MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT Annisa

MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT
Sistem penghantaran obat dengan tujuan target otak oleh
Risperidone-loaded solid lipid nanoparticles (RSLNs) melalui rute
intranasal

Disusun oleh kelompok 5 :
1. Annisa Nur Aini

K100120122

2. Anik Rahmawati

K100120133

3. Riyan Eko Hartanto

K100120136

4. Syafira Amalia A

K100120141


5. Bayu Anggoro Y

K100120173

6. Rizki Apriyani

K100120191

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

PENDAHULUAN
Risperidone (RSP) dengan nama IUPAC 3-(2-(4-(6-fluoro-1,2-hydro-2methyl-4H-pyridol(1,2-α)pyrimidin-4-one merupakan obat antipsikotik. Risperidone
dipilih karena memiliki efek samping gangguan ekstra pyramidal (EPS) yang rendah.
Risperidone dalam dosis rendah digunakan untuk mengontrol gangguan psikotik
seperti halusinasi, delusi, gangguan pola pikir dan untuk jangka panjang digunakan
untuk mengobati skizofrenia. Risperidone praktis tidak larut dalam air dan
mengalami metabolisme lintas pertama (first pass effect) dihati sehingga

bioavaibilitanya sangat rendah.
Otak merupakan organ yang sulit ditembus oleh obat, karena ada semacam
penghalang yaitu Blood-Brain-Barrier (BBB). Rute pemberian intranasal paling
dipilih dari pada rute pemberian target otak lainnya karena efektifitas, keamanan dan
kepatuhan pasien dalam penggunaan. Jalur yang terlibat yaitu jalur sistemik dimana
obat diasbsorbsi melalui mukosa hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan
kemudian melintasi BBB menuju otak, obat melewati epitel (paraselular dan
ekstraselular) menuju bulb kemudian ke jaringan otak masuk lebih lanjut ke SCF
(stem cell factor) dan jalur trigeminal obat diangkut oleh syaraf trigeminal. Rute
intranasal memotong BBB dan menghindari efek samping sistemik bagi banyak obat
SSP seperti skizofrenia, depresi, dan migrain.
Pemberian intranasal dapat dicapai dengan pembawa lemak seperti dispersi
padat nanopartikel dalam lemak (solid lipid nanopartikel SLNs). SLNs paling dipilih
sebagai pembawa berbentuk koloid yang menggabungkan keuntungan bentuk
nanopartikel polimer, emulsi lemak dan liposom. SLNs meningkatkan kemampuan
degradasi dalam tubuh bila obat terlepas dan meningkatkan absorbsi pada membran
biologis. Kemungkinan pentargetan obat dapat dikendalikan pula dengan SLNs.
SLNs juga dapat meningkatkan stabiltas dispersi obat, muatan obat dan kemampuan
penggabungan fase hidrofilik dan hidrofobik obat serta tidak toksik. SLNs bersifat
lipofilik dan ukuran partikelnya kecil. Oleh karena itu penelitian ini


bertujuan

mempersiapkan risperidone dengan pembawa solid-lipid nanopartikel (RSP-SLNs)

serta menguji keefektifan pentargetan otak melalui rute pemberian secara intranasal.
METODE
Bahan dan reagen
 RSP sampel pemberian dari Torrent Research Centre (Ahmedabad, India).
 Compritol 888 ATO (gliseril behenate) adalah sampel hadiah dari Colorcon
Asia Private Limited (Goa, India).
 Pluronic F-127 dibeli dari BASF, Jerman.
 Stannous klorida dihidrat (SnCl2 · 2H2O) dibeli dari Sigma-Aldrich, India.
 Sodium pertechnetate, terpisah dari molibdenum-99 (99m) dengan metode
ekstraksi pelarut, diberikan oleh Pusat Regional untuk Divisi Radiofarmaka
(Northern Region)
 Papan dan Isotop Teknologi, Institut Kedokteran Nuklir dan Sekutu Ilmu
(INMAS), New Delhi, India.
 Semua bahan kimia lainnya dan pelarut grade reagen analitis dan digunakan
tanpa pemurnian lebih lanjut.

