HIDUP ADALAH ANGKA Pandangan Kosmologi H (1)
HIDUP ADALAH ANGKA
Pandangan Kosmologi Hidup Orang Jawa dalam Weton
Dosen: Rm. Pius Pandor, CP.
Oleh:
Alvarian Utomo, O.Carm
14061
Sekolah Tinggi Filsafat Teologi
Widya Sasana Malang
2015
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
1
Dari Pitagoras ke Petungan Jawa
Tentunya kita tidak merasa asing dengan nama Pitagoras. Semua orang yang pernah
belajar Matematika tentu mengenal rumus Pitagoras. Dalam pelajaran Sejarah Filsafat Barat
Yunani dan Kosmologi, nama Pitagoras muncul sebagai penggagas bilangan. Ia dalam
kelompoknya menyatakan bahwa prinsip utama dalam dunia ini adalan bilangan. Dalam
bilangan segala realitas itu ada dan menjadi.
Pandangan bahwa bilangan adalah prinsip utama dunia ini rasanya juga ada dalam diri
orang-orang Jawa. Dalam tradisi Jawa, petungan1 Jawa sangat diperhatikan. Dalam petungan
itu, orang Jawa mencoba memahami hidupnya dengan jalan titen dan niteni2 peristiwaperistiwa yang sama, yang mana terjadi berulang-ulang, dengan jalan memberi tanda pada
hari apa dan jam berapa peristiwa itu terjadi. Dalam peristiwa-peristiwa yang sama itu
mereka memperhatikan yang penting terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup
manusia, seperti lahir, jodoh, dan pati3. Selain itu, jalan titen dan niteni juga dilakukan pada
masalah-masalah kehidupan manusia lainnya seperti masalah yang berkaitan dengan
keberuntungan usaha ekonomi dan usaha dagang, masalah membangun rumah, menempati
rumah, pindah rumah, dan lain-lain4. Kebiasaan inilah yang kemudian oleh orang Jawa lebih
dikenal dengan sebutan weton5.
Dalam weton, seseorang dalam dihitung keberuntungannya dengan berdasarkan hari
kelahirannya. Dari hari kelahirannyalah segala sifat, keberuntungan, dan kegagalan dapat
dilihat. Perhitungan ini menggunakan bilangan-bilangan yang telah dipatenkan dan tidak
dapat diubah. Hal ini mungkin sama dengan pandangan Pitagoras yang membedakan
bilangan genap dan ganjil.
Weton
Weton adalah hari kelahiran berdasarkan hari dan pasarannya6. Orang-orang Jawa,
masih banyak yang berkeyakinan dalam menentukan suatu tindakan harus selalu ingat
terhadap hari dan pasaran pada saat itu7. Hari dan pasaran itu begitu penting, sebab dapat
1 Petungan adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti perhitungan.
2 Titen dan niteni adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti teliti dan memperhatikan.
3 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74. Pati adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti meninggal dunia.
4 Bdk. Ibid hlm. 74-75.
5 Weton adalah kata dalam bahasa Jawa yang secara harafiah berarti hari kelahiran, namun secara umum orang
Jawa saat ini lebih mengenal weton sebagai suatu perhitungan hidup yang adalah petungan atau ada juga yang
menyebutnya primbon.
6 Pasaran adalah kata dalam bahasa Jawa yang menunjuk pada suatu hari tertentu yang mempengaruhi
keramaian perdagangan di pasar. Hari itu ada lima macam, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.
7 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 22.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
2
menentukan keberuntungan di masa depan seseorang. Menurut pengalaman saya pribadi,
orang-orang sering kali memperhatikan hari itu untuk melihat ke pasar mana mereka harus
berdagang atau membeli kebutuhan-kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi, hari itu juga perlu diingat agar tidak disalahgunakan orang pintar 8 yang
dapat memanfaatkan perhitungan weton mereka. Berkaitan dengan hal ini, saat hari weton
diyakini berada pada hari sial, maka harus melakukan Puasa Apit atau pantang. Puasa Apit
adalah puasa yang dilakukan pada hari sebelum, saat dan sesudah weton9. Puasa itu bertujuan
untuk memperingati hari kelahiran dan ngemong sedulur batin10. Pada saat weton seseorang
harus melakukan pelepasan diri dari kehidupan duniawi dengan bermeditasi11.
Dalam bermeditasi itu ada ketentuannya dalam perhitungan weton12 sebagai berikut:
a. Menentukan arah lokasi:
Hasil sisa 0, arah bebas.
Hasil sisa 1, arah timur.
Hasil sisa 2, arah selatan.
Hasil sisa 3, arah barat.
Hasil sisa 4, arah utara.
Perhitungan sisa itu adalah dengan menjumlahkan hari dan pasaran, kemudian dibagi
5, sisa dari pembagian itu menentukan pemilihan arah. Jika lupa jumlah keduanya,
dapat memperhatikan hari pasaran saja, seperti bagian b.
b. Menentukan arah menghadap:
Kliwon, arah bebas.
Legi, arah timur.
Pahing, arah selatan.
Pon, arah barat.
Wage, arah utara.
c. Menentukan jam keberangkatan:
8 Orang pintar yang dimaksud di sini adalah seperti para normal, yaitu orang-orang yang tahu dan mengerti
tentang weton secara mendalam.
9 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 23.
10 Ibid, hlm. 23.
11 Ibid, hlm. 24.
12 Ibid, hlm. 25-26.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
3
Kliwon, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00
Legi, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Pahing, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Pon, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Wage, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00
d. Menentukan jam memulai meditasi:
Kliwon, jam 10.00, 12.00, atau 02.00
Legi, jam 11.00, atau 01.00
Pahing, jam 11.00, atau 01.00
Pon, jam 11.00, atau 01.00
Wage, jam 10.00, 12.00, atau 02.00
Selain bermeditasi dan berpuasa, juga dapat dengan mengadakan sajen13 atau laku
panembah. Laku panembah adalah mengutamakan atau menitikberatkan pada memperbaiki
budi pekerti terhadap orang lain yang bersumber dari cipta serta rasa, dan berusaha
mengekang gejolak tuntutan keinginan nafsu duniawi14. Laku panembah itu antara lain:
prihatin, tirakat, dan tapa.
Prihatin yang dimaksudkan untuk laku panembah tidak mengandung arti kesusahan dan
penderitaan. Prihatin dilakukan dengan perasaan rela untuk mendukung bakti kepada Tuhan15.
Tirakat, laku panembah ini juga mendasarkan pada berpantang mencegah/ mengurangi
makan, minum, tidur, bersenang-senang, dan lain-lain. Biasanya laku tirakat itu dilaksanakan
di rumah dengan tidak mengganggu kegiatan untuk kepentingan tugas kewajiban seharihari16.
Tapa dalam pelaksanaannya lebih berat daripada kedua laku panembah sebelumnya,
sebab secara khusus tidak dicampur dengan melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,
biasanya bertapa dilakukan dengan meninggalkan rumah, berada disuatu tempat sunyi, jauh
dari lingkungan masyarakat, misalnya di pegunungan, gua, dan lain-lain17.
laku panembah tertuang dalam tembang berikut:
13 Sajen adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti memberikan sesaji atau kurban. Biasanya sesaji itu berupa
bunga tujuh rupa dan atau tumpeng.
14 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 69.
15 Bdk. ibid, hlm. 71.
16 Ibid, hlm. 71.
17 Ibid, hlm. 72.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
4
Basa Jawa
Bahasa Indonesia
Dipun sami ambanting sariranire,
Bila saling tidak tenang dalam dirinya,
Cegah dhahar lan guling,
Jangan makan dan tidur,
Darapon sudoo napsu kang ngombro-ombro, Supaya berkurang nafsu yang tak teratur,
Leremo ing tyasireki,
Sabar dalam hatimu,
Dadi sabarang karsaniro18.
Menjadi apapun kehendaknya.
Weton itu, juga terkait dengan sedulur batin. Sedulur batin adalah teman sejati.
Sosoknya menyerupai manusia itu sendiri19. Ada banyak pendapat mengenai sedulur batin.
Ada yang mengatakan satu sosok, dua sosok, dan bahkan lima sosok. Terkait dengan dua
sosok, sedulur batin rasanya seperti kakang kawah adhi ari-ari.
