TINJAUAN TERHADAP IKATAN JUAL BELI TANAHBANGUNAN MENURUT SISTEM BURGELIJK WETBOEK DAN MENURUT HUKUM ADAT

  SKRIPSI

  D O N N Y

TINJAUAN TERHADAP IKATAN JUAL BELI TANAH/ BANGUNAN MENURUT SISTEM BURGELIJK WETBOEK DAN MENURUT HUKUM ADAT

  FAKULTAS HUKUM UN1VERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A

  

1 9 9 1 TINJAUAN TERHADAP IKATAN JUAL BELI TANA.H/BANGUNAN MENURUT SISTEM BURGELIJK WETBOEK

  DAN MENURUT HUKUM ADAT SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKA.pl TUGAS

  DAN MEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM OLEH D 0 N N V

  038712558 DOSEN DAN PENGUJI

  V \

  MARTHALENA POHAN, S.H FAICULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIHLANGGA S U R A B A Y A

  1991

PANITIA PENGUJI

  KETUA : Prof Dr R. Soetojo Prawirohamidjojo, S.H.

  SEKRETARIS : Lisman, S.H.

  ANGGOTA : 1. Marthalena Pohan, S*H.

  2. Abdoel Mutholib, S*H* 3* Soedalhar, S.H,

  

DAFTAR ISI

  Kata Pengantar ..................................... iv Da ftar Isi ................... ...................... vi Daftar Lampiran .................................. viii

  Bab I. Pendahuluan .................................. 1

  1. Permasalahan: Latar Belakang dan Rumusannya ....... 1

  2. Penjelasan Judul ........................... ..... 2

  3. Alasan Pemilihan Judul ........................... 3

  k* Tujuan Penulisan ................................. 3

  5

  k . Metodologi ......................................

  a. Pendekatan masalah ............................ if

  k b. Sumber data ........................... .......

  c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data ....... if

  d. Analisa data .................................. k

  6. Pertanggungjawaban cistematika ................... 5

  Bab XI. Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan burdasarkan B.W. 7

  1. Perjanjian Obligatoir ............................ 8

  2. Benda dalam Jual-beli ............................ 11

  3. Harga dalam Jual-beli ............................ 20 if. Analisa menurut B.W............................... 22

  Bab III. Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan menurut Hukum Adat ...................................... 2£f

  1. Hak Pengelolaan .................................. 24

  2. Sertifikat Hak Guna Bangunan bagi Real Estate ..... 29 3 . Obyek Jual Beli Tanah/Bangunan ................... 36

  vi

  k.

  Analisa menurut Hukum Adat ........................ i+0 Bab IV. Penutup .....................................

  1. Kesimpulan ....................................... 2 . Saran ............................................ if6 Daftar Bacaan Lampiran

  

vii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur 6aya panjatkan kepada Tuhan yang Maha- esa karena tanpa restu-Nya, tidak mungkin skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik, guna melengkspi tugas dan me- menuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum di ling­ kungan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

  Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan pengetahuan yang saya t miliki. Walaupun demikian, saya berharap mudah-mudahan tu- lisan ini dapat memberikan sumbangan serte manfaat bagi Al­ ma Mater saya.

  Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan peng- hargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada yang‘terhormat Ibu Marthalena Pohan, S.H., selaku dosen pembimbing saya, yang telah bersedia meluangkan wak- tunya serta dengan penuh kesabaran dalam membimbing saya selama penulisan skripsi ini,

  Pada kesempatan ini pula, ungkapan rasa terima kasih saya sampaikan juga kepada yang terhormat Bapak Prof Dr R. Soetojo Prawirohamidjojo, S.H., Bapak Lisman, S.H., Bapak

  Abdoel Mutholib, S.H., Bapak Soedalhar, S.H* selaku tim pe- nguji yang telah bersedia menguji saya dalam rangka memper- tahankan skripsi ini. Juga kepada Bapak pimpinan Darmo Per­ mai yang telah mengijinkan saya untuk mengadakan penelitian di Darmo Permai dalam rangka penyelesaian skripsi ini.

  iv Terima kasih tak terhingga saya snmpaikan pula kepada rekan-rekan saya seangkatan, Tatai Pangestu, Heru Purnomo, Mari Wahyudi, sahabat-sahabat saya tercinta, Guna- wan Wijaya dan Denies serta rekan-rekan lain yang tidak da­ pat saya sebutkan namanya di sini, atas dorongan yang dibe­ rikan hingga semangat saya untuk menyeles^ikan skripsi ini

  .terus menyala.

  'Akhirnya, skripsi ini saya persembahkan kepada 'ke­ dua orang tua saya, yang kasihnya senanti.’isa raenerangi ja- lan saya, serta kepada kakak dan adik-adik saya, yang telah memberikan kehangatan dalam keluarga kami.

  Saya berharap semoga skripsi yang amat sederhana ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.

  Surabaya, Desember '91 Penulis: Donny

  036712558

  

v Surat Pesanan Pembelian Bangunan di Proyek Kota Satelit Surabaya dan Surat Persetujuan Cara Pembayaran Pembelian Rumah di Proyek Kota Satelit PT Darmo Permai.

  Akta Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan, tanggal 3-10-1960, di hadapan Notaris R. Soebiono Danoesastro.

