Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House Provinsi Jawa Timur bagi Daya Saing Produk UKM
Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House Provinsi Jawa Timur bagi
Daya Saing Produk UKM
1 Achmad Fathoni Kurniawan Pendahuluan
Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia cukup menarik perhatian bagi perekonomian negara terutama semenjak krisis ekonomi 1997. Bahkan UKM seringkali disebut sebagai penyelamat perekonomian Indonesia di masa krisis periode 1992-2000 (Manurung, Adler Haymans. 2007). Modal UKM yang dibutuhkan relatif kecil yang berhubungan dengan resiko yang diterima, begitu pula mampu mewadahi tenaga kerja yang berpendidikan rendah yang menjadi ciri khas usia produktif penduduk di wilayah pedesaan. tidak heran UKM menjadi salah satu sektor penting menyelamatkan ekonomi masyarakat ditengah PHK besar-besaran oleh industri-industri menengah dan besar akibat dari krisis ekonomi yang bekepangan. Besarnya perhatian negara terhadap keberadaan UKM dengan membuat portofolio kementerian yaitu Menteri Koperasi dan UKM serta Kementerian Perindustrian dan Perdagangan sebagai bentuk keseriusan dalam mengembangkan ekonomi lokal berbasis masyarakat secara mandiri.
Bagi Indonesia UKM sebagai penyumbang PDB terbesar. Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 menunjukkan peningkatan jumlah PDB UKM dari Rp. 2,107,868.10 Milyar menjadi Rp. 4,869,568.10 Milyar atau rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 18.33% per tahun. Jika dibandingkan kontribusi Usaha Besar terhadap PDB lebih sedikit dibandingkan UKM, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15.75% per tahun (BPS, 2013). Disisi lain kontribusi UKM ditahun 2012 mampu menyerap 97,16% dari total tenaga kerja Industri di Indonesia atau sebesar 107.66 juta, dan 2.84% sisanya tenaga kerja di sektor Usaha Besar. Bagi jawa timur di akhir 2012 mempu mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 7,22%. Bahkan dari total PDRB Jatim sebesar 1.000 triliun, 54% diperoleh dari 4,2 juta UMKM yang tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut (bappeda.jatimprov.go.id, 11 Februari 2013).
Keberadaan UKM di Jawa timur tahun 2012 mengalami pertumbuhan 13,89% dari tahun sebelumnya bahkan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan UKM nasional yang hanya 7,22%. Tahun 2011 dari 783,758 unit usaha 97,8% setara dengan 766,783 unit usaha merupakan industri kecil dan 16.182 unit usaha di industri menengah. Dari 2,910,368 orang
198 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
total tenaga kerja, sebesar 1,756,587 orang terserap di industri kecil dan 917,062 orang di industri menengah (Kompas.com) Besarkan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan serapan bagi tenaga kerja di
Indonesia khususnya jawa timur, UKM masih mengalami tantangan dalam mengahadapi kompetisi pasa global, terutama pada aspek kemasan produk. Sebagian besar produk UKM khususnya jenis produk makanan dan minuman belum memenuhi standar kemasan hingga mencapai 90% dari total unit usaha (tempo.co, 2018). Bagi penguasa UKM, masih adanya pandangan bahwa kemasan itu mahal dan juga mengira dibutuhkan alat yang mahal. Tidak heran kiranya produk-produk yang beredar khususnya produk makanan dan minuman di pasaran tradisional bahkan retail modern dibanjiri oleh produk-produk perusahaan multinasional hingga produk-produk impor. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan produk UKM ditengah berlangsungnya perdagangan bebas. Produk-produk negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thiland, dan Singapura khususnya telah siap menjadi kompetitor tangguh untuk survive dalam kerangka Asean Economic Community bagi produk-produk UKM bagi pasaran indonesia utamanya.