Kakang kawah adhi ari-ari disebut sebagai dua sosok yang memang ada disekitar
manusia. Mereka mengawasi tingkah laku semasa hidup manusia. Mereka diyakini sebagai
dua malaikat yang mencatat amal baik dan buruk setiap manusia 20. Kakang kawah adhi ariari tampak juga dalam peristiwa kelahiran. Kawah adalah air yang keluar sebelum bayi
keluar dan ari-ari21 adalah yang keluar setelah bayi22. Kakang23 karena keluar terlebih dahulu
sedangkan adhi24 karena keluar kemudian. Keduanya adalah makhluk halus yang lahir hampir
bersamaan dengan kelahiran sang bayi. Kakang kawah memiliki wujud yang sama dengan
sang bayi dengan warna kulit lebih cerah dan tubuh lebih besar. Adhi ari-ari juga sama hanya
lebih gelap dan tubuh lebih kecil. Keduanya memiliki wajah yang sama dengan sang bayi.
Dalam perkembangan sang bayi selama selapan dina 25, keduanya menjadi teman yang akan
selalu menemani sang bayi26.
Sedulur batin terkait dengan lima sosok rasanya seperti apa yang disebut sedulur papat
lima pancer. Wujud daripada sedulur papat lima pancer ini tidak jelas. Ada yang
menyatakannya dalam lima warna. Kelima warna itu adalah putih (sifat baik), merah (sifat
18 Ibid, hlm. 69.
19 Ibid, hlm. 29.
20 Ibid, hlm. 31.
21 Ari-ari adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti plasenta.
22 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 32.
23 Kakang adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti kakak.
24 Adhi adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti adik.
25 Selapan dina adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tigapuluh lima hari. Terkait dengan hal ini,
biasanya bayi yang menginjak usia selapan dina akan disyukuri kehadirannya dalam keluarga dengan syukuran
yang disebut selapanan. Sebelum mencapai selapan dina biasanya orangtua akan menyalakan dian (penerang
dengan bahan bakar minyak) di depan rumah dimana ari-ari dikuburkan sebagai pengingat kakang kawah adhi
ari-ari.
26 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 33.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
5
pemarah), kuning (sifat serakah), hijau, dan hitam (berupa bayangan dibawah kaki kita) 27.
Selain itu, mereka juga dinyatakan dalam empat anasir alam, yaitu air, api, tanah, dan angin 28.
Ajaran sadulur papat lima pancer juga tertuang dalam tembang Lir-ilir. Tembang itu adalah
sebagai berikut:
Basa Jawa
Bahasa Indonesia
Lir-ilir lir-ilir tandure wis sumilir,
Benih-benih padi sudah tumbuh
subur,
Tak ijo royo-royo,
Tak terkira hijaunya,
Tak sengguh temanten anyar,
Saya kira mempelai baru,
Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi,
Anak-anak
penggembala
panjatlah Belimbing itu,
Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotiro,
Meski
licin
panjatlah
untuk
membersihkan pakaianmu,
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir,
Pakaian-pakaianmu
jangan
sampai robek tepinya,
Dondomono jlumatono, kanggo seba mengko sore,
Jahitlah, untuk menghadap raja
nanti sore,
Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane,
Selagi
bulan
purnama,
selagi besar halonya29,
Suraka surak hore30.
Soraklah sorak hore.
“Benih-benih padi sudah tumbuh subur, tak terkira hijaunya, Saya kira mempelai baru”
menjadi lambang remaja yang sudah menginjak dewasa dan wajib mencari ilmu sejati 31.
“Panjatlah Belimbing itu” berarti carilah ilmu sadulur papat lima pancer32. Hal ini karena
buah Belimbing mempunyai lima sudut. Bentuk lima sudut menjadi lambang ilmu sejati, ilmu
sadulur papat lima pancer. “Meski licin panjatlah untuk membersihkan pakaianmu, pakaianpakaianmu jangan sampai robek tepinya, jahitlah” maksudnya adalah agar jiwa tetap bersih
harus dijaga dengan baik dengan ilmu sejati. “Untuk menghadap nanti sore” berarti untuk
27 Ibid, hlm. 30 dan bdk. Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan
Yusula, 2005, hlm. 198.
28 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 30.
29 Halo adalah cahaya yang tampak ada di sekeliling bulan ketika bulan purnama yang bentuknya lingkaran.
30 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 201-202.
31 Ibid, hlm. 202.
32 Bdk. Ibid, hlm. 203.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
6
menghadap Tuhan33. “Selagi bulan purnama, selagi besar halonya, soraklah sorak hore”
menunjukkan bahwa hal itu dilakukan ketika ada waktu dan kesempatan yang tepat sehingga
dapat berhasil. Selain itu, dalam buku Keroto Basa terdapat cerita sandi sebagai lambang
leluhur yang pertama mendapat ilham sadulur papat lima pancer, sebagai berikut34:
Basa Jawa
Marengi mangsa paguno nuju ratri lek
Bahasa Indonesia
Ketika bulan purnama sempurna,
purnama sidhi,
Prabu Widayaka kedatangan utusanipun
Raja Widayaka kedatangan utusan dari Tuan
Hyang jagad,
Batara
Wasesa.
Ingkang
kautus
semesta,
Dewa Penguasa, yang diutus atas nama
pemimpin;
nayakanama:
Batara Pahing, Batara Pon, Batara Wage,
Batara Kliwon, jujuluk Batara Kasihan.
Dewa Pahing, Dewa Pon, Dewa Wage,
Dewa Kliwon, yang bergelar Dewa Pengasih.
Dari hal ini, tampaklah hubungan antara weton dengan sedulur batin. Hubungan itu
tampak dari adanya perhitungan-perhitungan yang rumit, aneh, dan tetap pada sedulur batin.
Dalam hal ini, dalam kakang kawah adhi ari-ari ada selapan dina, dan dalam sedulur papat
lima pancer ada angka lima, angka empat, keterkaitan dengan alam dan ada hari pasaran,
yaitu: Pon, Wage, Kliwon, legi dan Pahing.
Dengan demikan, kembali saya menegaskan bahwa weton perlu diingat. Kewajiban
untuk mengingat weton ada dalam tembang berikut.
Sinom35
Bahasa Jawa
Den sami
ing
Bahasa Indonesia
Mencari-cari kepandaian, yang berdaya
pangawruh saupami, wijiling wong sudra
guna seperti, keturunan orang rendah, pun
papa, teka pilalanen ugi, tan cacad amrih
sampai dikuatkan, tidak cacat karena berbudi,
budi, kalamun sabda rahayu, nuntun marga
terarah pada sabda keselamatan, menuntun
utama, nadyan mijil ing wong cedhis, yogya
dalam keutamaan, walaupun tak berguna bagi
tuten saujare kang raharja.
Mangkana ta Sang Pandhita, saking
orang
ngudi
kawignyan,
sirik,
patut
diingat
ajaran
katemben udani, kang tineki-teki sabda,
keselamatannya.
Itulah sang guru, dari hujan pertama, yang
rahayu kang den karemi, wulan lintang
menurunkan
kinardi, damare kalaning dalu, srengenge
diharapkan,
sabda,
bulan
keselamatan
bintang
yang
gemerlapan,
33 Bdk. Ibid, hlm. 203.
34 Ibid, hlm. 198.
35 Sinom adalah nama salah satu tembang Jawa. Tembang ini terdapat dalam: Ny. Siti Woerjan S. N., Kitab
Primbon Lukmanakim Adammakna, cetakan kedua, Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa, 1978.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
7
ing rahina, kang dadi damaring bumi, ing
penerang di waktu malam, Matahari di siang
sajagad padhang kenyaring raditya.
Kang minangka damaring tyas, manungsa
hari, yang menerangi bumi, yang semuanya
sajagad iki, tan liyan werdining sastra, kang
terang karena matahari.
Yang menjadi penerang hati, manusia
anuduhna ing becik, tegese saputreki, anak
sedunia ini, yang tak lain menambah ilmu,
lanang ingkang sinung, limpad werdining
yang menunjukkan kebaikan, bermakna bagi
sastra, tur saduguna madhangi, kaluwarga
anak-anak,
yayah renane sadaya.
Winuruk ing sastra darma, yaiku kang den
menambah ilmu, untuk menerangi, keluarga
putra
yang
baik,
mampu
arani, saputra punika nyata, weh harjaning
bapak ibunya semua.