  Putusan No. 305/Pdt. G/19tf5/PN.,SBY.

  viii

B A B I

  P E N D A H U L U A N Permasalahan: Latar Belakang dan Kumusannva

  Pada umumnya, suatu perusahaan pembangun perumahan dalam melaltukan penjualan rumah/tanah tidak memberikan pin- jaman secara langsung pada pembeli, melainkan pembeli diper- silakan untuk mencari suatu Bank/lembaga keuangan non Bank yang bersedia untuk memberikan kredit bagi pembelian rumah/ tanah tersebut dengan rumah/tanah itu sebagai jaminannya,

  Darmo Permai sebagai salah satu perusahaan pembangun perumahan ternyata memberikan pinjaman secara langsung kepa­ da pembeli rumah/tanah yang membutuhkannya. Dan untuk raelin- dungi perusahaan dan menjamin pembayaran angsuran, maka di- buatlah perjanjian-perjanjian tertulis yang dituangkan dalam bentuk perjanjian baku yang berdasarkan sistem Burgelijk

  Wetboek ( untuk selanjutnya akan disingkat menjadi B.W. ). Tetapi ternyata di dalam perjanjian baku tersebut terdapat juga unsur-unsur perjanjian yang mencerminkan adanya suatu sistem jual-beli menurut hukum adat, yang mempunyai sifat- sifat yang berbeda dengan sistem hukum B.W..

  Oleh karena itu, saya tertarik untuk membahas kasus ini dalam suatu bentuk skripsi yang permasalahannya akan saya tuangkan dalam dua buah rumusan permasalahan, yaitu:

  1

  1. Bagairaanakah bila Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan tersebut ditinjau dari sudut sistem B.W. ?

  2. Bagaimanakah bila Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan tersebut ditinjau menurut sistem hukum adat ?

  2. Pen.ielasan Judul Dalam penulisan ekripsi ini, saya mengambil judul

  "Tinjauan terhadap Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan menurut Sistem Burgelijk Wetboek dan menurut Hukum Adat."

  Tinjauan berarti pendapatan meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari dsb) atau suatu perbuatan meninjau.*^ *

  2 Ikatan berarti yang telah diikat; cara mengikat.

  Sedangkan .jual-beli sesuai dengan pasal li+57 B.W. mempunyai pengertian suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu me- ngikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pi­ hak yang lain untuk merabayar harga yang telah dijanjikan.

  Tanah berarti bumi dalam arti permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.^ Sedangkan bangunan ber­ arti yang didirikan (seperti rumah, gedung dsb),^

  2 • J .S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia .

  cet. V, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, h. 1078.

  2Ibid. ,h. 371.

  3Ibid. ,h. 1006.

  ^Ibid. ,h. 8 7 . Sistem berarti sekelorapok dari pendapat, peristiwa, kepercayaan dsb yang disusun dan diatur baik-baik.^ Sedang- kan Burgelijk Wetboek raerupakan nama Kita.b Undang-undang

  Hukura Perdgta untuk Indonesia yang mulai berlaku sejak ta- hun 18if8. Hukum adat ialah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkem- bang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).^ 3• Alasan Pemilihan Judul

  Judul ini saya pilih karena Ikatan Jual Beli Tanah/ Bangunan di Darmo Permai tersebut mengandung persoalan-per- soalan hukum yang saya anggap cukup menarik untuk dibahas dalam suatu skripsi. 4* Tu.iuan Penulisan

  Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tu- gas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum. Disamping i,tu, juga untuk memberikan sumbangan pemi- kiran bagi perusahaan pembangun perumahan khususnya Darmo Permai.

  5 Xbid., h. 955.

  Soerojo Wignjodipoero, Penaantar dan Asas-asas Hukum Adat, cet. VIII, C.V. Haji Masagung, Jakarta, 19#9

  j h* 16. if

  5 . Metodologi a. Pendekatan masalah.

  Pendekatan yang saya gunakan dalam membahas perma- salahan dalam skripsi ini ialah pendekatan yuridis sosiolo- gis, yaitu pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, serta melalui kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam masya- rakat. Sedangkan metoda berpikir saya, dalam menarik suatu kesimpulan, ialah metode analitiko-sintetik, yaitu menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang berupa penelitian berkas perjanjian, setelah diuji dengan teori hukum yang terdapat dalam literatur.

  b. Sumber data.

  • 'Data primer berupa data lapangan, yaitu hasil pene­ litian di Darmo Permai, sedangkan data sekunder berupa data kepustakaan, yang sebagian besar terdiri atas literatur hu- kum perdata dan hukum agraria.

  c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.

  Data lapangan dikumpulkan dengan menginVentarisasi berkas-berkas perjanjian jual beli di Darmo Permai, sedang­ kan data kepustakaan diperoleh melalui berbagai bahan bacaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini, yang sebagian besar berupa bacaan hukum perdata dan agraria.

  Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan data yang sejenis, serta mencatat bagian-bagian yang rele- van untuk dikutip dari bahan bacaan.

  d. Analisis data.

  5 Analisis data dilakukan dengan membandingkan data lapangan dengan teori, serta peraturan perundang-undangan.

  Disamping itu, juga dilakukan pengamatan terhadap kenyataan- ketiyataan yang berlaku di masyarakat, yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini, untuk menarik kesimpulan dari permasalahan yang dibahas. 6 • PertanKgung.iawaban Sistematika

  Bab I merupakan Pendahuluan karena berisikan pemba- hasan hal-hal yang bersifat umum, seperti latar belakang dan rumusan permasalahan, penjelasan judul, alasan pemilih- an judul, tujuan penulisan, metodologi, dan pertanggungja- waban sistematika. Dengan membaca Bab I ini, pembaca diharap- kan dapat mengetahui secara ringkas isi skripsi ini sehingga akan memperoleh gambaran tentang isinya. Penempatan Penda­ huluan dalam Bab I ini sesuai pula dengan pedoman penyusunan skripsi yang terdapat dalam Buku Pedoman Fakultas Hukum Air- langga.

