Hukum Perjanjian Hukum Perjanjian secara

Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah
Nining Fitriyatul Badriyah

(2823133114)

Nur Azizah

(2823133118)
Perbankan Syari’ah V-D

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Tulungagung

A. Definisi
Hukum pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
tentang perilaku yang berlaku dalam suatu kehidpan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksanakannya dengan suatu sanksi. Dalam usahanya mengatur,
hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat
dengan sebaik-baiknya, berusaha mencari keseimbangan antara member
kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan

individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri atas individu-individu yang
menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau
ketegangan antara kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan
dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau
konflik ini sebaik-baiknya.1
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang didasarkan atas kata sepakat
yang dapat menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, perjanjian tidak
merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara
dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Perjanjian
hendaknya dibedakan dengan janji. Janji memang didasarkan atas kesepakatan,
namun kata sepakat itu tidak menimbulkan akibat hukum, yang berarti bahwa
apabila janji itu dilangar maka tidak ada akibat hukumnya, si pelanggar tidak
dapat dikenakan sanksi.2
Perihal pengertian perjanjian, perikatan dan persetujuan yang dibahas dalam
BW/ KUHPer memiliki pengertian yang tidak sama. Perjanjian, pada dasarnya
suatu perbuatan hukum antara para pihak untuk bersama-sama mencapai suatu
1 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty:
2003), hal. 40
2 Ibid, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, hal. 117
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;

Hukum Perjanjian Syari’ah II | 1

atau beberapa tujuan yang sama dengan melakukan atau tidak me;akukan suatu
sikap tindak hukum tertentu. Contoh, Hambali dan Ahmad masing-masing
pemilik restoran dan hotel yang terletak berdampingan mengadakan perjanjian
kerja sama untuk meningkatkan keuntungan usah mereka. Perikatan, pada
dasarnya adalah suatu hubungan hukum yang terbentuk oleh perjanjian yang telah
diadakan oleh para pihak terikat untuk menaatinya. Contoh, perikatan antara
Hambali dan Ahmad untuk melaksanakan perjanjian kerja sama usaha yang telah
mereka adakan. Akibatnya, masing-masing telah terikat secara timbale balik untuk
bekerja sama. Persetujuan ialah penuangan kesatuan niat dari para pelaku
perjanjian serta kesatuan pemikiran untuk mencapai atau mewujudkan niat
mereka bersama. Contoh, persetujuan Hambali dan Ahmad untuk menggabungkan
usaha perhotelan dan restoran yang mereka miliki sebagai suatu perkongsian atau
lainnya.3
B. Penjelasan
1. Hukum Perjanjian dalam Sorotan Hukum Bisnis
a) Unsure Perjanjian4
Unsure pertama yang mutlak memunculkan perjanjian adala unsure
essentialia. Masing-masing pihak memang menginginkan dan menyetujui

untuk mewujudkan suatu perjanjian antara pihak yang terwujud dalam suatu
kesepakatan atau kata sepakat antar pihak.
Untuk adanya perjanjian harus ada dua kehendak yang mencapai kata
sepakat atau consensus. Tidak menjadi soal apakah sepakat dituangkan lewat
tulisan, lisan ataupun bahasa isyarat. Masing-masing pihak harus cakap
membuat perjanjian. Anak yang belum dewasa, mereka yang memiliki
penyakit ingatan dianggap tidak cakap atau mampu membuat perjanjian
(secara individual), mereka ini termasuk golongan persone miserabile. Obyek
yang diperjanjikan harus pasti. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Kedua ialah unsure yang lazimnya melekat dalam perjanjian. Unsure yang
tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian tetapi dengan sendirinya