Menurut ilmu kebaikan,
yayah wibi, anaking pandhiteki, kalamun
dianggap,
padha katungkul, mung manah suka-suka,
keselamatannya bapak ibu, menuruti gurunya,
wekasane nora dadi, kautaman tan mirib
namun menjadi lalai, hanya bersenang-
wong tuwanira.
Sutaning para sujana, iya lamun nora
senang,
putra
akhirnya
itu
yaitu
benar,
tidak
yang
berbuah
menjadi,
sami, nilas labeting ngatuwa, tininggala ing
berkeutamaan seperti orangtuanya.
Anak para bijaksana, tentunya tidak sama,
pawestri, ingkang padha ngluluri, lamun ing
mengikuti jejak orang yang lebih tua,
bapa tinemu, kasusilaning ulah, kabecikan
perempuan di rumah, yang menghormati,
sastra widhi, wanita keh luput asih ing
walau bertemu bapak, sopan dalam bersikap,
Sujana.
Wong anak-anak candhala, lir alas tuwa
sesuai kebaikan adat, perempuan tidak luput
upami, kakayon aking angarang, anggerit
dari kebaikan orang bijak.
Anak-anak nakal, tanpa landasan orangtua
temahan agni, dadya alas kabesmi, apuwara
seperti, kayu kering menghitam, terkelupas
dadi awu, liring para Sujana, den samya
termakan api, menjadi luluh lantak, menjadi
amardi siwi, aja kongsi Sujana weka dursila.
abu, berbeda dengan orang bijak, yang saling
membantu, jangan sampai orang bijak jatuh
menjadi jahat.
Dari tembang itu tampak bahwa weton perlu diingat sebab ia adalah ilmu. Sebagai ilmu
ia terus-menerus memperhatikan gejala alam, seperti bulan, bintang, terbit, tenggelam. Ia juga
mengingatkan untuk selalu melakukan kebaikan untuk menjadi orang bijak. Ia adalah ilmu
keselamatan, kebaikan. Ia membimbing untuk selalu waspada, tidak lalai, teliti, dan
memperhatikan. Ia mengajarkan untuk mengikuti orangtua maupun guru yang tentunya lebih
tahu dan menambah ilmu.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
8
Angka-angka Weton
Dasar perhitungan weton tidak lepas dari peredaran alam, khususnya peredaran
matahari. Peredaran matahari menimbulkan adanya siang dan malam, ada hari, minggu,
bulan, dan tahun. Setiap ketentuan waktu ini diberi nilai dengan sistem angka, yang dikaitkan
secara magis dengan sifat baik dan buruk 36. Untuk dapat melakukan sistem angka, terlebih
dahulu diciptakan pembagian waktu mulai dari detik, menit, jam, hari, wuku37, bulan, tahun,
dan windu38. Masing-masing hari diberi nilai angka tertentu yang disebut neptu39. Pemberian
neptu menurut mitos tertentu yang berkaitan dengan baik buruknya waktu 40. Angka-angka
neptu itu sudah ditetapkan, sehingga tidak dapat diubah.
Penentuan neptu untuk hari wuku, hari pasar, bulan, dan tahun adalah sebagai berikut41:
a. Neptu Hari Wuku:
Minggu : 5
Senin
:4
Selasa : 3
Rabu
:7
Kamis : 8
Jumat
:6
Sabtu
:9
b. Hari Pasar:
Legi
:5
Pahing : 9
Pon
:7
Wage
:4
Kliwon : 8
36 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74.
37 Wuku adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tujuh hari atau seminggu. Dalam hal ini, wuku
menunjukkan perhitungan dalam tujuh hari. Dalam tradisi Jawa ada tigapuluh macam wuku.
38 Windu sebenarnya juga adalah bahasa Jawa, namun juga dikenal bahasa Indonesia, artinya adalah delapan
tahun. Dalam hal ini, ada delapan macam tahun menurut perhitungan Jawa yang keseluruhannya disebut windu.
39 Neptu adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti angka yang menjadi nilai dari hari, wuku, bulan, tahun,
dan aksara Jawa tertentu.
40 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 75.
41 Ibid, hlm. 75-76.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
9
c. Bulan Jawa:
Suro
:7
Sapar
:2
Mulud
:3
Bakdo Mulud : 5
Jumadilawal : 6
Jumadilakir
:1
Rajab
:2
Ruwah
:4
Pasa
:5
Syawal
:7
Apit
:1
Besar
:3
d. Tahun Jawa:
Alip
:1
Ehe
:5
Jinawal : 3
Je
:7
Dal
:4
Be
:2
Wawu
:6
Jimakir : 3
Beberapa Perhitungan Weton dalam Persiapan Menikah42
Pasatohan Salaki Rabi
Menentukan Kebaikan Keluarga dalam
Wetone penganten lanang lan wadon
Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
42 Ny. Siti Woerjan S. N., Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna, cetakan kedua, Yogyakarta: Soemodidjojo
Mahadewa, 1978. Hlm. 32-33.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
10
neptune kagunggung, yen ketemu:
36. Becik guyup rukun.
35. Sedheng, ora tukar padu.
34. Ala, kerep kesusahan lan kangelan.
33. Becik, apa kang sinedya katurutan.
32. Ala, nemu susah lan kangelan.
31. Becik banget, samubarang gawe
wanita dijumlahkan, hasilnya:
36. Baik, hidup rukun.
35. Sedang, tidak bertengkar.
34. Tidak baik, sering kesulitan.
33. Baik, apa yang diinginkan dapat dituruti.
32. Tidak baik, menemukan kesulitan.
31. Sangat baik, segala pekerjaan
kadaden.
30. Ala banget, enggal mati salah siji.
29. Becik rijekine.
28. Ala, nemu kemlaratan.
27. Sedheng, lumintu rijekine.
26. Ala, tansah kangelan.
25. Sedheng, lumintu rijekine.
24. Ala, nemu bilahi lan kerep kemalingan.
23. Sedheng, lumintu rijekine nanging
terselesaikan.
30. Sangat tidak baik, salah satu segera
rada kekurangan margo sugih dhayoh.
22. Ala, kangelan lan kurang pangan.
21. Becik, mumpuni sabarang gawe.
20. Ala, mati salah siji.
19. Becik, sugih anak lan becik turune.
18. Ala, nemu lara banget.
17. Becik, sugih anak lan slamet.
16. Ala, nemu lara lan banjur mati.
15. Sedheng ketemu cukupan sakabehe.
14. Ala, kerep sulaya, enggal pegatan.
Katrangan: upama njodhokake penganten,
penganten lanang wetone Senen Kliwon,
neptune Senen: 4, Kliwon: 8 = 12,
penganten wadon Akad Wage, neptune
Akad: 5, Wage: 4 = 9. Gunggung 12 + 9 =
21. Ketemu becik, mumpuni sabarang gawe.
meninggal.
29. Baik rejekinya.
28. Tidak baik, menemukan kemiskinan.
27. Sedang, rejekinya lancar.
26. Tidak baik, selalu kesulitan.
25. Sedang, rejekinya lancar.
24. Tidak baik, mendapat kecelakaan dan
sering kecurian.
23. Sedang, rejeki lancer tetapi sering
kekurangan karena banyak menerima tamu.
22. Tidak baik, kesulitan dan kurang makan.
21. Baik, dapat bekerja apapun.
20. Tidak baik, meninggal salah satu.
19. Baik, banyak anak dan tenang tidurnya.
18. Tidak baik, mendapatkan penyakit yang
parah.
17. Baik, banyak anak dan selamat.
16. Tidak baik, sakit-sakitan dan kemudian
meninggal.
15. Sedang,
dapat
mencukupi
semua
kebutuhan.
14. Tidak baik, sering bertengkar, cepat
bercerai.
Keterangan:
pengantin
pria
seandainya
hari
menjodohkan,
kelahirannya
Senin
Kliwon, angkanya Senin: 4, Kliwon: 8 = 12.
Pengantin wanita hari kelahirannya Minggu
Wage, angkanya Minggu: 5, Wage: 4 = 9.
