Pengaruh Komposisi Fe2O3 Terhadap Sifat Fisis, Mikrostruktur dan Magnet dari Barium Heksaferrit
PENGARUH KOMPOSISI����� TERHADAP SIFAT FISIS,MIKROSTRUKTUR DAN MAGNET DARI BARIUM
HEKSAFERIT
SKRIPSI
HENNI SETIA NINGSIH 110801071
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
2015
PENGARUH KOMPOSISI ����� TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR DAN MAGNET DARI BARIUM HEKSAFERIT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HENNI SETIA NINGSIH 110801071
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
2015 PERSETUJUAN
Judul :Pengaruh Komposisi Fe2O3 Terhadap
Sifat Fisis, Mikrostruktur dan Magnet dari Barium Heksaferrit
Kategori : Skripsi
Nama : Henni Setia Ningsih Nomor Induk Siswa : 110801071
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam(FMIPA) Universitas SumateraUtara
Diluluskan di
Medan, Agustus 2015
Diketahui/ disetujui oleh : Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
(Dr. Marhaposan Situmorang) (
NIP : 195510301980031003 NIP : 196506171993031009 Drs. Syahrul Humaidi,M.Sc)
(4)
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPOSISI Fe2O3 TERHADAP SIFAT FISIS,
MIKROSTRUKTUR DAN MAGNET DARI BARIUM HEKSAFERRIT
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa Kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan,Mei 2015
HENNI SETIA NINGSIH 110801071
(5)
PENGHARGAAN
Syukur alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Salawat beriring salam teruntuk nabi besar Muhammad SAW yang menjadi teladan dalam menjalani kehidupan.
Tugas akhir merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan diatas penulis mengerjakan tugas akhir dengan judul : “ PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI����� TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR DAN SIFAT MAGNET DARI BARIUM HEKSAFERIT”. Yang dilaksanakan di Laboratorium Magnet P2F Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga akhir terselesaikannya penyusunan skripsi ini bayak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua saya yang tersayang Ayahanda Saroji dan Ibunda Masdalina Siregar,S.Pdi, abang saya Arfian Arief, S.T, kakak sayaYusri Khairani, S.Pd,dan adik saya Rika Yuli Anita, yang tulus menyayangi penulis dan tak henti-hentinya memberikan nasehat, doa, serta materi maupun moril .
2. Bapak Dr. Sutarman M.Sc selaku Dekan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
(6)
4. Bapak Drs. Syahrul Humaidi M.Sc,bapak Dr. Suprapedi M.Eng, dan bapakIr. Muljadi M.Si selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Bambang Widyatmoko, M. Eng, selaku Kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika P2F-LIPI Serpong.
6. Bapak Dr.Ing. Prijo Sarjono, Ibu Dr. Nenen Rusnaeni M.T, Bapak Prof.Dr.Masno Ginting,Bapak Prof. Pardamean, Bapak Eko Arif M.Si, Mas Lukman Faris S.T, Mas Boiran, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Poltak Sihombing Ph.D selaku Dosen wali penulis selama mengikuti perkuliahan.
8. Seluruh Staf dosen, Pembantu Dekan, Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU
9. Sahabat terbaik saya Mahdi Saragih S.Hut dan Dewi Hariyanti S.Pd buat motivasi, doa dan dukungannya yang tak henti-henti kepada penulis.
10.Sahabat-sahabat saya WWRHP (William, Wahyu Sipahutar, Russell, dan Putri Astari Rahmy), Prahmadyana, Intan Zahar, Tri Mala Sari, Elma Riska Nst,Sri Handika, Wiriya Sasmita, kak Devi Permata Sari, Diella Almira Nst, Kiki, Siti Syahira, Selvie Saragih, Rizky Tisa, Andi Pratama, Lyana Amirani, Kartika, Eka Rahmadani dan Popi Sasniati. Yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa, dukungan kepada penulis. 11.Seluruh teman – teman angkatan 2011, Adik-adik angkatan 2012, 2013
dan 2014 Fisika-USU.
Medan, Juli 2015
(7)
PENGARUH KOMPOSISI Fe2O3 TERHADAP SIFAT FISIS,
MIKROSTRUKTUR DAN MAGNET DARI BARIUM HEKSAFERRIT
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit yang ditambahkan dengan Fe2O3 dengan variasi komposisi (x = 0, 0.125, 0.25, dan 0.5, % wt). Proses preparasi bahan baku mulai dari penggilingan serbuk Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3) dengan cara wet milling dalam media aquades selama 48 jam. Bahan kemudian dikeringkan pada temperatur 100 °C selama 24 jam. Selanjutnya serbuk tersebut ditambahkan Fe2O3, digerus, dan dicampur bahan perekat Celuna WE-518 sebanyak 2 %wt dan dicetak dengan gaya 5 ton sehingga membentuk pellet dengan diameter 13,1 dan tebal 7,12 mm. Sampel yang telah dicetak kemudian disinter menggunakan tungku listrik Thermolyne dengan variasi temperatur sintering 1150 °C, 1200 °C, dan 1250 °C,masing – masing pada suhu tersebut ditahan selama 2 jam. Karakterisasi yang diuji meliputi sifat fisis (densitas dan porositas dengan metode Archimedes), struktur kristal dengan XRD dan sifat magnet dengan menggunakan permagraph. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet Barium Heksaferrit menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung menurun dan porositas meningkat sebanding dengan jumlah penambahan Fe2O3. Kondisi optimum dicapai pada suhu sintering 1150 °Ctanpa penambahan (x = 0 %) Fe2O3menghasilkan densitas = 4,77 gr/cm3dan porositas = 22,3 %.Dari kurva histerisis dengan penambahan 0.25 dan 0.5 % wt Fe2O3 dapat diketahui nilai induksi remanen magnetic (Br) 1,51 - 0,95 kG, koercivitas (HcJ) 3,7 - 6, 49 kOe dan energi produksi (BH)maks 0,52 – 0,21 MGOe.Pengaruh panambahan komposisi Fe2O3cenderung menurunkan nilai densitas, meningkatkan
porositas, dan menurunkan sifat magnetnya.
(8)
EFFECT OF Fe2O3 COMPOSITIONON PHYSICAL,
MIKROSTRUCTURE DAN MAGNETIC PROPERTIES OF BARIUM HEXAFERRITE
ABSTRACT
Barium M-Hexaferitte permanent magnet added by Fe2O3 have been made with the variation composition (x = 0, 0.125, 0.25, dan 0.5, % wt). The preparation raw material process powder Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3)were done by wet milling mixing for 24 hours using distilled water.Then it is dried at a temperature of 100°C for 24 hours, then the powders were crushed added Fe2O3 and mixed with 2 % wt adhesive Celuna WE-518 and compacted with a pressure of 1.3 tonf/cm2to form a pellet with diameter of 13,1 and thickness of 7,12 mm.The samples that have been pressed, then sintered using aThermolyne electric furnace with a heating rate of 3°C/minutes and the variation of temperature sintering are 1150°C, 1200°C, and 1250°C hold for 2 hours.The characterizations was conducted on the physical properties, such as density andporosity by using Archimedes method, microstructure analysis using OM and XRD, and magnetic properties with permagraph. Based on the density and porosity measurement, it can be concluded thatBarium Heksaferritmagnethave adensity values that tend to decrease and the porosity values increase as the increasing of composition Fe2O3. The optimum condition is achieved at 1150°C with a value of x = 0, where the density value = 4.77 g/cm3 and the porosity = 22.3 %.The hysteresis curves show that values of the remanent induction (Br) 1,51 - 0,95 kG, koercivitas (HcJ) 3,7 - 6, 49 kOe and the maximum energy product(BH) max 0,52 – 0,21 MGOe.Effect increasing composition of Fe2O3is tend to decrease and the porosity values increase as the increasing of composition Fe2O3and decrease magnetic properties. Keywords:Fe2O3, Barium Heksaferrit, Density, Permagraph, Permanent Magnet
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Grafik x
Daftar Lampiran xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Tempat dan Waktu Penelitian 3
1.7 Sistematika Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Pengertian Magnet 5
2.2 Macam-Macam Magnet 5
2.3 Sifat-Sifat Magnet Permanen 6
2.3.1 Koersivitas 6
2.3.2 Remanensi 6
2.3.3 Temperatur Curie 6
2.3.4 Medan Anisotropi (HA) 7
2.4 Sifat Kemagnetan Bahan 7
2.4.1 Ferromagnetik 7
2.4.2 Ferrimagnetik 8
2.4.3 Paramagnetik 8
2.4.4 Diamagnetik 9
2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras 9
2.5.1 Magnet Lunak (Soft Magnetic) 9
2.5.2 Magnet Keras (Hard Magnetic) 10
2.6 Magnet Keramik 11
2.7 Metode Metalurgi Serbuk 13
2.7.1 Pencampuran (Mixing) 13
2.7.2 Penekanan (Kompaksi) 14
(10)
2.8 Karakterisasi Material Magnet 19
2.8.1 Sifat Fisis 19
2.8.2 XRD (X-Ray Diffraction) 20
2.9 Magnet Untuk Meteran Air 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 22
3.2 Alat dan Bahan 23
3.2.1 Alat 23
3.2.2 Bahan – bahan 24
3.3 Diagram Alir Penelitian 25
3.4 Variabel Eksperimen 26
3.4.1 Variabel Penelitian 26
3.4.2 Variabel Percobaan yang diuji 26
3.5 Prosedur Penelitian 26
3.5.1 Proses Milling 27
3.3.2 Proses Analisa Ukuran Diameter Serbuk 27
3.3.3 Pembuatan Sampel Uji 27
3.6 Pengujian 28
3.6.1 Sifat Fisis 28
3.6.2 Pengamatan Mikrostruktur (Optical Microscope) 28
3.6.3 Difraksi XRD (X-Ray Difraction) 29
3.6.4 Sifat Magnet 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1 Karakterisasi Serbuk BaFe12O19 32