3 A. Ridwan Halim, Pengantar Hukum Indonesia; dalam Tanya Jawab, (Bogor, Ghalia
Indonesia: 2007), hal. 287
4 Ibid, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, hal. 118
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 2

melekat pada perjanjian. Misalnya, seorang penjual harus menjamin pembeli

terhadap kecacatan barang yang diterima. Unsure ini disebut naturalia.
Unsure ketiga ialah accidentalia, yaitu unsure yang harus dimuat atau
disebut secara tegas dalam perjanjian, misalnya dimanakah tempat atau lokasi
yang akan dijadikan objek pendirian usaha bersama.
Selain unsure-unsur diatas, dalam perjanjian dikenal beberapa asas. Asas
konsensualisme menjelaskan bahwa perjanjian tidak dibuat secara formal
namun hasil perjanjiannya dapat diformalkan. Persesuaian kehendak menjadi
sebab dasar terjadinya suatu perjanjian. Asas selanjutnya ialah asas kekuatan,
bahwa kedua pihak terikat oleh kesepakatan perjanjian yang dibuat. Para
pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati sehingga perjanjian
tersebut sebagai undang-undang mereka. Sudah selayaknya sesuatu yang
disepakati oleh kedua pihak dipatuhi pula oleh kedua pihak sebagai wujud
kepastian hukum atas kesepakatan mereka dalam perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak menjadi asas selanjutnya. Pada dasarnya tiap
orang bebas mengadakan dan menentukan isi perjanjian. Kalau asas
konsensualisme berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian, asas kekuatan
mengikat dengan akibat perjanjian, asas kebebasan berkontrak berhubungan
kebebasan kehendak masing-masing pihak terhadap isi perjanjian.
b) Syarat Sah Perjanjian
1) Syarat subyektif, syarat yang melekat pada subyek hukum yang

mengadakan perjanjian. Menurut pasal 1320 BW/ KUHPer adalah
hal-hal berikut:
a. Adanya kesepakatan bukan akibat dari hal-hal seperti paksaan
atau tekanan dari pihak lain dan manapun, kekhilafan salah
satu atau kedua belah pihakyang mengadakan perjanjian,
penipuan.
b. Adanya kecakapan hukum para pihak yang mengadakan
perjanjian, seperti yang telah dibahas pada sub bab
sebelumnya.
2) Syarat obyektif, syarat yang melekat pada obyek perjanjian yang
harus dipenuhi.
a. Adanya suatu hal yang diperjanjikan secara jelas dan tegas
sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman antara kedua

Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 3

belah pihak yang mengadakan perjanjian dalam pelaksanaan
perjanjian tersebut.
b. Adanya sebab halal, artinya dalam isi perjanjian tersebut tidak

boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan hukum, ketertiban
umum, kesusilaan atau nilai lain yang berlaku dalam
masyarakat.
Apabila suatu perjanjian telah sah karena semua persyaratan sahnya telah
terpenuhi, maka akan berakibat hukum mengikat bagi para pihak yang
mengadakan dengan kekuatan undang-undang yang sama. Apabila satu dari
kedua syarat subyektif perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
dapat dibatalkan melalui keputusan hakim atas permohonan para pihak yang
merasa dirugikan atau akan dirugikan bila perjanjian tersebut akan atau tetap
dilaksanakan. Begitu pula dengan syarat obyektif, apabila salah satunya tidak
terpenuhi, maka perjanjian tersebut otomatis batal atau batal demi hukum.
Dalam Hukum Perjanjian, dikenal dua dalil hukum tentang akibat hukum
suatu perjanjian.
1) Pacta Sund Servanda, bahwa setiap hukum yang telah dibuat
secara wajib, wajib ditaati atau dipenuhi oleh para pihak yang
mengadakannya. Perjanjian yang telah disepakati, menurut pasal
1338 b BW/ KUHPer, tidak boleh diubah begitu saja oleh suatu
pihak tanpa izin dan persetujuan dari pihak lainnya yang juga
terlibat dalam perjanjian tersebut.
2) Clausula Rebus Sic Stantibus, bahwa perjanjian yag dibuat tetap

berlaku sepanjang tidak ada perubahan yang demikian besar pada
keadaan pada waktu perjanjian itu dibuat dengan waktu perjanjian
dilaksanakan. Jadi, apabila terjadi perubahan atau perbedaan
keadaan yang demikian besar dengan waktu perjanjian itu dibuat
dengan waktu dilaksanakannya, maka perjanjian itu dapat ditinjau
ulang oleh para pihak supaya mereka bisa negoisasi ulang untuk
tetap sebisa mungkin melaksanakan perjanjian tersebut dengan
menyelaraskan keadaan yang ada sekarang.5

