Orang orang yang berhak menerima Zakat.d

BAB I
PENDAHULUAN
Allah berfirman dalam surat At-taubah ayat 60 :

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 60)
Soal zakat disebutkan dalam al-Quran secara ringkas, bahkan lebih ringkas lagi
seperti hal shalat. Quran tidak menyebutkan harta yang wajib dizakat, juga tidak menyebut
berapa besar zakat itu dan apa syarat-syaratnya. Seperti syarat haul (genab setahun), batas
nisab dan gugurnya wajib zakat sebelum nisab.
Kemudian datanglah sunnah sebagai penjabaran pelaksaan, baik keterangan itu berupa
perkataan ataupun perbuatan. Sunah menyebutkan perincian zakat itu seperti juga halnya
salat, sunat tersebut diperoleh dari Rasulullah berdasarkan keterangan yang dapat dipercaya,
kemudian disampaikan oleh satu anggatan kepada anggatan lain sampai pada kita. sunah itu
tidak mudah difahami tanpa ilmu pendukung lainnya yang memadai, seperti ilmu tafsir, saraf
dan ilmu- ilmu lain sebagai penunjang untuk memahami sunnah yang begitu singkat dan sarat
maknanya.


BAB II
1

PEMBAHASAN
Orang yang Berhak Menerima Zakat
Orang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman dalam QS At Taubah ayat 60 :

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang kafir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang
yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’
1. Orang-orang Fakir
Orang-orang fakir kata fuqaraa adalah jamak dari kata faqir, yaitu orang yang tidak
mendapatkan sesuatu kebutuhan dasar tanggungannya, berupa makanan, minuman,
pakaian, atau tempat tinggal.
Mereka berhak menerima zakat sejumlah kebutuhan dasarnya dan kebutuhan dasar
tanggungannya untuk satu tahun. Kata Miskin, juga berasal dari Bahasa Arab “Sakana”
yang berarti diam, tidak banyak bergerak, karena miskin. Inilah yang terbanyak di negeri
kita.
Dalam Ilmu Fikih, orang miskin ialah orang yang berpenghasilan rendah, dan tidak

mencukupi penghasilan yang ia peroleh. Sedang fakir ialah orang yang tidak berharta
dan tidak berpenghasilan. Kedua istilah ini sering digabung menjadi Fakirmiskin, sebagai
gambaran orang yang lemah dan perlu di tolong.
Allah berfirman dalam surah Ad-Dzariyat ayat : 19

2

“ dan pada harta-harta mereka, ada hak oran yang meminta dan tidak meminta “
Menurut salah satu ayat dalam Surah Al-Ma’un, seorang muslim sekalipun ia
mengerjakan salat masih dapat disebut orang celaka, jika tidak suka membantu orang
miskin. Bahkan makna Pendusta agama itu, diantaranya orang yang “ WALA
YAHUDDHU… “( Orang yang tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin ).
Menurut ulama Tafsir WALA YAHUDDHU berarti, tidak menganjurkan. Atau tidak
menyadari dan tidak menangani orang miskin sebagai tugas tugas kita semua. Termasuk
bagi mereka yang hidupnya menengah ( pas-pasan ) Jika tidak memungkinkan dapat
menyumbang uang dan harta, maka yang harus dilakukan adalah menyumbangkan
tenaganya dengan jalan menganjurkan atau ikut Tim yang dapat mengentaskan orangorang Miskin.
Dari ayat tersebut dapat dipahami, bahwa orang-orang yang akan menghuni neraka
nanti ialah orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula mendorong orang lain,
memberi makan orang-orang miskin disekelilingnya.

2. Orang-orang Miskin
Kata masaakin adalah bentuk jamak dari kata miskiin yaitu orang yang dapat
memenuhi kebutuhan setengah dari kebutuhan dasarnya dan kebutuhan dasar
tanggungannya seperti orang yang memiliki 100.000 rupiah namun kebutuhannya
mencapai 200.000 rupiah. Orang semacam ini berhak mendapatkan zakat sejumlah dan
kebutuhan tanggungan selama satu tahun penuh.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda:
“Bukanlah termasuk orang miskin mereka yang keliling meminta-minta kepada
manusia, kemudian hanya dengan sesuap atau dua suap makanan dan satu atau dua
buah kurma ia kembali pulang.” Para Sahabat bertanya, “Kalau begitu siapakah yang
dikatakan sebagai orang miskin, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang miskin
adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhannya.
Namun tidak ada yang mengetahui keadaannya sehingga ada yang mau memberinya
sedekah dan ia juga tidak meminta-minta kepada manusia.”
3. Amil Zakat