4.2 Karakterisasi Sifat Fisis 33
4.2.1 Densitas dan Porositas 33
4.3 Karakterisasi Mikrostruktur 36
4.3.1 Pengujian XRD (X-Ray Difraction) 36
4.3.2 Mikroskop Optik (Optical Microscope) 39
4.4 Karakterisasi Sifat Magnet 42
4.4.1 Permagraph 42
4.4.2 Gaussmeter 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 47
(11)
Halaman
Tabel 4.1Hasil Pengujian Densitas 33
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Porositas 35
Tabel 4.3 Hasil Analisa Penentuan ukuran partikel (Variasi Temperatur) 40 Tabel 4.4 Hasil Analisa Penentuan ukuran partikel (Variasi Komposisi) 41 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kualiatas Minyak Goreng bekas 43
Tabel 4.5 Hasil Pengujian sifat magnetik 34
Tabel 4.6 Hasil Pengujiankuat medan magnet 36
(12)
Halaman Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik 7 Gambar 2.2 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik 8 Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik 8 Gambar 2.4 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) 9 Gambar 2.5 Kurva histerisis magnet keras (hard magnetic) 10 Gambar 2.5 Struktur Barium Heksferrit Kurva 12
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 25
Gambar 3.2 Skema Alat Uji Penelitian 30
Gambar 3.3 Kurva Histerisis 31
Gambar 4.1 Grafik Partikel Size Analizer (PSA) 32 Gambar 4.2 Hubungan antara penambahan komposisi Fe2O3 terhadap
nilai densitas BaFe12O19 34
Gambar 4.3 Hubungan antara penambahan komposisi Fe2O3 terhadap
porosity dari BaFe12O19 35
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Tanpa
Penambahan Komposisi Fe2O3 (0 %wt) 36 Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Dengan
Penambahan Komposisi Fe2O3 (0,25 %wt) 37 Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Tanpa
Penambahan Komposisi Fe2O3 (0,5 %wt) 38 Gambar 4.7 Hasil Mikroskop Optik Magnet Sinter Barium Heksaferit
dengan Variasi Temperatur 39
Gambar 4.8 Hasil Mikroskop Optik Magnet Sinter Barium Heksaferit
dengan Variasi Temperatur 40
Gambar 4.9 Kurva Histerisis 43
Gambar 4.10 Grafik Hubungan antara penambahan komposisi Fe2O3
terhadap nilai fluks magnetik 44
(13)
Halaman
Lampiran 1 50
Lampiran 2 53
Lampiran 3 57
(14)
PENGARUH KOMPOSISI Fe2O3 TERHADAP SIFAT FISIS,
MIKROSTRUKTUR DAN MAGNET DARI BARIUM HEKSAFERRIT
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit yang ditambahkan dengan Fe2O3 dengan variasi komposisi (x = 0, 0.125, 0.25, dan 0.5, % wt). Proses preparasi bahan baku mulai dari penggilingan serbuk Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3) dengan cara wet milling dalam media aquades selama 48 jam. Bahan kemudian dikeringkan pada temperatur 100 °C selama 24 jam. Selanjutnya serbuk tersebut ditambahkan Fe2O3, digerus, dan dicampur bahan perekat Celuna WE-518 sebanyak 2 %wt dan dicetak dengan gaya 5 ton sehingga membentuk pellet dengan diameter 13,1 dan tebal 7,12 mm. Sampel yang telah dicetak kemudian disinter menggunakan tungku listrik Thermolyne dengan variasi temperatur sintering 1150 °C, 1200 °C, dan 1250 °C,masing – masing pada suhu tersebut ditahan selama 2 jam. Karakterisasi yang diuji meliputi sifat fisis (densitas dan porositas dengan metode Archimedes), struktur kristal dengan XRD dan sifat magnet dengan menggunakan permagraph. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet Barium Heksaferrit menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung menurun dan porositas meningkat sebanding dengan jumlah penambahan Fe2O3. Kondisi optimum dicapai pada suhu sintering 1150 °Ctanpa penambahan (x = 0 %) Fe2O3menghasilkan densitas = 4,77 gr/cm3dan porositas = 22,3 %.Dari kurva histerisis dengan penambahan 0.25 dan 0.5 % wt Fe2O3 dapat diketahui nilai induksi remanen magnetic (Br) 1,51 - 0,95 kG, koercivitas (HcJ) 3,7 - 6, 49 kOe dan energi produksi (BH)maks 0,52 – 0,21 MGOe.Pengaruh panambahan komposisi Fe2O3cenderung menurunkan nilai densitas, meningkatkan
porositas, dan menurunkan sifat magnetnya.
(15)
EFFECT OF Fe2O3 COMPOSITIONON PHYSICAL,
MIKROSTRUCTURE DAN MAGNETIC PROPERTIES OF BARIUM HEXAFERRITE
ABSTRACT
Barium M-Hexaferitte permanent magnet added by Fe2O3 have been made with the variation composition (x = 0, 0.125, 0.25, dan 0.5, % wt). The preparation raw material process powder Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3)were done by wet milling mixing for 24 hours using distilled water.Then it is dried at a temperature of 100°C for 24 hours, then the powders were crushed added Fe2O3 and mixed with 2 % wt adhesive Celuna WE-518 and compacted with a pressure of 1.3 tonf/cm2to form a pellet with diameter of 13,1 and thickness of 7,12 mm.The samples that have been pressed, then sintered using aThermolyne electric furnace with a heating rate of 3°C/minutes and the variation of temperature sintering are 1150°C, 1200°C, and 1250°C hold for 2 hours.The characterizations was conducted on the physical properties, such as density andporosity by using Archimedes method, microstructure analysis using OM and XRD, and magnetic properties with permagraph. Based on the density and porosity measurement, it can be concluded thatBarium Heksaferritmagnethave adensity values that tend to decrease and the porosity values increase as the increasing of composition Fe2O3. The optimum condition is achieved at 1150°C with a value of x = 0, where the density value = 4.77 g/cm3 and the porosity = 22.3 %.The hysteresis curves show that values of the remanent induction (Br) 1,51 - 0,95 kG, koercivitas (HcJ) 3,7 - 6, 49 kOe and the maximum energy product(BH) max 0,52 – 0,21 MGOe.Effect increasing composition of Fe2O3is tend to decrease and the porosity values increase as the increasing of composition Fe2O3and decrease magnetic properties. Keywords:Fe2O3, Barium Heksaferrit, Density, Permagraph, Permanent Magnet
(16)
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing – masing bab adalah sebagai berikut : Bab 1 Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penelitian
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasannya.
Bab 3 Metodelogi Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, dan pengujian sampel.
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa yang diperoleh dari penelitian
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut
BAB 2
(17)
2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.
2.2 Macam-Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : a. Magnet Permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap.
b. Magnet Remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemgnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya
2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen
Sifat – sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter
(18)
kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006)
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja, 2010)
2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)
2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur (Takanori, 2011)
2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek strees, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).
2.4 Sifat Kemagnetan Bahan
(19)
komponen pembentuknya. Sifat-sifat kemagnetan bahan pada material magnet dapat diklasifikasikan antara lain ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik dan diamagnetik.
2.4.1 Bahan Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah dihilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.
Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikrokopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaaan normal (Tipler, 2001)
Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik
2.4.2 Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman, 2004)
(20)
2.4.3 Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramanetik muncul dalam bahan atom – atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya ( Tipler, 2001)
Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan medan arah magnet dan harga suseptibilitas megnetiknya berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum curie (Tipler, 2001)
2.4.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet (Tipler, 2001)
2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials.
(21)
2.5.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik.
Gambar 2.4 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) (Poja Chauhan, 2010) Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada gambar 2.4. beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dll (Poja Chauhan, 2010)
2.5.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic)
Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan
(22)
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan magnet koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen. 2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan magnet.
