T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Program Pendidikan Karakter Di SMA Kristen 1 Salatiga T2 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Perencanaan Pendidikan Karakter

2.1.1. Pengertian Perancanaan
Menurut George R. Terry (1992) perencanaan
adalah
pemulihan
fakta-fakta
dan
usaha
menghubung-hubungkan antara fakta yang satu
dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan
peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan
untuk masa yang akan datang yang sekiranya
diperlukan
untuk
menghendaki
hasil

yang
dikehendaki.
Dari
penjelasan
tersebut
diatas
dapat
disimpulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan
menetapkan, merumuskan tujuan dan mengatur
pendayagunaan manusia, material, metode dan waktu
secara efektif dalam rangka pencapaian tujuan.
Slameto (2009:26-27), menjelaskan setiap
perencanaan yang baik setidak-tidaknya harus
memiliki 5 unsur yang kita sebut 5 P, antara lain :
a. Purpose yaitu tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini
harus dirumuskan secara jelas, terperinci dan
operasional.
b. Policy yaitu strategi atau cara untuk mencapai
tujuan.
c. Procedure yaitu sistem komunikasi yang ada dalam

organisasi. Yang dimaksud di sini adalah jalurjalur komunikasi sebagai akibat adanya pembagian
tugas, wewenang dan tanggung jawab.
d. Progress yaitu gambaran tentang tahap-tahap
pencapaian tujuan.
e. Program yaitu uraian lebih rinci dan operasional
tentang kegiatan sehari-hari dalam rangka
kegiatan pelaksanaan.
Selain 5 unsur perencanaan, perencanaan yang
baik juga harus memenuhi syarat diantara lain:
7

a. Tujuan harus dirumuskan secara jelas
b. Bersifat
rasional,
berdasarkan
perhitunganperhitungan yang matang.
c. Disusun secara rinci yang meliputi analisa, jenisjenis kegiatan, metode kerja dan sebagainya.
d. Mempunyai sifat yang luwes sehingga pada batasbatas
tertentu
dimungkinkan

terjadinya
perubahan-perubahan.
e. Ada kesinambungan baik ke dalam maupun ke
luar.
Mulyasa (2011:78-88) perencanaan pendidikan
karakter di sekolah adalah dalam implementasi
pendidikan karakter perencanaan pembelajaran perlu
dikembangkan untuk mengkordinasikan karakter
yang akan dibentuk dengan komponen pembelajaran
lainnya, yaitu standar kompetensi dan kompetensi
dasar, materi standar, indikator hasil belajar dan
penilaian.
Kompetensi
dasar
berfungsi
mengembangkan karakter peserta didik, materi
standar berfungsi pemaknai dan memadukan
kompetensi dasar dengan karakter indikator hasil
belajar
berfungsi

menunjukkan
keberhasilan
pembentukan karakter peserta didik sedangkan
penilaian berfungsi mengukur pembentukan karakter
peserta
didik,
sedangkan
penilaian
berfungsi
mengukur pembentukan karakter dalam setiap
kompetensi dasar, dan menentukan tindakan yang
harus dilakukan apabila karakter yang telah
ditentukan belum terbentuk atau belum tercapai.
Perencanaan pendidikan karakter disekolah yang
akan bermuara pada pengembangan RPP, Sedikitnya
harus mencakup tiga kegiatan yaitu indikasi karakter,
intekrasi karakter ke dalam kompetensi dasar dan
penyusunan RPP berkarakter.
2.1.2. Standar Perencanaan Pendidikan Karakter
Berdasarkan panduan umum pengembangan

silabus departemen pendidikan nasional (2008)
menjelaskan tentang standar pendidikan karakter

8

dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada
Bab 11 Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
2.1.2.1. Standar Pengembangan Silabus
Dalam buku panduan umum pengembangan
silabus Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

(2008) istilah silabus dapat didefinisikan sebagai
“Garis besar, ringkasan, ikhtisar atau pokok-pokok isi
atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah
silabus digunakan untuk menyebutkan suatu produk
pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian
materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam
rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
Dalam
pengembangan
kurikulum
dan
pelajaran terlebih dahulu perlu ditentukan standar
kompetensi yang berisikan kebulatan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang ingin dicapai, materi
yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus
dilakukan sistem evaluasi untuk mengetahui
pencapaian standar kompetensi.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu dan atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus
bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana

9

pembelajaran, pengelolaan kegiatan, pembelajaran
dan pengembangan sistem penilaian.
Ada 8 prinsip dalam pembuatan silabus
menurut panduan umum pengembangan silabus
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008)
antara lain :
1. Ilmiah
Ilmiah adalah keseluruhan materi dan
kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus

harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan
secara keilmuan.
2. Relevan
Relevan adalah cakupan, kedalaman, tingkat
kesukaran dan urutan penyajian materi dalam
silabus
harus
disesuaikan
dengan
tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional,
dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis
Sistematis
adalah
komponen-komponen
silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam
pencapaian
kompetensi.