Petung Salaki Rabi
Wetone penganten lanang wadon, neptune
Jumlah 12 + 9 = 21. Hasilnya baik, dapat
bekerja apapun.
dina lan pasaran digunggung banjur kabagi
4, turah pira: yen turah,
1. Gentho, larang anak.
2. Gembili, sugih anak.
Menentukan Keturunan dalam Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
wanita dijumlahkan lalu dibagi 4, sisa atau
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
11
3. Sri, sugih rijeki.
4. Punggel, mati siji.
Katrangan: saupama wetone penganten
Penganten wadon Kemis Pahing, neptune 8
lebih berapa:
1. Gentho, sedikit anak.
2. Gembili, banyak anak.
3. Sri, banyak rejeki.
4. Punggel, meninggal satu.
Keterangan: seandainya hari
lan 9 = 17. Gunggung 13 lan 17 = 30
pengantin pria Jumat Pon, angkanya 6 dan 7 =
kabagi 4 turah 2, tiba gembili, sugih anak,
13. Pengantin wanita hari kelahirannya Kamis
iku becik.
Pahing, angkanya 8 dan 9 = 17. Jumlah 13
lanang Jumat Pon, neptune 6 lan 7 = 13.
Petung Pasatohan Salaki Rabi.
kelahiran
dan 17 = 30 dibagi 4 sisa 2. Hasilnya Gembili,
banyak anak, itu baik.
Wetone penganten lanang wadon, neptune
dina lan pasaran digunggung, banjur kabagi
9, lanang turah pira, wadon turah pira.
1 lan 1 becik kinasihan,
1 lan 2 becik,
1 lan 3 kuat, adoh rijekine,
1 lan 4 akeh bilahine,
1 lan 5 pegat,
1 lan 6 adoh sandhang pangane,
1 lan 7 sugih satru,
1 lan 8 kasurang-surang,
1 lan 9 dadi pangauban,
2 lan 2 slamet, akeh rijekine,
2 lan 3 gelas maji siji,
2 lan 4 akeh godhane,
2 lan 5 akeh bilaine,
2 lan 6 gelis sugih,
2 lan 7 anake akeh mati,
2 lan 8 cepak rijeki,
2 lan 9 akeh rijekinya,
3 lan 3 mlarat.
3 lan 4 akeh bilaine,
3 lan 5 gelis pegat,
3 lan 6 oleh nugraha,
3 lan 7 akeh bilaine,
3 lan 8 gelis mati siji,
3 lan 9 sugih rijeki,
4 lan 4 kerep lara,
4 lan 5 akeh rencanane,
4 lan 6 sugih rijeki,
4 lan 7 mlarat,
4 lan 8 akeh pangkalane,
4 lan 9 kalah siji,
5 lan 5 tulus begjane,
Menentukan Kelancaran Kehidupan
Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
wanita dijumlahkan lalu dibagi 9, sisa atau
lebihnya masing-masing berapa:
1 lan 1 baik saling mengasihi,
1 lan 2 baik,
1 lan 3 kuat, jauh rejekinya,
1 lan 4 banyak celakanya,
1 lan 5 putus,
1 lan 6 sulit makan dan pakaian,
1 lan 7 banyak musuh,
1 lan 8 terlunta-lunta,
1 lan 9 menjadi tempat berteduh,
2 lan 2 selamat, banyak rejeki,
2 lan 3 yang pecah tidak akan bersatu,
2 lan 4 banyak godaan,
2 lan 5 banyak celaka,
2 lan 6 cepat kaya,
2 lan 7 anaknya banyak yang meninggal,
2 lan 8 rejeki cukup,
2 lan 9 banyak rejeki,
3 lan 3 miskin.
3 lan 4 banyak celaka,
3 lan 5 cepat bercerai,
3 lan 6 beroleh rahmat,
3 lan 7 banyak celaka,
3 lan 8 yang pecah tidak akan bersatu,
3 lan 9 amat banyak rejeki,
4 lan 4 sering sakit,
4 lan 5 banyak rencana,
4 lan 6 amat banyak rejeki,
4 lan 7 miskin,
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
12
5 lan 6 cepak rijekine,
4 lan 8 banyak halangannya,
5 lan 7 tulus sandhang pangane,
4 lan 9 salah satu harus mengalah,
5 lan 8 akeh sambekalane,
5 lan 5 ada keberuntungannya,
5 lan 9 cepak sandhang pangane,
5 lan 6 rejeki cukup,
6 lan 6 gedhe bilaine,
5 lan 7 ada makanan dan pakaian,
6 lan 7 rukun,
5 lan 8 banyak cobaannya,
6 lan 8 sugih satru,
5 lan 9 cukup makanan dan pakaian,
6 lan 9 kasurang-surang,
6 lan 6 besar celakanya,
7 lan 7 ingukum maring rabine,
6 lan 7 rukun,
7 lan 8 nemu bilai saka awake dhewe,
6 lan 8 banyak musuh,
7 lan 9 tulus dening palakramane,
6 lan 9 terlunta-lunta,
8 lan 8 kinasihan dening wong,
7 lan 7 berlindung pada pasangannya
8 lan 9 akeh bilaine,
9 lan 9 giras rijeki.
(isterinya),
Katrangan: Saupama weton penganten
7 lan 8 mendapat celaka dari dirinya sendiri,
7 lan 9 tulus dengan pasangan hidupnya,
lanang Jumat Kliwon neptune 6 + 8 = 14.
8 lan 8 murah hati,
Kabagi 9, turah 5. Wetone penganten
8 lan 9 banyak celaka,
9 lan 9 gila rejeki (matre/pelit).
wadon, Jumat Pahing, neptune 6 + 9 = 15,
Keterangan: seandainya hari kelahiran
Kabagi 9, turah 6. Dadi turah 5 lan 6 tiba
pengantin pria Jumat Kliwon, angkanya 6 dan
cepak rijekine.
8 = 14, dibagi 9 sisa 5. Pengantin wanita hari
kelahirannya Jumat Pahing, angkanya 6 dan 9
= 15, dibagi 9 sisa 6. Jadi hasilnya adalah 5
dan 6 yaitu rejeki cukup.
Intisari
Betapa luarbiasa hal ini bagi saya secara pribadi sebagai orang Jawa. Saya tidak habis
pikir, dari mana dulu leluhur orang Jawa mendapatkan rumusan perhitungan yang rumit
mengenai hidup mereka. Perhitungan ini bukan asal-asalan. Mereka telah berhasil membuat
suatu rumusan yang baku mengenai hari dalam satu minggunya, bulan, tahun, bahkan ada
hari pasaran. Betapa hal ini sungguh tidak biasa. Mungkin sebelum ada pelajaran
Matematika yang terpadu dari barat, orang-orang Jawa sudah mengerti Matematika.
Bagi diri saya sendiri hal ini sangat mengejutkan, karena ternyata hidup saya dapat
dihitung. Untunglah, di sini saya hanya membahas sekilas dan seperlunya saja. Bila Anda
membaca buku-buku sumber yang saya baca mungkin ada akan mendapat banyak hal yang
tidak saya cantumkan. Hal ini saya sengaja untuk membatasi apa yang hendak saya bahas.
Saya lebih membahas mengenai adanya angka-angka yang penting bagi orang Jawa.
Angka-angka tidak hanya bermakna dalam Matematika, maupun musik. Angka juga
ada dalam perhitungan sehari-hari mulai dari jam hingga abad. Dalam hal ini telah dibahas di
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
13
atas bagaimana masing-masing waktu mempunyai angkanya. Dan angka-angka itulah yang
bila dihitung sesuai rumus dapat menunjukkan kemana arah keberuntungan kita.
Dari ini semua, saya merasa bahwa manusia terutama Jawa, tidak akan pernah dapat
terlepas dari angka. Karena kita ingat akan suatu masa maka kita dapat menatap masa depan.
Dengan demikian dengan memperlajari weton ini, sebenarnya saya dibawa pada kesadaran
baru akan pentingnya mengingat apa yang telah kualami agar kelak aku tidak jatuh di lubang
yang sama. Dengan demikian, melalui ingatan itu, kita dibentuk menjadi pribadi yang selalu
teliti dan memperhatikan. Kita pun didorong untuk memperbaiki diri, mawas diri. Semoga
dengan membaca ini Anda dapat hidup dalam waktu dengan lebih baik.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
14
Pandangan Kosmologi Hidup Orang Jawa dalam Weton
Dosen: Rm. Pius Pandor, CP.