Gambar 2.5 kurva histerisis magnet keras (hard magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
2.6 Magnet Keramik
Keramik adalah bahan – bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahan melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dbuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memamfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau selonoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa engeluarkan daya yang kontinu.
Bahan keramik bersifat magnetik umumnya merupakan golongan
(23)
komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai magnet keramik, bahan ini tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO (Fe2O3) dimana M adalah Ba, Sr, atau Pb dengan reaksi kimia sebagai berikut :
6Fe2O3 + SrCO3 6Fe2O3 + SrO CO2
6Fe2O3 + SrO SrO . 6Fe2O3
Ferit dapat digolongan menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O3, dengan M adalah Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah. Kelas kedua adalah ferit keras, ferit ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe2O3, dengan M adalah Ba, Sr, atau Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. Kelas ketiga adalah ferit berstruktur garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu secara khusus. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurangdari 160 atom (N. Idayanti dan Dedi, 2002)
Barium heksaferrite merupakan keramik oksida komplek dengan rumus kimia BaO.6Fe2O3 atau BaFe12O19. Barium hexaferrite mempunyai kestabilan kimia yang bagus dan relatif murah dan kemudahan dalam produksi. Walaupun kekuatan magnet heksaferit lebih rendah dibandingkan jenis magnet terbaru berbasis logam tanah jarang, magnet permanen hexa-Ferrite (Ba-ferrite dan Sr-ferrite) masih menempati tempat teratas dalam pasar magnet permanen dunia baik dalam hal ini uang maupun berat produksi.
Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.6
(24)
Gambar 2.6 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 (Moulson A.J, et all., 1985)
Barium hexaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah ekonomis karena ketersedian bahan baku secara komersial dan relatif murah. Selain itu, penanganan material relatif sederhana untuk proses pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan dengan mudah.
2.7 Metode Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace ( tungku pemanas).
Langka-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain : 1. Preparasi material
2. Pencampuran (mixing) 3. Penekanan (kompaksi) 4. Pemanasan (sintering)
(25)
Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk material yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan. Material komposit yang dihasilkan dari proses metalurgi serbuk adalah komposit isotropik, yaitu komposit yang mempunyai penguat (filler) dalam klasifikasi partikulet.
Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain :
• Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material • Mempunyai presisi yang tinggi
• Kecepatan produksi tinggi
Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain :
• Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit penyimpanannya.
• Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk logam tidak mampu mengalir keruang cetakan
• Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata
2.7.1 Pencampuran (Mixing) Ada 2 macam pencampuran, yaitu :
Pencampuran basah (wet mixing)
Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.
Pencampuran kering (dry mixing)
Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.
Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain : • Kecepatan pencampuran
(26)
• Lamanya waktu pencampuran • Ukuran partikel
• Jenis material • Temperatur
• Media pencampuran
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar partikel semakin baik.
2.7.2 Penekanan (Kompaksi)
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu
• Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. • Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur
kamar, metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengan tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap.Terkait dengan pemberian lubricant pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu :
• Die-wall compressing : penekanan dengan memberikan lubricant pada dinding cetakan.
(27)
• Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan lubricant pada material yang akan ditekan.
Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh gaya van derwals :
• Pola ikatan bola – bola
Terjadinya bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami perunbahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastik baik pada matrik maupun pada filler sehingga serbuk serbuk tetap berbentuk bola.
• Pola ikatan bola-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield strength (ys) dari matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu material (matrik) terdeformasi plastis dan yang lai (filler) terdeformasi elastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang.
• Pola ikatan bidang-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar pada dari yield strength (ys) matrik filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material (matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bidang-bidang.
2.7.3 Pemanasan (sintering)
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel (Ika Mayasari, 2012)
Parameter sintering : • Temperatur (T)
(28)
• Waktu
• Kecepatan pendinginan • Kecepatan pemanasan • Atmosfer sintering • Jenis material
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu :
• Penyusutan (shringkage)
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking ( mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas.Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan.
• Retak (cracking)
Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang-bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/ lubricant terjebak di dalam material ), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat keluar tapi liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan diporositas lebih tinggi dibanding tekanan diluar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebaka retakan (cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler uang berbeda.
(29)
Tingkatan sintering
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan : • Presintering
Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk : 1. Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam porositas bahan komposit (degassing)
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan pada 1/3 Tm (titik leleh)
• Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling terdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
• Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktbilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat adanya difusi antar permukaan sampel, sehingga menyebabkan terjadinya leher (liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density).
Mekanisme transportasi massa
Mekanisme transportasi massa merupakan jalan dimana terjadi aliran masa sebagai akibat dari adanya gaya pendorong.
Ada 2 mekanisme transport, yaitu : 1. Transport permukaan
a. Terjadi pertumbuhan tanpa merubah jarak antar partikel
b. Transport permukaan yang terjadi selama proses sintering adalah hasil dari transport massa dan hanya terjadi pada permukaan partikel, tidak terjadi perubahan dimensi dan mempunyai kerapatan yang konstan. 2. Transport Bulk
(30)
a. Dalam proses sintering akan menghasilkan perubahan dimensi. Atom-atom berasal dari dalam partikel akan berpindah menuju daerah leher (liquid bridge)
b. Termasuk difusi volume, difusi batas butir, dan aliran viskos.
c. Kedua mekanisme tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan daerah permukaan untuk pertumnbuhan leher, perbedaanya hanya terletak pada kerapatan (penyusutan selama sintering).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi mekanisme transport : a. Material yang digunakan
b. Ukuran partikel c. Temperatur sintering Lapisan Oksida
• Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar permukaan
• Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna antara matriks dan filler
• Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi salah satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya tarik – menarik antara partikel-partikel yang bermuantan dalam suatu bahan, maka dengan adanya lapisan oksida tersebut maka permukaannya menjadi netral, ini mengakibatkan ikatan antar permukaan menjadi kurang kuat • Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi
lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi.
2.8 Karakterisasi Material Magnet
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas,
(31)
porositas, kekuatan magnet ), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction).
2.8.1 Sifat Fisis A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
ρ = �� ...(2.1) Dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya kadang – kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratr sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) digunakan hukum archimedes yang persamaannya sebagai berikut :
Densitas : ρ = ��
��−������ ...(2.2)
Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram) Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
B. Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
(32)
Porositas : P = ��−��
�� x 100% ... ...(2.3)
Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram) Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.
Gambar 2.7 Difraksi Bidang Atom (Smallman,1991)
Gambar 2.7 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ,
jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang
yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu
sama dengan panjang gelombang n λ.
Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data d standard dapat diperoleh melalui Joint Commitee On Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan metode Hanawalt file.
(33)
Magnet untuk meteran air
Sistem meteran air yang digunakan disetiap rumah tangga di Indonesia menggunakan magnet permanen berbasis ferit untuk sistem sensor elektroniknya.
Gambar 2.8 adalah contoh produk alat meter air dan magnet sebagai komponen sensornya
Gambar 2.8 Alat Meteran Air(Prijo, 2012)
Alat meter air model kincir menggunakan magnet untuk mengukur debit air yang mengalir pada sistem meteran air. Magnet sensor untuk alat meter air memiliki diameter luar sekitar 8 mm dan tebal sekitar 4 mm. Kuat magnetnya antara 600 sampai 950 Gauss (Prijo, 2012)
BAB 3
(34)
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek, Serpong, Tangerang, Banten.
3.1.2 Lamanya Waktu Penelitian
Penelitian ini di mulai pada 5 Februari 2015 sampai dengan 5 Mei 2015
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Conventional ball mill 4A
Berfungsi sebagai alat penggiling serbuk magnet Barium Heksaferit menjadi serbuk yang sangat halus.
2. Timbangan digital 2 digit (ACIS AD-600H)
Berfungsi untuk menimbang bahan – bahan yang akan digunakan dalam pembuatan magnet ,juga untuk menimbang massa sampel dengan ketelitian 0,01 gram.
3. Spatula
Berfungsi untuk mengaduk sampel serbuk Barium Heksaferit dengan perekat seluna (WE-518) agar tecampur secara homogen
4. Gelas ukur (Pyrex 100 ml)
Berfungsi untuk mengukur volume dari bahan baku dan sebagai wadah untuk menghomogenkan serbuk Barium Heksferit dengan bider seluna 5. Oven
Berfungsi untuk mengeringkan sampel 6. Hand Mortar
(35)
Berfungsi untuk menghaluskan sampel yang sudah dikeringkan sehingga berbentuk serbuk
7. Ball Mill
Berfungsi untuk mencampur agar lebih homogen 8. Ayakan
Berfungsi untuk memisahkan untuk memisahkan butiran sesuai dengan yang diinginkan
9. Jangka sorong digital/manual
Berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal suatu benda dengan tingkatketelitian mencapai satu per seratus
10.Carver press
Berfungsi mencetak bahan-bahan sampai membentuk pelet. Dengan tekanan 5 ton (35kg/cm2) dan ditahan selama 2 menit.
