BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet - Efek Penambahan Boron Terhadap Mikrostruktur, Sifat Fisis, dan Magnetik Barium Heksaferit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Magnet

  Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet (Suryatin, 2008).

  Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub- kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya (Afza, 2011).

  Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet (Suryatin, 2008). Contoh benda magnetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak semua logam dapat ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik adalah oksigen cair. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Afza, 2011).

2.2 Sifat Kemagnetan Bahan

  Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan diamagnetik, bahan paramagnetik, bahan ferromagnetik, bahan anti ferromagnetik, dan bahan ferrimagnetik (Jiles, D. C, 1998).

2.2.1 Bahan Diamagnetik

  Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arah domain dan kurva bahan diamagnetik

  Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital eleKtron karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis

  o

  gaya. Permeabilitas bahan ini: µ < µ dengan suseptibilitas magnetik bahan:  m  0.

2.2.2 Bahan Paramagnetik

  Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan. Di bawah pengaruh medan eksternal, bahan tersebut akan mensejajarkan diri karena adanya torsi yang dihasilkan, seperti terlihat pada

Gambar 2.2. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar (Jiles, D. C, 1998).

  (a) (b)

Gambar 2.2 Arah domain dan kurva bahan paramagnetik (a). Sebelum diberi medan magnet luar, (b). Setelah diberi medan

   magnet luar.

  Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomiknya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil.

  Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan

  • 5 -3

  

3

  berada dalam rentang 10 sampai 10 m /kg, sedangkan permeabilitasnya adalah µ > µ o . Contoh bahan paramagnetik: alumunium, magnesium dan wolfram.

2.2.3 Bahan Ferromagnetik

  Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain, diperlihatkan pada Gambar 2.3 (Jiles, D. C, 1998).

Gambar 2.3 Arah domain dan kurva bahan Ferromagnetik

  Bahan ferromagnetik juga memiliki suseptibilitas yang tinggi, sangat berguna karena menghasilkan medan magnet B yang kuat dengan arus yang relatif kecil dalam koil. Bahan ini memiliki banyak domain kecil dengan dimensi linier

  • 6

  m). Tiap domain berisi beberapa dipol magnet hasil spin sekitar 1μm (10 elektron, yang disusun secara paralel oleh gaya yang kuat antara dipol-dipol yang berdekatan. Arah susunan dari dipol magnet dari domain yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga biasanya tidak terdapat gabungan medan magnet dalam bahan tersebut sebagai satu-kesatuan. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan mensejajarkan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi. Artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi).

  Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan: µ » µ o

  m

  dengan suseptibilitas bahan: χ » 0. Contoh bahan ferromagnetik: besi, baja. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur

  o o Curie untuk besi lemah adalah 770 C dan untuk baja adalah 1043 C

  Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri- industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan KWH-meter. Bahan-bahan ferromagnetik dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu: a.

  Bahan yang mudah dijadikan magnet yang lazim disebut bahan magnetik lunak. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, inti motor atau generator, rilai (relay), peralatan sonar atau radar.

  b.

  Bahan ferromagnetik yang sulit dijadikan magnet tetapi setelah menjadi magnet tidak mudah kembali seperti semula disebut bahan magnetik keras, bahan ini digunakan untuk pabrikasi magnet permanen (Jiles, D. C, 1998).

2.2.4 Bahan Anti Ferromagnetik

  Bahan anti ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki suseptibilitas positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suseptibilitas karena temperatur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwikutubnya adalah sejajar tetapi berlawanan arah, diperlihatkan pada Gambar 2.4.

  (a) (b)

Gambar 2.4 Arah domain dan kurva bahan Anti Ferromagnetik, (a) Sebelum diberi medan luar, (b) Setelah diberi medan luar

2.2.5 Bahan Ferrimagnetik

  Bahan ferrimagnetik memiliki resisitivitas yang jauh lebih tinggi dibanding bahan ferromagnet. Oleh karena itu ferrimagnet (ferrit) arus-eddy yang terjadi pada bahan ini kecil. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya, diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Arah domain dan kurva bahan ferrimagnetik .