3

Amil dalam zakat adalah semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan

dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran atau
distribusi harta zakat.
Mereka diangkat oleh pemerintah dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh
instansi pemerintah yang berwenang atau oleh masyarakat Islam untuk memungut dan
membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran atau
penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik harta yang
terkena kewajiban membayar zakat dan mereka yang menjadi mustahiq, mengalihkan,
menyimpan dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam rekomendasi pertama Seminar Masalah Zakat Kontemporer
Internasional ke-3, di Kuwait.
Lembaga-lembaga dan panitia-panitia pengurus zakat yang ada pada zaman
sekarang ini adalah bentuk kontemporer bagi lembaga yang berwenang mengurus zakat
yang ditetapkan dalam syari’at Islam. Oleh karena itu, petugas (amil) yang bekerja di
lembaga tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
Tugas-tugas yang dipercayakan kepada amil zakat ada yang bersifat pemberian
kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan) yang harus
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh para ulama fikih, antara lain muslim, lakilaki, jujur, dan mengetahui hukum zakat Ada tugas-tugas sekunder lain yang boleh
diserahkan kepada orang yang hanya memenuhi sebagian syarat-syarat di atas, yaitu
akuntansi]], penyimpanan, dan perawatan aset yang dimiliki lembaga pengelola zakat,
pengetahuan tentang ilmu fikih zakat, dan lain-lain.

Para amil zakat berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil yang diberikan
oleh pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari
upah yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Dengan penekanan supaya total gaji
para amil dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat (13.5%). Perlu
diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya
gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran pemerintah, sehingga uang zakat
dapat disalurkan kepada mustahiq lain.

4. Mu’allaf
Mu’allaf adalah sebutan bagi orang non-muslim yang mempunyai harapan masuk
agama Islam atau orang yang baru masuk Islam. Pada Surah At-Taubah Ayat 60
4

disebutkan bahwa para mu’allaf termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat.
Ada tiga kategori mualaf yang berhak mendapatkan zakat:
a.

Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam: sebagai pendekatan terhadap hati
orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islaman orang yang
berpengaruh untuk kepentingan Islam dan umat Islam.


b. Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam: Dengan memersuasikan
hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun
lembaga, dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga
minoritas muslim dan membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati
para pemikir dan ilmuwan demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka
dalam permasalahan kaum muslimin. Misalnya, membantu orang-orang nonmuslim korban bencana alam, jika bantuan dari harta zakat itu dapat meluruskan
pandangan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
c.

Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih
memerlukan bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun
tidak berupa pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan
sosial yang akan melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk
Islam serta yang akan menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan
baru mereka, baik moril maupun materiil.

Salah satu contoh kejadian pada masa Rasulullah yaitu “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah memberikan Shafwan bin Umayyah harta dari hasil rampasan perang
Hunain, dan dia ikut berperang dalam keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga
akhirnya beliau menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal sebelum itu beliau
adalah manusia yang paling aku benci.”
5. Fi al-riqab
Fi Al-Riqab yaitu hamba sahaya yang dijanjikan merdeka. Maksud al-Riqab di sini
adalah para budak yang mukatab, yang dijanjikan akan merdeka bila membayar sejumlah
harta kepada tuannya. Budak yang telah mengikat perjanjian kitabah secara sah dengan
tuan-tuannya, tetapi tidak mampu membayarnya, dapat diberikan bagian dari zakat untuk
membantu mereka memerdekakan dirinya
Menurut Imam Hanafi : Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orangorang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan :
5

a. Membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran
sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup
merdeka. Mereka berhak mendapatkannya dari zakat.
b. membeli budak kemudian dimerdekakan
Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka
sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut sebagian madzhab Maliki dan Hanbali,
pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam
bab perbudakan. Dengan demikian maka mustahik ini tetap akan ada selama masih