11.Cetakan (Moulding)
Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak sampel uji silinder.
12.Impuls magnetizer
Berfungsi memagnetisasi atau membuat magnet memiliki kekuatan magnet.
13.Gaussmeter (Model GM-2)
Berfungsi sebagai sensor pendeteksi nilai fluks
14.XRD (X-Ray Difractometer)
Berfungsi untuk mengetahui struktur kristal dari sampel. 15.PSA Cilas 1190 (Partikel Size Analyzer)
Berfungsi untuk mengetahui ukuran diameter serbuk yang digunakan 16.Permagraf Magnet Physics Dr. Streingroever GmBH
Berfungsi untuk mengukur kurva histerisis untuk menegetahui nilai remanensi (Br), Koersivitas (Hc) dan energy produk (BHmax).
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Serbuk Barium Hexaferrite
(36)
Berfungsi sebagai bahan utama dalam penelitian ini. 2. Serbuk Fe2O3
Berfungsi sebagai aditif yang akan ditambahkan 3. Perekat polimer Celuna WE-518
Berfungsi sebagai bahan perekat serbuk saat dilakukan proses milling. 4. Aquades
Berfungsi sebagai pelarut saat dilakukan proses milling.
3.3 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Preparasi Alat dan Bahan
Mixing BaFe12O19, dan aquades
(37)
Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pembuatan magnet Barium Heksaferit dengan variasi komposisi Fe2O3 dan temperatur sintering
3.4 Variabel Eksperimen 3.4.1 Variabel Penelitian
Pencampuran Seluna WE-518 (2%wt) dan Fe2O3 (0, 0.125, 0.25 dan 0,5 %wt)
Mengukur kuat Magnet Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
Selesai Mengukur dimensi dan Analisis XRD
(38)
1. Variabel dari penelitian ini adalah komposisi Fe2O3 yang ditetapkan sebesar 0, 0.125, 0.25 dan 0.5 %wt
2. Variasi temperatur sintering yang dilakukan sebesar 1150°C, 1200°C, dan 1250°C
3.4.2 Variabel Percobaan yang diuji
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah : a. Karakterisasi Serbuk
• PSA (Partikel Size Analyzer) b. Sifat Fisis
• Densitas(Density) • Porositas (Porosity) c. Analisa Struktur Kristal
• XRD (X-Ray Difractometer) d. Pengamatan Mikrostruktur Sampel
• OM (Optical Microscope) e. Sifat Magnet
• Gaussmeter (Model GM-2) • Permagraph
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan magnet Barium Heksaferit dengan variasi komposisi Fe2O3 dan variasi temperatur sintering dimulai dengan proses milling, analisa ukuran diameter partikel serbuk magnet, pembuatan sampel uji, analisa densitas magnet,analisa struktur sampel, dan analisa sifat magnet.
(39)
Untuk membuat magnet Barium Heksaferit disediakan bahan baku yang dibutuhkan yaitu serbuk Barium Heksaferrite dan serbuk hematit Fe2O3. Bahan baku tersebut kemudian di milling dengan menggunakan Conventional ball mill 4A. Prosedur kerja untuk melakukan proses milling serbuk ini adalah :
1. Bola-bola milling dan wadahnya dicuci menggunakan sabun dan pasir kemudian dikeringkan.
2. Serbuk ditimbang beserta bola-bola milling dengan perbandingan 1:2 3. Memasukkan serbuk BaFe12O19 kedalam mixing dan memasukkan ball
mill.
4. Memasukkan aquades secukupnya hingga menggenangi semua bahan 5. Mencampur semua bahan dengan alat mixing selama 48 jam
3.5.2 Analisa Ukuran Diameter Serbuk
Ukuran partikel serbuk magnet diidentifikasi berdasarkan data yang diperoleh data PSA (Partikel Size Analyzer). Mekanisme kerja dari PSA yakni sebagai berikut :
1. Serbuk sebanyak ujung spatula dimasukkan kedalam tabung PSA yang berisikan air sebanyak ujung spatula
2. Dilihat pada komputer ukuran partikel dari 10%, 50% dan 90% 3. Disimpan data pada CD-R
3.5.3 Pembuatan Sampel Uji
Setelah serbuk di milling selama 48 jam dilakukan pencampuran dengan binder seluna sebanyak 2% dan sampel 98% (serbuk + seluna 2% = 3 gram). Dari hasil pencampuran tersebut serbuk kemudian dicetak dengan alat
Carverpress dengan tekanan 5 ton/��2 dan ditahan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan kan hal yang sama untuk variasi komposisi (0.125, 0.25 dan 0.5 %wt). Selanjutnya mengukur dimensi (tebal, diameter, berat) sampel. Kemudian disinter pada temperatur 1150°C, 1200°C dan 1250°C selama 2 jam. Masing- masing sampel kemudian kembali diukur dimensinya.
(40)
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : analisa sifat fisis, mikrostruktur, dan sifat magnet dari Barium Heksaferrit.
3.6.1 Sifat Fisis
A. Pengukuran Densitas dan Porositas
Pengukuran densitas dan porositas pellet ini dilakukan dengan menggunakan hukum archimedes. Densitas dan porositas diukur melalui perbandingan massa sampel kering dengan massa sampel ketika direndam dalam aquades. Prosedur kerja untuk menentukan besarnya densitas (gr/��3) dan porositas suatu sampel pellet sebagai berikut :
1. Siapkan neraca digital
2. Beaker glass diisi dengan aquades kemudian diletakkan diatas neraca dan dikaitkan dengan kawat penggantung
3. Sample kemudian diletakkan diatas kawat penggantung dan dilihat hasil massa basahnya (��)
4. Sampel kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 °C selama 12 jam
5. Sampel ditimbang lagi untuk mengetahui massa kering (��)
Persamaan pengukuran densitas : ρ = ��
��−������... (3.1)
Persamaan pengukuran porositas : P = ��−��
�� x 100%... (3.2)
3.6.2 Analisa mikrostruktur ( Optical Mikroscope )
Pengamatan permukaan mikrostruktur magnet BaFe12O19 dan penentuan ukuran partikel dilakukan dengan menggunakanalat mikroskop optik. Pengamatan permukaan sampel dilakukan dengan mengamati gambar yang ditangkap oleh mikroskop optik dan untuk penentuan ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan software yang ada pada mikroskop optik.
(41)
1. Sampel diletakkan diatas cawan
2. Mikroskope diatur dengan pembesaran 40x , kemudian dilakukan pergeseran pada bagian tertentu dari objek lalu difokuskan dan dilakukan pemotretan pada mikrosruktur sampel
3. Gambar yang diproleh kemudian diamati
4. Ditentukan ukuran partikel dengan menggunakan software yang ada pada mikroskop optik
3.6.3 Difraksi sinar X ( X-Ray Diffraction)
X-Ray diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ) dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturnya. Sampel ditempatkan pada titik fokus hamburan sinar-X yaitu tepat ditengah-tengah berukuran sesuai dengan sampel (pellet) dengan perekat pada sisi baliknya.
Gambar 3.2 Skema Alat uji XRD
(42)
1. Generator tegangan tinggi (A) berfungsi sebagai catu daya sumber sinar-X (B)
2. Sampel berbentuk pellet (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat diatur.
3. Berkas sinar-X didifraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati celah
(E), kemudian masuk ke alat pencacah berputar sebesar θ
4. intensitas difraksi sinar-X direkam dalam bentuk kurva terhadap jarak antara bidang d.
Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data standart dapat diperoleh melalui Joint Comitte of Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan metode hanawalt.
3.6.4 Sifat Magnet
Sampel dimagnetisasi dengan menggunakan Magnet-Physic Dr Streinghover GmbH impulse magnetizer K-Series dengan menggunakan tegangan 1500 V. Untuk mengetahui kuat medan magnetnya, sampel yang telah di magnetisasi diukur dengan menggunakan gaussmeter. Selanjutnya untuk mengetahui sifat magnet melalui kurva histerisis digunakan alat permegraph.
A. Permagraph
Permagraph adalah alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br), Koersivitas (Hc) dan energy produk (BHmax). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetik yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen megnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetik, remanensi tinggi (Br), histerisis loss besar, permeabilitas (µ) kecil.
(43)
Gambar 3.3 Kurva Histerisis
Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histerisis seperti gambar.3.2, dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), dan koersivitas (Hc). Apabila suatu bahan magnet berada dalam keadaan dimagnetisasi (B=0), diberi magnet luar H yang membesar secara kontinu akan mencapai titik maksimum pada titik A ( garis OA). Harga B pada saat itu adalah Bs (Magnetisasi jenuh). Jika medan magnet luar ini diturunkan secara kontinu, maka kurva B-H tidak mengikuti garis OA tetapi mengikuti garis AB. Pada saat H berharga 0 maka induksi magnet B akan memjadi 0diperlukan medan negatif -Hc (gaya koersifitas) dititik C. Jika medan magnet diteruskan maka akan dicapai titik induksi magnet jenuh negatif (-Bs) pada titik D. Jika medan negatif H dibalik maka kurva akan mengikuti garis DEFA, sampai mencapai harga Bs lagi, sehingga diperoleh kurva histerisis.