Oleh:
Alvarian Utomo, O.Carm
14061
Sekolah Tinggi Filsafat Teologi
Widya Sasana Malang
2015
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
1
Dari Pitagoras ke Petungan Jawa
Tentunya kita tidak merasa asing dengan nama Pitagoras. Semua orang yang pernah
belajar Matematika tentu mengenal rumus Pitagoras. Dalam pelajaran Sejarah Filsafat Barat
Yunani dan Kosmologi, nama Pitagoras muncul sebagai penggagas bilangan. Ia dalam
kelompoknya menyatakan bahwa prinsip utama dalam dunia ini adalan bilangan. Dalam
bilangan segala realitas itu ada dan menjadi.
Pandangan bahwa bilangan adalah prinsip utama dunia ini rasanya juga ada dalam diri
orang-orang Jawa. Dalam tradisi Jawa, petungan1 Jawa sangat diperhatikan. Dalam petungan
itu, orang Jawa mencoba memahami hidupnya dengan jalan titen dan niteni2 peristiwaperistiwa yang sama, yang mana terjadi berulang-ulang, dengan jalan memberi tanda pada
hari apa dan jam berapa peristiwa itu terjadi. Dalam peristiwa-peristiwa yang sama itu
mereka memperhatikan yang penting terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup
manusia, seperti lahir, jodoh, dan pati3. Selain itu, jalan titen dan niteni juga dilakukan pada
masalah-masalah kehidupan manusia lainnya seperti masalah yang berkaitan dengan
keberuntungan usaha ekonomi dan usaha dagang, masalah membangun rumah, menempati
rumah, pindah rumah, dan lain-lain4. Kebiasaan inilah yang kemudian oleh orang Jawa lebih
dikenal dengan sebutan weton5.
Dalam weton, seseorang dalam dihitung keberuntungannya dengan berdasarkan hari
kelahirannya. Dari hari kelahirannyalah segala sifat, keberuntungan, dan kegagalan dapat
dilihat. Perhitungan ini menggunakan bilangan-bilangan yang telah dipatenkan dan tidak
dapat diubah. Hal ini mungkin sama dengan pandangan Pitagoras yang membedakan
bilangan genap dan ganjil.
Weton
Weton adalah hari kelahiran berdasarkan hari dan pasarannya6. Orang-orang Jawa,
masih banyak yang berkeyakinan dalam menentukan suatu tindakan harus selalu ingat
terhadap hari dan pasaran pada saat itu7. Hari dan pasaran itu begitu penting, sebab dapat
1 Petungan adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti perhitungan.
2 Titen dan niteni adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti teliti dan memperhatikan.
3 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74. Pati adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti meninggal dunia.
4 Bdk. Ibid hlm. 74-75.
5 Weton adalah kata dalam bahasa Jawa yang secara harafiah berarti hari kelahiran, namun secara umum orang
Jawa saat ini lebih mengenal weton sebagai suatu perhitungan hidup yang adalah petungan atau ada juga yang
menyebutnya primbon.
6 Pasaran adalah kata dalam bahasa Jawa yang menunjuk pada suatu hari tertentu yang mempengaruhi
keramaian perdagangan di pasar. Hari itu ada lima macam, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.
7 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 22.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
2
menentukan keberuntungan di masa depan seseorang. Menurut pengalaman saya pribadi,
orang-orang sering kali memperhatikan hari itu untuk melihat ke pasar mana mereka harus
berdagang atau membeli kebutuhan-kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi, hari itu juga perlu diingat agar tidak disalahgunakan orang pintar 8 yang
dapat memanfaatkan perhitungan weton mereka. Berkaitan dengan hal ini, saat hari weton
diyakini berada pada hari sial, maka harus melakukan Puasa Apit atau pantang. Puasa Apit
adalah puasa yang dilakukan pada hari sebelum, saat dan sesudah weton9. Puasa itu bertujuan
untuk memperingati hari kelahiran dan ngemong sedulur batin10. Pada saat weton seseorang
harus melakukan pelepasan diri dari kehidupan duniawi dengan bermeditasi11.
Dalam bermeditasi itu ada ketentuannya dalam perhitungan weton12 sebagai berikut:
a. Menentukan arah lokasi:
Hasil sisa 0, arah bebas.
Hasil sisa 1, arah timur.
Hasil sisa 2, arah selatan.
Hasil sisa 3, arah barat.
Hasil sisa 4, arah utara.
Perhitungan sisa itu adalah dengan menjumlahkan hari dan pasaran, kemudian dibagi
5, sisa dari pembagian itu menentukan pemilihan arah. Jika lupa jumlah keduanya,
dapat memperhatikan hari pasaran saja, seperti bagian b.
b. Menentukan arah menghadap:
Kliwon, arah bebas.
Legi, arah timur.
Pahing, arah selatan.
Pon, arah barat.
Wage, arah utara.
c. Menentukan jam keberangkatan:
8 Orang pintar yang dimaksud di sini adalah seperti para normal, yaitu orang-orang yang tahu dan mengerti
tentang weton secara mendalam.
9 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 23.
10 Ibid, hlm. 23.
11 Ibid, hlm. 24.
12 Ibid, hlm. 25-26.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
3
Kliwon, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00
Legi, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Pahing, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Pon, jam 10.30, 11.30, 12.30, atau 01.30
Wage, jam 10.00, 11.00, 12.00, atau 01.00
d. Menentukan jam memulai meditasi:
Kliwon, jam 10.00, 12.00, atau 02.00
Legi, jam 11.00, atau 01.00
Pahing, jam 11.00, atau 01.00
Pon, jam 11.00, atau 01.00
Wage, jam 10.00, 12.00, atau 02.00
Selain bermeditasi dan berpuasa, juga dapat dengan mengadakan sajen13 atau laku
panembah. Laku panembah adalah mengutamakan atau menitikberatkan pada memperbaiki
budi pekerti terhadap orang lain yang bersumber dari cipta serta rasa, dan berusaha
mengekang gejolak tuntutan keinginan nafsu duniawi14. Laku panembah itu antara lain:
prihatin, tirakat, dan tapa.
Prihatin yang dimaksudkan untuk laku panembah tidak mengandung arti kesusahan dan
penderitaan. Prihatin dilakukan dengan perasaan rela untuk mendukung bakti kepada Tuhan15.
Tirakat, laku panembah ini juga mendasarkan pada berpantang mencegah/ mengurangi
makan, minum, tidur, bersenang-senang, dan lain-lain. Biasanya laku tirakat itu dilaksanakan
di rumah dengan tidak mengganggu kegiatan untuk kepentingan tugas kewajiban seharihari16.
Tapa dalam pelaksanaannya lebih berat daripada kedua laku panembah sebelumnya,
sebab secara khusus tidak dicampur dengan melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,
biasanya bertapa dilakukan dengan meninggalkan rumah, berada disuatu tempat sunyi, jauh
dari lingkungan masyarakat, misalnya di pegunungan, gua, dan lain-lain17.
laku panembah tertuang dalam tembang berikut:
13 Sajen adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti memberikan sesaji atau kurban. Biasanya sesaji itu berupa
bunga tujuh rupa dan atau tumpeng.
14 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 69.
15 Bdk. ibid, hlm. 71.
16 Ibid, hlm. 71.
17 Ibid, hlm. 72.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
4
Basa Jawa
Bahasa Indonesia
Dipun sami ambanting sariranire,
Bila saling tidak tenang dalam dirinya,
Cegah dhahar lan guling,
Jangan makan dan tidur,
Darapon sudoo napsu kang ngombro-ombro, Supaya berkurang nafsu yang tak teratur,
Leremo ing tyasireki,
Sabar dalam hatimu,
Dadi sabarang karsaniro18.
Menjadi apapun kehendaknya.
Weton itu, juga terkait dengan sedulur batin. Sedulur batin adalah teman sejati.
Sosoknya menyerupai manusia itu sendiri19. Ada banyak pendapat mengenai sedulur batin.
Ada yang mengatakan satu sosok, dua sosok, dan bahkan lima sosok. Terkait dengan dua
sosok, sedulur batin rasanya seperti kakang kawah adhi ari-ari.