Standar
kompetensi dan kompotensi dasar merupakan
acuan utama dalam pengembangan silabus.
4. Konsisten
Konsisten adalah adanya hubungan yang
konsisten antara kompetensi dasar indikator,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar serta tehnik dan instrument
penilaian.
5. Memadai
Memadai adalah cakupan indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Aktual dan Kontekstual adalah cakupan
indikator, materi pembelajaran,
pengalaman
belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian


10

memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan
seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan
peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Fleksibel adalah keseluruhan komponen
silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang
terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.
8. Menyeluruh
Menyeluruh adalah komponen silabus yang
mencakup keseluruhan rana kompetensi, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Langkah-langkah pengembangan silabus:
1. Mengkaji Standar Kompetensi Dan Kompetensi
Dasar
Mengkaji
standar
kompetensi

dan
kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana
tercantum
pada
standar
isi,
dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin
ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak
harus sesuai dengan urutan yang ada di
Standar Isi.
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan
kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan antara kompetensi dasar dalam
mata pelajaran.
d. Keterkaitan antara standar kompetensi dan
kompetensi dasar antara mata pelajaran.
2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang
menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan
mempertimbangkan :
a. Potensi peserta didik,
b. Karakteristik mata pelajaran,
c. Relevansi dengan karakteristik daerah,
d. Tingkat
perkembangan
fisik,
intelektual,
emosional, sosial dan spiritual peserta didik,
e. Kebermaatan bagi peserta didik,

11

f. Struktural keilmuan,
g. Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi
pembelajaran,
h. Relevan dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan, dan
i. Alokasi waktu.
3. Melakukan Pemetaan Kompetensi
a. Mengidentifikasi
SK,
KD
dan
materi
pembelajaran.
b. Mengelompokkan
SK,
KD
dan
materi
pembelajaran.
c. Menyusun SK, KD sesuai dengan keterkaitan.
4. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Kegiatan
pembelajaran
disusun
untuk
memberikan bantuan kepada para pendidik
(guru) agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta
didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar.
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus
sesuai
dengan
hierarki
konsep
materi
pembelajaran.
d. Rumusan
pernyataan
dalam
kegiatan
pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri
yang
mencerminkan
pengelolaan
pengalaman belajar peserta didik, yaitu
kegiatan peserta didik dan materi.

5. Merumuskan Indikator Pencapaian kompetensi
Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan
pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam

12

kata kerja operasional yang terukur dan/atau
dapat diobservasi.
6. Penentukan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar
peserta didik dilakukan berdasarkan indikator.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian
hasil karya berupa tugas proyek dan/atau produk,
penggunaan portofolio dan penilaian diri.
7. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap
kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu
efektif dan alokasi waktu mata pelajaran
perminggu dengan mempertimbangkan jumlah
kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi
dasar.
8. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan
atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran, yang berupa media cetak dan
eletronika, nara sumber serta lingkungan fisik,
alam, sosial, dan budaya.
2.1.2.2. Standar Pengembangan Indikator
Dalam
buku
Pengembangan
Indikator
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008)
Indikator adalah karakteristik ciri-ciri, perbuatan,
atau respon yang diwujudkan atau dilakukan oleh
peserta didik berkaitan dengan kompetensi dasar.
Indikator
merupakan
penanda
pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.

13

Lebih lanjut dalam buku pedoman ini
dicantumkan pertimbangan pengembangan indikator
belajar:
a. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui
kata kerja yang digunakan dalam kompetensi
dasar dan standar kompetens.
b. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan
sekolah.
c. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat
dan lingkungan/ daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan
penilaian, terdapat dua rumusan indikator yaitu:
a. Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal
sebagai indikator.
b. Indikator penilaian yang digunakan dalam
menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal
sebagai indikator soal Indikator dirumuskan dalam
bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja
operasional.
2.1.2.3. Standar
Pembuatan
Rencana
Proses
Pembelajaran
Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 pasal 20
dinyatakan
bahwa:
“Perencanaan
Proses
Pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai
dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007
tdentang standar Proses dijelaskan bahwa RPP
dijabarkan dalam silabus untuk mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik dalam upaya
pencapaian KD. Ada 11 komponen Rencana Proses
Pembelajaran antara lain:
a. Identitas
mata
pelajaran
meliputi:
satuan
pendidikan, kelas, semester, program studi, mata
pelajaran atau tema pelajaran dan jumlah
pertemuan.
b. Standar
Kompetensi
merupakan
kualifikasi
kemampuan
minimal
peserta
didik
yang

14

c.

d.

e.

f.

g.
h.

i.

j.

menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada
setiap kelas dan/ atau semester pada suatu mata
pelajaran.
Kompetensi Dasar adalah sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata
pelajaran.
Tujuan Pembelajaran menggambarkan proses dan
hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Materi Ajar memuat fakta konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapain kompetensi.
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan
untuk pencapain KD dan beban belajar.
Metode Pembelajaran digunakan oleh guru untuk
mewujudkan
suasana
belajar
dan
proses
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
kondisi peserta didik, serta karakteristik dari
setiap indikator dan kompetensi yang hendak
dicapai pada setiap mata pelajaran.
Kegiatan Pembelajaran untuk mencapai suatu
kompetensi dasar harus dicantumkan langkahlangkah kegiatan setiap pertemuan pada dasarnya,
langkah-langkah
kegiatan
memuat
a)
pendahuluan, b) kegiatan inti meliputi eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi, c) kegiatan penutup.
Penilaian Hasil Belajar merupakan prosedur dan
instrument penilaian proses dan hasil belajar
disesuaikan
dengan
indikator
pencapaian
kompetensi
dan
mengacu
kepada
standar
penilaian.