Dalam mengantisipasi ancaman tersebut, diakhir 2012 Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan untuk terwujudnya rumah kemasan atau Packaging House kepada beberapa koperasi daerah pilihan antara lain, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Jombang. Rumah kemasan bantuan dari pemerintah tersebut setidaknya terdiri daria Filling Bottle Mechine (alat kemasan botol), Continuous Sealer (Mesing Penutup Kemasan), Vacuum Package, Automatic Packing Machine (alat pengemas otomatis) serta alat pendukung lainnya. Keberadaan rumah kemasan ditujukan untuk peningkatan daya saing produk lokal melalui pendekatan kemasan.
Keberadaan Rumah Kemasan yang tersebar di beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur diawali tahun 2012 merupakan representasi dari peran negara dalam menciptakan nilai tambah bagi produk UKM. Sebagai industri lokal yang bercirikan padat karya berbasis masyarakat lokal, UKM tentunya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta digadang sebagai jaring sosial dan ekonomi ditengah tekanan daya saing dan ketidakmenentuan ekonomi global. Tujuan dari tulisan ini akan menjelaskan bagaimana strategi kebijakan pemerintah lokal dalam upgrading produk UKM sehingga mampu mempertahankan eksistensinya bagi pertumbuhan ekonomi ditengah keterbukaan pasar regional dan global. Begitu pula perlunya menelisik implementasi kebijakan tersebut dalam
Achmad Fathoni Kurniawan
- – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 199
Upgrading Ekonomi Lokal
Di era Global saat ini, keterbukaan ekonomi menjadi salah satu elemen penting dalam perumusan kebijakan bagi negara termasuk struktur yang ada dibawahnya, termasuk dalam area industrialisasi. Peningkatan tekanan liberalisasi telah diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat kompetisi dalam perekonomian global (Gary Gereffi, dkk, 2001:4). Dalam hal ini posisi negara berkembang seringkali minor dalam kompetisi global. Akibatnya negara mengalami kondisi race to the bottom di mana perusahaan atau perekonomian negara gagal untuk masuk ke dalam pasar global (Raphael Kaplinsky dan Mike Morris, 2000:25). Dalam kondisi beberapa hal juga akan sangat rentan terjadi pada industri lokal/UKM (Usaha Kecil Menengah) yang masih relatif rentan, bahkan dalam kasus negara industri yang relatif stabil seperti Indonesia.
Upgrading
dalam meningkatkan posisi, performa,menjadi faktor penting sekaligus daya saing. Hal ini tidak hanya terpusat pada inovasi akan tetapi juga dengan bagaimana membuat produk yang lebih baik, membuatnya secara lebih efisien, atau menggesernya pada proses dengan ketrampilan yang lebih tinggi, dan mampu memberikan nilai tambah pada produknya. Setidaknya ada 4 jenis Upgrading (John Humphrey and Hubert Schmitz, 2001:352): 1.
Process upgrading: mengubah input menjadi output secara lebih efisien dengan mereorganisasi proses produksi atau mengenalkan teknologi yang dapat diandalkan.
2. Product upgrading: peralihan ke arah produk kekinian yang lebih canggih setidaknya mampu memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut
3. Functional upgrading: memberikan fungsi yang baru dari sebuah rantai proses (atau Justru meninggalkan fungsi yang telah ada) untuk meningkatkan manfaat dari produk tersebut.
4. Inter-sectoral upgrading: menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan sehingga mampu diperolehnya nilai yang dapat beralih fungsi ke sektor yang berbeda.
Upgrading berbasis local linkage atau disebut sebagai konsep kluster industri
(clustering) menjadi sebuah instrumen strategis untuk meningkatkan peluang upgrading bagi
2 2 industri lokal, khususnya UKM. Melalui aglomerasi, UKM mampu meningkatkan
Kluster industri dapat didefinisikan sebagai sekelompok perusahaan dan institusi terkait yang
200 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
konsentrasi dan aliran informasi melalui tingkat akumulasi knowledge yang lebih tinggi di tingkat lokal dalam kluster, sekaligus mendorong kompetisi antar industri. Koordinasi dan sinergi harus ditekankan tidak hanya di dalam ataupun antar industri, namun juga melibatkan aktor publik (pemerintah) dan kerjasama antara publik dan swasta. Clustering relatif efektif untuk meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage), karena tidak hanya akan mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi namun juga mendorong investasi, memungkinkan inovasi serta meningkatkan produktivitas (Michael E. Porter, 1990:xii-xiii).