  Permasalahan pertama dalam skripsi ini saya letakan dalam Bab II karena berdasarkan pedoman penyusunan skripsi mengenai bentuk, ukuran, dan format skripsi yang terdapat dalam Buku Pedoman Fakultas Hukum Airlangga, Pendahuluan di- jadikan Bab I, dan disamping itu alasan lainnya ialah karena Burgelijk Wetboek sebagai hukum yang tertulis dan terkodifi- kasi mempunyai kepastian hukum yang lebih besar apabila di- bandingkan dengan hukum adat yang sebagian besar tidak ter­ tulis dan belum terkodifikasi, sehingga pembaca akan lebih mudah mencari sumbernya. Dalam Bab IX ini nantinya akan di- kemukakan unsur-unsur jual-beli seperti yang terdapat dalam sistem B.W. dengan tujuan untuk memberikan alasan mengapa saya beranggapan bahwa Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan ini secara formil disusun menurut sistem B.W.

  Sedangkan untuk permasalahan yang kedua, saya letak- an dalam Bab III dengan alasan karena hukum adat dibanding- kan dengan B.W. lebih bersifat tidak pasti karena sebagian besar belum tertulis. Disamping itu, juga karena permasalah­ an yang kedua ini merupakan peninjauan yang lebih mendalam terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam ikatan jual-beli tersebut, sehingga-pembaca diharapkan untuk terlebih dahulu memahami apa yang dikemukakan dalam Bab II. Dalam Bab III ini juga akan disinggung mengenai beberapa hak-hak atas ta- nah yang berlaku bagi perusahaan pembangun perumahan karena ikatan jual-beli ini disamping mengenai bangunan juga menge­ nai tanah yang pada dasarnya juga diliputi oleh prinsip- prinsip yang ada dalam sistem hukum adat.

  Dari Bab II dan Bab III tersebut akan ditarik suatu kesimpulan yang akan saya tempatkan dalam Bab IV yang meru­ pakan juga bab penutup dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Dari kesimpulan tersebut akan dikemukakan sua­ tu saran yang saya harapkan dapat berguna bagi perusahaan pembangun perumahan khususnya dan bagi perkembangan hukum nasional pada umumnya.

  B A B II Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan Berdasarkan B.W.

  Skripsi ini sesungguhnya menarik untuk diikuti. Mu- la-mula saya ingin mencoba untuk mengupasnya menurut sis- tirn B.W.. Hal ini saya lakukan, karena judul dari Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan mengikuti cistim B.W., padahal da­ ri fakta-fakta yang terjadi, seharusnya hukum adatlah yang berlaku. Dengan demikian lalu timbul akibat yang berbeda,

  ' yaitu hak milik menurut B.W. belum beralih, sedangkan me­ nurut hukum adat hak miliknya sudah beralih.

  Dari akta Ikatan Jual Eeli di Darmo Permai ini akan dapat disusun unsur-unsur sebagai berikut: 1. penjual adalah Darmo Permai dan pembeli adalah Ra- den Engus Hariono, tinggal di JaLan Raya nomor 61

  Surabaya; 2. bangunan dan tanah adalah kav. 268; type. X-2B; stage V; Blok V; Tahap IV dengan luas tanah 90 M2; harga seluruh bangunan dan tanah ialah Rp 4.900,000,00

  3 . dari tanggal 18 -1-19 8 0 s/d 18 -6-19 8 0 , pembeli telah membayar uang sebesar Rp 2.400.000,00

  4 . pada tanggal 3 -10 -19 8 0 , penjual dan pembeli telah membuat Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan di depan Notaris Soebiono Danoesastro dengan akta nomor 31;

  5. sisanya sebesar Rp 2.400.000,00 diangsur selama ti- ga puluh bulan dimulai dengan bulan penyerahan kun-

  7 ci rumah tersebut oleh penjual kepada pembeli.

  Menurut pasal

  11+5?

  B.W. perjanjian jual-beli ialah suatu persetujuan, dengan mang pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari defi- nisi ini maka dapat dibedakan tiga unsur, yaitu:

  1. suatu perjanjian; 2 . bendanya; 3 * harganya,

  1. Perjanjian Obliaatoir Menurut pasal 1313 B.W*, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya dengan seorang atau lebih lainnya,

  Menurut istilah kebiasaan dalam hukum, maka yang dimaksud dengan perbuatan ialah tiap perbuatan yang dike- hendaki, tanpa raemperhatikan apakah akibat hukum yang tim-

  g

  bul dari perbuatan itu diharapkan atau tidak* Tetapi pengertian istilah perbuatan semacam itu adalah terlalu luas, sehingga meliputi juga zaakwaarneming dan onrechtmatige daad. Pembentuk undang-undang sendiri ti­ dak menempatkan peraturan zaakwaarneming (pasal 135*f B.W.)