15

k. Sumber Belajar adalah penentuan sumber belajar
didasarkan pada standar kompetensi dasar, serta
materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi.
2.1.2.4. Standar Proses Belajar Mengajar
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar proses dijelaskan bahwa
Rencana Proses Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta
didikdalam upaya mencapai KD. Untuk pencapaian
suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkahlangkah kegiatan memuat unsur kegiatan antara lain:
1. Pendahuluan/Pembukaan.
2. Kegiatan Inti terdiri atas eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
3. Kegiatan Penutup.
Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi
setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1. Kegiatan pendahuluan (10% dari total Alokasi
Waktu)
a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran.
b) Mengajukan
Pertanyaan-pertanyaan
yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari.
c) Menjelaskan
tujuan
pembelajaran
atau
kompetensi dasar yang akan dicapai.
d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian kegiatan sesuai dengan silabus.
2. Kegiatan Inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
75% dari alokasi waktu)
Eksplorasi dalam kegiatan eksplorasi guru :
a) Melibatkan siswa mencari informasi yang luas
dan dalam tentang topik/tema materi yang
akan dipelajari dengan menerapkan prinsip
alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber.

16

b) Menggunakan
beragam
pendekatan
pembelajaran, media pembelajaran dan sumber
belajar lain.
c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa
serta antara siswa dengan guru, lingkungan
dan sumber belajar lainnya.
d) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran.
e) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan
dilaboratorium, studio atau lapangan.
Elaborasi dalam kegiatan elaborasi guru :
a) Membiasakan siswa membaca dan menulis
yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna.
b) Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas,
diskusi dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
c) Memberi
kesempatan
untuk
berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah dan
bertindak tanpa rasa takut.
d) Memfasilitasi
siswa
dalam
pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif.
e) Memfasilitasi siswa berkompetensi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar.
f) Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis
secara individual maupun kelompok.
g) Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil
kerja secara individual maupun kelompok.
h) Memfasilitasi
siswa
melakukan
pameran,
turnamen,
festifal,
serta
produk
yang
dihasilkan.
i) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri siswa.
Konfirmasi dalam kegiatan konfirmasi guru :
a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan
dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat maupun
hadia terhadap keberhasilan siswa.

17

b) Memberikan
konfirmasi
terhadap
hasil
eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai
sumber.
c) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan.
d) Memfasilitasi
siswa
untuk
memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar.
e) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan siswa yang
menghadapi kesulitan dengan menggunakan
bahasa yang baku dan benar.
f) Membantu menyelesaikan masalah.
g) Memberikan acuan agar siswa dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi.
h) Memberikan informasi untuk bereksplorasi
lebih jauh.
i) Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang
atau belum berpartisipasi aktif.
Kegiatan Penutup dalam kegiatan penutup guru:
a) Bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri
membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
b) Melakukan
[penilaian
dan/atau
rekleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram.
c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran.
d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk
pembelajaran
remedy,
program
pengayaan, layanan konseling,atau memberikan
tugas sesuai hasil belajar.
e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
f) Jawaban
dibuktikan
dengan
melakukan
observasi secara acak, hasil supervise kepala
sekolah
dan
kesesuaian
RPP
dengan
pelaksanaan proses pembelajaran.

18

2.1.2.5. Standar Model Penilaian Kelas Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru
terkait dengan pengambilan keputusan tentang
pencapain kompetensi atau hasil belajar peserta didik
yang mengikuti proses pembelajaran tertentu.
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang
dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan,
penyusunan, alat penilaian, pengumpulan informasi
melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapain
hasil belajar peserta didik, pengelolaan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik. Penilaian kelas dilakukan dengan berbagai cara
seperti penilaian unjuk kerja, penilaian sikap,
penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk,
penilain melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta
didik dan penilaian diri.
Teknik penilaian kelas antara lain :
1. Teknik penilaian untuk kerja
Pengamatan untuk kerja perlu dilakukan
dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat
pencapaian kemapuan tertentu. untuk menilai
kemampuan berbicara peserta didik, misalnya
dilakukan pengamatan atau peserta didik,
misalnya dilakukan pengamatan atau observasi
berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam
kelompok
kecil,
berpidato,
bercerita,
dan
melakukan wawancara.
2. Penilaian sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau
tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan
dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga
sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan
hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Secara umum, obyek sikap yang perlu dinilai
dalam proses pembelajaran berbagai mata
pelajaran adalag sebagai berikut:
a) Sikap terhadap materi pelajaran.
b) Sikap terhadap guru/pengajar.

19

3.

4.

5.