Hewan
Tikus Balb / C dengan jenis kelamin berbeda dengan berat rata-rata 25 g dipilih untuk
studi uji paw, biodistribusi, dan farmakokinetik. Digunakan 3 hewan uji untuk
masing-masing formulasi.
Percobaan
Pembuatan dan karakteristik solusi RSP dan solusi RSP SLNs.
1. Pembuatan RSP (RS, 0.24 mg/mL RSP)
Dibuat dengan melarutkan RSP (2.4 mg) dalam 1 mL etanol dan
ditambahkan air suling hingga 10 mL.
2. Pembuatan RSLNs

Dibuat dengan metode difusi pelarut-penguapan pelarut (Mehnert dan
Mader, 2001) menggunakan Compritol 888 ATO sebagai lipid (Souto et
al., 2006) dan Pluronic F-127 sebagai surfaktan.
Fase organik dibuat dengan melarutkan RSP dan lipid (1:7,5) dalam
isopropil alkohol (IPA) dan dipanaskan hingga 70◦C. Dengan bantuan
jarum suntik, larutan organik ditambahkan pada larutan surfaktan berair
(1% v/v) pada suhu yang sama.
Kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik (Magnetic Stirrer 1 MLH;
Remi Peralatan Pvt.Ltd, Mumbai, India) untuk menguapkan pelarut dan

kemudian didinginkan dengan ice bath dengan pengadukan kontinu 1000
rpm pada Euro star Eurostar (IKA Labortechnick, Jerman) selama 15
menit untuk membentuk dispersi SLNs. Proses diatas dan parameter
formulasi adalah hasil dari studi optimasi sistematis (data tidak
ditampilkan).
3. Karakteristik RSP
A. Penentuan Kadar RSP
Kadar RSP dalam formulasi dibuat dengan melarutkan formulasi RSP
dalam metanol : kloroform (6:4) dan kemudian dianalisis pada 279,5
nm menggunakan spektrofotometer UV (UV 1601, Shimadzu)
diplotkan dalam kurva kalibrasi pada medium yang sama. Metode
yang digunakan untuk penentuan kadar RSP divalidasi sesuai USP
(data tidak ditampilkan).
B. Penentuan ukuran partikel
Dilakukan dengan menggunakan spektroskopi korelasi foton dengan
in-built-Zetasier (Nano ZS, Malvern Instruments, UK) pada 633nm
dengan gas Helium-Neon laser (intensitas 4 mW) sebagai sumber
cahaya. Peralatan diprogram untuk memberikan lebar leser 18 mm.
Mobilitas elektroforesis (mm/s) diukur dengan menggunakan volume
kecil sel zeta dan dikonversi ke zeta potensial (Roland et al., 2003)


oleh perangkat lunak in-built

menggunakan persamaan Helholtz-

Smoluchowski. Studi pelepasan obat secara in vitro dilakukan dengan
teknik difusi dialysis bag (Yang et al., 1999) dalam 2% metanol fosfat
– buffer salin (PBS).
Studi Farmakodinamik
Uji Paw mengukur kemampuan obat untuk mencegah penarikan spontan
lengan depan dan belakang. Peningkatan waktu retraksi belakang (HRT) terkait
dengan potensi antipsikotik, sedangkan peningkatan waktu retraksi depan (FRT)
diasosiasikan dengan potensi untuk menginduksi EPS (Ellenbroek et al.,1987). RS
dan RSLNs diinjeksikan dengan dosis 1.04 mg / kg berat badan melalui pembuluh
vena. dilakukan dengan menggunakan papan yang sesuai berukuran 30 cm x 30 cm,
dengan tinggi 20 cm (dimensi 30 × 30 × 20). Bagian atas papan memiliki dua lubang
dengan diameter 1 cm untuk bagian depan dan dua lubang dengan masing-masing
berdiameter 1 cm untuk bagian belakang dan celah untuk ekor. Tes dilakukan 30
menit setelah pemberian intravena saline (kelompok kontrol) atau formulasi obat
(test) dengan hati-hati menurunkan lengan bagian belakang tikus pada lubang, diikuti

oleh lengan bagian depan. FRT didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan tikus
untuk menarik salah satu lengan depan, demikian juga HRT didefinisikan sebagai
waktu yang dibutuhkan tikus untuk menarik salah satu kaki belakang. Untuk
keduanya FRT dan HRT, minimum ditetapkan 1 detik dan maksimal 30 detik. Uji
Paw diulangi pada menit ke 60 setelah pemberian formulasi (obat).
Persiapan radiolabeled formulasi obat
Formulasi, RS dan RSLNs, di radiolabeled menggunakan technetium-99 (
99m

Tc) dengan metode labeling secara langsung (saha, 1993a; koziara et al. , 2003 ).