Terdapat dua variabel yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan efektivitas sebuah produksi yaitu peluang (chance event), yang berhubungan dengan kondisi atau situasi yang mempengaruhi peluang (misalnya kondisi saat krisis), serta peran pemerintah (Michael E. Porter, 1990:124-128). Peran aktif pemerintah dalam upaya
3 upgrading
sebagai sebuah rente kebijakan (policy rent) mampu mempengaruhi keunggulan kompetitif. Rente kebijakan muncul ketika berada dalam sebuah pemerintahan yang efisien dan secara langsung menciptakan barriers to entry bagi kompetitor lain. Kapasitas negara yang kuat menjadi salah satu elemen penting untuk membentuk rente kebijakan. Kapasitas negara akan difokuskan pada lingkup kapasitas transformatif (transformative capacity) yang mengacu pada kemampuan negara untuk beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan eksternal dengan menyesuaikan instrumen baru pada proses perubahan industri (Linda Weiss, 1999:4). Negara-negara di kawasan Asia Timur digunakan sebagai model peran negara yang kuat, khususnya pada area industri, yang ditekankan pada tujuan pembangunan atau yang lebih dikenal sebagai model ‘developmental state’. Linda Weiss menyebut model tersebut
interdependence
sebagai ‘governed ’ yang mampu memasukkan unsur kekuatan negara sekaligus sektor swastanya. Konsep tersebut menekankan pada hubungan kerjasama antara pemerintah-bisnis dan manajemen ekonomi yang kolaboratif (Linda Weiss, 1999:35-39). Oleh karena itu, model developmental state dapat dibagi dalam tigakriteria mendasar, yaitu prioritas pada tujuan transformatif (transformative
goals ); adanya institusi sebagai pilot agency dengan kualitas birokrasi dan sistem politik yang
kepemilikan terhadap sumber-sumber yang langka (barriers to entry) dan faktor produksi yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh pihak tertentu dalam rantai. Rente yang paling berpengaruh
dalam upgrading adalah rente ekonomi (economic rent) yang dapat berasal dari dalam perusahaan
(yang berupa teknologi, sumber daya manusia, organisasional, dan pemasaran) atau dari pihak
Achmad Fathoni Kurniawan
- – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 201
mendukung; serta hubungan kerjasama pemerintah dan bisnis yang terinstitusionalisasi (Linda Weiss, 2000:23).
Provinsi Jawa timur manjadi kasus yang menarik sebagai gambaran bagaimana peran pemerintah memberikan penekanan perhatiannya dalam meningkatkan kapasitas daya saing UKM dalam menghadapi keterbukaan pasar global. Salah satunya memberikan nilai tambah bagi produk UKM melalui pendirian rumah kemasan Mengingat keberadaan UKM di Jawa Timur terbesar di Indonesia dan memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan serapan tenaga kerja.
UKM Jawa Timur dalam Free Trade Agreement
Diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) semenjak 2015 memberikan peluang dan tantangan bagi komoditas UKM di Jawa Timur. Besarnya peluang pasar ASEAN dengan jumlah populasi gabungan mencapai 630 juta jiwa membuka peluang bagi produk UKM mengambil bagian sebagai kompetitor dalam merebut pasar. Lebih dari 70 persen produk yang dihasilkan di ASEAN dikenakan nol tariff degan harapan mampu menurunkan harga bahan baku dan biaya produksi hingga 10-20 persen. Begitupula dalam kerangkan
4 ASEAN and China Free Trade Area (ACFTA) diawal tahun 2010 menambah kemudahan
5
akses bahan baku dan pendanaan bagi UKM agar mampu meningkatkan produktifitas dan kualitas sumberdaya manusianya. Dalam kondisi inilah tuntutan daya saing bagi produk UKM khusunya Jawa Timur yang memiliki jumlah pelaku UKM terbesar di Indonesia perlu menyusun strategi dalam memenangkan pertarungan pasar dalam negeri maupun internasional.