6.

c) Sikap terhadap proses pembelajaran.
d) Sikap berkaitan dengan nilai atau normal yang
berhubungan dengan suatu materi pelajaran.
Penilain tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan
tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal
dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik
dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal
peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk
menulis jawaban terhadap tetapi dapat juga dalam
bentuk yang lain seperti menjawab serta lisan,
memberi
tanda,
mewarnai,
menggambar,
melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Penilaian Proyek
Penilaian
proyek
merupakan
kegiatan
penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan
dalam
periode/waktu
tertentu.
Penilaian
proyek
dapat
digunakan
untuk
mengetahui
pemahaman,
kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan meninformasikan peserta didik pada
mata pelajaran tertentu secara jelas.
Penilaian produk
Penilaian produk adalah penilaian, baik
terhadap proses pembuatan dan atau kualitas
suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian
kemampuan peserta didik membuat produkproduk teknologi dan seni seperti : makanan,
pakaian, hasil karya seni, barang-barang terbuat
dari kayu, keramik, plastik dan logam.
Penilaian Portofolio
Penilaian Portofolio merupakan penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu. penilaian portofolio pada dasarnya
menilai karya-karya siswa secara individu pada
suatu periode untuk mata pelajaran. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan
dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri.

20

Berdasarkan informasi perkembangan tersebut,
guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan
terus melakukan perbaikan. Dengan demikian
portofolio dapat memperlihatkan perkembangan
kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya
antara lain : karangan, puisi, surat, komposisi
musik,
gambar,
foto,
lukisan,
resensi
buku/literatur, laporan penelitian, synopsis, dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian
portofolio disekolah antara lain : a) karya siswa
adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri,
b) saling percaya antara guru dan peserta didik, c)
kerahasian bersama antara guru dan peserta didik,
d) milik bersama, e) kepuasan, f) kesesuaian, g)
penilaian proses dan hasil dan h) penilaian dan
pembelajaran.
7. Penilaian Diri (self assessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian
dimana peserta didik diminta untuk menilai
dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses
dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari
dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Langkah-langkah Pelaksanaan Penilaian :
a. Penetapan Indikator pencapain kompetensi
Indikator
pencapaian
kompetensi
dikembangkan
oleh
guru
dengan
memeperhatikan
perkembnagan
dan
kemampuan peserta didik.
b. Penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar
Penentuan kriteria ketentuan belajar (KKB)
untuk masing-masing indikator dalam suatu
kompetensi dasar (KD) dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi sekolah.
c. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar dan Indikator.

21

Pemetaan standar kompetensi dilakukan untuk
memudahkan guru dalam menentukan teknik
penilaian.
d. Penetapan Teknik Penilaian
Dalam
memilih
teknik
penilaian
mempertimbangkan ciri indikator.
2.1.2.6. Standar Penulisan Butir Soal
Penilaian berbasis kompetensi merupakan
teknik evaluasi yang harus dilakukan guru dalam
proses belajar-mengajar di sekolah. Teknik dan
pelaksanaan diatur di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, Bab XVI pasal 57, 58,
dan 59, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan (3)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 dan 23
tahu 2006 tentang standar isi dan standar
kompetensi lulusan dan nomor 20 tahun 2007
tentang penilaian.
Penulisan butir soal tes tertulis merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan
bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis
harus berdasarkan rumusan indikator soal yang
sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan
kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah
penulisan soal uraian. Penggunaan bentuk soal yang
tepat dalam tes tertulis sangat tergantung pada
perilaku/ kompetensi yang akan diukur. Ada
kompetensi yang lebih tepat diukur/ ditanyakan
dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal
uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur
dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal
obyektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun
uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama
lain.
Langkah-Langkah Penyusunan soal:
1. Menentukan tujuan tes.
2. Menentukan kompetensi yang akan diujikan.
3. Menentukan materi yang diujikan.

22

4. Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan
kompetensi, materi dan bentuk penilaiannya.
5. Menyusun kisi-kisinya.
6. Menuliskan butir soal.
7. Memvalidasi butir soal atau menelaah secara
kualitatif.
8. Merakit soal menjadi perangkat tes.
9. Menyusun pedoman penskoran.
10. Uji coba butir soal.
11. Analisis butir soal secara kuantitatif dari data
empiris hasil uji coba.
12. Perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

2.2. Implementasi Pendidikan Karakter
2.2.1. Pengertian Karakter
Pengertian karakter menurut pusat bahasa
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Jadi berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku,
bersifat,
bertabiat
dan
berwatak
(Kemendiknas, 2010) karakter merupakan nilai-nilai
yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan,
pengalaman, pengorbanan dan pengaruh lingkungan
yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri
manusia yang menjadi semacam nilai-nilai intrinsik
yang terwujud dalam sistem daya juang yang
melandasi pemikiran, sikap dan perilakunya. Karakter
tidak datang dengan sendirinya, tetapi dibentuk dan
dibangun secara sadar dan sengajah, berdasarkan jati
diri masing-masing (Soedarsono, 2008).
Dony koesoema (2007:79-82) mendefinisikan
karakter adalah sebagai kondisi dinamis struktur
antropologis individu, yang tidak mau sekedar
berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga
sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral
mengatasi determinasi alam dalam dirinya untuk
proses penyempurnaan dirinya terus menerus.
Kebebasan manusialah yang membuat struktur

23

antropologis itu tidak tunduk pada hukum alam,
melainkan
menjadi
faktor
yang
membantu
pengembangan manusia secara intekral. Karakter
mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku,
motivasi, dan keterampilan. Karakter berasal dari
bahasa yunani yang berarti “to mark” atau menandai
dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, dan inofatif,
mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,
sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati,
malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia,
bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif,
berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, efisien, menghargai
waktu, pengabdian, pengendalian diri, produktif,
ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka dan
tertib.
Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa, dan negara serta dunia
Internasional
pada
umumnya
dengan
mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasinya (Kemendiknas
2010). Senada dengan pengertian karakter di atas,
Ohoitmur (dalam Rataq dan Korompis, 2011:11),
menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua
unsur yakni karakter bawaan dan karakter binaan.
Karakter bawaan merupakan karakter yang secara
hereditas
menjadi
ciri
khas
kepribadiannya.