5 Ibid, Pengantar Hukum Indonesia; dalam Tanya Jawab, hal. 288
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 4

Force majeure6, suatu keadaan yang bersifat memaksa sehingga
menimbulkan situasi dan kondisi yang bersifat darurat sebagai akibat dari
terjadinya suatu sebab kahar, atau peristiwa luar biasa. Force majeure ini
perlu dipertimbangkan dalam suatu perjanjian karena hal ini bisa saja
menyebabkan batal atau terganggunya pelaksanaan perjanjian. Sebab
kahar ialah peristiwa luar biasa yang:
1. Terjadi di luar dugaan akal sehat manusia.

2. Bila dapat diduga terjadi, tetapi di luar daya atau kemampuan
manusia untuk mencegah ataupun menghindari bahkan
mengatasinya.
Contoh sebab kahar yang dapat menimbulkan force majeure misalnya
seperti hal-hal di bawah ini:
1. Bencana alam dalam segala bentuk dan wujudnya, seperti banjir,
gempa bumi, tsunami, dan sebagainya.
2. Bencana wabah penyakit, mulai dari tingkatan endemic (satu
daerah) atau bahkan epidemic (menyebar ke seluruh wilayah yang
lebih luas) hingga akhirnya pandemic (menyebar ke seluruh
wilayah negara atau benua).
3. Bencana peperangan yang berkecamuk di wilayah di mana
perjanjian itu mesti dilakukan.
4. Bencana krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan
sehingga banyak perusahaan yang gulung tikar.
5. Bencana kebakaran.
6. Bencana dahsyat lain, termasuk bencana yang diawali oleh
kesalahan manusia, seperti kerusakan hutan yang berakibat pada
tanah longsor.
c) Macam-macam Perjanjian

1) Dari sudut derajat kedudukan hukum para pihak yang mengadakan
perjanjian:
a. Perjanjian antara para pihak yang kedudukan hukumnya
sederajat. Misalnya, perjanjian jual beli antara pedagang dan
pembeli secara kontan, perjanjian kerja sama antara dua
usahawan ataupun dua perusahaan atau lebih yang berkongsi.
6 Ibid, hal. 290-295
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 5

b. Perjanjian antara para pihak yang kedudukan hukumnya
berbeda derajat. Misalnya, perjanjian jual beli kredit antara
penjual dan pembeli dimana kedudukan hukum pembeli yang
melakukan kredit lebih rendah dari penjual.
2) Dari sudut jenis perjanjian menurut isinya:
a. Perjanjian yang isinya disusun oleh kedua pihak atau para
pihak dengan jalan tawar menawar antara mereka, karena
mereka memiliki kedudukan hukum yang sama kuatnya.
Misalnya, perjanjian kerja sama dagang dan penyertaan modal.
b. Perjanjian yang isinya disusun secara sepihak oleh satu pihak

saja sehingga pihak lain tidak punya pilihan lain selain
menerima sepenuhnya atau menolak perjanjian tersebut.
Misalnya, perjanjian kerja antara majikan dan pekerjanya.
3) Dari sudut fungsi dan peranannya:
a. Perjanjian inti atau pokok, perjanjian yang isinya secara
mandiri dapat mengikat para pihak yang mengadakannya.
Misalnya, perjanjian jual beli baik tunai maupun kredit,
perjanjian sewa-menyewa.
b. Perjanjian tambahan atau dampingan, perjanjian yang
keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok. Misalnya,
hak tanggungan atas tanah yang mengikuti perjanjian utang
piutangnya.
4) Dari sudut ada atau tidak kepastian pada isinya:
a. Perjanjian yang serba pasti sehingga jelas untung ruginya bagi
para pihak. Misalnya, perjanjian kerja dalam hubungan
perburuhan.
b. Perjanjian untung-untungan, perjanjian yang isinya sepenuhnya
digantungkan pada keadaan yang akan terjadi dan tidak bisa
diprediksi oleh para pihak sebelumnya. Misalnya, pelaksaan
sayembara dengan perjanjian yang telah diumumkan