Upaya optimalisasi peran UKM di Jawa Timur membawa hasil bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Dari 6,81 juta pengusaha UKM dengan omzet mencapai Rp30 triliun per tahunnya mampu mememberi sumbangsih bagi PDRB Jatim, dimana pada tahun 2015 menembus angka hingga 1.690 triliun, setara dengan 20 persen dari PDRB. Dari jumlah pelaku usaha UKM tersebut, 3 ribu diantaranya telah melakukan ekspor dengan omset 4 Perjanjian ACFTA telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES No.48 tahun 2004 dan
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010, inti dari perjanjian ini adalah kedua pihak sepakat akan melakukan
kerjasama yang lebih intensif dibeberapa bidang seperti : pertanian, teknologi informasi, pengembangan SDM,
investasi, pengembangan Sungai Mekong; perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi,
5 pertambangan, energi, perikanan, kehutanan, produk-produk hutan dan sebagainya.
Pemerintah China telah mengalokasikan dana sebesar USD 10 miliar dibawah China ASEAN Investment
Cooperation Fund untuk membiayai proyek-proyek kerjasama investasi utama seperti infrastruktur, energi dan
sumberdaya, teknologi komunikasi dan informasi dan bidang-bidang lainnya sekaligus menyediakan fasilitas
202 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
mencapai 300 miliar per triwulan (jatim.metrotvnews.com, 27 Juli 2017). begitupula dengan besarnya kontribusi UKM bagi jumlah angkatan kerja dari 19 juta orang yang bekerja di Jawa Timur 11 juta diantaranya bekerja di sektor UMKM serta koperasi (jatimprov.go.id).
Besarnya kontribusi UKM bagi tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selaras dengan apresiasi yang diberikan oleh pemerintah pusat bagi kinerja provinsi Jawa Timur sebelumnya. tepatnya pada Rabu 13 Juli 2011, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menerima penghargaan sebagai Paramadhana Utama Nugraha dari Menteri Koperasi dan UKM RI. Diantaranya yaitu penghargaan Sebagai Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi Tahun 2011 Tingkat Nasional: Kota Madiun, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Gresik, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Pamekasan, serta Kota Surabaya
Disamping itu Gubenur Jawa Timur juga mendapatkan Penghargaan Koperasi Berprestasi Tahun 2011 Tingkat Nasional, diantaranya : 1.
KSU Rapodi (Koperasi Simpan Pinjam), Alamat Kec. Kartoharjo, Kota Madiun 2. KUD Sri Mulyo (Koperasi Produsen), Alamat Kec. Wonosari, Kab Madiun 3. KUD Dadiyo Ayem Urip (DAU) (Koperasi Produsen), Alamat Kec. Dau, Kab.
Malang 4. Koprasi Warga Semen Gresik (KWSG) (Koperasi Pemasaran), Alamat PT. Semen
Gresik, Kab. Gresik 5. KUD Adi Tama (Koperasi Pemasaran), Alamat Kec. Jetis, Kab. Ponorogo 6.
Kopkar Citra Bekisar (Koperasi Jasa), Alamat Kec. Gayungan, Kota Surabaya
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan kembali khususnya hasil produksi Usaha Mengingat pentingnya koperasi bagi tumbuh suburnya UKM di Indonesia khususnya
Jawa Timur, perhatian besar pemerintah bagi keberlangsungannya menjadi sangatlah dibutuhkan. Bagaimana koperasi mampu memberdayakan UKM secara terencana dan sistematis menciptakan iklim usaha dalam menjamin kepastian hukum, meningkatkan akses pasar dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang tersedia sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif bagi UKM di tengah keterbukaan pasar.
