika Kadmium (Cd)

  Masuknya logam kadmium kedalam tubuh hewan atau manusia dapat melalui beberapa cara meliputi ;

  1. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara.

  2. Melalui wadah/tempat berlapis Cd yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

  3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercemar kadmium

  4. Melalui jalur rantai makanan

  5. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium Dari beberapa cara tersebut, kadmium yang masuk ke tubuh akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi di dalam tubuh. Adapun tahap-tahap tersebut meliputi ;

a. Absorpsi

  Kadmium yang masuk akan diabsorpsi baik di dalam tubuh. Menurut Supriharyono (2009) logam berat kadmium mudah diabsopsi dalam bentuk garam Cd terlarut . Namun kadmium tidak diabsorpsi dengan baik ketika kadar kadmium 5-8%. Akan tetapi, itu tetap lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineral dan sulit dieleminasi dalam tubuh sehingga akan di deposit di dalam tubuh. Tubuh yang terpapar dengan kadmium akan diabsorpsi yang mana proporsi kadmium dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh umur. Hal ini bisa terlihat dari mencit muda bisa menyimpan 10% dari kadmium yang diberikan secara oral ¸ minggu setelah pemberian, sedangkan mencit dewasa hanya mengabsorpsi 1%. Mencit dan tikus yang baru lahir mengabsorpsi kadmium lebih besar daripada mencit dewasa (Wahyu dkk, 2008).

  Dalam pencernaan absorpsi kadmium dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; spesies, jenis, dan susunan kimia kadmium serta dosis dan frekuensi paparan kadmium (Cd), absorpsi kadmium dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap yaitu:

  1. Penyerapan kadmium dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa

  2. Transpor kadmium ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan terutama di deposit di hati dan ginjal. Seperti halnya Zn, kadmium(Cd) memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada jaringan testis juga lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya.

  b. Distribusi

  Kadmium yang diabsorpsi oleh tubuh kemudian akan ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin. Sedangkan pada kadar yang kecil kadmium akan ditransformasikan oleh metalotionin. Kadar kadmium dalam darah pada orang dewasa yang terpapar kadmium secara berlebihan biasanya 1ug/l, sedangkan pada bayi baru lahir mengandung kadmium cukup rendah, yaitu kurang dari 1mg dari beban total tubuh.

  c. Metabolisme

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014

0 2 23

Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Kreativitas, Aktivitas, dan Ruang bagi Manusia - Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah)

0 0 23

KAJIAN POTENSI INDUSTRI KULINER DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN KREATIF (Studi kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah) SKRIPSI

0 0 18

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Kemiskinan - Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Ukuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Proses Komposting Menggunakan Pupuk Organik Aktif (POA) di Dalam Komposter Menara

0 0 20

4. Apakah jenis garam yang digunakan untuk pengasinan ikan? 5. Apakah wadah yang digunakan dalam pengemasan ikan asin? 6. Dimanakah ikan asin biasanya dijemur? 7. Berapa lama waktunya penjemuran ikan asin dilakukan? - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan K

0 1 39