Kakang kawah adhi ari-ari disebut sebagai dua sosok yang memang ada disekitar
manusia. Mereka mengawasi tingkah laku semasa hidup manusia. Mereka diyakini sebagai
dua malaikat yang mencatat amal baik dan buruk setiap manusia 20. Kakang kawah adhi ariari tampak juga dalam peristiwa kelahiran. Kawah adalah air yang keluar sebelum bayi
keluar dan ari-ari21 adalah yang keluar setelah bayi22. Kakang23 karena keluar terlebih dahulu
sedangkan adhi24 karena keluar kemudian. Keduanya adalah makhluk halus yang lahir hampir
bersamaan dengan kelahiran sang bayi. Kakang kawah memiliki wujud yang sama dengan
sang bayi dengan warna kulit lebih cerah dan tubuh lebih besar. Adhi ari-ari juga sama hanya
lebih gelap dan tubuh lebih kecil. Keduanya memiliki wajah yang sama dengan sang bayi.
Dalam perkembangan sang bayi selama selapan dina 25, keduanya menjadi teman yang akan
selalu menemani sang bayi26.
Sedulur batin terkait dengan lima sosok rasanya seperti apa yang disebut sedulur papat
lima pancer. Wujud daripada sedulur papat lima pancer ini tidak jelas. Ada yang
menyatakannya dalam lima warna. Kelima warna itu adalah putih (sifat baik), merah (sifat
18 Ibid, hlm. 69.
19 Ibid, hlm. 29.
20 Ibid, hlm. 31.
21 Ari-ari adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti plasenta.
22 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 32.
23 Kakang adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti kakak.
24 Adhi adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti adik.
25 Selapan dina adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tigapuluh lima hari. Terkait dengan hal ini,
biasanya bayi yang menginjak usia selapan dina akan disyukuri kehadirannya dalam keluarga dengan syukuran
yang disebut selapanan. Sebelum mencapai selapan dina biasanya orangtua akan menyalakan dian (penerang
dengan bahan bakar minyak) di depan rumah dimana ari-ari dikuburkan sebagai pengingat kakang kawah adhi
ari-ari.
26 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 33.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
5
pemarah), kuning (sifat serakah), hijau, dan hitam (berupa bayangan dibawah kaki kita) 27.
Selain itu, mereka juga dinyatakan dalam empat anasir alam, yaitu air, api, tanah, dan angin 28.
Ajaran sadulur papat lima pancer juga tertuang dalam tembang Lir-ilir. Tembang itu adalah
sebagai berikut:
Basa Jawa
Bahasa Indonesia
Lir-ilir lir-ilir tandure wis sumilir,
Benih-benih padi sudah tumbuh
subur,
Tak ijo royo-royo,
Tak terkira hijaunya,
Tak sengguh temanten anyar,
Saya kira mempelai baru,
Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi,
Anak-anak
penggembala
panjatlah Belimbing itu,
Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotiro,
Meski
licin
panjatlah
untuk
membersihkan pakaianmu,
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir,
Pakaian-pakaianmu
jangan
sampai robek tepinya,
Dondomono jlumatono, kanggo seba mengko sore,
Jahitlah, untuk menghadap raja
nanti sore,
Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane,
Selagi
bulan
purnama,
selagi besar halonya29,
Suraka surak hore30.
Soraklah sorak hore.
“Benih-benih padi sudah tumbuh subur, tak terkira hijaunya, Saya kira mempelai baru”
menjadi lambang remaja yang sudah menginjak dewasa dan wajib mencari ilmu sejati 31.
“Panjatlah Belimbing itu” berarti carilah ilmu sadulur papat lima pancer32. Hal ini karena
buah Belimbing mempunyai lima sudut. Bentuk lima sudut menjadi lambang ilmu sejati, ilmu
sadulur papat lima pancer. “Meski licin panjatlah untuk membersihkan pakaianmu, pakaianpakaianmu jangan sampai robek tepinya, jahitlah” maksudnya adalah agar jiwa tetap bersih
harus dijaga dengan baik dengan ilmu sejati. “Untuk menghadap nanti sore” berarti untuk
27 Ibid, hlm. 30 dan bdk. Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan
Yusula, 2005, hlm. 198.
28 Anan Hajit T., Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus, Yogyakarta: Narasi, 2005, hlm. 30.
29 Halo adalah cahaya yang tampak ada di sekeliling bulan ketika bulan purnama yang bentuknya lingkaran.
30 Drs. Soesilo, Kejawen Philosofi & Perilaku, cetakan keempat, Malang: Yayasan Yusula, 2005, hlm. 201-202.
31 Ibid, hlm. 202.
32 Bdk. Ibid, hlm. 203.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
6
menghadap Tuhan33. “Selagi bulan purnama, selagi besar halonya, soraklah sorak hore”
menunjukkan bahwa hal itu dilakukan ketika ada waktu dan kesempatan yang tepat sehingga
dapat berhasil. Selain itu, dalam buku Keroto Basa terdapat cerita sandi sebagai lambang
leluhur yang pertama mendapat ilham sadulur papat lima pancer, sebagai berikut34:
Basa Jawa
Marengi mangsa paguno nuju ratri lek
Bahasa Indonesia
Ketika bulan purnama sempurna,
purnama sidhi,
Prabu Widayaka kedatangan utusanipun
Raja Widayaka kedatangan utusan dari Tuan
Hyang jagad,
Batara
Wasesa.
Ingkang
kautus
semesta,
Dewa Penguasa, yang diutus atas nama
pemimpin;
nayakanama:
Batara Pahing, Batara Pon, Batara Wage,
Batara Kliwon, jujuluk Batara Kasihan.
Dewa Pahing, Dewa Pon, Dewa Wage,
Dewa Kliwon, yang bergelar Dewa Pengasih.
Dari hal ini, tampaklah hubungan antara weton dengan sedulur batin. Hubungan itu
tampak dari adanya perhitungan-perhitungan yang rumit, aneh, dan tetap pada sedulur batin.
Dalam hal ini, dalam kakang kawah adhi ari-ari ada selapan dina, dan dalam sedulur papat
lima pancer ada angka lima, angka empat, keterkaitan dengan alam dan ada hari pasaran,
yaitu: Pon, Wage, Kliwon, legi dan Pahing.
Dengan demikan, kembali saya menegaskan bahwa weton perlu diingat. Kewajiban
untuk mengingat weton ada dalam tembang berikut.
Sinom35
Bahasa Jawa
Den sami
ing
Bahasa Indonesia
Mencari-cari kepandaian, yang berdaya
pangawruh saupami, wijiling wong sudra
guna seperti, keturunan orang rendah, pun
papa, teka pilalanen ugi, tan cacad amrih
sampai dikuatkan, tidak cacat karena berbudi,
budi, kalamun sabda rahayu, nuntun marga
terarah pada sabda keselamatan, menuntun
utama, nadyan mijil ing wong cedhis, yogya
dalam keutamaan, walaupun tak berguna bagi
tuten saujare kang raharja.
Mangkana ta Sang Pandhita, saking
orang
ngudi
kawignyan,
sirik,
patut
diingat
ajaran
katemben udani, kang tineki-teki sabda,
keselamatannya.
Itulah sang guru, dari hujan pertama, yang
rahayu kang den karemi, wulan lintang
menurunkan
kinardi, damare kalaning dalu, srengenge
diharapkan,
sabda,
bulan
keselamatan
bintang
yang
gemerlapan,
33 Bdk. Ibid, hlm. 203.
34 Ibid, hlm. 198.
35 Sinom adalah nama salah satu tembang Jawa. Tembang ini terdapat dalam: Ny. Siti Woerjan S. N., Kitab
Primbon Lukmanakim Adammakna, cetakan kedua, Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa, 1978.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
7
ing rahina, kang dadi damaring bumi, ing
penerang di waktu malam, Matahari di siang
sajagad padhang kenyaring raditya.
Kang minangka damaring tyas, manungsa
hari, yang menerangi bumi, yang semuanya
sajagad iki, tan liyan werdining sastra, kang
terang karena matahari.
Yang menjadi penerang hati, manusia
anuduhna ing becik, tegese saputreki, anak
sedunia ini, yang tak lain menambah ilmu,
lanang ingkang sinung, limpad werdining
yang menunjukkan kebaikan, bermakna bagi
sastra, tur saduguna madhangi, kaluwarga
anak-anak,
yayah renane sadaya.
Winuruk ing sastra darma, yaiku kang den
menambah ilmu, untuk menerangi, keluarga
putra
yang
baik,
mampu
arani, saputra punika nyata, weh harjaning
bapak ibunya semua.