  ^Lampiran akta Ikatan Jual'iBeli Tanah/Bangunan No.31*

  o

  Soetojo Prawirohamidjojo ,R.,dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan. cet. II, Bina Ilmu, Surabaya,

  19QI+, h. 8if. dan onrechtmatige daad (pasal 1365 B.W.) dalam titel ke-2 tetapi dalam titel ke-3 yaitu suatu titel yang mengatur tentang perikatan yang dilahirkan dari undang-undang.9

  Disamping itu untuk adanya suatu perjanjian, tidak cukup hanya persetujuan dari debitur saja tetapi harus ada persetujuan dari seraua pihak (pasal 1320 ayat 1 B.W.). Oleh karena itu perjanjian dalam pasal 1313 B.W. haruslah d'iar- tikan suatu perbuatan hukum antara dua orang atau lebih un» tuk mengikatkan diri dengan tujuan untuk menciptakan suatu perikatan. Tujuannya di sini adalah untuk menciptakan per­ ikatan, tanpa perlu memperhatikan apakah perikatan itu un­ tuk sementara saja atau untuk selama hidup. Sehingga kerap kali terjadi perikatan yang diciptakan oleh perjanjian itu seketika pada saat lahirnya lalu hapus, karena prestasi pa-

  10 da waktu itu sudah dipenuhi.

  Menurut kebiasaan, perjanjian adalah semua perse­ tujuan yang menimbulkan suatu akibat hukum, tanpa menghi- raukan apakah akibat hukum tersebut merupakan terlaksananya

  11 perikatan atau tidak.

  Perjanjian menurut pasal 1313 B.W. adalah suatu obligatoire overeenkomsten, sedangkan perjanjian-perjanjian lain yang tidak disebut dalam titel ke-2 ini dinamakan per-

  ^ Ibid.,

  10 Ibid., h.85-

  11 Ibid.

  janjian saja.^ Pasal-pasal 1313 s/d 1351 B.W, tidak berlaku bagi

perjanjian-perjanjian yang tidak obligatoir, namun demikian

pasal-pasal 1313 s/d 1351 B.W. tersebut seringkali dipergu-

nakan secara analogis untuk menyelesaikan perjanjian-per­ janjian yang tidak obligatoir.^ Hal ini disebabkan oleh karena pembentuk undang-un-

dang pada umumnya kurang memperhatikan perjanjian-perjanji-

an yang tidak obligatoir dan disamping itu kebanyakan per- aturan-peraturan dalam pasal 1313 s/d 1351 B.W. adalah ha- sil dari azas-azas yang menjadi dasar dari tiap-tiap per­ janjian pada umumnya. Perjanjian-perjanjian yang tidak obligatoir dapat kita jumpai dalam berbagai daerah hukum. Dengan demikian dalam daerah hukum benda kita jumpai zakelijk overeenkomst dan dalam daerah hukum acara kita jumpai procesrechtelijke

overeenkomst, misalnya perjanjian pembuktian (bewijsovereen-

k o mst)

  Zakelijke overeenkomsten adalah suatu persetujuan pemindahan hak dari satu pihak ke pihak lain. Misalnya per­ janjian yang berisi pemindahan hak dari satu pihak ke pihak

  11

  yang lain, cessie, hypotheekverlening Bewijsovereenkomst ialah suatu perjanjian yang ber- maksud agar hakim dalam proses antara pihak-pihak atau da­ lam proses yang dapat timbul antara pihak-pihak, akan mem-

  17 pergunakan suatu peraturan pemakaian bukti. Jadi yang dimaksud dengan perjanjian obligatoir ialah perjanjian untuk menciptakan perikatan diantara para pihak, tanpa memperhatikan apakah perikatan itu*untuk se- mentara saja atau untuk selama hidup.

  2. Benda dalam Jual-beli Jual-beli adalah merupakan suatu perjanjian timbal balik, yaitu penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan bendanya sedangkan pembeli mempunyai kewajiban terhadap pembayaran harganya*

  Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama yaitu* Adalah sebagai berikut :

  a. menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual- belikan; b. menanggung terhadap hak seorang ketiga dan menang- gung terhadap cacat tersembunyi dari barang. ° a. Kewajiban menyerahkan hak milik atas benda•

  Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala Ibid.

  ^Subekti, Aneka Per.1an.iian, Alumni, Bandung, 1985, h . 8 .

  12

  perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si 19 penjual k.epada si pembeli. ^

  Oleh karena B.W. mengenal tiga macam benda, yaitu: benda . bergerak, benda tidak bergerak, dan benda tak bertu- buh (yang dimaksud yaitu piutang, penagihan, atau claim), maka menurut B.W. juga ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing benda itu.^°

  Untuk benda bergerak cukup dengan penyerahan kekua- sa»n atas benda itu; lihat pasal 612 B.W. yang berbunyi se- bagai berikut:

  "Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas riama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

  Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan telah dikuasai oleh orang yang hen- dak menerimanya."

  Dari ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang diju-

  #

  al adalah barang-barang yang berada dalam gudang, hal mana merupakan suatu penyerahan secara simbolis, sedangkan apa­ bila barang sudah berada dalam kekuasaan si pembeli, penye- 19 Ibid.. h. 9.

  20 Ibid.

  I "l/MVLA-.iAi ..... . a ; S U R A B A Y

  13

  rahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama "traditio brevi manu"

  21 atau penyerahan dengan tangan pendek.

  Untuk benda tetap (tak bergerak) dengan perbuatan yang dinaraakan balik nama di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 B.W. dihubungkan dengan pasal 620 B.W., pasal-pasal mana berbunyi sebagai berikut:

  Pasal 616 B.W.: "Penyerahan atau penunjukan akan keben- daan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620 B.W. ;

  Pasal 620 B.W*: "Dengan mengindahkan ketentuan-keten- tuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termak- sud di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan oten- tik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang ber­ sangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserah- kan berada, dengan membukukannya dalam register."

  Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hi­ potik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat di da- lamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor dari regis- 21Ibid.. h.10. ter yang bersangkutan.

  Dalam pada itu segala sesuatu yang mengenai tanah, dengan mencabut semua ketentuan yang termuat dalam Buku II B.W. tersebut, sudah diatur dalam Undang-undang Pokok Agra- ria ( UU. No. 5 Tahun I960 ).23

  Benda tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan "cessie" sebagai diatur dalam pasal 613 B.W. yang berbunyi: "Penyerahan akan piutang-piutang atas naraa dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mnna hak-hak atas ke­ bendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

  Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibat- nya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepada- nya secara tertulis, disetujui dan diakuinya.

  Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilaku­ kan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen." ^Dengan perkataan lain, perjanjian jual-beli menurut

  B.W. itu belum raemindahkan hak milik. Adapun hak .milik baru berpindah dengan dilakukannya "levering" atau penyerahan, Dengan demikian maka dalam sistim B.W. tersebut "levering1' merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak mi­ lik yang caranya ada tiga macam, tergantung dari macamnya barang, seperti yang telah diterangkan di atas. Oleh para

  22 22 Ibid.

  23 Ibid.

  15

  sarjanavBelanda malahan "levering'1 itu dikonstruksikan se­ bagai suatu "zakelijk overeenkomst", ialah suatu persetuju­ an antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memini-'r dahkan hak milik dari penjual kepada pembeli.^

  Apa yang dikemukakan di atas mengenai sifat jual- beli menurut B.W. sebagai perjanjian obligatoir saja nam- pak jelas sekali dari pasal 1459 B.W. yang menerangkan bah- wa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah ke­ pada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut

  25 ketentuan-ketentuan yang berlaku. ^ b. Kewajiban menanggung terhadap hak seorang ketiga dan menanggung terhadap cacat tersembunyi dari barang.

  Kewajiban untuk menanggung terhadap hak seorang ke­ tiga merupakan koneekuensi dari jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan di- lever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang be-

  P £ bas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Oleh karena hukum perjanjian itu, seperti yang su- dah kita lihat di atas, pada asasnya merupakan hukum peleng- kap, kedua belah pihak diperbolehkan dengan janji-janji khu­ sus memperluas atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang di- tetapkan oleh undang-undang seperti disebutkan di atas, bah-

  ^ Ibid.. h. 1 1 .

  25 Ibid.

  26 .Ibid.. h. 17 .

  16

  jkan mereka diperbolehkan mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun.

  Namun ini ada pembatasannya, yaitu sebagai berikut:

  a. meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung sesuatu apapun, namun ia tetap ber- tanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang telah dilakukan olehnya, semua persetujuan yang bertentangan dengan ini adalah ba- tal (pasal 1 4 9 4 ’B.W.) ;

  b. si penjual dalam hal adanya janji yang sama, jika

  terjadi suatu penghukuman terhadap si pembeli untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain, diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila si pembeli pada waktu pembelian dilakukan, mengetahui tentang adanya putusan hakim untuk menyerahkan ba- rang-barang yang dibelinya itu atau jika ia telah membeli barang itu dengan pernyataan tegas akan me-

  27

  mikul sendiri untung ruginya (pasal 1459 B.W.)

  Jika dijanjikan penanggungan, atau jika tentang itu tidak ada suatu perjanjian, si pembeli berhak, dalam halnya suatu penghukuman untuk menyerahkan barang yang di­ belinya kepada orang lain, menuntut kembali dari penjual;

  a. pengembalian uang harga pembelian;

  b. pengembalian hasil-hasil jika ia diwajibkan menye- 2?Ibid. .h. 18. rahkan hasil-hasil itu kepada pemilik sejati yang melakukan tuntutan penyerahan; c. biaya yang dikeluarkan berhubung dengan gugatan si pembeli untuk ditanggung, begitu pula biaya yang tfelah dikeluarkan oleh si penggugat asal;

  d. penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahannya, sekedar itu telah di- bayar oleh pembeli

  Jika pada waktu dijatuhkannya hukuman untuk menye­ rahkan barangnya kepada seorang lain, barang itu telah me- rosot harganya, maka si penjual tetap diwajibkan mengemba- likan uang harga seutuhnya. Sebaliknya jika barangnya pada waktu dijatuhkannya putusan untuk menyerahkan kepada seorang lain, telah bertambah harganya meskipun tanpa sesuatu perbu­ atan dari si pembeli, si penjual diwajibkan membayar kepada

  29 si pembeli apa yang melebihi harga pembolian itu juga. Selanjutnya si penjual diwajibkan mengembalikan ke­ pada si pembeli segala biaya yang telah dikeluarkan untuk

  30 pembetulan dan perbaikan yang perlu pada barangnya. Mengenai persoalan penanggungan (vrijwaring) ini ada sesuatu ketentuan yang perlu diperhatikan oleh si pem­ beli, yaitu pasal 1503 B.W. yang berbunyi : "Penanggungan

  18

  terhadap penghukuman menyerahkan barangnya kepada seorang lain, berhenti jika si pembeli telah membiarkan dirinya di- hukum menurut suatu putusan hakim yang telah memperoleh ke- kuatan mutlak, dengan tidak memanggil penjual, sedangkan pihak ini membuktikan bahwa ada alasan yang cukup untuk me- nolak gugatan."

  i

  Sedangkan mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang membuat barang tersebut tak dapat dipa- kai untuk, keperluan yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat-cacat tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli ba­ rang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Si penjual tidak diwajibkan untuk menanggung terhadap cacat-cacat yang kelihatan dan ini memang sudah sepantasnya. Kalau cacat-cacat itu kelihatan, dapat diang- gap bahwa pembeli menerima adanya cacat-cacat itu. Dan juga sudah barang tentu harga sudah disesuaikan dengan adanya cacat tersebut. Perkataan tersembunyi harus diartikan demi­ kian bahwa cacat tidak mudah dapat dilihat oleh seorang pembeli yang normal, bukannya seorang pembeli yang terlam- pau teliti, sebab adalah mungkin sekali bahwa orang yang

  31 sangat teliti akan menemukan cacat itu.