Achmad Fathoni Kurniawan
- – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 203 20000 25000 Ekspor Non Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan 10000 15000 5000 2017 2016
- –November 2017, Tiongkok menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi indonesia dengan nilai US$19.129,0 juta (13,69 persen), diikuti Jepang dengan nilai US$13.221,9 juta (9,47 persen), dilanjutkan oleh negara-negara kawasan ASEAN, seperti Singapura US$ 8348,2 juta (5,96 persen), Malaysia US$ 6472,5 juta (4,63 persen) dan terakhir Thailand US$ 5012,1juta (3,59 persen). Pertumbuhan positif bagi ekspor indonesia setidaknya menggambarkan sedikit banyak performa dan peluang UKM mengambil peran dalam perdagangan internasional.
- – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 205
- – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 207
Sumber: Diolah dari BPS 2017 Dari data diatas menunjukkan keterbukaan Indonesia terhadap pasar regional ASEAN dan ASEAN+3 ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan mampu meningkatkan performa ekspor non-migas indonesia. Pada periode Januari
Kondisi tersebut tidak sebanding sebagaimana laporan kementerian Koordinator bidang Perekonomian RI, bahwa kontribusi ekspor nasional UKM nasional sebesar 15,7%. Angka tersebut jika dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai 17%, Malaysia 28%, dan Thailand 35% menunjukkan bagaimana produk UKM Indonesia perlu meningkatkan daya saingnya di pasar global. Keterbatasan pengetahuan, teknologi dan investasi menjadi faktor yang seringkali muncul dalam menjelaskan lemahnya daya saing UKM. Disisi lain kesan di masyarakat, industri UKM masih merupakan industri ekonomi menengah kebawah dengan tenaga kerja yang tidak terdidik. Salah satu dampaknya pada kemasan Produk yang dihasilkan, khususnya kemasan produk makanan dan minuman yang hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama daya saing produk UKM di pasar global.
Packaging House bagi daya Saing UKM
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian RI 2017, Industri Makanan menduduki
204 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
Industri makanan mencapai US$ 26,27 Milyar disusul dengan Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$10,25 Milyar dan industri logam dasar US$8,24 begitupula Industri pakaian jadi US$7,21 Milyar (www.kemenperin.go.id). Diantara besarnya potensi ekspor industri makanan dan minuman di Indonesia, industri pada sektor ini masih saja menghadapi permasalahan daya saing diantara produk negara-negara tetangga lainnya yang salah satunya yaitu permasalahan kemasan dalam mempengaruhi daya tarik dan daya tahan produk.
Dalam rangka mendorong peningkatan daya saing UKM pada skala global, Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur pada bulan Desember 2012 memberikan bantuan berupa alat packaging kepada 4 KUD di Jawa Timur. KUD yang mendapat bantuan tersebut adalah KUD yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang serta Kabupaten Bojonegoro. Bantuan alat packaging tersebut kemudian diorientasikan terhadap terbentuknya rumah kemasan atau packaging house di KUD masing-masing wilayah.
Packaging house merupakan tempat yang dijadikan pusat kegiatan yang berhubungan
dengan pengemasan produk. Packaging house ini menyediakan fasilitas fisik dan non fisik (fasilitas jasa, seperti konsultasi teknis, pelayanan pengemasan, pelayanan desain, dan lain lain) yang memiliki kapasitas segala bentuk pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan pengemasan. Fasilitas yang disediakan oleh Rumah Kemasan bersifat jasa dan komersial. Pengelolaan Rumah Kemasan dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah setempat dan swasta atau kelompok usaha bersama para pelaku usaha UKM.
Tujuan pemerintah dengan dibangunnya Rumah Kemasan di sentra industry UK< adalah untuk membantu dan melayani industri terutama industri yang berskala kecil dan menengah yang belum mampu melakukan kegiatan pengemasan yang baik secara mandiri tanpa batas minimun order, sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik dan bermutu serta diharapkan mampu bersaing dengan produk serupa di pasaran. Oleh karena itu, melalui bantuan berbagai alat packaging tersebut salah satu cara untuk meng-upgrade atau meningkatkan nilai produksi melalui proses produksi yang dilaluinya.
