BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Deskriptif Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Tebing Tinggi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Fungsionalisme Struktural oleh Robert K. Merton

  Secara sosiologis terjadinya suatu pembangunan pada masyarakat memiliki kaitan yang erat dengan teori Fungsionalisme Struktural oleh Robert. K. Merton.

  Teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan perubahan di masyarakat. Adapun yang menjadi konsep utamanya adalah : fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan.

  Masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian masyarakat akan membawa perubahan juga terhadap bagian yang lain. Semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional pada masyarakat.

  Robert.K. Merton mengemukakan bahwa : 1.

  Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem.

  2. Disfungsi adalah akibat-akibat negatif yang muncul dalam penyesuaian suatu sistem.

  3. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan.

  4. Fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan . Suatu pranata tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit tertentu dan sebaliknya disfungsional terhadap unit sosial lain. Apabila struktur yang ada berperan sesuai dengan tujuan yang seharusnya dicapai atau diharapkan maka struktur tersebut berperan dengan baik dalam pengertian bersifat positif dan disebut fungsional. Dan bertolak belakang dengan hal tersebut, apabila peran struktur menimbulkan hal-hal yang negatif disanalah peranan dari sistem maupun struktur yang ada tersebut disfungsional.

2.2 Teori Peran Teori peranan berkaitan dengan teori stuktural fungsional dalam sosiologi.

  Teori ini menganggap bahwa orang menduduki posisi dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. “Peranan (Role) menurut Soerjono Soekanto merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan”. (Soekanto, 2003: 68).

  Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan peranan adalah “Tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991: 751).

  Fungsi peranan sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain, seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli sosiolog yang bernama Glen Elder, pada tahun 1975 dia membantu memperluas teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

  Adapun hal yang mencakup kedalam peranan sebagai berikut :

  1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian pertauran-pertauran yang membimbing seseorang kedalam kehidupan kemasyarakatan.

  2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa saja yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  Setiap individu memiliki perannya masing-masing dalam masayarakat baik suatu kekuasaan, kedudukan, status, pengaruh dan yang lainnya, dan apabila setiap individu menjalankan semua yang menjadi hak dan tugas maupun tanggung jawabnya, dalam hal inilah dikatakan seseorang itu menjalankan perannya.

2.3 Lembaga Dan Organisasi Pengertian Lembaga

  Istilah “lembaga”, menurut Ensiklopedia Sosiologi diistilahkan dengan “institusi” sebagaimana didefinisikan oleh Macmillan adalah merupakan seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata, yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang.

  Sementara itu, Adelman & Thomas dalam buku yang sama mendefinisikan institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup sekurang-kurangnya tiga tingkatan. Pertama, tingkatan nilai kultural yang menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua, mencakup hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan main

  (the rules of the game). Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di atas menunjuk pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang paling konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi tingkatannya.

  Pengertian lain dari lembaga adalah “pranata”. Koentjaraningrat misalnya, lebih menyukai sebutan pranata, dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan) golongan, dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia. Kedelapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut: (a). pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, yang disebut dengan kinship atau domestic institutions; (b) pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu untuk mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah, dan mendistribusi harta dan benda, disebut dengan economic institutions. Contoh: pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi, penjualan, dan sebagainya. (c) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendudukan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna, disebut

  educational institutions ;

  (d) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta di sekelilingnya, disebut scientific institutions; (e) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahan dan untuk rekreasi, disebut aesthetic and recreational institutions;

  (f) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib, disebut religious institutions; (g) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara, disebut

  

political institutions . Contoh dari institusi politik di sini adalah pemerintahan,

  demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan sebagainya; dan Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga itu tidak hanya organisasi-organisasi yang memiliki kantor saja tetapi juga aturan-aturan yang ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga. Beberapa contoh lembaga yang banyak dijumpai di perdesaan misalnya aturan dalam pinjam-meminjan uang atau perkreditan, ketentuan dalam jual beli hasil pertanian, aturan-aturan dalam sewa-menyewa, kaidah-kaidah dalam bagi hasil, dan sebagainya.

   Perbedaan Lembaga/Kelembagaan dengan Organisasi

  Amitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat terdiri organisasi-organisasi, dimana hampir dari semua dari kita melewati masa hidup dengan bekerja untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian organisasi adalah suatu unit sosial (pengelompokan sosial) yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Namun untuk mendefinisikan organisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Hal ini karena organisasi merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya.