sebelumnya.
5) Dari sudut ada atau tidaknya anasir ketimbalbalikan antarpara
pihak yang mengadakannya:
a. Perjanjian timbale balik, perjanjian yang isinya mengatur
tentang penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban secara
timbale balik antara para pihak, dalam hal hak suatu pihak
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 6

tertentu adalah kewajiban bagi pihak lainnya dan begitu pula
sebaliknya. Misalnya, perjanjian jual beli tentang ketimbal
balikan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli,
perjanjian sewa-menyewa tentang ketimbal balikan hak dan
kewajiban antara penyewa dan pemilik barang yang disewakan.
b. Perjanjian tidak timbale balik, perjanjian yang isinya bersifat
sejurus, salah satu pihak hanya memiliki untuk memenuhi isi
perjanjian itu, sementara pihak lain tidak mempunyai
kewajiban imbalan kepada pihak tersebut selain menerima
pemenuhan hal yang diperjanjikan dari pihak lain yang
mengadakan perjanjian. Misalnya, perjanjian pemberian
tunjangan hidup cuma-cuma dari satu pihak kepada pihak lain.
6) Dari sudut wujudnya
a. Perjanjian lisan, perjanjian yang hanya melalui perkataan yang
biasanya disertai dua orang saksi paling sedikit. Misalnya,
perjanjian yang diadakan dalam masyarakat hukum adat.
b. Perjanjian tertulis, perjanjian yang isinya dituangkan secara
yuridis formal diatas kertas atau surat yang menjadi bukti telah
terjadinya suatu perjanjian. Misalnya, perjanjian pada pumunya
dengan surat atau akta.
d) Wanprestasi dan Berakhirnya Perjanjian
Wanprestasi7 ialah suatu hal tidak terlaksananya atau tidak terpenuhinya
prestasi (target yang mesti atau ingin dicapai dalam perjanjian yang diadakan)
tanpa sebab yang dapat dimaklumi atau alasan yang dapat dibenarkan.
Wanprestasi dapat berbentuk kenyataan bahwa pihak yang berkewajiban:
1. Tidak memenuhi prestasi yang diwajibkan dalam perjanjian, baik
seluruhnya maupun sebagian.
2. Terlambat memenuhi prestasinya.
3. Salah dalam memberi prestasi kepada yang berhak.
Tentunya ketika terjadi wanprestasi akan menimbulka akibat-akibat
hukum. Akibat-akibat hukum yang muncul karena adanya wanprestasi ialah:
1. Perjanjian yang bersangkutan bisa dibatalkan oleh pihak yang
merasa dirugikan, berdasarkan syarat kebatalan yang telah
ditetapkan menurut perjanjian itu sendiri. (Pasal 1266 BW/
KUHPer).
7 Ibid, hal. 299-302
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 7

2. Pihak yang dirugikan berhak menggugat pembayaran ongkos
pengganti kerugian berikut bunganya. (Pasal 1243 BW/ KUHPer).
3. Sebelum mengajukan gugatan penggantian kerugian tersebut ke
pengadilan, pihak yang dirugikan wajib terlebih dahulu
mengirimkan somasi kepada pihak yang dianggap telah merugikan
untuk segera menyudahkan masalahnya dengan baik. Peringatan
dalam bentuk somasi ini mesti diajukan dengan tertulis. (Pasal
1238 BW/ KUHPer)
4. Hal yang dapat membebaskan suatu pihak dari kewajibannya
memenuhi prestasi tanpa bisa dikatakan wanprestasi ialah dalam
hal sebab luar biasa atau sebab kahar yang menimbulkan
kedaruratan sehingga keadaan ini tidak memungkinkan yang
bersangkutan untuk tetap bisa memenuhi prestasinya. Contoh,
keadaan perang atau dalam hal terjadinya musibah, bencana alam,
kerusakan sosial dan lain sebagainya.
Selanjutnya, hal-hal yang dapat mengakhiri suatu perjanjian adalah
sebagai berikut:
1. Pembayaran atau pelunasan, baik pembayaran harga atau tarif dan
ongkos-ongkos maupun pelunasan utang.
2. Penawaran pembayaran tunai atau kontan diikuti dengan
3.
4.
5.
6.