24

Sedangkan karakter binaan merupakan karakter yang
berkembang melalui pembinaan dan pendidikan
secara sistematis.
Lebih lanjut Prayitno dan Belferik dalam
bukunya pendidikan karakter dalam pengembangan
bangsa (2011:47) menjelaskan pengertian karakter.
Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada
diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan
prilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi.
1. Relatif stabil : suatu kondisi yang apabila telah
terbentuk akan tidak mudah diubah.
2. Landasan: kekuatan yang pengaruhnya sangat
besar/dominan dan menyeluruh terhadap hal-hal
yang terkait langsung dengan kekuatan yang
dimaksud.
3. Penampilan perilaku : aktivitas individu atau
kelompok dalam bidang dan wilayah (setting)
kehidupan sebagaimana tersebut diatas.
4. Standar nilai/norma : kondisi yang mengacu
kepada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi,
hukum, adat, dan kebiasaan yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari.
2.2.2. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan moral dan pendidikan karakter
tidaklah sama. Perbedaannya terletak pada ruang
lingkup dan lingkungan yang membantu individu
dalam mengambil keputusan. Dalam pendidikan
moral, ruang lingkupnya adalah kondisi batin
seseorang. Sedangkan dalam pendidikan karakter
ruang lingkupnya selain terdapat dalam diri individu,
juga memiliki konsekuensi kelembagaan, yang
keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan
lembaga pendidikan (Koesoema, 2010).
Koesoema (2010:42-43) menyebutkan bahwa
pendidikan karakter sebenarnya dicetuskan pertama
kali oleh pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966).
Lahirnya pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai
sebuah usaha
untuk menghidupkan kembali
pedagogik ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang

25

arus positivisme yang dipelopori oleh filsuf dan
sosiologi Perancis Auguste Comte (1798-1857). Tujuan
pendidikan
menurut
Foerster
adalah
untuk
pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan
esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap
hidup yang dimilikinya. Karakter menjadi semacam
identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang
selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah
kualitas seorang pribadi diukur. Lebih lanjut Foerster
menyebutkan kekuatan karakter seseorang tampak
dalam empat ciri fundamental yang mesti dimiliki.
Kematangan keempat ciri fundamental karakter inilah
yang memungkinkan manusia melewati tahap
individualitas menuju personalitas.
Pertama, keteraturan interior melalui mana
setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai.
Karakter tidak terbentuk selalui merupakan sebuah
kesediaan dan keterbukaan untuk mengubah dan
dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai.
Kedua, koherensi yang memberikan keberanian
melalui mana seseorang dapat mengakarkan diri
teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing
pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi
merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu
sama lain. Kredilibitas seseorang akan runtuk apabila
tidak ada koherensi.
Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang
untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini tampak dari
penilaian keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan dari pihak lain.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
merupakan daya tahan seseorang untuk mengingini
apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan
merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen
yang dipilih.
Lebih lanjut, Koesoema (2010:190-193) melihat
pendidikan karakter sebagai keseluruhan dinamika
relasional antarpribadi dengan berbagai macam
dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya,

26

agar pribadi itu semakin dapat menghayati
kebebasannya
sehingga
ia
dapat
semakin
bertanggungjawab atas pertumbuhan dirinya sendiri
sebagai peribadi dan perkembangan orang lain dalam
hidup mereka. Pendidikan karakter memiliki dua
dimensi sekaligus, yakni dimensi individual dan
dimensi
sosio-struktural.
Dimensi
individual
berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan
pendidikan moral seseorang. Sedangkan dimensi
sosio-kultural lebih melihat bagaimana menciptakan
sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan
individu.
Tidak hanya di Indonesia, pendidikan karakter
juga menjadi perhatian di belahan dunia lain, seperti
di Amerika. Character Education Partnership (CEP)
(dalam Koesoema, 2010:57), sebuah program nasional
pendidikan
karakter
di
Amerika
Serikat,
mendefinisikan pendidikan karakter demikian.
Sebuah
gerakan
nasional
untuk
mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat
menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis,
tanggung jawab dan kemauan untuk merawat
satu sama lain dalam diri anak-anak muda,
melalui keteladanan dan pengajaran tentang
karakter yang baik, dengan cara memberikan
penekanan pada nilai-nilai universal yang
diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan
usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan Negara
bagian yang sifatnya intensional dan proaktif
untuk menanamkan dalam diri para siswa nilainilai oral inti, seperti perhatian dan perawatan
(caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung
jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang
lain.