Rumah Kemasan di Kabupaten Probolinggo dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Eka Jaya. KUD Eka Jaya terletak di jalan Raya Dringu no. 44 Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur ini berdiri sejak tanggal 6 Juni 1981. KUD ini memilik jumlah anggota mencapai 141 orang, dimana 30% diantaranya adalah pengusaha mikro. KUD Eka Jaya diawali bergerak dibidang simpan pinjam, penjualan sembako, pupuk serta obat-obatan pertanian. Selain itu, KUD Eka Jaya memiliki toko yang menjual kebutuhan pokok yang
Achmad Fathoni Kurniawan
packaging dari Dinas Koperasi Jawa Timur, maka KUD Eka Jaya memiliki modal untuk
dapat turut memajukan UMKM sekitar.Adapun Rumah kemasan Di Kediri, dipercayakan kepada Koperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB) Joyoboyo. KJUB Joyoboyo terletak di jalan Brawijaya no.8, Pagu, Kabupaten Kediri. KJUB Joyoboyo ini membawahi 12 koperasi yang ada disekitar wilayah Kediri. Koperasi-koperasi yang berada dibawah naungan KJUB Joyoboyo memiliki berbagai macam usaha. Salah satunya adalah KUD yang terletak dijalan Soekarno-Hatta no.17 Kediri, memiliki usaha pusat penjualan oleh-oleh khas Kediri yang diberi nama POJA JOYOBOYO. Unit-unit usaha dibawah naungan KJUB Kediri ini memiliki potensi didalam memberdayakan UKM diwilayah Kediri.
Bervariasinya produk pangan yang beredar di pasaran, mulai kemasan sederhana sampai yang menggunakan teknologi modern menjadi pertimbangan bagi pentingya pengemasan produk UKM. Namun kondisi Rumah Kemasan bantuan pemerintah yang terletak diprobolinggo umumnya masih sangat sederhana. Sekalipun keberadaan rumah kemasan sangatlah dibutuhkan sebagian besar pelaku usaha UKM. Setidaknya dapat membantu peningkatan nilai tambah produk di tengah keterbatasan informasi dan pengetahunan secara teknis serta keterbatasan modal dalam mengemas produk yang mereka miliki. Sebagian besar produk UKM wilayah tersebut masih menggunakan kemasan berbahan plastik ataupun mika yang dikerjakan secara manual (menggunakan tangan) dalam merekatkannya.
Namun ditengah tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya upgrading produk melalui pendekatan kemasan yang didukung dengan keberadaan rumah kemasan bantuan dari pemerintah tersebut, tidak dapat sepenuhnya berfungsi optimal. Pertama, tingginya biaya proses pengemasan terkait dengan bahan baku kemasan yang dijual dipasaran tidak terjangkau oleh pelaku usaha. Dengan adanya ketentuan batas minimal pesanan, dan ditambah lagi biaya biaya pengiriman menjadikan bahan baku kemasan menjadi tambahan yang tidak sebanding dari harga produk sejenis di pasaran. Disisi lain mobilisasi bahan baku utama produk dari rumah produksi ke rumah kemasan dalam bentuk curah dan sebaliknya dalam bentuk produk yang siap dipasarkan menjadi pertimbangan tambahan terhadap harga produk dan tenaga produksinya.
Kedua, keterbatasan infrastruktur ruang dan bangunan yang kurang memadai dengan
saling dekatnya satu jenis alat pengemasan dengan alat lainnya menjadikan proses pengemasan tidak dapat berjalan optimal. Ditambah lagi keterbatasan kapasitas daya listrik
206 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
ini dikarenakan, rumah kemasan bantuan pemerintah di tempatkan satu atap dengan banguan koperasi sentra industri UKM . Ketiga, minimnya Sumber daya manusia yang kreatif dalam pemberian konsultasi hingga pelayanan desain kemasan bahkan branding sebuah merek yang dapat meningkatkan daya tarik kemasan. Keempat, Keterbatasan jaringan usaha kerja sama antar pengusaha UKM dengan pelaku pemasaran untuk mempromosikan, mengenalkan produk UKM dalam memperluas pasar menjadi alasan pelaku usaha dalam mempertimbangkan penambahan nilai/upgrading bagi produk mereka, Kelima, kurangnya tindak lanjut/ koordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah lokal/kabupaten untuk memberikan pendampingan dalam bentuk dana, jasa ataupun barang mendukung keberlangsungan rumah kemasan sebagai alternatif dalam meningkatkan daya saing produk UKM.