BAB 4
(44)
4.1 Karakterisasi Serbuk BaFe12O19
Bahan BaO.6Fe2O3 powder yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan komersial dengan kemurnian 99,99%. Bahan tersebut sebelumnya dilakukan proses penghalusan dengan menggunakan ball mill dengan waktu milling selama 48 jam. Hasil pengukuran partikel powderBaFe12O19 yang telah di milling adalah distribusi ukuran diameter partikel 8,86 µm sebanyak 10% sedangkan partikel berukuran 26,69 µm sebanyak 90% sehingga rata-rata dari ukuran partikel
powderBaFe12O19 yaitu 17,15 µm. Hasil pengukuran partikel dengan
menggunakan PSA di tunjukkkan pada gambar 4.3
Gambar 4.1Grafik Partikel Size Analizer (PSA) Serbuk BaO.6Fe2O3 yang
telah di millingselama 48 jam
(45)
Sifat fisis yang diamati dalam penelitian pembuatan magnet Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3)dengan penambahan komposisi Fe2O3 sebagai magnet permanen meliputi pengukuran densitas dan porositas.
4.2.1 Densitas dan Porositas
Pengukuran densitas dan porositas untuk magnet permanen Barium Heksaferrit dengan penambahan komposisi Fe2O3 (0, 0.125, 0.25, dan 0.5 %wt) yang telah disintering pada suhu 1150 °C, 1200 °C dan 1250 °C (masing – masing ditahan selama 2 jam), dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes (ASTM C737-88-2006). Hasil pengukuran densitas bahan magnet barium heksaferrit diperlihatkan pada gambar 4.2 dan disajikan pada tabel 4.1 dan hasil pengukuran porositas diperlihatkan pada gambar 4.3 dan disajikan pada tabel 4.2.
Tabel 4.1 Data hasil pengujian pensitasdari bahan magnet BaFe12O19dengan
variasi komposisi Fe2O3(0, 0.125, 0.25 dan 0.5 %wt) dengan suhu sintering
1150 °C, 1200 °C dan 1250°C yang ditahan selama 2 jam.
Densitas
komposisi (%wt) 1150 °C 1200 °C 1250 °C
0 4,75 4,73 4,7
0,125 4,71 4,69 4,64
0,25 4,7 4,66 4,56
0,5 4,66 4,59 4,48
Dari tabel 4.1, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini :
(46)
Gambar 4.2 Hubungan antara densitas dengan penambahan komposisi Fe2O3 dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 1150 °C, 1200 °C,dan 1250°C.
Gambar 4.2 terlihat bahwa nilai densitas menurun seiring dengan penambahan aditif Fe2O3 dan kenaikan temperatur sintering. Nilai densitas maksimum diperoleh pada penambahan 0 %wt Fe2O3 pada suhu sintering 1250 °C dengan nilai 4,75% gr/cm3. Adanya penambahan komposisi Fe2O3 menyebabkan nilai densitas cenderung menurun, hal ini disebabkan oleh nilai densitas Fe2O3 (5,242 gr/cm3) yang lebih kecil dari nilai densitas BaFe12O19 (5,3 gr/cm3) .
Berdasarkan hasil data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka nilai densitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena semakin tinggi temperatur pada proses sintering menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir. Pada sampel dengan temperatur sintering 1250 °C terjadi keretakan pada permukaan sampel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Silvana Simbolon (2013)menyatakan bahwa pada proses sintering dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan butir. Sehingga terjadi keretakan pada permukaannya. Hal itu mengakibatkan peningkatan pori pada sampelmeskipun tetap terjadi susut pada sampel tersebut.
Hasil pengukuran porositas pada paduan Barium heksaferrite (BaFe12O19) dengan penambahan komposisi sebesar 0, 0.125, 0.25 dan 0.5 %wt hematit
4,4 4,5 4,6 4,7 4,8
0 0,125 0,25 0,5
D e n si ta s (g r/ cm 3)
Komposisi Fe2O3( %wt )
Grafik Densitas -Vs- Komposisi
Ts 1150 °C Ts 1200 °C Ts 1250 °C
(47)
(Fe2O3) dan suhu sintering 1150 °C, 1200 °C dan 1250 °C (masing-masing ditahan selama 2 jam) diperlihatkan pada tabel 4.2 dan gambar 4.2
Tabel 4.2 Data hasil pengujian porositas dari bahan magnet
BaFe12O19dengan variasi komposisi Fe2O3(0, 0.125, 0.25 dan 0.5 %wt) dengan
suhu sintering 1150 °C, 1200 °C dan 1250 °C yang ditahan selama 2 jam.
Porositas ( % )
Komposisi (%wt) 1150 °C 1200 °C 1250 °C
0 21 21,1 21,2
0,125 21,1 21,3 21,5
0,25 21,2 21,4 21,8
0,5 21,4 21,7 22,3
Dari tabel 4.2, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai porositas terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini :
Gambar 4.3 Hubungan antara porositas dengan penambahan komposisi Fe2O3 dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 1150 °C, 1200 °C,dan 1250°C
Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa nilai porositas cenderung naik seiring dengan penambahan komposisi Fe2O3 dan kenaikan temperatur sintering. Nilai porositas mencapai maksimum 22,3% pada penambahan komposisi 0,5% Fe2O3 dengan suhu sintering 1250°C dan nilai porositas terendah adalah 21% pada komposisi 0% Fe2O3 dengan suhu sintering 1150 °C. Hal ini mungkin disebabkan
20,5 21 21,5 22 22,5
0 0,125 0,25 0,5
P o ro si ta s ( % )
Komposisi ( %wt )
Grafik Porositas-Vs-Komposisi
Ts 1150 °C Ts 1200 °C Ts 1250 °C
(48)
terjadiperbesaran bulir (grain) selama proses sintering pada suhu yang lebih tinggi sehingga ukuran bulir menjadi lebih besar, semakin banyak rongga yang terbentuk dan meningkatkan porositas (Tang, Xin., 2005). Suhu sintering berbanding terbalik dengan porositas sampel. Jika semakin tinggi nilai densitas maka semakin rendah nilai porositasnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai densitas maka nilai porositas akan semakin tinggi.
4.2 Karakterisasi Mikrostruktur
Karakterisasi mikrostruktur yang diamati dalam penelitian pembuatan magnet Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3)dengan penambahan komposisi Fe2O3 sebagai magnet permanen meliputi pengujian XRD dan pengamatan Mikroskop Optik. 4.2.1 Pengujian XRD (X-Ray Diffraction)
Untuk dapat mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada sampel yang telah melalui proses sintering, makadilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakanperalatan X-ray diffractrometer yang kemudian dianalisasecara kualitatif. Proses analisa tersebut dilakukandengan cara mencocokkan data hasil pengukuran difraksiyang didapat dari sampel dengan data hasil difraksi sinar-X yang terdapat pada database ICDD (International Center for Diffraction Data). Hasil analisa XRD diperlihatkan pada gambar 4.4, gambar 4.5, dan gambar 4,6
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Pada Suhu Sintering
(49)
Pada Gambar 4.4 memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction(XRD) dari bahan BaFe12O19 tanpa penambahan (0 %wt) komposisi Fe2O3pada suhu sintering 1150 °C. Dari gambar pola XRD tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 14 peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Hasil
Rietveld Refinement fasa menggunakan program Match dan ICDD, Setelah
dilakukan rietveld refinementterdapat satu fasa dominan yaitu fasa BaFe12O19. Hal ini sesuaidengan hasil data standar ICDD No 00-027-1029, BaFe12O19 memiliki parameter kisi a = b = 5.892 Å, c = 23.198 Å, dan volume cell-nya 697.44 ų. maka derajat kristalisasi fasa BaFe12O19 pada suhu 1150 °C tanpa penambahan komposisi Fe2O3 (0 %wt) adalah 100% BaFe12O19.
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Pada Suhu Sintering
1150°Cdengan Penambahan Komposisi Fe2O3 (0.25 %wt)
Pada Gambar 4.5 memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction(XRD) dari bahan BaFe12O19 dengan penambahan (0,25 %wt) komposisi Fe2O3pada suhu sintering 1150 °C. Dari gambar pola XRD tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 14 peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Hasil Rietveld Rifinement fasa menggunakan program Match dan
ICDD, Setelah dilakukan rietveld rifinementterdapat dua fasa yaitu fasa BaFe12O19 dan fasa Fe2O3. Dimana fasa mayor adalah BaFe12O19 dan yang menjadi fasa
(50)
minor yaitu Fe2O3.Hal ini sesuaidengan hasil data standar ICDD No00-039-1433 untuk BaFe12O19 dan ICDD No00-001-1053 untuk Fe2O3, BaFe12O19 memiliki parameter kisi a = b = 5.892 Å, c = 23.215 Å,dan volume cell-nya 697.44 ų, dan Fe2O3memiliki parameter kisi a = b = 5.028 Å, c = 15.Å, dan volume cell-nya 100.20 ų. maka derajat kristalisasi fasa pada suhu 1150 °C dengan penambahan komposisi Fe2O3 (0,25 %wt) 81% BaFe12O19 dan 19% Fe2O3.
Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe2O3 Pada Suhu Sintering
1150°Cdengan Penambahan Komposisi Fe2O3 (0.5 %wt)
Pada Gambar 4.6 memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction(XRD) dari bahan BaFe12O19 dengan penambahan (0,25 %wt) komposisi Fe2O3pada suhu sintering 1150 °C. Dari gambar pola XRD tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 20 peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Hasil Rietveld Refinement fasa menggunakan program Match dan
ICDD, Setelah dilakukan rietveld refinementterdapat dua fasa yaitu fasa
Ba-Fe12O19 dan fasa Fe2O3. Dimana fasa mayor adalah BaFe12O19 dan yang menjadi fasa minor yaitu Fe2O3. Hal ini sesuaidengan hasil data standar ICDD No 00-027-1029, No00-039-1433 untuk Barium Heksaferrite dan ICDD No00-001-1053 untuk Fe2O3,BaFe12O19 memiliki parameter kisi a = b = 5.892 Å, c = 23.215 Å,dan volume cell-nya 697.44 ų, dan Fe2O3memiliki parameter kisi a = b = 5.028 Å, c = 15.Å, dan volume cell-nya 100.20 ų. Maka derajat kristalisasi fasa pada suhu
(51)
1150 °C dengan penambahan komposisi Fe2O3 (0,25 %wt) adalah 75 % BaFe12O19 dan 25 % Fe2O3.
4.2.2 Mikroskop Optik (Optical Microscope)
Pengamatan mikrostruktur dilakukan dengan mengamati foto morfologi permukaan magnet dan penentuan ukuran partikel dengan menggunakan software pada Optical Mikroscope (OM). Hasil pengamatan dengan OM ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8 (a-c). Pengamatan OM dilakukan pada enam sampel dengan variasi temperatur sintering 1150 °C, 1200°C, dan 1250 °C dan variasi komposisi 0, 0.25 dan 0.5 %wt Fe2O3.
(52)
(c)
Gambar 4.7 Foto Morfologi Permukaan Magnet Sinter Barium Heksaferit Dengan Perlakuan Variasi Temperatur (a) 1150 °C (b) 1200 °C
dan (c) 1250 °C Pada Pembesaran 40x
Sedangkan ukuran partikel yang diperoleh untuk masing-masing temperatur sintering adalah dapat disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3 Hasil penentuan ukuran partikel pada mikroskop optik
Temperatur (°C) Partikel Size (µm)
1150 14,1
1200 14,6
1250 18,3
Berdasarkan gambar 4.7 menunjukkan struktur mikro masing-masing spesimen terhadap variasikomposisi Fe2O3. Ukuran butir terkecil diperoleh pada sampel dengan komposisi 0% Fe2O3 yaitu 14,1 µm, sedangkan ukuran butir terbesar diperoleh pada komposisi 0,5% Fe2O3 yaitu 18,3 µm. Berdasarkan tabel 4.3 menujukkan bahwa ukuran butir akan semakin besar seiring dengan bertambahnya variasi komposisi Fe2O3.
(53)
(a) (b)
(c)
Gambar 4.8Foto Morfologi Permukaan Magnet Sinter Barium Heksaferit Pada Suhu Sintering 1250 °C dengan Variasi komposisi (a) 0 %wt Fe2O3(b)
0,25 %wt Fe2O3 dan (c) 0,5%wt Fe2O3 Pada Pembesaran 40x
Sedangkan ukuran partikel yang diperoleh untuk masing-masing komposisi adalah dapat disajikan pada tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil penentuan ukuran partikel pada mikroskop optik
Komposisi (%) Partikel Size (µm)
0 17,9
0,25 18,3
(54)
Berdasarkan gambar 4.8 menunjukkan struktur mikro masing-masing spesimen terhadap variasi temperatur sintering. Ukuran butir terkecil diperoleh pada sampel dengan temperatur sintering 1150 °C yaitu 14,1 µm, sedangkan ukuran butir terbesar diperoleh pada temperatur sintering 1250 °C yaitu 18,3 µm. Berdasarkan tabel 4.4 menujukkan bahwa ukuran butir akan semakin besar seiring dengan naiknya temperatur pemanasan (Wang, 2004)
Pada temperatur sintering 1150 °C ukuran butir hanya bertumbuh mengikuti butir yang sudah terbentuk pada magnet sebelum perlakuan, seiring naiknya temperatur maka butiran yang tadinya berukuran kecil akan menyatu dengan butiran yang berukuran besar, sehingga butiran yang tadinya berukuran besar akan menjadi lebih besar. Pada temperatur sintering 1250 °C butiran warna terang menunjukkan butiran yang dominan, hal ini disebabkan butiran yang kecil menyatu dengan butiran yang besar semakin banyak dibandingkan pada temperatur sintering yang lebih rendah (1150 °C dan 1200 °C). Temperatur mempunyai fungsi sangat penting terhadap bertambahnya ukuran butir (Satapathy, 2006)
4.4 Sifat Magnet
Sifat fisis yang diamati dalam penelitian pembuatan magnet Barium Heksaferrit (BaO.6Fe2O3)dengan penambahan komposisi Fe2O3 sebagai magnet permanen meliputi pengukuran Permagraph dan Gaussmeter.
4.4.1 Permagraph
Sifat kemagnetan Barium Heksaferrit dapat diidentifikasi dengan pengujian permagraph. Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histeresis di bawah ini, dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), koersivitas (Hc), dan energi produk (BHmax). Hasil pengujian permagraph di tunjukkan pada gambar 4.9 dan tabel 4.6 dibawah ini :
(55)
-2 -1 0 1 2 3 4 5
-15 -10 -5 0 5 10
MAGNET-PHYSIK Dr. Steingroever GmbH PERMAGRAPH C
H [ kA/m ] -1000
H [ kA/m ] 1000
H [ kOe ] H [ kOe ]
J [ kG ]
J [ kG ]
Gambar 4.9 Kurva Histerisis pada suhu sintering 1150 °C dengan variasi komposisi 0,25%wt dan 0,5%wt Fe2O3
Tabel 4.5 Data pengujian sifat magnetik (permagraph) sampel pada temperatur 1150 °C dengan variasi komposisi 0,25 %wt dan 0,5%wt Fe2O3
Permagraph
T = 1150 °C Komposisi (wt%)
0,25 0,50
Br (kG) 1,51 0,95
HcJ (kOe) 3,7 6,492
BHmax (MGOe) 0,52 0,21
Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa terjadinya penyempitan kurva sejalan dengan meningkatnya penambahan Fe2O3. Hal ini mengkonfirmasikan bahwa adanya pengaruh penambahan koposisi Fe2O3 terhadap sifat kemagnetan BaFe12O19, terlihat bahwa nilai remanensi (Br) dan nilai energi produk (BHmax) pada aditif 0,5% mempunyai nilai yang lebih kecil yaitu 0,95 kG dan 0,21 MGOe. Hal ini dikarenakan adanya fasa hematit (Fe2O3)yang bersifat antiferromagnetik pada sampel yang dapat mengurangi nilai remanensi nilai remanensi (Br), koersivitas (Hc) dan nilai energi produk maksimum (BHmax) (Rahmat D, 2010)
(56)
4.4.2 Gaussmeter
Untuk mengetahui kuat medan magnet dariBaFe12O19 maka dilkukan pengukuran dengan menggunakan gaussmeter. Hasil pengukuran Gaussmeter (kuat medan magnet) ditunjukkan pada tabel 4.5 dan gambar 4.6 dibawah ini :
Tabel 4.6 Data Pengujian kuat medan magnet BaFe12O19Pada Variasi
Temperatur Sintering dan Variasi Komposisi Fe2O3
Tabel Data Pengujian Gauss Meter
Temperatur (°C) Komposisi (%wt)
0 0,125 0,25 0,5
1150 595,3 590,7 589,7 496,3
1200 585,3 580,5 573,2 491,3
1250 579,8 573,6 568,2 467,9
Gambar 4.10Grafik Hubungan antara penambahan komposisi Fe2O3
terhadap nilai fluks magnetik yang disintering pada suhu 1150 °C, 1200 °C, 1250°C, masing-masing ditahan selama 2 jam.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai kuat medan magnet pada tabel 4.5 terlihat bahwa pada suhu sintering 1150 °C diperoleh nilai fluks magnetik tertinggi adalah
450 480 510 540 570 600
0 0,125 0,25 0,5
Fl u k s M a g n e ti k ( G a u ss )
Komposisi( %wt )
Grafik Fluks Magnetik-Vs-Komposisi
Ts 1150 °C Ts 1200°C Ts 1250°C
(57)
pada komposisi 0% (tanpa ada penambahan Fe2O3) yaitu 595,9 gauss. Sedangkan nilai fluks magnetik terendah adalah pada suhu sintering 1250 °C dengan penambahan komposisi 0,5% komposisi Fe2O3 yaitu 467,9 gauss. Hal ini dikarenakan sifat magnetik dari fasa Fe2O3 adalah antiferromagnetik, maka kemunculannya mempengaruhi magnetisasi saturasi. Semakin banyak fasa Fe2O3 maka nilai magnetisasi saturasi pada sampel semakin kecil (Silvia,L. 2011)
(58)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 4 sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Telah berhasil dilakukan pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit dengan penambahan komposisi Fe2O3
2. Dari hasil pengujian sifat fisis didapat bahwa nilai densitas cenderung menurun dan porositas cenderung naik ketika temperatur sintering dan konsentrasi komposisi Fe2O3 dinaikkan
3. Dari hasil analisa struktur kristal XRD (X-Ray Diffraction), fasa tunggalBaO.6Fe2O3 terbentuk pada komposisi 0%wt Fe2O3, sedangkan pada komposisi0,25 %wt dan 0,5%wt Fe2O3 terdapat dua fasa yang terbentuk yaitu fasa dominan BaO.6 Fe2O3 dan fasa minor Fe2O3
4. Dari hasil pengujian sifat magnet barium heksaferit didapat nilai kuat medan magnet, remanensi, energy produk maksimum cenderung menurun sedangkan nilai koersivitas naik ketika komposisi Fe2O3 ditambahkan 5. Magnet yang diperoleh pada penelitian ini ini berpotensi dikembangkan
menjadi komponen alat meteran air dengan nilai kuat medan magnet permukaan 950 Gauss nilai ini telah mencapai nilai dari spesifikasi yang dibutuhkan.