Sementara
itu
Asosiasi
Supervisi
dan
Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat (dalam
Koesoema, 2010:57-58), mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai berikut “Sebuah proses pengajaran
kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan
dasar,
termasuk
di
dalamnya
kejujuran,
keramahtamahan, kemurahan hati, keberanian,

27

kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya
adalah untuk menumbuhkan diri siswa sebagai warga
Negara yang dapat bertanggungjawab secara moral
dan memiliki disiplin diri”.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan
yang holistik dan ditumbuh kembangkan secara
berkesinambungan. Tanggung jawab karakter ada
pada keluarga, sekolah dan masyarakat. Masingmasing dapat mengambil bagian sesuai dengan peran
dan fungsinya melalui cara, metode ataupun aktifitas
yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Dengan
demikian sentuhan pendidikan karakter akan terus
terasa dan melekat menjadi jati diri pribadi yang
berkarakter. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah harus melibatkan semua komponen
(stakeholders) dengan baik antara sekolah, keluarga
dan komunitas atau lingkungan peserta didik tersebut
berada. Hal ini dimulai dengan membangun komitmen
semua pihak terutama pimpinan sekolah, guru, dan
staf administrasi (Rahayu, 2012:143).
Pendidikan
karakter
bertujuan
untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang
sesuai
standar
kompetensi
lulusan.
Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu
secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Kementerian
Pendidikan
Nasional,
telah
memberikan pedoman bahwa, pendidikan karakter
harus meliputi dan berlangsung pada :
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal pada pendidikan formal
berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA,
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAK, dan Perguruan
Tinggi, melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler
dan atau ekstrakulikuler, penciptaan budaya

28

satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada
pendidikan formal adalah peserta didik dan tenaga
kependidikan.
2. Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter
berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan
kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga
pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran,
kegiatan
kokurikuler
dan
ekstra-kurikuler,
penciptaan budaya lembaga dan pembiasaan.
3. Pendidikan Informal
Secara informal pendidikan karakter berlangsung
dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan
orang dewasa didalam keluarga terhadap anakanak yang menjadi tanggung jawabnya.
Secara
visual
Tim
Pendidikan
Karakter
Kemendiknas
(2010)
menggambarkan
model
implementasi pendidikan karakter di sekolah seperti
pada Gambar 1. Dalam model tersebut terlihat
bahwa,
integrasi
pendidikan
karakter
dalam
pembelajaran di kelas saja tidak cukup. Diperlukan
kegiatan ekstrakurikuler dan budaya sekolah yang
mendukung
pendidikan
karakter
di
sekolah.
Keberhasilan pendidikan karakter di sekolah akan
terlihat dalam perilaku keseharian peserta didik.
Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak dapat
dilakukan di sekolah saja, namun diperlukan
pembiasaan dan penerapan perilaku berkarakter di
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun di lingkungan sosial-nya.

29

Gambar 2.1. Model Implementasi Pendidikan
Karakter di Sekolah
Integrasi ke dalam kegiatan
Ekstrakurikuler Pramuka,
Olahraga, Karya Tulis, dsb.

Integrasi ke dalam KBM pada
setiap Mapel

KBM
di Kelas

Budaya sekolah
(kegiatan/kehidupan
keseharian di satuan
pendidikan)

Kegiatan
ekstra
Kurikuler

Pembiasaan dalam Kehidupan keseharian
di satuan pendidikan

Kegiatan dalam
Keluarga
dan masyarakat

Penerapan Pembiasaan kehidupan
keseharian di rumah yang sama
dengan di satuan pendidikan

Gambar 2.1

Keberhasilan pendidikan karakter yang telah
dibangun melalui proses pembelajaran dan budaya
sekolah harus mampu untuk diterapkan menjadi
pembiasaaan keseharian di lingkungan keluarga.
Suatu kebiasaan yang dilakukan di lingkungan
keluarga akan menjadi cerminan karakter dari suatu
masyarakat secara luas.
Dengan
demikian
penanaman
nilai-nilai
pendidikan karakter dilakukan melalui semua sendi
kehidupan, baik secara formal maupun informal.
Konsep tersebut selaras dengan konsep yang
dikembangkan oleh bangsa-bangsa Barat yang saat
ini telah diimplementasikan oleh negara-negara barat
dengan baik. Apabila konsep tersebut diterapkan di
Indonesia, bahkan memungkinkan akan dicapainya
penerapan nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih
dibandingkan negara-negara barat.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Menurut Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan Indonesia (2009) dalam Abidinsyah