Menurut ilmu kebaikan,
yayah wibi, anaking pandhiteki, kalamun
dianggap,
padha katungkul, mung manah suka-suka,
keselamatannya bapak ibu, menuruti gurunya,
wekasane nora dadi, kautaman tan mirib
namun menjadi lalai, hanya bersenang-
wong tuwanira.
Sutaning para sujana, iya lamun nora
senang,
putra
akhirnya
itu
yaitu
benar,
tidak
yang
berbuah
menjadi,
sami, nilas labeting ngatuwa, tininggala ing
berkeutamaan seperti orangtuanya.
Anak para bijaksana, tentunya tidak sama,
pawestri, ingkang padha ngluluri, lamun ing
mengikuti jejak orang yang lebih tua,
bapa tinemu, kasusilaning ulah, kabecikan
perempuan di rumah, yang menghormati,
sastra widhi, wanita keh luput asih ing
walau bertemu bapak, sopan dalam bersikap,
Sujana.
Wong anak-anak candhala, lir alas tuwa
sesuai kebaikan adat, perempuan tidak luput
upami, kakayon aking angarang, anggerit
dari kebaikan orang bijak.
Anak-anak nakal, tanpa landasan orangtua
temahan agni, dadya alas kabesmi, apuwara
seperti, kayu kering menghitam, terkelupas
dadi awu, liring para Sujana, den samya
termakan api, menjadi luluh lantak, menjadi
amardi siwi, aja kongsi Sujana weka dursila.
abu, berbeda dengan orang bijak, yang saling
membantu, jangan sampai orang bijak jatuh
menjadi jahat.
Dari tembang itu tampak bahwa weton perlu diingat sebab ia adalah ilmu. Sebagai ilmu
ia terus-menerus memperhatikan gejala alam, seperti bulan, bintang, terbit, tenggelam. Ia juga
mengingatkan untuk selalu melakukan kebaikan untuk menjadi orang bijak. Ia adalah ilmu
keselamatan, kebaikan. Ia membimbing untuk selalu waspada, tidak lalai, teliti, dan
memperhatikan. Ia mengajarkan untuk mengikuti orangtua maupun guru yang tentunya lebih
tahu dan menambah ilmu.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
8
Angka-angka Weton
Dasar perhitungan weton tidak lepas dari peredaran alam, khususnya peredaran
matahari. Peredaran matahari menimbulkan adanya siang dan malam, ada hari, minggu,
bulan, dan tahun. Setiap ketentuan waktu ini diberi nilai dengan sistem angka, yang dikaitkan
secara magis dengan sifat baik dan buruk 36. Untuk dapat melakukan sistem angka, terlebih
dahulu diciptakan pembagian waktu mulai dari detik, menit, jam, hari, wuku37, bulan, tahun,
dan windu38. Masing-masing hari diberi nilai angka tertentu yang disebut neptu39. Pemberian
neptu menurut mitos tertentu yang berkaitan dengan baik buruknya waktu 40. Angka-angka
neptu itu sudah ditetapkan, sehingga tidak dapat diubah.
Penentuan neptu untuk hari wuku, hari pasar, bulan, dan tahun adalah sebagai berikut41:
a. Neptu Hari Wuku:
Minggu : 5
Senin
:4
Selasa : 3
Rabu
:7
Kamis : 8
Jumat
:6
Sabtu
:9
b. Hari Pasar:
Legi
:5
Pahing : 9
Pon
:7
Wage
:4
Kliwon : 8
36 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 74.
37 Wuku adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tujuh hari atau seminggu. Dalam hal ini, wuku
menunjukkan perhitungan dalam tujuh hari. Dalam tradisi Jawa ada tigapuluh macam wuku.
38 Windu sebenarnya juga adalah bahasa Jawa, namun juga dikenal bahasa Indonesia, artinya adalah delapan
tahun. Dalam hal ini, ada delapan macam tahun menurut perhitungan Jawa yang keseluruhannya disebut windu.
39 Neptu adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti angka yang menjadi nilai dari hari, wuku, bulan, tahun,
dan aksara Jawa tertentu.
40 Dr. Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 75.
41 Ibid, hlm. 75-76.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
9
c. Bulan Jawa:
Suro
:7
Sapar
:2
Mulud
:3
Bakdo Mulud : 5
Jumadilawal : 6
Jumadilakir
:1
Rajab
:2
Ruwah
:4
Pasa
:5
Syawal
:7
Apit
:1
Besar
:3
d. Tahun Jawa:
Alip
:1
Ehe
:5
Jinawal : 3
Je
:7
Dal
:4
Be
:2
Wawu
:6
Jimakir : 3
Beberapa Perhitungan Weton dalam Persiapan Menikah42
Pasatohan Salaki Rabi
Menentukan Kebaikan Keluarga dalam
Wetone penganten lanang lan wadon
Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
42 Ny. Siti Woerjan S. N., Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna, cetakan kedua, Yogyakarta: Soemodidjojo
Mahadewa, 1978. Hlm. 32-33.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
10
neptune kagunggung, yen ketemu:
36. Becik guyup rukun.
35. Sedheng, ora tukar padu.
34. Ala, kerep kesusahan lan kangelan.
33. Becik, apa kang sinedya katurutan.
32. Ala, nemu susah lan kangelan.
31. Becik banget, samubarang gawe
wanita dijumlahkan, hasilnya:
36. Baik, hidup rukun.
35. Sedang, tidak bertengkar.
34. Tidak baik, sering kesulitan.
33. Baik, apa yang diinginkan dapat dituruti.
32. Tidak baik, menemukan kesulitan.
31. Sangat baik, segala pekerjaan
kadaden.
30. Ala banget, enggal mati salah siji.
29. Becik rijekine.
28. Ala, nemu kemlaratan.
27. Sedheng, lumintu rijekine.
26. Ala, tansah kangelan.
25. Sedheng, lumintu rijekine.
24. Ala, nemu bilahi lan kerep kemalingan.
23. Sedheng, lumintu rijekine nanging
terselesaikan.
30. Sangat tidak baik, salah satu segera
rada kekurangan margo sugih dhayoh.
22. Ala, kangelan lan kurang pangan.
21. Becik, mumpuni sabarang gawe.
20. Ala, mati salah siji.
19. Becik, sugih anak lan becik turune.
18. Ala, nemu lara banget.
17. Becik, sugih anak lan slamet.
16. Ala, nemu lara lan banjur mati.
15. Sedheng ketemu cukupan sakabehe.
14. Ala, kerep sulaya, enggal pegatan.
Katrangan: upama njodhokake penganten,
penganten lanang wetone Senen Kliwon,
neptune Senen: 4, Kliwon: 8 = 12,
penganten wadon Akad Wage, neptune
Akad: 5, Wage: 4 = 9. Gunggung 12 + 9 =
21. Ketemu becik, mumpuni sabarang gawe.
meninggal.
29. Baik rejekinya.
28. Tidak baik, menemukan kemiskinan.
27. Sedang, rejekinya lancar.
26. Tidak baik, selalu kesulitan.
25. Sedang, rejekinya lancar.
24. Tidak baik, mendapat kecelakaan dan
sering kecurian.
23. Sedang, rejeki lancer tetapi sering
kekurangan karena banyak menerima tamu.
22. Tidak baik, kesulitan dan kurang makan.
21. Baik, dapat bekerja apapun.
20. Tidak baik, meninggal salah satu.
19. Baik, banyak anak dan tenang tidurnya.
18. Tidak baik, mendapatkan penyakit yang
parah.
17. Baik, banyak anak dan selamat.
16. Tidak baik, sakit-sakitan dan kemudian
meninggal.
15. Sedang,
dapat
mencukupi
semua
kebutuhan.
14. Tidak baik, sering bertengkar, cepat
bercerai.
Keterangan:
pengantin
pria
seandainya
hari
menjodohkan,
kelahirannya
Senin
Kliwon, angkanya Senin: 4, Kliwon: 8 = 12.
Pengantin wanita hari kelahirannya Minggu
Wage, angkanya Minggu: 5, Wage: 4 = 9.