  Jika terdapat medan magnet yang dihasilkan oleh sumbernya H (dalam oersted), maka di ruang hampa yang permeabilitas magnetnya µ bermedan magnet B (dalam gauss), dinyatakan dalam kaitan:

  B = µ H (2.1) Persamaan (2.1) memperlihatkan hubungan kesebandingan antara B dengan H.

  Bedanya H selalu tetap pada sumber medan magnet yang tetap, sedangkan B bergantung pada H dan jenis bahan mediumnya. Jenis bahan medium itu dinyatakan dalam bentuk permeabilitas bahan itu (µ), sehingga B di medium itu dinyatakan:

  B = µ H (2.2) Selain bergantung pada jenis bahan, ternyata µ juga bergantung pada suhu bahan dan kuat medan magnet yang bekerja. Sebagai contoh, besi (Fe) berkadar 99,91% pada B = 20 gauss dan suhu kamar mempunyai µ= 200 gauss/oersted, sedangkan

  o

  pada suhu 0 C permeabilitas magnet itu besarnya 920 gauss/oersted, bahkan nilai

  µ maksimum yang mungkin adalah 5000 gauss/oersted. Keberadaan nilai µ bahan

  berkaitan dengan sifat magnetiknya (Gambar 2.6), sehingga bahan itu termasuk: ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik, ataukah diamagnetic (Jiles, D. C, 1998).

Gambar 2.6. Keberadaan permeabilitas magnet yang dikaitkan dengan sifat magnetik bahan

2.3 Material Magnetik Magnet yang paling banyak dikenal adalah mengandung besi metalik.

  Beberapa elemen lain juga memperlihatkan sifat magnet, tapi tidak semua magnet berwujud logam. Teknologi mutakhir sekarang telah menggunakan keduanya, baik magnet metalik maupun keramik. Teknologi mutakhir ini juga memanfaatkan elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik. Magnet terdiri dari tiga kriteria, bisa berwujud magnet tetap atau magnet permanen, magnet tidak tetap, dan magnet buatan.

2.3.1 Magnet Tetap

  Magnet tetap adalah magnet yang tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasi Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:

1. Neodymium Magnet

  Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium. Tetragonal Nd

  2 Fe

  14 B memiliki struktur kristal yang sangat tinggi uniaksial anisotropi magnetocrystalline (HA~7 Tesla). Senyawa ini memberikan potensi untuk memiliki tinggi koersivitas (yaitu, ketahanan mengalami kerusakan magnetik).

  Sinter Nd

  2 Fe

  14 B cenderung rentan terhadap korosi. Secara khusus, korosi

  sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan magnet sinter. Masalah ini dibahas dalam banyak produk komersial dengan menyediakan lapisan pelindung. Pelapisan nikel atau dua pelapisan tembaga berlapis nikel digunakan sebagai metode standar, meskipun pelapisan dengan logam lainnya atau polimer dan lapisan pelindung pernis juga digunakan.

Gambar 2.7 Neodymium Magnet

2. Samarium-Cobalt Magnet

  Magnet Samarium-Cobalt adalah salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat yang terbuat dari paduan samarium dan kobalt. Mereka dikembangkan pada awal tahun 1970. Mereka umumnya-terkuat kedua jenis magnet dibuat, kurang kuat dari magnet neodymium, tetapi memiliki peringkat temperatur yang lebih tinggi dan lebih tinggi koersivitas. Mereka rapuh dan rawan terhadap retak dan

  chipping. Samarium-kobalt magnet memiliki produk-produk energi

  maksimum (BH max) yang berkisar dari 16 oersteds megagauss-(MGOe) menjadi 32 MGOe; batas teoretis mereka adalah 34 MGOe. Jenis magnet ini dapat ditemukan di dalam alat-alat elektronik seperti VCD, DVD, VCR player, handphone , dan lain-lain.

