Pengaruh Sistem Kekerabatan Terhadap Pem

Makalah Sosiologi

Pengaruh Pilgub Terhadap Sistem
Kekerabatan

Disusun Oleh
Nur Inayah Yushar
50700112014
Ilmu Komunikasi A

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013

1

DAFTAR ISI

Sampul........................................................................................................................1
Daftar isi.....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3
a. Latar Belakang...............................................................................................3
b. Rumusan Masalah..........................................................................................5
c. Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................6
a. Manuver yusuf kalla di pilkada SulSel, signal meninggalkan golkar............6
b. Yusuf kalla prediksi pilgub SulSel Satu putaran............................................7
c. Pelaksanaan pilkada/ pemilukada..................................................................8
BAB III PENUTUP....................................................................................................13
a. Kesimpulan....................................................................................................13
b. Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................14

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan

daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing
sebagai daerah otonomi. Sebagai daerah otonomi, daerah provinsi, kabupaten/kota
memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan, fungsi-fungsi pemerintahan
daerah, yakni Pemerintahan Daerah dan DPRD. Kepala Daerah adalah Kepala
Pemerintahan Daerah baik didaerah provinsi, maupun kabupaten/kota yang
merupakan lembaga eksekutif di daerah, sedangkan DPRD, merupakan lembaga
legislatif di daerah baik di provinsi, maupun kabupaten/kota. Kedua-duanya
dinyatakan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah (Pasal 40 UU
No. 32/2004) .
Sejalan dengan semangat desentralisasi, sejak tahun 2005 Pemilu Kepala Daerah
dilaksanakan secara langsung (Pemilukada/Pilkada). Semangat dilaksanakannya
pilkada adalah koreksi terhadap system demokrasi tidak langsung (perwakilan) di era
sebelumnya, dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD,
menjadi demokrasi yang berakar langsung pada pilihan rakyat (pemilih). Melalui
pilkada, masyarakat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih
kepala daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip
demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara
demokratis. Dalam UU NO.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, diatur

mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara
3

langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol.
Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 2008,
Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon perseorangan
yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada
adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga
untuk mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung
dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan salah satu bukti dari telah
berjalannya program desentralisasi. Daerah telah memiliki otonomi untuk mengatur
dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah sampai pada taraf otonomi individu.
Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat
pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk
mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada
perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di
tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan
kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya
pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah.
Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai Pilkada yang dipilih

langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan persoalan, diantaranya waktu yang
sangat panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi biaya yang
begitu besar , baik dari segi politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang
money politik, issue kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara yang
melibatkan instansi resmi) , social (issue tentang disintegrasi social walaupun
sementara, black campaign dll.) maupun financial. Hal ini kita lihat pada waktu
pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa
Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung diselenggarakan sebanyak dua
putaran karena ketidakpuasan salah satu calon atas hasil penghitungan suara akhir.
Masalah pemenangan Pilkada mengandung latar belakang multidimensional.
Ada yang bermotif harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif
mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol pengusung;
4

Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping
tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra
daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics is the
struggle over allocation of values in society”.(Politik merupakan perjuangan untuk
memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat). Pemenangan perjuangan politik
seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi

fungsi-fungsi

legislasi,

pengawasan

budget

dan

kebijakan

dalam

proses

pemerintahan (the process of government) . Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying,
pressure, threat, batgaining and compromise” seringkali terkandung di dalamnya.
Namun dalam Undang-undang tentang Partai Poltik UU No. 2/2008, yang telah
dirubah dengan UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika

politik. Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur)
bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial
besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang
sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan
maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta
banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim
investasi.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan
Golkar?
2. Bagaimana Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu Putaran ?
3. Bagaimana pelaksanaan pilgup/ pilkada di Sulawesi selatan ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Manuver Jusuf Kalla di Pilkada
SulSel, Signal Meninggalkan Golkar.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Prediksi Pilgub Sulsel Satu
Putaran.
5

3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui pelaksanaan pilgup/ pilkada di