berlangsung peperangan antara kaum muslimin dengan musuhnya.
6. Gharimun
Al-Gharimun adalah bentuk jamak dari Gharim, artinya : adalah orang yang
berhutang dan tidak mampu membayarnya. Menurut Mazhab Abu Hanifah, gharim adalah
orang yang mempunyai hutang, dan tidak memiliki bagian yang lebih dari dari hutangnya.
Menurut Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai hutang terbagi
kepada dua golongan, masing-masing mempunyai hukum tersendiri, ada dua macam jenis
gharim, yaitu:
a. Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri.
Yaitu orang yang berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orangorang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan,
perabotan. Atau orang yang terkena musibah sehingga kehilangan hartanya, dan
memaksanya untuk berhutang. Mereka dapat diberi zakat dengan syarat:
1. Membutuhkan dana untuk membayar hutang
2. Hutangnya untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah bukan untuk berbuat
maksiat kepada Allah.
3. Hutangnya jatuh tempo saat itu atau pada tahun itu
4. Tagihan hutang dengan sesama manusia, maka hutang kifarat tidak termasuk
dalam jenis ini, karena tidak ada seorangpun yang dapat menagihnya.
Syarat ini dikemukakan oleh imam Maliki, sedangkan para fuqaha lain tida
mensyaratkan apapun. Imam Ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Qatadah :

Gharim adalah orang yang mempunyai hutang dengan tidak berlebihan.
b. Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain.
6

Orang-orang yang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan dan kemuliaan yang tinggi,
dan cita-cita yang tinggi pula. Seperti orang yang berhutang untuk mendamaikan dua
orang muslim yang sedang berselisih, dan harus mengeluarkan dana untuk meredam
kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk kemaslahatan umum
yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang untuk itu, ia dibantu melunasinya dari zakat.
Diperbolehkan membayar hutangnya mayit dari zakat. Karena gharim mencakup yang
masih hidup dan yang sudah mati. Demikian madzhab Maliki, berdasarkan hadits Nabi
yang bersabda, “Aku adalah yang terdekat pada seorang mukmin daripada diri mereka
sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya; dan
barangsiapa yang meninggalkan hutang atau kehilangan, maka kepadaku dan
kewajibanku.” (muttafaq alaih)
Sebagian ulama hari ini memperbolehkan zakat dipinjamkan dengan qardhul hasan
karena qiyas aulawiy (prioritas), yaitu jika hutang yang sudah terjadi boleh dibayarkan
dari zakat, maka qardhul hasan yang bersih dari riba lebih prioritas dari pada pembagian
zakat. Berhutang dalam dua keadaan itu tujuannya sama, yaitu untuk menutup kebutuhan.
Orang ini dapat diberi zakat untuk membayar hutangnya apabila tidak mampu

membayarnyya, dan tidak dapat pula menuntut orang yang dihutanginya karena ia miskin.
7. Fi Sabilillah
Fi Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Sabilillah ini meliputi
kepentingan agama Islam dan umatnya. Orang yang berperang membela dan
menegakkan kalimat Allah, mendapat bagian zakat bila tidak digaji, atau tentara sukarela
walaupun ia orang kaya, diberikan zakat itu untuk sekadar biaya perang.
Menurut tafsir Ibnul Atsir, tentang kata Sabilillah berkonotasi umum, yaitu :
a. Bahwa arti asal kata ini menurut bahasa, adalah setiap amal perbuatan ikhlas yang
untuk bertaqarrub kepada Allah SWT, baik yang bersifat pribadi maupun
kemasyarakatan.
b. Bersifat mutlak, adalah jihad, sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu,
seolah-olah artinya khusus untuk jihad.1[5]
Menurut golongan Hanafi, “sabilillah” adalah sukarelawan yang terputus
bekalnya. Yaitu mereka yang tidak sanggup bergabung dengan tentara Islam, karena
kefakiran mereka, dengan rusaknya perbekalan atau kendaraan mereka. Maka
1
7

dihalalkan bagi mereka zakat.
Menurut


Imam

Muhammad,

yaitu

:

jama’ah

haji

yang

habis

perbekalannya.’golongan Hanafi sepakat, bahwa zakat adalah hak seseorang, karenanya
zakat tidak boleh untuk biaya pembangunan Masjid dan yang lainnya.
Menurut Ulama Mazhab Maliki, seperti Qadhi Ibnu Arabi dalam Ahkam alQur’an menafsirkan dengan bahwa sabilillah adalah tentara yang berperang.
Muhammad bin Abdul Hakam berkata : “dikeluarkan zakat untuk membuat baju
perang, senjata yang diperlukan, untuk mencegah serbuan musuh. Pendapat Mazhab
Maliki bisa disimpulkan :
1. Sabilillah itu berkaitan dengan perang, jihad dan yang semakna dengan itu.
2. Mereka berpendapat bahwa boleh memberi bagian dari zakat kepada mujahid
dan pengawal perbatasan walaupun dia kaya.
3. Jumhur Ulama Maliki membolehkan mengeluarkan zakat untuk kepentingan
jihad. Seperti senjata, kuda-kuda, benteng, kapal-kapal perang dan sebagainya.
Sedangkan menurut Mazhab Syafi’i bahwa Sabilillah itu sebagaimana tertera di
dalam Minhaj, Imam Nawawi dan syarahnya, oleh Ibnu Hajar al-Haitami, bahwa
mereka adalah sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan tetap dari pemerintah, atau
yang tidak tertera dalam daftar gaji. Tetapi mereka berperang bila kuat dan sehat. Bila
tidak mereka kembali kepada pekerjaan asalnya.
Imam Syafi’i didalam kitab al-Um, harus diberi zakat dari bagian harta zakat
kepada tentara yang berperang walaupun dia kaya atau miskin. Dan bagi yang
menghalangi orang Musyrikin boleh juga diberi bagian.
Imam nawawi berkata : “adapun orang yang berperang harus diberi perbekalan
dan oakaian selama pulang pergi dan selama tinggal di medan perang.
Dan menurut pendapat dari Mazhab Hambali sama dengan menurut pendapat
Syafi’i. Adapun untuk ibadah haji, terdapat dua riwayat dari Imam Ahmad. Pertama,
termasuk sabilillah orang fakir yang berhak diberi zakat, yang menyebabkan ia dapat
melaksanakan ibadah haji wajib, atau yang dapat menolong melaksanakannya. Kedua,
bahwa tidak boleh menyerahkan bagian sabilillah untuk keperluan ibadah haji,
sebagaimana pendapat jumhur ulama.2[6]
2
8

Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad termasuk ke daladi m
makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin.
Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak
sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak
memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti
majid, madrasah, dan lain-lain.
Rasyid Ridha berkata, sabilillah di sana adalah kemaslahatan umum kaum
muslimin yang digunakan untuk menegakkan urusan dunia dan agama, bukan pada
individunya. Yang utama dan pertama adalah persiapan perang seperti pembelian
senjata, perbekalan tentara, alat transportasi, pemberangkatan pasuka. dan termasuk
juga dalam hal ini adalah mendirikan rumah sakit, membuka jalan, mempersiapkan para
dai yang menyerukan Islam, mengirimkan mereka ke daerah-daerah kafir (lihat Tafsir
Al-Manar).3[7]
Syeikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Islam Aqidah dan Syari’ah dalam hal ini
menyatakan, sabilillah adalah seluruh kemaslahatan umum yang tidak dimiliki oleh
seseorang dan tidak memberi keuntungan kepada perorangan. Lalu dia menyebutkan,
setelah pembentukan satuan perang adalah rumah sakit, jalan, rel kereta, dan
mempersiapkan para dai.

8. Ibnu Sabil
Menurut Jumhur Ulama, Mereka adalah kiasan untuk para musafir, yaitu orang
yang melintas dari satu daerah kedaerah lain.
Ibnu sabil Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menerangkan lafaz ini sebanyak delapan tempat dalam keadaan
menunjuk kasih saying berbuat baik kepadanya. Seperti firman Allah dalam surat al-Isra
ayat 26 :

Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur3
9

hamburkan (hartamu) secara boros”.
Dan dalam surat ar-Rum ayat 38 :

Artinya : “Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan[1171]. Itulah yang
lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orangorang beruntung.
Adapun rahasia mementingkan ibnu sabil dalam Qur’an ini, karena Islam senantiasa
merangsang untuk melakukan bepergian dan memberi khabar gembira, karena sebab yang
banyak :
a. Ada perjalanan yang diperintahkan Islam untuk mencari rizki.
b. Ada pula perjalanan yang disuruh Islam untuk mencari Ilmu, memperhatikan dan
merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
c. Ada pula perjalanan yang disuruh Islam untuk berperang di jalan Allah
d. Ada pula perjalanan yang disuruh Islam untuk melaksanakan ibadah yang tinggi
dan istimewa. Yaitu ibadah haji.
Pendapat Jumhur Ulama
Bahwa orang yang bermaksud mengadakan perjalanan tidak termasuk pada ibnu sabil,
dengan alasan :
a. Ibnu sabil artinya orang yang tidak berpisah dengan jalan yang ada padanya. Orang
berada di negerinya tentu tidak berjalan.
b. orang asing yang ada di negeri tersebut yang melakukan perjalanan, baginya
mendapat bagian.
Pendapat Imam Syafi’i tentang Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dan juga termasuk orang yang
bermaksud melakukan perjalanan yang tidak mempunyai bekal, keduanya diberi untuk
10