5.2 Saran
Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan magnet permanen Barium heksaferrite (BaO.6Fe2O3) disarankan:
(59)
2. Sebaiknya melakukan penambahan variasi komposisi (weight ratio) lebih banyak lagi pada pembuatan magnet permanen Barium heksaferrite (BaO.6Fe2O3) .
3. Dalam pengujian mikrostruktur Barium Heksaferrit sebaiknya menggunakan Scanning ElectronMicroscope (SEM) agar data yang diperoleh lebih baik.
(60)
DAFTAR PUSTAKA
Chauhan, Pooja. 2010. Preparation And Characterization Of Barium Hexaferrite By Barium Monoferrite”. (In Materials and Metalulurgical Engineering School of physics and Material Science). [Dissertation]. Punjab: Thapal University Patiala
Cornell, R.M. and U. Schwertmann. 2003. The Iron Oxides. Weinheim: WILEY-VCH
Doni, W,R and Azwar Manaf. 2013, Physical Characteristic and Magnetis Properties Of Barium Hexaferrites (BaFe12O19) Derived From Mechanical Alloying,
Internatioanal Journal of Basic & Apllied Sciences IJBAS-IJENS vol:13 No:04
Dunlop, David, J. 1997. Rock Magnetism : Fundamentals and Fronteers
Habibi, Taufik. 2006. Pembuatan Magnet Komposit Berbasis Karet Alam dan Serbuk Magnet Barium Ferrite (Studi kasus di UniversitasNegeri Semarang, Semarang). [Thesis]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Prog ram Sarjana S-1
Idayanti, N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Ferit untuk Flowmeter, Jurnal Fisika HFI Vol.A5 No.0528 Himpunan Fisika Indonesia. Tangerang
Jiles.D.1998. Introduction Ti magnetism and magnectic material, 2nd Ed. London and
New York: chapman and hall
Liu, Mingquan. Shen, Xiangqian. Song, Fuzhan. Xiang, Jun. Meng, Xianfeng. 2011.Microstructure and Magnetic Properties of Electrospun One-Dimensional Al3+ - Subsituted SrFe12O19 Nanofibers. Journal of Solid State Chemistry. 184: 871-876
Mayasari, Ika. 2012. Pengaruh Temperatur Sinter Terhadap Sifat Fisis Dan Sifat Magnet Pada magnet Permanen Stronsium Heksaferit (Studi kasus di Lembaga Ilmu penelitian Indonesia, Jakarta). [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Sarjana S-1
(61)
Moulson A.J, and J.M. Herbert, 1985, Electroceramics: Materials, Properties andApplications, Chapman and Hall, London-New York
Mohammad S, Widyan, Rolf E, Hanitsch, “High-power density radial-flux permanent-magnet sinusoidal three-phase three-slot four-pole electrical generator”, Electrical Power and Energy Systems 43, 2012, pp. 1221–1227 Mujiman. 2004. Sintesis Dan Karekterisasi Keramik Alumina (Al2O3) Terhadap
Aditif Titania (TiO2) Heksaferit (Studi kasus di Lembaga Ilmu penelitian
Indonesia, Jakarta). [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung Bandar Lampung, Program Sarjana S-1
Priyono. Yuli Astanto. Happy Traningsih & Ainie Khuriati R.S. 2004. Efek Aditiv Al2O3Terhadap Struktur dan Sifat Fisis Magnet Permanen BaO.6(Fe2O3) Jurnal Berkala Fisika. Vol. 7, No. 2, April 2004, hal 69-73
Ristic, M. M., 1977, Sintering New Developments,Material Science Monographs, vol 4, Proceeding of 4th International Round Table Conference on Sintering,
Dubrovnik, Yugoslavia, September 5 – 10, 1979, Elsevier Scientif Publishing Company, Amsterdam-Oxford, New York
Satapathy, S., Varma, K.B.R. 2006 . Orientated nano grain growth and effect of annealing on grain size in LiTaO3 thin films deposited by sol–gel technique. Journal of Crystal Growth 291 232–238
Sardjono, Priyo, Chandra K, dan dkk. 2012. Aplikasi Magnet Permanen di Indonesia : Data Pasar dan Pengembangan Material Magnet. Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik. Tangerang
Simbolon, S. 2013.Sintesis Dan Karakterisasi Barium M-HeksaferitDengan Doping Ion Mn Dan Temperatur Sintering.Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Material Maju : Magnet dan Aplikasinya,Hotel Orange, Solo
Silvia, L. Dan Zainuri, M, 2011, Pengaruh ion doping Co/Zn Terhadap Sifat Kemagnetan Barium M-Hexaferrite BaFe12-2xCoxZnxO19, Institut Sepuluh Nopember, Surabaya
(62)
Skomski, Ralph dan Coey, JMD.1999. Permanent Magnetism. London : The Institude of Physic
Smallman, R. E., 1991, Metalurgi Fisik Modern, Edisi 4, PT. Gramedia, Jakarta
Snoek J.L, 1947, New Development in Ferromagnetik Material, New York
Takanori Tsutaoka and Nobuyoshi Koga. 2013. Magnetic phase transitions in substituted barium ferrites BaFe12-x(Ti0.5Co0.5)xO19 (x=0–5). Journal of
Magnetism and MagneticMaterials. 325:36–41
Tang, Xin. 2005. Influence Of Syntesis Variables On The Phase Component And Magnetic Properties Of M-Baferrite Powder Prepared Via Sugar-Nitrates Process. Journal of Apllied Crystalography. ISSN 0021-8898
Tippler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Tehnik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Erlangga: Jakarta
Wismogroho, A, S. dan Toto Sudiro, 2014. Efek Waktu Milling terhadapKarakteristik Sinter dari Magnet Permanen Barium Heksaferrite, Prosiding pertemuan ilmiah XXXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta,ISSN 0853-0823, Tangerang Selatan
Yulianto,A. 2007 . Fasa Oksida Besi Untuk Sintesis SerbukMagnet Ferit. Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 8, No. 3, Juni 2007, hal : 39-41, ISNN : 1411 – 1098, Semarang
(63)
Lampiran 1
Bahan dan Peralatan Penelitian
1. Peralatan
(Jar Mill) (Mikroskop Optik) (Covensional Mill)
Timbangan digital 2 digit (Beaker Gelas) (Carver press)(ACIS AD-600H)
(64)
(X-Ray Difractometer) (Impuls magnetizer) (Oven)
(65)
2. Bahan
Serbuk Barium Hexaferrite Komersil Serbuk Hematit (α-Fe2O3)
Perekat polimer Celuna WE-518 Aquades
(66)
Perhitungan Densitas Sampel
1. Perhitungan densitas sampel barium heksaferit untuk temperatur 1150 °C dengan 0 %wt Fe2O3
Diketahui : Massa Kering : 2,85 gr Massa Basah : 2,25 gr ρair : 1 gr/cm3
Ditanya : densitas ...? Penyelesaian : ρ = ��
��−������ ρ = 2,85
( 2,85 − 2,25 ) 1
ρ = 2,75 gr/cm3
2. Perhitungan densitas sampel barium heksaferit untuk temperatur 1150 °C dengan 0,125 %wt Fe2O3
Diketahui : Massa Kering : 2,83 gr Massa Basah : 2,23 gr ρair : 1 gr/cm3
Ditanya : densitas ...? Penyelesaian : ρ = ��
��−������ ρ = 2,83
( 2,83 − 2,23 ) 1
ρ = 2,71 gr/cm3
3. Perhitungan densitas sampel barium heksaferit untuk temperatur 1150 °C dengan 0,25 %wt Fe2O3
Diketahui : Massa Kering : 2,92 gr Massa Basah : 2,30 gr ρair : 1 gr/cm3
(1)
Data Pengujian XRD
Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe
2O
3Pada Suhu Sintering
1150°C Tanpa Penambahan Komposisi Fe
2O
3(0 %wt)
Tabel 7. 3 Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å) d std (Å)
Rel. I.