  31Ibid.. h.20.

  Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-ca- cat yang tersembunyi meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu, kecuali jika ia, dalam hal demikian telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menang­ gung sesuatu a papun

  Dalam hal-hal yang disebutkan di atas, si pembeli dapat memilih apakah ia akan mengembalikan barangnya sam- bil menuntut kembali harga pembelian, atau apakah ia akan tetap memiliki barangnya sambil menuntut pengembalian se­ bagian dari harga, sebagaimana akan ditetapkan oleh hakim, setelah mendengar ahli-ahli tentang itu.

  JJika si penjual sudah mengetahui cacat-cacatnya ba­ rang, maka selain ia diwajibkan mengembalikan harga pembe­ lian yang telah diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti semua kerugian yang diderita oleh pembeli sebagai akibat bercacatnya barang yang dibelinya. Apakah penjual sudah me­ ngetahui adanya cacat-cacat, tentunya adalah suatu hal yang harus dibuktikan oleh si pembeli. Jika si penjual tidak te­ lah mengetahui cacat-cacat itu ia hanya diwajibkan mengem­ balikan harga pembelian dan mengganti kepada si pembeli bia­ ya yang telah dikeluarkan untuk penyelenggaraan pembelian dan penyerahan, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli (li- hat pasal 1508 dan pasal 1509 B.W. ) 33

  19 32 ibid.

  3 3 TV^ Ibid.

  • 20

  Obyek ikatan jual-beli ini adalah tanah/bangunan, oleh. karena itu, hak miliknya belumlah berpindah sebelum dibalik nama, sehingga hak miliknya tetap merupakan kepu- nyaan Darmo Permai sebagai penjual.

  3* Harga dalam Jual-beli Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga- pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.

  Harga tersebut harus berupa sejumlah uang. Meski- pun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasa.l undang-undang, namun dengan sendirinya sudah termaktub di dalam pengertian jual-beli, oleh karena bila tidak, umpama- nya harga itu berupa barang, maka itu akan mengubah perjan- jiannya menjadi tukar menukar, atau kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu perjanjian kerja, dan begitu seterusnya. Dalam pengertian junl-beli sudah termaktub pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang. Tentang macamnya uang, dapat di- terangkan bahwa, mes,kipun jual-beli itu terjadi di Indone­ sia, tidak harus bahwa harga itu ditetapkan dalam mata uang rupiah, namun diperbolehkan kepada para pihak untuk menetap-

  34 kannya dalam mata uang apa saja. Harga itu harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun adalah diperkenankan untuk menyerahkan kepada perki-

  34fbid.. h. 21.

  21

  raan atau penentuan seorang pihak ketiga. Dalam hal yang demikian maka jika pihak ketiga ini tidak suka atau tidak mampu membuat perkiraan tersebut atau menentukannya, maka tidaklah terjadi suatu pembelian (lihat pasal l k % B.W.). Hal ini berarti bahwa perjanjian jual-beli yang harganya harus ditetapkan oleh pihak ketiga itu pada hakekatnya ada­ lah suatu perjanjian dengan suatu syarat tangguh, karena perjanjiannya baru akan jadi kalau harga itu sudah ditetap­ kan oleh orang ketiga tersebut.'3^

  Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu dimana penyerahan barang­ nya harus dilakukan (pasal 1514

  Si pembeli, biarpun tidak ada suatu janji yang te- gas, diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan . ^

  Jika si pembeli, dalam penguasaannya atas barang yang dibelinya, diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan hipotik atau tuntutan untuk meminta kembali ba­ rangnya, atau jika si pembeli mempunyai alasan yang patut untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu, maka dapatlah ia 3 5[bid.

  3?Ibid

  22

  menangguhkan pembayaran harga pembelian sehingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut kecuali jika si penju­ al memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanji-

  • kan bahwa si pembeli diwajibkan membayar biarpun segala gangguan.

  Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian, ma- ka itu merupakan suatu wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual untuk menuntut ganti rugi atau pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267

  B.W.. Dalam halnya penjualan barang-barang dagangan dan ba­ rang-barang perabot rumah, pembatalan pembelian untuk ke- pentingan si penjual akan terjadi karena hukum dan tanpa peringatan, setelah lewat waktu yang ditentukan untuk me- ngambil barang yang dijual (pasal 1517 dan pasal 1518 B.W.).

  Dalam Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan tersebut, ke- wajiban R. Bagus Hariono adalah membayar harga sebagaimana yang telah ditetapkan menurut nonior 3 jo nomor 5 dalam pe- ngantar Bab II ini. Kalau sampai pada saat yang ditentukan

  ( yaitu selama tiga puluh bulan dimulai dengan penyerahan oleh Darmo Permai kepada pembeli) ternyata angsuran tidak dilunasi, maka harganya batal, 4* Analisa menurut sistem B.W.