Untuk 1 mL merupakan perumusan dari rsp, 200 µL dari timah klorida dehidrat (2
mg/ml dalam 10 % asam asetat) telah ditambahkan dan pH disesuaikan dengan target
yakni sebesar 6,0 - 6,5 menggunakan 50 mM natrium bikarbonat. Hasil campuran

(disaring melalui 0, µm nilon 66 membran, millipore), diperlukan volume steril 99mTcpertechnetate (10 mCi) telah ditambahkan secara terus-menerus dan diinkubasi 30 oC
selama 30 menit.
Kemurnian radiokimia dari 99mTc -RS (99mTc -berlabel RS) dan 99mTc -RSLNs (99mTc berlabel RSLNs) adalah ditentukan dengan kromatografi lapis tipis instan (ITLC)
menggunakan silika gel-dilapisi lembaran fiberglass dan aseton sebagai fase gerak
(Saha, 1993b). Pengaruh dari waktu inkubasi, pH, dan konsentrasi timah klorida

tentang pelabelan diteliti untuk mencapai kondisi reaksi yang optimal. Stabilitas in
vitro dari formulasi radiolabeled dievaluasi dalam 0,9% b/v natrium klorida.
Formulasi Radiolabeled yang optimal dan stabil digunakan untuk uji biodistribusi
dan farmakokinetik pada tikus.
Uji farmakokinetik dan biodistribusi
Uji in vivo dilakukan mengikuti panduan yang disetujui oleh Committee for
the Purpose of Control and Supervision of Experiments on Animals atau Komite
untuk tujuan pengendalian dan pengawasan dari percobaan pada hewan (CPCSEA),
Departemen keadilan sosial dan pemberdayaan, pemerintah India. Perlakuan hewan
sebagaimana mestinya disetujui oleh Komite kelembagaan etika hewan.
Formulasi radiolabeled obat,

99m

Tc -RS (standar) dan

99m

Tc -RSLNs (uji),


disuntikkan melalui vena ekor tikus Balb/C dengan dosis 1,04 mg/kg berat badan.
radiolabeled

99m

Tc -RSLNs yang diberikan (5 µL) dengan dosis 1,04 mg/kg berat

badan untuk pemakaian intranasal. RSLNs telah ditanamkan ke dalam lubang hidung
dengan bantuan micropipette melekat dengan tabung LDPE, memiliki diameter dalam
0,1 mm pada ujungnya.Tikus dalam posisi miring selama pemberian intra nasal.
Tikus dikorbankan untuk mencapai waktu interval dan sampel darah dikumpulkan
menggunakan cardiac puncture. Selanjutnya, otak dan jaringan lainnya (paru-paru,
jantung, hati, ginjal, limpa, usus, lambung, dan ekor) dibedah, dicuci dua kali
menggunakan larutan garam normal, terbuat dari jaringan yang melekat /fluid.

Aktivitas radioaktif timbul dalam setiap jaringan/organ diukur shielded well-type
gamma scintillation counter. Pengambilan radiopharmaceutical per gram dalam setiap
jaringan/organ dihitung sebagai sebagian kecil dari dosis dihitung menggunakan
persamaan (1) (Saha, 1993a).


Penyinaran Gamma skintigrafi
Gamma skintigrafi RSLNs radiolabeled (99mTc-RSLNs) disuntik melalu vena
ekor tikus dengan dosis 1.04 mg / kg berat badan. Demikian pula, RSLNs
radiolabeled (99mTc RSLNs) diberikan 5 uL pada dosis 1,04 mg / kg berat badan
untuk pemberian intranasal. Tikus dibius dengan menggunakan kloroform dan
ditempatkan pada papan penyinaran. Penyinaran dilakukan dengan menggunakan
Foton Single Emission Tomography Komputerisasi (SPECT, LC 75-005, Diacam,
Siemens AG, Erlanger, Jerman) kamera gamma (Pietrowky et al, 1996;. Koziara et al,
2003.). Gambar skintigrafi setelah pemberian intravena RSLNs dan administrasi
intranasal dari RSLNs dicatat.
Analisis Statistik
Perbedaan antara kelompok diuji dengan menggunakan uji t-Student pada
tingkat P