penyimpanan dan penitipan barang yang hendak dibayarkan.
Pembebasan utang.
Musnahnya barang yang menjadi objek perjanjian.
Pembatalan perjanjian.
Akibat hukum dari berlakunya syarat kebatalan yang telah

ditetapkan dalam perjanjian itu sendiri.
7. Kedaluwarsa atau telah lewatnya waktu. (Pasal 1381 BW/
KUHPer)
C. Analisa/ Studi Kasus
Bisnis pertunjukan khususnya pertunjukan musik berkembang cukup
pesat. Dari maraknya perkembangan dunia musik dalam show biz diperlukan
perjanjian atau kontrak bagi para pihak sebagai instrumen untuk menjamin
kepentingan para pihak agar tidak ada yang dirugikan. Dalam kontrak
mungkin akan terjadi wanprestasi, bila salah satu pihak wanprestasi atau tidak
melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, maka pihak yang dirugikan

Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 8

dapat meminta pemenuhan haknya. Seperti kasus wanprestasi dalam
perjanjian antara ByTheWay Entertainment dengan 09.00 PM.
Adapun bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian bisnis pertunjukan
musik antara ByTheWay Entertainment dengan 09.00 PM adalah sebagai
berikut:
1. Pihak Pertama menganggap Pihak Kedua telah melaksanakan apa yang
dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. Dalam perjanjian
disebutkan Pihak Kedua akan membawakan 10 lagu, namun hanya
membawakan 6 lagu dalam pertunjukan.
2. Pihak Kedua membawa peralatan band yang melebihi kapasitas daya pada
tempat pertunjukan yang menyebabkan listrik padam. Sebelumnya
disepakati peralatan band dan sound system maksimal 10.000 watt untuk
in door.
3. Pihak Pertama tidak mampu menjamin keamanan dan kenyamanan acara.
Pihak Pertama dianggap tidak mampu mengendalikan emosi penonton
setelah padamnya listrik, yang berakibat pada kericuhan.
Upaya hukum yang dilakukan para pihak atas terjadinya wanprestasi
dalam kasus di atas adalah dengan melakukan negosiasi. Dalam negosiasi
tersebut, Pihak Pertama meminta ganti rugi sebesar Rp 1.000.000,- (Satu Juta
Rupiah) kepada Pihak Kedua, karena mereka hanya membawakan 6 lagu.
Untuk membebaskan diri dari hukuman ganti rugi, maka Pihak Kedua
mengajukan alasan bahwa Pihak Pertama juga lalai terhadap kewajibannya
menjamin keamanan dan kenyamanan pada saat pertunjukan. Adapun betuk
pertanggung jawaban para pihak atas terjadinya wanprestasi tersebut,
diperoleh beberapa kesepakatan sebagai berikut:
1. Pihak Pertama akan menjaga nama baik Pihak Kedua di depan publik,
dengan tidak menggembor-gemborkan masalah tersebut.
2. Pihak Kedua akan mengembalikan sebagian nilai total kontrak yang telah
dibayar Pihak Pertama, sebesar Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).
Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 9

3. Para pihak sepakat menempuh jalan damai dan menganggap masalah

sengketa bisnis tersebut telah berakhir.

Desain Kontrak Perjanjian Syari’ah Kelompok 2;
Hukum Perjanjian Syari’ah II | 10