memenuhi kebutuhan, karena orang yang bermaksud melakukan perjalanan bukan untuk
bermaksiat.
Ibnu sabil yang kehabisan biaya di negera lain, meskipun ia kaya di kampung
halamannya. Mereka dapat menerima zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya
pulang ke negerinya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:
a. Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya.
b. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah.
c. Sebagian madzhab Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia
mampu membayarnya.
Berapa besar bagian Ibnu sabil diberikan
a. mereka berhak diberi biaya dan pakaian hingga mencukupi atau berhasil sampai tempat
hartanya, apabila ia memilika harta ditengah perjalannya. Dan mencukupi sampai tujuan
bagi yang tidak mempunyai harta sama ekali.
b. persiapkan baginya kendaraan, apabila perjalanannya jauh.
c. diberi semua biaya perjalanan dan tidak boleh lebih dari itu, ini adalah pendappat yang
Shahih.

Yang tidak berhak menerima zakat :
1. keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ahlul Bait)
Mereka tidak boleh makan harta zakat sedikitpun berdasarkan pernyataan tegas dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‫ح نمدد سإن ننما سهني أ نوونساخخ ال نناسس‬
‫سإ نن ال نصندنقنة نلا تنن وبنسغي سلآسل خم ن‬
“Sesungguhnya zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, zakat adalah kotoran manusia.” (HR. Muslim 1072, An-Nasai
2609, dan yang lainnya).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ح نمدد نص نلى‬
‫اللخه ن‬
‫ح نمدد نونلا سلآسل خم ن‬
‫ لسخم ن‬،‫ نوسإن ننها نلا تنسح نخل‬،‫ سإن ننما سهني أ نوونساخخ ال نناسس‬،‫عل ني وسه نونسل ننم سإ نن نهسذسه ال نصندنقنة‬

11

“Zakat adalah kotoran harta manusia, tidak halal bagi Muhammad, tidak pula untuk
keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud 2985)
2. Orang kaya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada hak zakat untuk orang kaya, maupun orang yang masih kuat bekerja..”
(HR. Nasa’i 2598, Abu Daud 1633, dan dishahihkan Al-Albani).

Orang Kaya yang Dapat Zakat
Mereka adalah orang kaya yang masuk dalam daftar 8 golongan penerima
zakat: Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang terlilit utang karena
mendamaikan dua orang yang sengketa, dan Ibnu Sabil yang memiliki harta di
kampungnya.
3. Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
4. Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
Termasuk aturan baku terkait penerima zakat, zakat tidak boleh diberikan
kepada orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki (wajib zakat). Seperti istri, anak dan
seterusnya ke bawah atau orang tua dan seterusnya ke atas. (Al-Mausu’ah AlFiqhiyah, 23/326).
Zakat kepada anak atau orang tua yang tidak mampu, atau kepada orang yang
wajib dia nafkahi, akan menggugurkan kebutuhan nafkah mereka. Sehingga ada
sebagian manfaat zakat yang kembali kepada Muzakki.
5. Orang kafir.

BAB III

12

KESIMPULAN
Mustahiq Zakat adalah orang yang berhak menerima zakat. Jelas
sekali di dalam Al-Quran Surah At-Taubah Ayat 60 bahwa orang yang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

menerima zakat Ada 8 asnaf (golongan):
Fakir
Miskin
‘Amil (petugas zakat)
Muallaf
Riqab
Ghorim
Fisabilillah
Ibnu sabil
Zakat dapat diberikan oleh muzakki atau orang yang memberikan
zakat kepada mustahiq secara langsung atau bisa pula melalui badan amil
zakat yang dikelola oleh pemerintah.
Sedangkan orang yang tidak dapat menerima zakat adalah

1. keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ahlul Bait)
2. Orang Kaya
3. Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
4. Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
5. Orang Kafir

DAFTAR PUSTAKA

13

http://www.MursyidMesra.com/sasaran zakat min.

Murad, Jawad, Mughniyah, Fiqih 5 Mazhab, PT. Lentera Basritama, cet ke 12, 2004, Jakarta,
Hlm :189.
Qardhawi, Yusuf, Dr., Hukum Zakat, 2006, Bogor, pt. Mitra Kerjaya, Indonesia,,

14