Gambar 2.8 Samarium-Cobalt magnet

3. Keramic Magnet

  Ferrite adalah senyawa kimia yang terdiri dari keramik bahan dengan besi (III)

  oksida (Fe

  2 O 3 ) sebagai komponen utama. Bahan ini digunakan untuk membuat

  magnet permanen, seperti core ferit untuk transformator, dan berbagai aplikasi lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver ,circulator , dan rice cooker .

Gambar 2.9 Keramik magnet

  4. Plastik Magnet

  Fleksibel (karet) magnet dibuat dengan mencampur ferit atau bubuk Neodymium magnet dan pengikat karet sintetis atau alami. Fleksibel (karet) magnet dibuat dengan menggulung atau metode ekstrusi. Magnet plastik dibuat karena keuntungan dari magnet ini fleksibilitas, biaya rendah, dan kemudahan dalam penggunaan. Magnet plastik biasanya diproduksi dalam bentuk lembaran strip atau yang banyak digunakan dalam mikro-motor, gasket dan lain-lain. Ferit bahan fleksibel berbasis sering dilaminasi dengan vinil dicetak putih atau berwarna.

Gambar 2.10 Plastik magnet

  5. Alnico Magnet

  Alnico magnet adalah magnet paduan yang mengandung Alumunium (Al), Nikel (Ni), Cobalt (Co). Karena dari tiga unsur tersebut magnet ini sering disebut Alnico. Sebenarnya magnet alinco ini tidak hanya mengandung ketiga unsur saja melainkan ada beberapa unsur mengandung besi dan tembaga, tetapi kandungan besi dan tembaga tersebut relatif sedikit. Alnico magnet dikembangkan pada tahun 1930-an dengan metode sintering atau lebih umum disebut metode casting.

  Jenis magnet ini dapat ditemukan di dalam alat-alat motor (kipas angin,

  speaker, dan mesin motor). Magnet ini juga sering dijumpai dalam lab sekolahan

  bahkan dapat ditemukan pada sepatu kuda yang berfungsi untuk meningkatkan daya lari kuda. Magnet ini kekuatannya relatif sedang dan kemampuan terapinya sangat lemah dan tidak dianjurkan untuk digunakan dalam terapi magnet. Magnet ini adalah magnet yang masih termasuk kategori berenergi rendah.

Gambar 2.11 Magnet Alnico

  2.3.2 Magnet Tidak Tetap

  Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada yang mana akan memiliki daya magnet bila diberi arus listrik dan daya magnetnya akan hilang ketika arus listrik dihilangkan.

  2.3.3 Magnet Buatan Magnet buatan meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini.

  Bentuk magnet buatan antara lain: a.

  Magnet U b. Magnet ladam c. Magnet batang d. Magnet lingkaran e. Magnet jarum

2.4 Magnet Keramik

  Magnet keramik memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aplikasi, khususnya dalam rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi dimana rugi-rugi

  arus eddy dalam logam sangat tinggi. Keramik sendiri adalah bahan-bahan yang

  tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, dan mekanik, serta memanfaatkan material keramik tersebut sebagai bahan magnet permanen. Material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen jenis ini juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang terus menerus.

  Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, merupakan oksida yang disusun oleh hematit (

  2 O 3 ) sebagai komponen

  α-Fe utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet luar yang diberikan dihilangkan. Material ferit dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous

  ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe

  2 O 3 ) 6 , dimana M adalah Ba, Sr atau Pb.

  6Fe

  2 O 3 + BaCO

  3 BaO.6Fe

  2 O 3 + CO

  2 Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas: 1.

  2 O 4 , dimana M = Cu, Zn, Ni,

  Ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe Co, Fe, Mn, dan Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas, hambatan jenis yang tinggi, dan koersivitas yang rendah.

2. Ferit keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit

  12

  19

  yang dapat ditulis sebagai MFe O , dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c.