  Secara umum, definisi organisasi merupakan rangkaian kegiatan kerjasama yang dilakukan beberapa orang dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Peter M. Blau & W. Richard Scott mendefinisikan bahwa organisasi itu memiliki tujuan dan memiliki sesuatu yang formal, ada administrasi staf yang biasanya eksis dan bertanggung jawab serta adanya koordinasi dalam melaksanakan kegiatan anggotanya.

  Menurut S.B. Hari Lubis dan Martani Huseini, organisasi sebagai satu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

  Selanjutnya, menurut Lubis & Huseini terdapat 3 (tiga) pendekatan yang lazim digunakan dalam menganalisis organisasi, yaitu: (1) pendekatan Klasik, (2) pendekatan Neo-Klasik, dan (3) pendekatan Moderen atau pendekatan Sistem. Pertama, pendekatan Klasik, yang menurut pandangan Taylor lebih menekankan akan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam pendekatan ini peran pekerja dipisahkan dari peran manajer. Pekerja diklasifikasikan pada satu bidang yang hanya bertugas melaksanakan pekerjaan saja, sedangkan manajer bertugas mengelola metode kerja yang sebaiknya digunakan. Akibatnya, pekerja merasa seperti mesin yang dikuras tenaganya untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi.

  Kedua, pendekatan Neo-Klasik lebih menekankan akan pentingnya hubungan antarmanusia (human relations) bagi keberhasilan suatu organisasi dan kurang memperhatikan struktur pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab organisasi. Interaksi sosial atau human relations ini akan memunculkan kelompok- kelompok nonformal dalam suatu organisasi yang memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok. Norma kelompok ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi anggota kelompok. Interaksi sosial ini perlu diarahkan sehingga dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

  Ketiga, pendekatan Moderen, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi organisasi, dimana organisasi merupakan bagian dari lingkungannya. Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingkungan dimana organisasi itu berada. Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat di dalamnya.

  Sondang P. Siagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi sebagai wadah melihat organisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hirarki jabatan manajerial, berbagai kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan, informasi yang digunakan serta hubungan antarsatuan kerja. Kemudian organisasi sebagai wadah, melihat pemilihan dan penggunaan tipe organisasi tertentu, apakah bertipe lini, lini dan staf, fungsional, matrik, dan panitia. Kemudian organisasi dipandang sebagai suatu proses interaksi memiliki anggapan bahwa keberhasilan satuan-satuan kerja di dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi interaksi antaranggota, satuan-satuan kerja serta organisasi dengan lingkungannya.

  akses pada tanggal 15 desember 2012 pukul 16:15 Wib) Dengan demikian, untuk meneliti sebuah kelompok, menurut Martindale harus melihat kegiatan yang dihasilkan kelompok tersebut, yang meliputi: pengambilan keputusan, komunikasi, penyelesaian tugas, dan pembagian hasil pada suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan suatu organisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Dengan demikian di dalam suatu lembaga ini terkandung prinsip-prinsip ekonomi.

  Walaupun organisasi membutuhkan adanya pola-pola perilaku yang membawa keefektifan suatu organisasi, namun definisi lembaga di atas, dapat dilihat adanya perbedaan organisasi dengan lembaga atau institusi. Menurut Uphoff, organisasi merupakan struktur yang mengakui dan menerima adanya peranan. Organisasi bergerak pada bidang formal dan informal dimana struktur yang ada, dihasilkan dari adanya interaksi diantara peranan yang semakin kompleks.

  Dari kedua definisi di atas dapat dilihat bahwa lembaga hadir untuk memenuhi kebutuhan satu kelompok manusia dan bukan kebutuhan perorangan.

  Naluri manusia yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, seperti misalnya ketertarikan terhadap seks pada diri manusia, yang mengakibatkan manusia untuk hidup berkelompok. Ada tua dan muda serta laki-laki dan perempuan yang secara harafiah manusia membutuhkan bantuan orang lain.

  Kemudian akan terjadi aksi sosial, tingkah laku sosial di dalam kelompok, sehingga tercipta suatu lembaga yang memenuhi kebutuhan seks manusia. Begitu pula akan lembaga-lembaga lain yang hadir di sekitar masyarakat itu sendiri.

  Pembahasan ini lebih menitikberatkan pada sebuah lembaga yang dalam memenuhi kebutuhan anggotanya, menggunakan prinsip-prinsip organisasi.