Dari beberapa permasalahan yang dihadapi demi keberlangsungan rumah kemasan bantuan pemerintah tersebut, menjadikan tantangan tersendiri tercapainya tujuan pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk UKM di pasar global. Kerjasama yang sinergis lintas level pemerintahan dengan masyarakat setidaknya menjadi langkah awal untuk mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan antara harapan dan kebutuhan antar pihak yang terkait.
Kesimpulan
Bantuan Pemerintah Jawa timur bagi sentra industri UKM dalam bentuk Rumah Kemasan (Packaging House) di kota dan kabupaten tertentu di tengah keterbukaan ekonomi, di satu sisi memberikan peluang untuk ambil bagian dalam kompetisi pasar global.
Peningkatan konsentrasi dan aliran informasi pada pelaku UKM melalui bantuan tersebut diharapkan mampu memenuhi pengetahuan yang lebih baik dalam memberikan nilai tambah bagi produksi mereka dalam meningkatkan daya saing pada tingkat global. Bentuk sinergi antara pemerintah dengan koperasi yang berbasis masyarakat, memberikan gambaran tentang adanya transfer teknologi dan pengetahuan untuk memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Setidaknya secara domestik, upaya tersebut mampu memangkas masifnya produk luar serupa di Indonesia serta dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai daya saing di pasar global.
Dalam implementasinya, rumah kemasan bantuan pemerintah Jawa Timur terhadap sentra industri UKM masih belum berfungsi optimal. Dalam pengelolaannya, pembangunan rumah kemasan tanpa didukung dengan infrastruktur yang sesuai dan sumber daya manusia
Achmad Fathoni Kurniawan
berjalan semestinya. Begitupula belum kuatnya koordinasi tindak lanjut lintas sektoral antara pemerintah provinsi dan kota dalam memberikan pendampingan paska bantuan itu diberikan menjadi beban tambahan bagi pengelola rumah kemasan dalam tindak lanjutnya. Dukungan dalam meningkatkan kapasitas produksi serta daya saing produk melalui bantuan pemerintah tersebut tidak diiringi dengan upaya membangun linkage ke pasar.
Melihat kondisi tersebut, konsentrasi pemerintah dalam pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi berbasis kompetensi yang telah disepakati oleh lima kementerian Republik Indonesia setidaknya bukan hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri besar sebagai pekerja yang terampil, namun juga perlu diarahkan kepada pengembangan dan pemenuhan serta pengabdian ekonomi skala lokal dalam hal ini UKM.
208 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2
Gereffi, Gary John Humphrey, Raphael Kaplinsky, dan Timothy J. Sturgeon, “Introduction:Globalisation, Value Chains and Development”, IDS Bulletin 32.3 (2001),
Michael E. Porter, The Competitive Advantage of Nations, (New York: The Free Press, 1990),
Humphrey, John & Hubert Schmitz, 2004. Local Enterprises in the Global Economy, chapter 13 Edward Elgar Publishing (2013)
Hubert Schmitz, Local enterprises in the global economy : issues of governance and upgrading (2014), Linda Weiss, The Myth of The Powerless State, (New York: Cornell University Press, 1999) Linda Weiss, “Developmental State in Transition: Adapting, Dismantling, Innovating, not
Normalizing”, The Pacific Review Vol. 13 No. 1 (2000) Manurung, Adler`Haymans. 2006, Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah), Kompas, Jakarta.
Raphael Kaplinsky dan Mike Morris,” A Handbook for Value Chain Research”, IDRC (2000)
Website:
www. bappeda.jatimprov.go.id. 2013, UMKM Tentukan Kesuksesan Gubernur Dan Wagub Jatim (online), diunduh darida 13 Maret 2018