Petung Salaki Rabi
Wetone penganten lanang wadon, neptune
Jumlah 12 + 9 = 21. Hasilnya baik, dapat
bekerja apapun.
dina lan pasaran digunggung banjur kabagi
4, turah pira: yen turah,
1. Gentho, larang anak.
2. Gembili, sugih anak.
Menentukan Keturunan dalam Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
wanita dijumlahkan lalu dibagi 4, sisa atau
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
11
3. Sri, sugih rijeki.
4. Punggel, mati siji.
Katrangan: saupama wetone penganten
Penganten wadon Kemis Pahing, neptune 8
lebih berapa:
1. Gentho, sedikit anak.
2. Gembili, banyak anak.
3. Sri, banyak rejeki.
4. Punggel, meninggal satu.
Keterangan: seandainya hari
lan 9 = 17. Gunggung 13 lan 17 = 30
pengantin pria Jumat Pon, angkanya 6 dan 7 =
kabagi 4 turah 2, tiba gembili, sugih anak,
13. Pengantin wanita hari kelahirannya Kamis
iku becik.
Pahing, angkanya 8 dan 9 = 17. Jumlah 13
lanang Jumat Pon, neptune 6 lan 7 = 13.
Petung Pasatohan Salaki Rabi.
kelahiran
dan 17 = 30 dibagi 4 sisa 2. Hasilnya Gembili,
banyak anak, itu baik.
Wetone penganten lanang wadon, neptune
dina lan pasaran digunggung, banjur kabagi
9, lanang turah pira, wadon turah pira.
1 lan 1 becik kinasihan,
1 lan 2 becik,
1 lan 3 kuat, adoh rijekine,
1 lan 4 akeh bilahine,
1 lan 5 pegat,
1 lan 6 adoh sandhang pangane,
1 lan 7 sugih satru,
1 lan 8 kasurang-surang,
1 lan 9 dadi pangauban,
2 lan 2 slamet, akeh rijekine,
2 lan 3 gelas maji siji,
2 lan 4 akeh godhane,
2 lan 5 akeh bilaine,
2 lan 6 gelis sugih,
2 lan 7 anake akeh mati,
2 lan 8 cepak rijeki,
2 lan 9 akeh rijekinya,
3 lan 3 mlarat.
3 lan 4 akeh bilaine,
3 lan 5 gelis pegat,
3 lan 6 oleh nugraha,
3 lan 7 akeh bilaine,
3 lan 8 gelis mati siji,
3 lan 9 sugih rijeki,
4 lan 4 kerep lara,
4 lan 5 akeh rencanane,
4 lan 6 sugih rijeki,
4 lan 7 mlarat,
4 lan 8 akeh pangkalane,
4 lan 9 kalah siji,
5 lan 5 tulus begjane,
Menentukan Kelancaran Kehidupan
Pernikahan
Angka hari kelahiran pengantin pria dan
wanita dijumlahkan lalu dibagi 9, sisa atau
lebihnya masing-masing berapa:
1 lan 1 baik saling mengasihi,
1 lan 2 baik,
1 lan 3 kuat, jauh rejekinya,
1 lan 4 banyak celakanya,
1 lan 5 putus,
1 lan 6 sulit makan dan pakaian,
1 lan 7 banyak musuh,
1 lan 8 terlunta-lunta,
1 lan 9 menjadi tempat berteduh,
2 lan 2 selamat, banyak rejeki,
2 lan 3 yang pecah tidak akan bersatu,
2 lan 4 banyak godaan,
2 lan 5 banyak celaka,
2 lan 6 cepat kaya,
2 lan 7 anaknya banyak yang meninggal,
2 lan 8 rejeki cukup,
2 lan 9 banyak rejeki,
3 lan 3 miskin.
3 lan 4 banyak celaka,
3 lan 5 cepat bercerai,
3 lan 6 beroleh rahmat,
3 lan 7 banyak celaka,
3 lan 8 yang pecah tidak akan bersatu,
3 lan 9 amat banyak rejeki,
4 lan 4 sering sakit,
4 lan 5 banyak rencana,
4 lan 6 amat banyak rejeki,
4 lan 7 miskin,
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
12
5 lan 6 cepak rijekine,
4 lan 8 banyak halangannya,
5 lan 7 tulus sandhang pangane,
4 lan 9 salah satu harus mengalah,
5 lan 8 akeh sambekalane,
5 lan 5 ada keberuntungannya,
5 lan 9 cepak sandhang pangane,
5 lan 6 rejeki cukup,
6 lan 6 gedhe bilaine,
5 lan 7 ada makanan dan pakaian,
6 lan 7 rukun,
5 lan 8 banyak cobaannya,
6 lan 8 sugih satru,
5 lan 9 cukup makanan dan pakaian,
6 lan 9 kasurang-surang,
6 lan 6 besar celakanya,
7 lan 7 ingukum maring rabine,
6 lan 7 rukun,
7 lan 8 nemu bilai saka awake dhewe,
6 lan 8 banyak musuh,
7 lan 9 tulus dening palakramane,
6 lan 9 terlunta-lunta,
8 lan 8 kinasihan dening wong,
7 lan 7 berlindung pada pasangannya
8 lan 9 akeh bilaine,
9 lan 9 giras rijeki.
(isterinya),
Katrangan: Saupama weton penganten
7 lan 8 mendapat celaka dari dirinya sendiri,
7 lan 9 tulus dengan pasangan hidupnya,
lanang Jumat Kliwon neptune 6 + 8 = 14.
8 lan 8 murah hati,
Kabagi 9, turah 5. Wetone penganten
8 lan 9 banyak celaka,
9 lan 9 gila rejeki (matre/pelit).
wadon, Jumat Pahing, neptune 6 + 9 = 15,
Keterangan: seandainya hari kelahiran
Kabagi 9, turah 6. Dadi turah 5 lan 6 tiba
pengantin pria Jumat Kliwon, angkanya 6 dan
cepak rijekine.
8 = 14, dibagi 9 sisa 5. Pengantin wanita hari
kelahirannya Jumat Pahing, angkanya 6 dan 9
= 15, dibagi 9 sisa 6. Jadi hasilnya adalah 5
dan 6 yaitu rejeki cukup.
Intisari
Betapa luarbiasa hal ini bagi saya secara pribadi sebagai orang Jawa. Saya tidak habis
pikir, dari mana dulu leluhur orang Jawa mendapatkan rumusan perhitungan yang rumit
mengenai hidup mereka. Perhitungan ini bukan asal-asalan. Mereka telah berhasil membuat
suatu rumusan yang baku mengenai hari dalam satu minggunya, bulan, tahun, bahkan ada
hari pasaran. Betapa hal ini sungguh tidak biasa. Mungkin sebelum ada pelajaran
Matematika yang terpadu dari barat, orang-orang Jawa sudah mengerti Matematika.
Bagi diri saya sendiri hal ini sangat mengejutkan, karena ternyata hidup saya dapat
dihitung. Untunglah, di sini saya hanya membahas sekilas dan seperlunya saja. Bila Anda
membaca buku-buku sumber yang saya baca mungkin ada akan mendapat banyak hal yang
tidak saya cantumkan. Hal ini saya sengaja untuk membatasi apa yang hendak saya bahas.
Saya lebih membahas mengenai adanya angka-angka yang penting bagi orang Jawa.
Angka-angka tidak hanya bermakna dalam Matematika, maupun musik. Angka juga
ada dalam perhitungan sehari-hari mulai dari jam hingga abad. Dalam hal ini telah dibahas di
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
13
atas bagaimana masing-masing waktu mempunyai angkanya. Dan angka-angka itulah yang
bila dihitung sesuai rumus dapat menunjukkan kemana arah keberuntungan kita.
Dari ini semua, saya merasa bahwa manusia terutama Jawa, tidak akan pernah dapat
terlepas dari angka. Karena kita ingat akan suatu masa maka kita dapat menatap masa depan.
Dengan demikian dengan memperlajari weton ini, sebenarnya saya dibawa pada kesadaran
baru akan pentingnya mengingat apa yang telah kualami agar kelak aku tidak jatuh di lubang
yang sama. Dengan demikian, melalui ingatan itu, kita dibentuk menjadi pribadi yang selalu
teliti dan memperhatikan. Kita pun didorong untuk memperbaiki diri, mawas diri. Semoga
dengan membaca ini Anda dapat hidup dalam waktu dengan lebih baik.
Alvarian Utomo | Kosmologi Jawa, Dunia dalam Angka
14