30

(2011:3-4) ada beberapa prinsip dasar dalam
pendidikan karakter yaitu:
1. Karakter adalah sebuah keunikan individual,
kelompok, masyarakat, atau bangsa. Tetapi
karakter bangsa bukanlah agregasi karakter
perorangan karena karakter bangsa terkait dengan
core value yang didukung oleh masyarakatnya.
2. Pendidikan karakter merupakan sebuah proses
berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never
ending process). Oleh karena itu diperlukan
semacam rumusan utuh manusia Indonesia dalam
konteks ruang dan waktu.
3. Penyelenggaraan pendidikan karakter diinferensi
dari UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yaitu: (1)
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat; (2)
pencerdasan kehidupan bangsa sebagai tujuan
kolektif, dan, (3) pengembangan potensi murid
sebagai tujuan individual.
4. Proses pembelajaran harus bersifat koherensi
sebagai upaya pendidikan manusia yang utuh.
5. Proses
pembelajaran,
pembuatan
kebijakan
pendidikan dalam upaya pendidikan karakter
harus dilandaskan pada teori dan ilmu pendidikan.
Untuk itu diperlukan revitalisasi LPTK dalam
kerangka pendidikan karakter.
6. Proses
pendidikan
karakter
dilandasi
oleh
pandangan holistik terhadap murid dalam konteks
kulturalnya. Pembelajaran dibangun sebagai
proses kultural yang prosesnya tidaklah linier dan
bukan pula berupa mata pelajaran “Pendidikan
Karakter.” Pengembangan karakter menyatu dalam
proses pendidikan semuanya.
7. Sekolah adalah lingkungan pembudayaan, dan
upaya pendidikan harus diposisikan sebagai
proses
pembangunan
karakter.
Diperlukan
perubahan mind set dari seluruh steakholder.
8. Peran keluarga adalah pertama dan utama yang
tak tergantikan dalam pendidikan karakter, oleh
sebab itu diperlukan community of learner yang
memperkokoh proses pendidikan informal.

31

9. Pendidikan karakter bersifat multi level, multi
chanel, dan multi setting. Diperlukan keteladanan
dan oleh karena itu harus menjadi gerakan yang
sejati dan holistik.
2.2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Mata
Pelajaran yang Terigterasi
Rahmawati (2012) menjelaskan bahwa setiap
mata pelajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang
akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini
disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap
mata
pelajaran
yang
tentunya
mempunya
karakteristik
yang
berbeda-beda.
Distribusi
penanaman nilai-nilai karakter utama dalam tiap
mata pelajaran menurut Sri Narwati dalam
Rahmawati (2012) dapat dilihat sebagai berikut:
a. Pendidikan agama : nilai utama yang ditanamkan
antara lain religius, jujur, santun, disiplin,
tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, perca diri,
menghargai keberagaman, patuh pada aturan,
sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan
kewajiban, kerja keras dan adil.
b. Pendidikan kewarganegaraan: nasionalis, patuh
pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai
keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan
orang lain.
c. Bahasa Indonesia: berfikir logis, kritis, kreatif dan
inovatif, percaya diri, bertanggungjawab, ingin
tahu, santun dan nasionalis.
d. Ilmu pengetahuan sosial: nasionalis, menghargai
keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa
wirausaha, jujur dan kerja keras.
e. Ilmu pengetahuan alam: ingin tahu, berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup
sehat, percaya diri, menghargai keberagaman,
disiplin,
mandiri,
bertanggungjawab,
peduli
lingkungan dan cinta ilmu.

32

f. Bahasa inggris: menghargai keberagaman, santun,
percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh dan
aturan sosial.
g. Seni budaya: menghargai keberagaman, nasional,
dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur,
disiplin, demokratis.
h. Penjaskes: bergaya hidup sehat, kerja keras,
disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai
karya dan prestasi orang lain.
i. TIK/Keterampilan: berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif,
mandiri,
bertanggungjawab,
dan
menghargai karya orang lain.
j. Muatan
Lokal:
menghargai
kebersamaan,
menghargai karya orang lain, nasional, peduli.
Berdasarkan pedoman pendidikan karakter
(Masyur ramly, 2011:8) kegiatan pembelajaran dalam
kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan
pendekatan
kontekstual
sebagai
konsep belajar dan mengajar yang membantu guru
dan peserta didik mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga
peserta didik mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupan mereka.
Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas ditempuh dalam dua cara yaitu
menggunakan pendekatan integrasi dalam semua
mata pelajaran dan dalam mata pelajaran khusus
yang terpisah dari mata pelajaran lain. Maka dalam
pendekatan mikro dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas atau pendekatan formal dalam penelitian ini
peneliti akan meneliti 3 mata pelajaran yaitu Agama,
dan mata pelajaran PKn. Mata pelajaran pendidikan
jasmani
akan diambil sebagai perwakilan mata
pelajaran yang terintekrasi dengan pendidikan
karakter. Agama akan mewakili pelajaran yang
berakhlak dan Moral dilihat dari pelajaran PKn. Ketiga
mata pelajar sudah dianggap mewakili mata pelajaran
yang lain karena dianggap paling berkualitas atau

33

sangat berdampak dalam menanamkan pendidikan
karakter.
2.2.5. Implementasi Dalam Mata Pelajaran
Triatmanto
(2010:192-194)
menjelaskan
Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam
pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilainilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilainilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung
di dalam maupun di luar kelas pada semua mata
pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran,
selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
untuk
menjadikan
peserta
didik
mengenal,
menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai
dan menjadikannya perilaku.
Integrasi dapat dilakukan dalam substansi
materi, pendekatan dan metode pembelajaran, serta
model evaluasi yang dikembangkan. Integrasi
pendidikan karakter bukan saja dapat dilakukan
dalam materi pelajaran, namun teknik dan metode
mengajar dapat pula digunakan sebagai alat
pendidikan karakter. Membangun individu yang teliti
dapat dilakukan dalam proses pengukuran, dan
observasi misalnya, membangun tanggungjawab
melalui penugasan, membangun kepercayaan diri
melalui presentasi dan sebagainya.
2.2.6. Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Kegiatan Ekstrakulikuler
Kegiatan ekstrakurikuler
adalah kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan
konseling untuk membantu pengembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan. Dengan demikian
kegiatan
ekstrakurikuler diharapkan dapat (1)