  3. Ferit berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada temperatur secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom. Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur

  hexagonal close-pakced (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan

  adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe

  2 O 3 ), dapat juga barium digantikan bahan yang

  menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium. Material magnetik ferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi II, dimana oksida besi valensi III (Fe 2 O 3 ) merupakan komponen yang utama. Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum

  MO.Fe

  2 O 3 dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn

  dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver,

  circulator dan rice cooker.

2.5 Barium heksaferit (BaFe O )

  12 19 Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit

  dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-M (BaFe

  12 O 19 ), tipe-W (BaMe

  2 Fe

  16 O 27 ), tipe-X (Ba

  2 Me

  2 Fe

  28 O

46 ), tipe-Y (Ba

  2 Me

  2 Fe

  12 O 22 ), tipe-Z (Ba

  3 Me

  2 Fe

  24 O 41 ) dan tipe-U (Ba

  4 Me

  2 Fe

  36 O 60 ) (Özgüri dkk,2009). Barium hexaferrite

  memiliki rumus kimia BaO.6Fe

  2 O 3 (BaFe

  12 O 19 ). Sel komplek Barium heksaferit

  tersusun atas 2 sistem kristal yaitu struktur kubus-pusat-sisi (face-centered-cubic) dan heksagonal mampat (hexagonal-close-packed) seperti terlihat pada Gambar

  2.12. Gambar 2.12 Struktur kristal BaFe 12 O 19 o

  Sruktur BaFe

  12 O 19 memanjang ke arah sumbu z dengan c = 23,2 A dan a o 2+ 2-

  = 5,88 A . Ion-ion Ba dan O memiliki ukuran yang besar, hampir sama dan bersifat non magnetik. Keduanya tersusun dalam model close packed (tertutup).

  3+

  Ion Fe menempati posisi interstisi. Ion yang bersifat magnet dalam BaFe

  12 O

  19 3+

  hanyalah ion Fe , tiap-tiap ion dengan nilai momen magnetik 5µ B . Gambar 2.12 menunjukkan skema struktur kristal BaFe

  

12 O

19 .

Gambar 2.13 Skema struktur kristal BaFe

  12 O 19 Tanda panah pada ion Fe menunjukkan arah polarisasi spin. 2a, 12k, dan

  4f2 adalah struktur oktahedral, 4f1 adalah struktur tetrahedral, dan 2b adalah

  2-

  struktur heksahedral (trigonal bipiramida). Satu unit sel berisi 38 ion O , 2 ion

  2+ 3+ 3+

  Ba , dan 24 ion Fe . Ion Fe dalam 12k, 2a dan 2b (16 atom tiap satu unit sel)

  3+

  memiliki spin up, sedangkan ion Fe dalam 4f1 dan 4f2 (8 atom tiap satu unit sel) memiliki spin down, maka jumlah totalnya adalah 8 spin up. Oleh karena itu, momen magnet total setiap satu unit sel adalah 8 x 5 µ B = 40 µ B yang berisi dua

  2+ 2+ 3+ 2 2-

  ion Ba . Sub unit R dan S menunjukkan rumus kimia R = (Ba Fe

  6 O 11 ) dan 3+ 2- 2+

  6

8 S = (Fe O ) . Asterix menunjukkan bahwa sub-unit berotasi 180º mengelilingi sumbu heksagonal (Özgür dkk, 2009).

2.6 Boron trioksida

  Boron trioksida adalah salah satu oksida boron, warnanya putih, seperti kaca dan solid. Boron trioksida dikenal sebagai diboron trioksida dengan rumus B

2 O 3, kebanyakan ditemukan sebagai viterus (amorf). Namun B

  2 O 3 dapat

  mengkristal dengan proses annealing. Boron trioksida merupakan salah satu senyawa yang digolong paling sulit mengkristal (echa.europa.eu, 2014). Aplikasi penggunaan boron trioksid antara lain: 1.