Sulawesi selatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan Golkar.
Nama besar Jusuf Kalla untuk Indonesia Timur masih terbilang cukup didengar
dan punya pengaruh yang kuat. Dalam PILKADA SulSel yang akan berlangsung di
bulan Januari 2013, justru membawa sosok figur Jusuf Kalla mengambil andil besar
dalam menentukan Pemimpin SulSel kelak.
Mengapa saya katakan demikian ? Pertarungan sosok parpol baik dari Demokrat
mau pun dari Golkar ini akan membawa pengaruh di Pemilihan Presiden
2014.Apalagi figur Jusuf Kalla saat ini masih berniat untuk maju bertarung untuk
memperebutkan 01 Indonesia.
Dalam berbagai Pilkada baik di Ibukota maupun di daerah, Jusuf Kalla lebih
cenderung mengusung kader diluar GOLKAR, padahal Jusuf Kalla sendiri
merupakan kader murni Golkar.Manuver Jusuf Kalla tersebut merupakan sikap
setelah partai Golkar yang menutup peluangnya sebagai calon Presiden dari partai
Golkar tahun 2014 nanti.
Di PILKADA DKI Jakarta, Jusuf Kalla punya andil besar untuk seorang
JOKOWI-AHOK, meski tidak secara langsung tetapi saran dan masukan Jusuf Kalla
sangat besar pengaruhnya. Begitu juga di PILKADA Sulawesi Selatan yang notabene

merupakan basis Jusuf Kalla dari partai Golkar dulu. Tetapi di tanah kelahirannya
pun, Jusuf Kalla justru bermanuver mendukung kandidat dari partai Demokrat yakni
Ilham Arief Sirajuddin untuk Gubernur Sulawesi Selatan serta Andi Irsan Idris Galigo
sebagai calon Bupati Bone di tahun 2013 ini.
Disela-sela kunjungannya meresmikan PLTU di Sulawesi Selatan, Jusuf Kalla
menyempatkan diri menemui Ilham Arief Sirajuddin di wisma Kalla di Jl. Sam

6

Ratulangi makassar. Dalam pertemuan tersebut, Ilham Arief Sirajuddin banyak
berdiskusi tentang perpolitikan di Sulawesi Selatan pasca pendaftaran di KPU SulSel.
Direncanakan pula Jusuf Kalla akan mudik meresmikan sekolah barunya di
Kabupaten Bone sekaligus menyempatkan diri menemui putra Idris Galigo yakni
Andi Irsan Idris Galigo yang juga maju sebagai Calon Bupati Bone lewat jalur
independent.Putra Idris Galigo ini yang dikenal dengan sebutan ACC atau Andi
Cicang, merupakan figur kader Golkar murni.Tetapi setelah birokrasi GOLKAR
menetapkan figur lain untuk diusung menjadi Calon Bupati, maka ACC menentukan
sikap keluar dari Golkar dan mencalonkan diri lewat jalur independent.
Melihat manuver Jusuf Kalla ini, justru mencerminkan bahwa di tahun 2014
kelak, Insya Allah Jusuf Kalla maju sebagai Calon Presiden, tetapi bukan dari partai

GOLKAR. Jusuf Kalla telah menyusun strategi dengan atau melalui beberapa
PILKADA di tiap-tiap daerah nantinya.
B. Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu Putaran
Jeneponto, Sulsel (ANTARA News) - Mantan Presiden H M Jusuf Kalla
memprediksi pemilhan gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan pada Januari 2013 hanya
berlangsung satu putaran. "Saya yakin Pilgub Sulsel hanya satu putaran saja, tidak
akan ada dua putaran, karena di prediksi hanya akan ada dua calon yang lolos,"
sebutnya di sela kunjungan proyek Bosowa Energi PLTU di Desa Punagaya,
Kecamatan Bangkala, Jeneponto, Minggu. Ketua PMI Pusat ini menyebutkan,
memang ada tiga bakal calon yaksi pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar
Mudzakkar (IA) kemudian incumbent Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang
Sayang, serta Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda Na).Namun dia
menyatakan, salah satu dari tiga pasangan yang sudah disebutkan tadi, tidak akan
lolos karena masih akan di verifikasi di tingkat KPU Sulsel terkait dukungan
keabsahan pendukung partai yang dinilai ada yang ganda.