34

menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih
oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan
kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik
mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan
mandiri dan atau kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler
juga diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Pengembangan,
yaitu
mengembangkan
kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai
dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu mengembangkan suasana rileks,
menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta
didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu mengembangkan kesiapan
karir peserta didik.
Implementasi
pendidikan
karakter
dalam
kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah yang
sangat strategis, namun saat ini, tidak banyak
sekolah yang benar-benar mempunyai kegiatan
ekstrakurikuler yang memadai.
Tercapaiannya skor
UN yang tinggi masih dianggap memiliki gengsi lebih
tinggi dari pada prestasi kegiatan yang lain. Anggapan
ini tidak saja terjadi pada sekolah, namun juga terjadi
pada manajeman Kemendiknas di setiap tingkatan.
Hal tersebut dapat dilihat dari penghargaan Dinas
Pendidikan terhadap sekolah-sekolah degan hasil UN
yang tinggi.
2.2.7. Budaya Sekolah
Zamroni (2007:240) dalam Rahmawati (2012:44)
menyatakan kultur sebagai suatu pola asumsi dasar
hidup yang diyakini bersama yang terciptakan,
diketemukan atau dikembangkan oleh sekelompok
masyarakat
dan
dapat
digubakan
mengatasi
persoalan hidup mereka oleh karenanya diajarkan
dan diturunkan generasi sebagai pegangan perilaku,
berpikir dan rasa kebersamaan diantara mereka.

35

Pernyataan ini sama dengan pernyataan Lyncy
(1997:2) yang menyatakan budaya sebuah sistem
tentang cara berperilaku, cara berpikir, cara
mempercayai, dan cara berhubungan dengan orang
lain.
Senada dengan pernyata diatas, Abu Ahmadi &
Nur Uhbiyati (2001:267) mengungkapkan kebudayaan
sekolah adalah kehidupan disekolah, nilai-nilai,
tingkah laku, serta norma-norma yang berlaku
disekolah tersebut. Selain itu Thomas & Willower
(1992:6) menyatakan hubungan guru administrator
dan komitmen mereka untuk perbaikan, dukungan
dari orang tua dan dewan sekolah juga berkontribusi
besar dalam pembentukan budaya sekolah. Menurut
pedoman pelaksanaan pendidikan karakter (Masyur
Ramly, 2011:8) pengembangan budaya sekolah dan
pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri yaitu sebagai berikut:
a. Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara terus menerus dan konsisten
setiap saat.
b. Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara spontan pada saat ini juga.
c. Keteladanan merupakan perilaku dan sikap guru
dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan
yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik lain.
d. Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang
mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter.
Jadi budaya sekolah adalah cara berperilaku
yang dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan sekolah.
Kebiasaan tersebut diterapkan dalam kegiatan
pengembangan diri seperti kegiatan rutin, kegiatan
spontan, kegiatan keteladanan dan pengkondisian.
Menurut Zubaedi (2011:201) dalam Setyowati
(2013:171) Kultur sekolah adalah suasana kehidupan
sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan

36

peserta didik, pendidik dan peserta didik, dan anggota
kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral
serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan,keteladanan, keramahan, toleransi,
kerja
keras,
displin,
kepedulian
sosial,
kepedulianlingkungan,
rasa
kebangsaan,
dan
tanggung
jawab
merupakan
nilai-nilai
yang
dikembangkan dalam budaya sekolah. Nilai-nilai
karakter akan mampu memperkuat norma, nilai, dan
keyakinan yang menjadi sifat, kebiasaan dan
kekuatan pendorong, membudaya dalam lingkup
sekolah, kemudian tercermin dari sikap menjadi
perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan
yang
turut
berperan
dalam
menentukankeberhasilan sekolah.
Ramly,
dkk
(2011)
menjelaskan
bahwa
pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan
belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan
diri, yaitu: (a) Kegiatan Rutin, dilakukan peserta didik
secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket
kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas,
berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan
mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman. (b) Kegiatan spontan, dilakukan
peserta didik secara spontan pada saat itu juga,
misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman
yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat
ketika terjadi bencana; (c) Keteladanan, Merupakan
perilaku, sikap guru,tenaga kependidikan dan peserta
didik dalam memberikan contoh melalui tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
panutan bagi peserta didik lain; (d)Pengkondisian,
penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan
pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan
pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman
yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak
di sekolah dan di dalam kelas.

37

2.3. Evaluasi Pendidikan Karakter
Sedangkan evaluasi untuk pendidikan karakter
dalam bukunya ( Kesuma, Triatna dan Permana,
2011) menjelaskan bahwa evaluasi dilakukan untuk
mengukur apakan anak sudah memiliki s

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3