  Agen fluxing untuk kaca dan enamel 2. Bahan starting untuk sintesis senyawa boron lainnya seperti boron karbida 3. Sebuah aditif yang digunakan dalam serat kaca (serat optic) dan komposit keramik

4. Asam borat digunakan dalam reactor nuklir untuk menyerap neutron.

  5. Aplikasi dalam proses densifikasi material keramik dan pengupayaan penurunan suhu sintering (reade.com, 2014) Sebagai aditif dalam rekayasa pembuatan magnet B

  2 O 3 dirancang untuk

  menurunkan suhu sintering. Adapun reaksi boron dengan magnet Barium heksaferit digambarkan pada gambar 2.15. Boron tumbuh atau menetap di permukaan atau di batas butir, ini diharapkan agar boron dapat mengontrol mikrostruktur dari Barium heksaferit dengan menjaga pertumbuhan butir 2.15.

Gambar 2.14 Struktur Boron trioksidaGambar 2.15 Pertumbuhan boron pada magnet ferit

2.7 Sifat-sifat Magnet

  Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah : a. Induksi remanen (Br)

  Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) setelah memindahkan/menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/ mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

  b.

  Saturasi Magnetisasi Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus.

  Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat dalam daftar tabel 2.1, dan perbandingannya dengan material megnetik yang lain.

Tabel 2.1. Nilai Kerapatan dari beberapa jenis Ferrite

  3 No Ferrite Kerapatan, )

   (g/cm

  Zinc Ferrite

  1 5,4

  2 Cadmium 5,76

  3 Ferrous 5,24

  Hexagonal

  4 Barium 5,3

  5 Strontium 5,12

  6 MnZn (high permiability) 4,29

  MnZn (recording head)

  7 4,7

  • – 4,75 c.

  Permeabilitas magnet (μ) Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.

  (2.3)

  o = 1,256 G.cm/A

  dimana μ Untuk bahan feromagnetik, r jenis bahan tersebut lebih permeabilitas relatif μ besar daripada 1. Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultan induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru µ dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapat diketahui jenis bahan magnet (Spaldin, N. A. 2010)..

   (2.4)

   = 1 untuk vakum > 1 untuk bahan paramagnetik < 1 untuk bahan diamagnetik >> 1 untuk bahan ferromagnetik d.

  Gaya koersif (Hc) Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic

  

alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet

permanen.

  e.

  Koersivitas Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnetic atau soft magnetic.

  Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet (Afza, 2011). Kekuatan medan koersif dapat dilihat jelas menggunakan diagram histerisis pada Gambar 2.16.

  Koersivitas (H) adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam spesimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 16.

  Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya.

Gambar 2.16 (a) material magnetik lunak (b) material magnetik keras.

  Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga

  • –H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan (Afza, 2011).

2.8 Metalurgi Serbuk

  Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace (tungku pemanas).

  Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain: 1. Pencampuran (mixing) 2. Penekanan (kompaksi) 3. Pemanasan (sintering)

2.8.1 Pencampuran (mixing)

  Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam

  pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk namun kedua metode tersebut berbeda menurut standar ISO. Blending didefinisikan sebagai proses penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi serbuk yang merata pada beberapa komposisi nominal. Proses blending dilakukan untuk menghasilkan serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang diinginkan. Mixing didefinisikan sebagai pencampuran dua atau lebih serbuk yang berbeda (Afza, 2011).

  Ada 2 macam pencampuran, yaitu: 1. Pencampuran basah (wet mixing)

  Proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik dan filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.

2. Pencampuran kering (dry mixing)

  Proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan di udara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi (Nayiroh,2013).

  Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran berupa metode

  reaksi padatan (solid state reaction) dari beberapa logam (alloy) dengan memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduan. Proses

  mechanical alloying ini sangat berbeda dengan teknik konvensional, misalkan

  proses pemanasan (heat treatment) baik sintering maupun peleburan (melting) dan reaksi kimia. Derajat deformasi yang dicapai pada teknik konvensional ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknik mechanical alloying.

  Ada empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin (Harris, J.R, 2002):

  1. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding

  prodominance ). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar).

  2. Tahap kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk.

  3. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegredasi.

4. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady

  state processing ), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi

  fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.

2.8.2 Penekanan (kompaksi)

  Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu: 1.

  Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al.

2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur kamar.

  Penekanan (pressing) adalah kompaksi yang secara simultan dengan pencetakan dari bubuk atau granular dalam cetakan die atau mold (Nayiroh,2013).

2.8.3 Pemanasan (sintering)

  Pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material komposit disebut dengan sintering. Diantara langkah-langkah untuk meningkatkan ikatan antar partikel setelah kompaksi adalah dengan disintering. Parameter sintering: 1.

  Temperatur (T) 2. Waktu 3. Kecepatan pendinginan 4. Kecepatan pemanasan 5. Atmosfer sintering 6. Jenis material

  Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu:

  1. Penyusutan (shrinkage)

  Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses

  sintering akan terbentuk shrinkage, yang terjadi karena saat proses sintering

  berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking (mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eleminasi porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas. Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan (Nayiroh,2013).

  2. Retak (cracking)

  Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/lubricant terjebak di dalam material), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat keluar tapi

  

liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. Gas

  yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan di porositas lebih tinggi dibanding tekanan di luar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebabkan retakan (cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler yang berbeda (Nayiroh,2013).

  Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan:

1. Presintering 1.

  Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk: Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density) 2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam porositas bahan komposit (degassing)

3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses

  sintering (shock thermal)

  2. Difusi permukaan

  Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukan partikel serbuk saling berdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.

  3. Eliminasi porositas

  Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktibilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat adanya difusi antar permukaan partikel serbuk, sehingga menyebabkan terjadinya leher (liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density) (Nayiroh,2013).

  Sintering

  dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalam keadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase

  sintering ). Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi

  tekanan diasumsikan sebagai fase tunggal oleh karena tingkat pengotornya rendah, sedangkan sintering pada fase cair adalah sintering untuk serbuk yang disertai terbentuknya fase liquid selama proses sintering berlangsung. Proses sintering padat dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Afza, 2011).

Gambar 2.17 (a) Sebelum sinter, partikel mempunyai permukaan masing- masing (b) Setelah sinter hanya mempunyai satu permukaanGambar 2.17 menunjukkan bahwa proses sintering dalam keadaan padat, selama sintering terjadi penyusutan serbuk, kekuatan dari material akan

  bertambah, pori-pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh sifat dasar dari serbuk itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering, dan suhu. Proses sintering memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadi padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehingga diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering (Afza, 2011).

2.9 High Energy Milling (HEM)

  HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukan antara bola-bola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkan dengan cara tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikel dalam waktu yang relatif singkat (memerlukan beberapa jam, tergantung tipe alat), dapat membuat nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkan saat proses milling, dan juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah yang relatif banyak (Cahyaningrum et al., 2010).

  Pertama-tama serbuk homogen dimasukkan kedalam sebuah chamber logam dengan beberapa bola baja di dalamnya yang bergerak berputar terus menerus. Bola-bola akan saling bertumbukan di dalam chamber logam tersebut. Tumbukan bola ini berakibat serbuk homogen yang dimasukkan akan tertumbuk diantara bola-bola tersebut. Hal ini mengakibatkan partikel akan pecah dan terus menerus hingga mencapai ukuran yang diinginkan. Metode ini dapat dilakukan pada suhu rendah, waktu yang relatif cepat, serta dengan peralatan yang sederhana (Cahyaningrum et al., 2010).

2.10 Karakterisasi dan Evaluasi Magnet Permanen

2.10.1 Particle Size Analyzer (PSA)

  Particle Size Analyzer

  berfungsi menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang representative. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui grafik sebaran ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel dengan PSA dapat dilakukan dengan: 1.

  Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan millimeter.

  2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran micron sampai dengan millimeter.

  3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro sampai nanometer.

  es (%) x10.0] am [ ive valu at stogr Hi Cumul

  

Particle size (µm)

Gambar 2.18 Contoh grafik perhitungan ukuran distribusi partikelGambar 2.19 Tiga nilai pada sumbu x D10, D50 dan D90

  Horiba scientific salah satu perusahaan yang memproduksi PSA menyatakan pendekatan yang umum untuk menentukan lebar distribusi mengutip tiga nilai pada sumbu x, D10, D50, D90 dan seperti yang ditunjukkan pada Gambar di samping. D50 median, telah didefinisikan sebagai diameter di mana setengah dari populasi terletak di bawah nilai ini. Demikian pula, 90 persen dari distribusi terletak di bawah D90, dan 10 persen dari populasi terletak di bawah D10 seperti terlihat pada gambar 2.19.

2.10.2 Densitas dan Porositas

  Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah true density dan bulk density.

  True density densitas nyata dari partikel atau kepadatan sebenarnya dari partikel

  padat atau serbuk (powder) berbeda dengan bulk density, yang mengukur kepadatan rata-rata volume terbesar dari serbuk yang sudah dipadatkan. Pada pengujian true density menggunakan piknometer. Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada pengujian Bulk

  density menggunakan metode Archimedes.

  Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan.

2.10.3 Pengujian Dilatometer (DIL)

  Pengukuran termal ekspansi dilakukan menggunakan alat analisa termal yaitu dilatometer. Berbagai jenis dilatometer telah dikembangkan dan dikomersialisasikan untuk berbagai keperluan, seperti optical dilatometer,

  capacity dilatometer, quenching dilatometer, dan thermomechanical analyzer (Agus Sukarto, 2013).

  Secara umum alat dilatometer memiliki skema seperti pada gambar 2.20. Pada penelitian ini, dilatometer yang digunakan merupakan pengembangan desain Dilatometer TA. 700 produk Harrop Industries yang merupakan tipe dilatometer horizontal menggunakan sistem semi manual.

  Sistem dilatometer menaikkan temperatur sampel sesuai dengan temperatur yang diinginkan. Pemanasan yang diberikan, tidak hanya menaikkan temperatur sampel, tetapi juga sistem mekanik dilatometer itu sendiri. Hal ini menjadikan sistem mekanik dilatometer juga mengalami perubahan ukuran yang disebabkan oleh kenaikan temperatur. Oleh karena itu, didalam hasil pengukuran perubahan ukuran meter, terdapat unsur perubahan ukuran dari struktur mekanik dilatometer yang digunakan.

Gambar 2.20 Diagram skematik alat dilatometer

  Sistem yang dikembangkan untuk melakukan analisa karakteristik

  sintering dari magnet berbasis ferrite. Dilatometer yang dikembangkan yang

  dikembangkan untuk melakukan analisa sintering dengan berbagai kecepatan dan suhu penahanan. Suhu sintering dimungkinkan dapat mempengaruhi perubahan fasa dari material yang disinter. Oleh karena itu, karakteristik sintering sangat berguna untuk mendesain dan mengontrol proses sintering yang dibutuhkan agar material yang disinter dapat diperoleh dengan baik (Agus Sukarto, 2013).

2.10.4 Uji Difraksi Sinar-X (XRD)

  Uji difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk menentukan fasa yang terbentuk setelah serbuk mengalami proses kalsinasi. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X- powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk.

Gambar 2.21 Geometri sebuah Difraktometer sinar – X Ada 3 komponen dasar suatu difraktometer sinar X yaitu: 1.

  Sumber Sinar X 2. Spesimen (Bahan Uji) 3. Detektor sinar X

  Ketiganya terletak pada keliling sebuah lingkaran yang disebut lingkaran pemfokus. Sudut antara permukaan bidang spesimen dan sumber sinar X adalah sudut Bragg ( Ө). Sudut antara projeksi sumber sinar X dan detektor adalah 2Ө. Atas dasar ini pola difraksi sinar X yang dihasilkan dengan geometri ini sering dikenal sebagai penyidikan (scans)

  Ө - 2Ө (theta-dua theta). Pada geometri Ө -