7

Apabila nantinya ada bakal calon yang tidak memenuhi syarat, dipastikan hanya
dua pasangan calon akan bertarung. Berarti untuk menang jumlah suara satu calon

pasangan harus diatas 50%, dan dia yakin itu bisa dipenuhi salah satu dari dua
pasangan calon yang akan bertarung nanti.JK menuturkan bahwa kedua pasangan
yang nantinya lolos adalah sama-sama kuat, dan sama-sama memiliki peluang yang
cukup besar menang dan menjadi gubernur dan wakil gubernur Sulsel periode 20132018."Tetapi siapa pun pasangan yang terpilih nanti, pastilah adalah pasangan yang
terbaik. Kalau nantinya ada yang menang, dipastikan hanya menang tipis, karena
kedua pasangan sama-sama kuat," tuturnya.
C. Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada
Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat
ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan
tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan
Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki
beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu :
1. Peningkatan akurasi daftar pemilih.
Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada dalam Pasal 70 ayat (1) dan
ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci
penyelesaian dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan RT/RW secara
resmi dan intensif baik dalam up dating data penduduk maupun perbaikan data
pemilih.
2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan.
Dari segi regulasi, pengaturan tahapan pencalonan yang ada dalam Pasal 59

sampai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum cukup
memadai. Untuk mengatasi kekurangan ini, ke depan pasangan calon perlu diberi
ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika dalam proses pencalonan
dirugikan KPUD.
8

3. Masa kampanye yang lebih memadai.
Dari segi regulasi, pengaturan mengenai kampanye yang diatur dalam pasal 75
sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum member!
waktu yang cukup, yaitu hanya 14 (empat belas) hari, sehingga tidak cukup bagi
masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap para calon. Untuk itu perlu
pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar
dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.
4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan
suara.
Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101 UU No.
32 Tahun 2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada pembuatan berita
acara dan sertifikat penghitungan suara yang tidak sama dengan hasil penghitungan
suara yang disaksikan oleh masyaakat, karena tidak semua peserta Pilkada
menempatkan saksi di setiap TPS dan keterbatasan jangkauan Panwaslu mengawasi
penghitungan suara di setiap TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara
yang dipasang di setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih dari sehari), sehingga
para saksi peserta Pilkada kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara di
setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan adanya kontrol dari
masyarakat/para saksi calon untuk mengakses hasil penghitungan suara di TPS
maupun hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan.
5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral
Keberpihakan penyelenggara pemilu kepada salah satu pasangan calon terjadi
karena kriteria dalam sistem seleksi para anggota penyelenggara pemilu baru belum
menjangkau sikap mental yang diperlukan bagi penyelenggara pemilu yang antara
lain harus netral, obyektif, mempunyai integritas tinggi, kesukarelaan/keterpanggilan
9

dalam tugas, dan tidak tidak mudah mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi
UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu penambahan kriteria
sikap mental dimaksud dalam system seleksi anggota penyelenggara pemilu.
6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Meskipun UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 telah membatasi
kewenangan pengadilan/mahkamah dalam sengketa Pilkada hanya sebatas sengketa
hasil penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak aturan tersebut dan
menimbulkan kontroversi. Untuk itu dalam revisi Undang-Undang yang terkait
dengan

Pilkada

masalah

ini

masalah

kontroversi

putusan

Mahkamah

Konstitusi perlu dicarikan jalan keluarnya.
7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu 2004 dan UU No. 12
Tahun 2008 terkait dengan pelaksanaan Pilkada.
a. Putusan MK Nomor 072-073/PUU-ii/2004 telah menganulir Pasal-pasal
yang ada dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagai berikut:
1) Pasal 57 ayat (1) sepanjang anaka kalimat "...yang bertanggung jawab
kepada DPRD",
2) Pasal 66 ayat (3) huruf e"...meminta pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas KPUD",
3) Pasal 67 ayat (1) huruf e sepanjang anak kalimat"... kepada DPRD",
4) Pasal 82 ayat (2) Sepanjang anak kalimat "... oleh DPRD".
b. Putusan MK Nomor No 22/PUU-VII/2009 membatalkan Pasal 58 huruf o
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam revisi Undang-Undang yang
terkait dengan Pilkada masalah ini masalah substansi yang telah dibatalkan tersebut
untuk tidak diatur lagi.

10

8.

Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu
pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
Berkenaan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dalam pemberian suara sudah tidak lagi
mencoblos tapi menconteng serta penggunaan KTP juga sebagai kartu pemilu, maka
untuk tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat perlu dilakukan penyerasian.
Untuk itu ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan tata cara pemberian
suara dan penggunaan kartu pemilih dalam pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan
dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2009.
9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah
incumbent dalam Pilkada.
Dalam rangka menjaga kesetaraan (fairness) dan menjaga netralitas Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dalam Pilkada, kepala daerah/wakil kepala daerah yang akan
mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah harus aktif.
10. Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak).
Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang paling optimal berdasar
kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan,
dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya didapat alternatif yang
memiliki skor terbaik, yaitu : "Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama
dilaksanakan Pilkada secara bersamaan".
11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur.
Seiring dengan kewenangan gubernur sebagai kepala daerah yang sudah
sangat terbatas dan menempatkan peran gubernur sebagai wakil pemerintah yang
besar, maka berdasar tinjauan yuridis, filosofis, politis, sosiologis, dan praktis sistem
11

pemilihan gubernur secara langsung sudah dapat dipertahankan lagi dan akan lebih
efektif jika pemilihannya dilakukan melalui sistem perwakilan.

12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.
Pemilihan wakil kepala daerah dilakukan secara langsung berpasangan
dengan kepala daerah, pada banyak daerah telah menimbulkan hubungan yang tidak
sinergi dalam menjalankan tugas dan fungsi. Hal terjadi karena latar belakang politik
wakil kepala daerah yang juga sarat dengan kepentingan politik menjadikan kedua
belah saling waspada atas kemungkinan terjadi manuver politik yang saling
menjatuhkan. Berkenaan dengan tersebut perlu dilakukan perumusan ulang sistem
pemilhan

wakil

kepala

daerah,

agar

tidak

mengganggu

penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan dapat menempatkan wakil kepala daerah sebagai pembantu
untuk perkuatan kepala daerah.

12

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pelaksanaan Pilkada ini dilakukan seoptimal mungkin dalam rangka
menyempurnaan pelaksanaan Pilkada yang telah berjalan lebih dari 5 tahun. Hasil
evaluasi Pilkada ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam rangka
penyempurnaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Dinamika politik selama lebih dari sepuluh tahun telah memberikan peran politik
local cukup signifikan. Namun penyempurnaan masih harus dilakukan agar
pemerintahan daerah sebagai aktualisasi dari dinamika politik lokal semakin
menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu pengaturan
suatu struktur atau institusi perlu memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis,
sosiologis, politis, dan praktis.
Sementara itu susunan pemerintahan daerah akan menjadi dasar bagi
pembangunan interaksi di antara mereka. Demikian pula, susunan pemerintahan
tersebut juga dapat menjadi konteks dari peranan yang dimainkan oleh masingmasing susunan pemerintahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan
implikasinya terhadap pendidikan politik masyarakat. Pendidikan politik masyarakat
yang terbangun melalui pemilu kepala daerah diharapkan menciptakan sistem politik
yang demokratis di tingkat lokal dan pada gilirannya akan dapat memberikan
kontribusi bagi terwujudnya sistem politik demokratis di tingkat nasional.
13

Yang terlebih penting lagi adalah konsolidasi demokrasi yang harus merupakan
konsensus untuk menyempurnakan system demokrasi, khususnya pemahaman “legal
system” di atas, baik yang berkaitan dengan substansi, struktur dan budaya hukum,
yang penyempurnaannya harus merupakan usaha yang tidak pernah henti (the
endless effort).
Daftar Pustaka

Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah Periode 2005-2008.
Sentosa Sembiring. 2009. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia: Pemerintahan Daerah (Pemda). Bandung: Nuansa Aulia
Nugroho Dewanto. 2006. Pancasila dan UUD 1945. Bandung,: Nuansa Aulia.
Pradhanawati, Ari. 2005. Pilkada Langsung: Tradisi Baru Demokrasi Lokal.
Surakarta: KOMPIP.
Kaligis,OC. 2009. Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan. Bandung: PT.
Alumni.
Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen, 2008, vol.1 No.25, Center For The Study Of
Intelligence And Counterintelligence.
Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jogjakarta, Gradien Mediatama.
www.wikipedia.com

14

15