  Setelah membahas Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan menurut sistem B.W., saya berkesimpulan bahwa:

  • Obyeknya ialah tanah/bangunan di Darmo Permai.
  • Menurut B.W. : a. unsur jual-beli adalah sah

  23

  b. unsur tanah/bangunan batal derai hukum; c. unsur harganya juga batal,

  Jadi oleh karena unsur-unsurnya dari barang dan harganya batal, maka jual-beli tanah/bangunan ini batal juga.

  Berdasarkan sejarahnya, Burgelijk Wetboek Eropah berlaku di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordasi, yang pada pokoknya adalah turunan dari Burgelijk Wetboek yang berlaku di negara Belanda. Dan Burgelijk Wetboek Belanda tersebut pada pokoknya meniru Kitab hukum perdata Perancis (code civil).

  Asas-asas yang menguasai Code Civil, umumnya dima- sukkan dalam sistem Burgelijk Wetboek Belanda. Bagian yang terpenting ialah:

  1 . anggapan individualistis terhadap hak eigendom;

  2 . kebebasan berkontrak; 3 . sifat keduniawian dari hukum perdata, dengan perka-

  ■z u taan lain agama bukanlah suatu unsur dari hukum. Sesuai dengan siste.m B.W. dalam hal Real Estate ini, maka tanah/bangunan akan habis seluruhnya, bahkan debitur masih harus melunasi hutangnya.

  3^Supomo ,R. , Sistim Hukum di Indonesia, cet. Ill, Noordhoff-Kolff N.V., Jakarta, 1957 > h. 108.

  B A B III

  Ikatan Jual Beli Tanah/Bangunan menurut Hukum Adat 1, Hak Pengelolaan

  Hak Pengelolaan adalah suatu hak atas tanah yang samasekali tidak ada istilahnya dalam Undang Undang Pokok Agraria, dan-khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat

  39 di luar ketentuan dari UUPA. Secara tidak langsung pasal 2 ayat 4 UUPA menyata- kan bahwa dari hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swa- tantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar di- perlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasio- nal, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Da­ ri uraian ayat 4 tersebut ternyata ada kemungkinan dibuka untuk menerbitkan suatu hak baru yang namanya ketika itu belum ada tetapi merupakan suatu delegasi pelaksanaan kepa­ da daerah-daerah otonom dan masyarakat hukum adat.’

  Untuk delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai dari negara itu disebutkan oleh peraturan yang ada sebagai Hak Pengelolaan, sedangkan untuk delegasi pelaksanaan wewe­ nang hak menguasai negara kepada masyarakat hukum adat be-

  Parli.ndungan, A.P., Hak Pengelolaan menurut Sistem UUPA, cet. I, Mandar Maju, Bandung, 1989* 1*

  24

  26

  gara.-^ Pengertian yang meluas ini, sebagai suatu sikap yang jelas bahwa ketiga pengertian itu merupakan suatu ke- terpaduan dan seharusnya juga pengaturan dan penyelesaion- nya secara terpadu.'

  Bahv/a pengertian bumi ialah di atas bumi ( hak atas tanah ), kemudian yang ditanam di bumi ( seperti kehutanan, tanaman-tanaman ). Sedangkan yang diartikan dengan air ada­ lah pengertian perairan pedalaman, perairan lautan dan bu­ mi di bawah perairan. Sehingga dengan demikian seluruh ke- kayaan alam yang terdapat di air, ataupun yang dapat ditam- bang dari air, termasuk yang ada di bumi di bawah perairan

  43' merupakan pengertian dari air tersebut.

  b. Luasnya hak menguasai negara.

  Luasnya hak menguasai dari negara itu tercantum da­ lam pasal 2 ayat 2 UUPA, yaitu: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, pengguna- an, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

  b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum an­ tara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angka­ sa ;

  41 Ibid.. h.3- ^2Ibid.

  43 Ibid.. h.4.

  27

  c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Semakin jelas lagi pasal k UUPA telah menggariskan tentang adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang- orang lain, serta badan-badan hukum. Dengan demikian peme­ rintah dalam menjalankan hak menguasai dari negara tersebut akan berusaha membuat beberapa lembaga-lembaga hukum untuk memenuhi ketentuan pasal k ini dalam pelaksanaan tugasnya, baik itu bersifat keperdataan, maupun kenegaraan, ataupun yang bukan keperdataan maupun kenegaraan, yang memberikan kemudahan seseorang atau badan memperoleh manfaat dari sua­ tu bidang tanah, tetapi bukan sebagai pemiliknya. «

  Oleh karena sudah dinyatakan bahwa istilah agraria itu dalam. artian yang luas, maka pada pasal 4 ayat 2 menye- butkan tentang penggunaan ruang angkasa dan tubuh bumi da­ lam kaitannya dengan kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas yang diatur oleh perundangan yang ada. Demikian juga penggunaan air dan ruang angkasa yang sepatutnya sudah harus diatur oleh per- undang-undangan di masa-masa yang akan datang baik penggu- naannya oleh warga negara Indonesia maupun bukan warga ne­ gara Indonesia .

  Pemegang Hak Pengelolaan adalah daerah otonom, de-

  28

  partemen, lembaga maupun perusahaan pemerintah pusat/dae-

  '■kk

  " >' rah. * Sesuai dengan PMDN 1/1977 yo PMDN 6/1972, maka ha­ rus dibuatkan suatu perjanjian antara pemegang Hak Penge- lolaan dengan yang bersangkutan, dan dalam perjanjian ter­ sebut dibuatkanlah hak apa yang akan diberikan oleh peme­ gang Hak Pengelolaan, yaitu apakah Hak Milik, Hak Guna Ba-

  45 ngunan atau Hak Pakai.