  Sebagaimana yang dikemukakan oleh Martindale bahwa lembaga atau institusi merupakan suatu pola hubungan yang dicerminkan oleh kelompok, dimana melihat hubungan tingkah laku manusia yang telah terorganisasi pada sebuah kelompok. Untuk melihat hubungan tingkah laku tersebut, tidak dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku satu orang atau beberapa orang sebagai sampel. Hal ini karena pada sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang memiliki karakter yang berbeda dan individu ini saling mempengaruhi sehingga tidak dapat berdiri sendiri.

2.4 Komite Sekolah

2.4.1 Konsep Dasar Komite Sekolah

  Komite Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua istilah tersebut tidak begitu mengalami perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada pengoptimalan peran serta masyarakat dalam mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan. Komite Sekolah adalah suatu lembaga mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

  Adapun tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah:

  a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

  b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.

  c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

  Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut:

  a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

  b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

  c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

  d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: 1) Kebijakan dan program pendidikan 2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS) 3) Kriteria Kinerja Satuan pendidikan 4) Kriteria tenaga kependidikan 5) Kriteria fasilitas Pendidikan, dan 6) Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

  e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

  f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

  g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

2.4.2 Peran Komite Sekolah

  Secara kontekstual, Peran Komite Sekolah sebagai : a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

  b.

  Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

  c.

  Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

  d.

  Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan(Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

  Depdiknas dalam bukunya Partisipasi Masyarakat, menguraikan tujuhperanan Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni : a.

  Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar- mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.

  b.

  Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya.

  c.

  Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu. d.

  Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intra maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan.

  e.

  Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah.

  f.

  Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

  g.

  Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

  Mengacu pada peranan Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan, sudah barang tentu memerlukan dana. Dana dapat diperoleh melalui iuran anggota sesuai kemampuan, sumbangan sukarela yang tidak mengikat, usaha lain yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan pembentukan Komite Sekolah.

2.5 Hubungan Sekolah dengan Komite Sekolah

  Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari masyarakat. Sekolah merupakan lembaga yang bekerja dalam konteks sosial. Sekolah mengambil siswanya dari masyarakat setempat, sehingga keberadaannya tergantung dari dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh karena itu, hubungan sekolah dan masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka penyelenggaraan pendidikan.

  a.

  Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan, dalam bentuk:

  Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.

  b.

  Orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya dan, c.

  Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak.

  d.

  Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, subtansi pembinaannya harus diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh personil sekolah dalam : 1.

  Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua tentang pertumbuhan pribadi anak.

  2. Memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak yang baik, dengan harapan mereka mampu memberikan bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya dalam mengikuti pelajaran.

  3. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang dikembangkan di sekolah.

  4. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah.

  5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta memajukan sekolah.

  6. Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah (Depdiknas, 2001:20).

2.6 Mutu Pendidikan

  Mutu dalam konteks "hasil" pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, dapat pula prestasi bidang lain seperti olah raga, seni atau keterampilan tertentu (komputer, beragam jenis teknik, jasa). Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.

  Pengertian mutu secara umum adalah gambaran dan karakteristik yang menyeluruh dari barang - barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan dalam konteks pendidikan. Pengertian mutu mencakup Input, proses dan output pendidikan (Depdiknas Buku

  1 MPMBS, 2001:25). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena kebutuhan untuk keberlangsungan proses. Input pendidikan meliputi SDM dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses dan pencapaian target. Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnyaproses disebut input, sedangkan sesuatu yang diperoleh dari hasil proses disebut output. Output pendidikan merupakan hasil kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah.

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 59 Tahun 2014 Tentang kurikulum 2013 Sekolah menengah Atas/ Madrasah Aliyah (Studi Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Medan)

0 91 89

Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Deskriptif Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Tebing Tinggi)

1 81 86

Peran Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Studi Terhadap Pengadaan Barang Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi)

6 75 167

Analisis Sebaran Sekolah Menengah Dalam Upaya Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Di Kota Tebing Tinggi

16 52 140

Analisis Pengaruh Pemberian Insentif Serta Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Peningkatan Kinerja Guru Sekolah Menengah Atas Negeri Di Tebing Tinggi

0 77 95

View of (Agus Zulrahman) Peran Dinas Pendidikan Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas Negeri I Tanah Grogot kabupaten Paser

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Peran Badan Pertimbangan Komi te Sekolah 2.1.1 Hakikat Peningkatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Teknologi Informasi, Kepuasan Kerja, Kejelasan Peran Terhadap Kinerja Bendahara Bantuan Operasional Sekolah Pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sekolah - Analisis Preferensi Pelajar Terhadap Kepentingan Atribut Sekolah Menengah Atas Menggunakan Metode Konjoin

0 0 18