[%] h k l Fasa 1 30.30 30.27 2.9471 2.9500 56 1 1 0 BaFe12O19
2 32.19 32.17 2.7763 2.7800 100 1 0 7 BaFe12O19
3 34.10 34.06 2.6273 2.6300 88 1 1 4 BaFe12O19
Tabel 8. Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å) d std (Å)
Rel. I.
[%] h k l Fasa 1 22.99 22.96 3.8658 3.8700 11 0 0 6 BaFe12O19
2 30.30 30.27 2.9471 2.9500 56 1 1 0 BaFe12O19
3 30.83 30.80 2.8962 2.9000 17 0 0 8 BaFe12O19
4 32.19 32.17 2.7763 2.7800 100 1 0 7 BaFe12O19
5 34.10 34.06 2.6273 2.6300 88 1 1 4 BaFe12O19
6 35.56 35.59 2.5229 2.5200 7 1 0 8 BaFe12O19
7 37.05 37.12 2.4244 2.4200 45 2 0 3 BaFe12O19
8 40.30 40.30 2.2359 2.2360 31 2 0 5 BaFe12O19
9 42.49 42.40 2.1257 2.1300 25 2 0 6 BaFe12O19
(2)
11 56.57 56.59 1.6256 1.6250 46 2 0 11 BaFe12O19
12 63.13 63.05 1.4716 1.4730 37 2 2 0 BaFe12O19
13 67.28 67.30 1.3906 1.3900 14 2 0 14 BaFe12O19
14 72.70 72.60 1.2997 1.3010 5 1 1 16 BaFe12O19
Gambar 8. Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe
2O
3Pada Suhu Sintering
1150°C dengan Penambahan Komposisi Fe
2O
3(0.25 %wt)
Tabel 9. 3 Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å)
d std (Å) Rel. I.
[%] h k l Fasa 1 30.37 30.29 2.9434 2.9478 55 1 0 0 BaFe12O19
2 32.24 32.14 2.7764 2.7820 100 1 0 7 BaFe12O19
3 34.13 34.08 2.6273 2.6279 98 1 1 4 BaFe12O19
Tabel 10. Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3dan Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å)
d std (Å) Rel. I.
[%] h k l Fasa 1 23.06 22.97 3.8566 3.8681 18 0 0 6 BaFe12O19
2 24.99 24.16 3.5626 3.5800 18 0 1 2 Fe2O3
3 30.37 30.29 2.9434 2.9478 55 1 0 0 BaFe12O19
4 30.87 30.79 2.8966 2.9000 32 0 0 8 BaFe12O19
5 32.24 32.14 2.7764 2.7820 100 1 0 7 BaFe12O19
6 33.24 33.27 2.6955 2.6900 100 1 0 4 Fe2O3
(3)
8 35.59 35.57 2.5223 2.5217 10 1 0 8 BaFe12O19
9 37.10 37.04 2.4232 2.4246 60 2 0 3 BaFe12O19
10 40.39 40.27 2.2329 2.2372 29 2 0 5 BaFe12O19
11 42.49 42.38 2.1273 2.1306 18 2 0 6 BaFe12O19
12 55.26 55.00 1.6626 1.6680 53 2 1 7 BaFe12O19
13 56.65 56.53 1.6248 1.6264 58 2 0 11 BaFe12O19
Gambar 9. Grafik Hasil Pengujian XRD BaO.6Fe
2O
3Pada Suhu Sintering
1150°C dengan Penambahan Komposisi Fe
2O
3(0.5 %wt)
Tabel 11. 3 Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å) d std (Å) Rel. I. [%] h k l Fasa 1 32.24 32.14 2.7764 2.7820 100 1 0 7 BaFe12O19
2 34.18 34.08 2.6233 2.6279 98 1 1 4 BaFe12O19
3 56.67 56.53 1.6243 1.6264 58 2 0 11 BaFe12O19
4 30.40 30.29 2.9402 2.9478 55 1 1 0 BaFe12O19
5 55.23 55.00 1.6631 1.6680 53 2 1 7 BaFe12O19
Tabel 12. 3 Strongest LinesFe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å) d std (Å) Rel. I. [%] h k l Fasa 1 33.21 33.27 2.6980 2.6900 100 1 0 4 Fe2O3
2 54.11 54.23 1.6949 1.6900 63 1 1 6 Fe2O3
(4)
Tabel 13. Strongest LinesBaO.6Fe
2O
3dan Fe
2O
3sebelum refinement
No 2-θ Eksperimen
2-θ
Standart deks(Å) d std (Å) Rel. I. [%] h k l Fasa 1 23.02 22.97 3.8632 3.8681 18 0 0 6 BaFe12O19
2 30.40 30.29 2.9402 2.9478 55 1 1 0 BaFe12O19
3 30.85 30.80 2.8981 2.9000 17 0 0 8 BaFe12O19
4 32.24 32.14 2.7764 2.7820 100 1 0 7 BaFe12O19
5 33.21 33.27 2.6980 2.6900 100 1 0 4 Fe2O3
6 34.18 34.08 2.6233 2.6279 98 1 1 4 BaFe12O19
7 35.66 35.57 2.5158 2.5217 10 1 0 8 BaFe12O19
8 37.17 37.12 2.4149 2.4200 45 2 0 3 BaFe12O19
9 40.42 40.99 2.2316 2.2000 18 1 1 3 Fe2O3
10 42.52 42.40 2.1262 2.1300 25 2 0 6 BaFe12O19
11 54.11 54.23 1.6949 1.6900 63 1 1 6 Fe2O3
12 55.23 55.00 1.6631 1.6680 53 2 1 7 BaFe12O19
13 56.67 56.53 1.6243 1.6264 58 2 0 11 BaFe12O19
14 63.21 63.05 1.4710 1.4730 37 2 2 0 BaFe12O19
15 64.07 64.12 1.4582 1.4511 1 0 0 16 BaFe12O19
16 64.43 64.17 1.4534 1.4500 50 3 0 0 Fe2O3
17 65.53 65.50 1.4246 1.4238 3 2 1 11 BaFe12O19
18 67.33 67.30 1.4115 1.3900 14 2 0 14 BaFe12O19
19 69.71 69.58 1.3489 1.3500 3 2 0 8 Fe2O3
20 72.07 72.03 1.3104 1.3100 18 1 0 10 Fe2O3
21 72.73 72.60 1.3002 1.3010 5 1 1 16 BaFe12O19
Data Pengujian Sifat Magnet
Tabel 14. Data pengujian sifat magnetik (permagraph) sampel pada temperatur
1150 °C pada variasi komposisi 0,25 %wt dan 0,5 %wt Fe
2O
3Permagraph
T = 1150 °C
Komposisi (%wt)
0,25
0,50
Br (kG)
1,51
0,95
HcJ (kOe)
3,7
6,492
(5)
Gambar 10. Kurva Histerisis pada suhu sintering 1150 °C dengan variasi
komposisi Fe
2O
30,25% dan 0,5%
-2 -1 0 1 2 3 4 5
-15 -10 -5 0 5 10
MAGNET-PHYSIK Dr. Steingroever GmbH PERMAGRAPH C
H [ kA/m ] -1000
H [ kA/m ] 1000
H [ kOe ] H [ kOe ]
J [ kG ]
J [ kG ]
(6)
Gambar 11. Grafik Hubungan antara penambahan komposisi Fe
2O
3terhadap nilai
fluks magnetik pada suhu sintering 1150 °C, 1200 °C, 1250°C, masing-masing
ditahan selama 2 jam.
595,3 590,7 589,7
496,3
585,3 580,5
573,2
491,3 579,8
573,6 568,2
467,9 450
480 510 540 570 600
0 0,125 0,25 0,5
Fl
u
k
s
M
a
g
n
e
ti
k
(
G
a
u
ss
)
Komposisi ( wt% )
Grafik Fluks Magnetik-Vs-Komposisi
1150 1200 1250