  Kalau pemegang Hak Pengelolaan langsung membuat akta PPAT dengan yang bersangkutan, hal ini adalah tidak lazim, sama saja tidak lazimnya bila pemerintah pusat se­ bagai organisasi kekuasaan yang diberikan wewenang hak me­ nguasai dari negara membuat akta PPAT untuk menyerahkan hak tanah kepada yang bersangkutan, Dan Hak Pengelolaan adalah pelimpahan wewenang hak menguasai dari negara kepa­ da lembaga pemerintahan, departemen, daerah otonom dan per-

  / 4-6 usahaan-perusahaaii pemerintah pusat/daerah.

  • Ataukah ditempuh konstruksi oleh pemegang Hak Pe­ ngelolaan diadakan suatu perjanjian pemberian Hak Guna Ba- ngunan kepada suatu usaha dan usaha inilah kelak membuat akta PPAT, sehingga usaha yang tentunya berbentuk badan hu­ kum diberikan Hak Guna Bangunan Induk dan kemudian dia me-
  • ^Tbid., h.35*

  45 Ibid.,

  46 Ibid.

  29

  mecahnya menjadi Hak Guna Bangunan yang luasnya sesuai dengan setiap kapling yang tertentu itu.^

  Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi Bangsa Indonesia dan suatu unsur yang utama dalam pembangunan me- nuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945*

  Oleh karena itu pemerintah snngat memperhatikan se- gala kemungkinan yang akan timbul apabila pengendalian da­ lam perolehan hak dan penggunaan tanah tersebut terdapat beberapa kelemahan. Dan dalam rangka pengendalian perolehan hak atas tanah dan pendayagunaannya:bagi kepentingan ber- bagai usaha dan kepentingan nasional, pemerintah antara la­ in telah mengeluarkan dua buah peraturan perundang-undangan yang penting, yaitu : a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan dan

  Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan;

  b. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.

  Kalau kita perhatikan isi dari Bab I Pasal I Per­ aturan Menteri -Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974* yang memuat

  (|7Ibid

  30

  tentang sasaran, landasan pelaksanaan kebijaksanaan peme­ rintah dalam penyediaan dan atau pemberian tanah untuk ke- perluan perusahaan, maka terdapat anjuran supaya pihak yang berwenang dalam penyediaan dan pemberian tanah itu serta perusahaan yang bersangkutan hendaknya:

  a. memperhatikan segi-segi ekonomis dan yuridis dari perusahaan yang bersangkutan dan disamping itu yang sangat perlu diperhatikan juga;

  b. segi-segi yang menyangkut aspek-aspek sosial, poli- tis, psikologi dan kamtibmasA^ Dalam Instruksi Presiden PI Nomor 1 Tahun 1976 yang menginstruksikan kepada para pejabat yang berwenang dalam hal penyediaan, pemberian hak-hak serta pendayagunaan tanah sehubungan dengan pelaksanaan pembangunan, presiden mene- kankan agar memperhatikan segi-segi ekonomis, yuridis mau- pun segi-segi yang menyangkut aspek-aspek sosial, politik, psikologis dan kamtibmas untuk dapat terwujud dengan seba- ik-baiknya sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan sinkronisasi pelaksanaan bi- dang keagrariaan dengan bidang kehutanan, pe£tambangan, transmigrasi serta bidang pekerjaan umum. Dengan ditingkat- i kannya sinkronisasi ini, maka dalam penyediaan pemberian hak-hak dan pendayagunaan tanah tidak akan menimbulkan dam-

  48 Kartasapoetra, G., R.G. Kartasapoetra dan A.G. Kartasapoetra, Masalah Pertanahan di Indonesia. Bina Aksara, Jakarta, 1986, h.64* pak-dampak negatif yang dapat menimbulkan gangguan terha­ dap: kelestarian alam, lingkungan hidup, keamanan dan keter- 49'*! tiban masyarakat. Perusahaan Pembangun Perumahan atau Real Estate mempunyai pengertian suatu perusahaan yang bidang usahanya pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar, di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan pemukiman, yang dilengkapi dengan ber- bagai prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial

  '50 yang diperlukan oleh masyarakat yang menghunmya. Tanah untuk usaha di bidang pembangunan perumahan dapat diberikan kepada badan-badan hukum yang didirikan me­ nurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan bahwa jika badan itu bermodal asing, maka harus berbentuk joint enterprise atau perusahaan campuran dengan modal nasional yang memenuhi syarat sesuai dengan kebijak- sanaan penanaman modal asing yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu dengan ketentuan sebagaj. berikut:

  1. kepada perusahaan pembangun perumahan yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah dan atau pemerin­ tah daerah dapat diberikan oleh pemerintah tanah negara dengan hak pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak pakai menurut kebutuhan, sesuai dengan per-

  31 ^9 Ibid,

  5° Ibid., h.b6. aturan perundangan yang berlaku; 2. kepada perusahaan pembangun periynahan yang didiri- kan dengan modal swnstn dapai diberikan tanah ne­ gara oleh pemerintah dengan hak guna bangunan atau hak pakai.

  Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Ta- hun 19 74 pasal 5 point usaha-usaha pembangunan perumahan tersebut tidak boleh diselenggarakan dengan menggunakan ta­ nah pihak lain. Karena itu perusahaan pembangun perumahan dipersilahkan oleh pemerintah untuk memenuhi kewajiban^ke- wajiban sebagai berikut: