BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal 2.1.1 Definisi Modal - Pengujian Pecking Order Theory Terhadap Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima Di Sekitar Universitas Sumatera Utara Medan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modal

  2.1.1 Definisi Modal

  Secara garis besar pengertian modal adalah kemampuan perusahaan ditinjau dari banyaknya barang modal yang dimiliki perusahaan dilihat dari neraca perusahaan dimana dalam neraca tersebut terlihat jelas bagaimana posisi harta, utang, dan modal perusahaan baik itu berupa modal sendiri maupun modal asing (Brigham dan Houston, 2001:7).

  Pengertian modal menurut Riyanto (2001:17) adalah hasil produksi yang akan digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Dalam perkembangannya, pengertian modal kemudian berubah menjadi bersifat non physical oriented yaitu lebih ditekankan kepada nilai daya beli, kekuasaan memakai atau menggunakan hal-hal yang terkandung dalam barang-barang modal. Permasalahan modal merupakan salah satu hal yang sangat penting mengingat perusahaan akan dapat berjalan dan berkembang dengan baik apabila didukung dengan modal yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

  2.1.2 Sumber Modal

  Ditinjau dari asalnya, menurut Sjahrial (2009:18), sumber modal perusahaan dapat dibedakan menjadi sumber modal internal dan sumber modal eksternal. Sumber modal internal adalah sumber modal yang berasal dari dalam modal yang berasal dari luar perusahaan (external financing).

  1. Sumber Modal Internal Laba ditahan (Retained Earning)

  Laba ditahan adalah laba yang diperoleh sesudah pembayaran pajak yang dikumpulkan sejak perusahaan didirikan dan tidak dibagikan kepada pemiliknya.

  Laba ditahan merupakan representasi dari akumulasi laba bersih perusahaan yang tidak didistribusikan kepada pemegang saham sebagai dividen karena merupakan sumber modal internal. Jumlah laba ditahan biasanya terbatas karena adanya perjanjian kepada pemegang saham untuk membagikan sejumlah dividen kepada mereka.

  Namun, didalam suatu perusahaan nilai minimum dari laba ditahan sudah ditentukan. Jadi, nilai minimum dari jumlah laba ditahan tersebut tidak boleh dibagikan sebagai dividen oleh perusahaan kepada pemegang saham. Dengan menahan laba yang diperoleh perusahaan maka pembentukan modal internal tersebut akan semakin besar sehingga dapat meminimalkan sumber modal yang berasal dari luar perusahaan.

  2. Sumber Modal Eksternal

  a. Utang (debt) Utang (debt) merupakan kewajiban perusahaan pada kreditor atas pinjaman yang diberikan berupa pembayaran uang, penyerahan barang, maupun jasa. Utang biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif sumber modal perusahaan karena memberikan manfaat berupa tax shield, yaitu menghindari utang akan berpengaruh terhadap baik buruknya struktur modal. Struktur modal yang baik adalah perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah modal sendiri tidak melebihi 50:50 (Sutojo, et al, 2004:195).

  b. Obligasi Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya secara periodik dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada saat jatuh tempo.

  c. Saham Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan berarti investor memiliki hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Ada dua jenis saham berdasarkan prioritas pembagian dividen dan hak suara, yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham biasa adalah sekuritas yang menunjukkan bahwa pemegang saham tersebut memiliki hak kepemilikan atas aset-aset perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham biasa mempunyai hak suara (voting rights) untuk memilih direksi maupun manajer perusahaan dan ikut berperan dalam keputusan penting perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

  Sedangkan saham preferen adalah bentuk kepemilikan dengan hak istimewa karena saham preferen memiliki karakteristik gabungan antara obligasi seperti halnya obligasi dan juga mendapatkan hak kepemilikan seperti pada saham biasa. Bedanya hanya pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara di dalam RUPS (Tandelilin, 2001:18).

2.2 Struktur Modal

2.2.1 Definisi Struktur Modal

  Weston dan Copeland (2000:19) memberikan definisi struktur modal sebagai sumber modal yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus modal, dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham. Sedangkan menurut Husnan (2000:25), struktur modal adalah perbandingan antara sumber modal jangka panjang yang bersifat pinjaman dengan modal sendiri.

  Menurut Riyanto (2001:14), pada dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari keseimbangan neraca keuangan yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca tersebut dengan sebaik- baiknya. Pemilihan susunan kualitatif pada sisi aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi utang dan modal sendiri akan menentukan struktur keuangan da

  Menurut Weston dan Brigham (2000:17), struktur modal harus dapat dibedakan dengan struktur keuangan. Struktur keuangan merupakan bagian dari struktur pembiayaan yang menggambarkan keseimbangan antara seluruh utang struktur modal hanya menyangkut pembiayaan jangka panjang saja, yaitu keseimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri, tidak termasuk pembiayaan jangka pendek.

  Struktur modal yang efisien dapat menekan biaya modal (cost of capital) yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Keseimbangan yang optimal antara utang dan modal sendiri akan menggambarkan struktur modal yang optimal. Namun pada kenyataannya sulit bagi perusahaan untuk menentukan struktur modal yang optimal dalam proporsi yang tepat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu preferensi pembiayaan yang tepat dengan mempelajari teori struktur modal untuk menghasilkan struktur modal yang optimal (Brigham dan Houston, 2001:15).

2.2.2 Teori Struktur Modal

  Teori mengenai struktur modal berawal dari teori yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (yang selanjutnya dikenal dengan MM) mengenai capital structure irrelevance proposition yang mengatakan bahwa tidak ada bankruptcy cost, agency cost, dan asymmetric information serta berada pada pasar yang efisien sehingga nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan tersebut didanai oleh utang dan ekuitas serta kebijakan dividennya. MM dalam Syahyunan (2013:218) mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka, yaitu:

  a. Tidak ada agency cost

  b. Tidak ada pajak perusahaan

  d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti yang diperoleh manajer mengenai prospek perusahaan di masa depan e. Tidak ada biaya kebangkrutan

  f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang g. Para investor adalah price-takers

  h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value ).

  Berikut ini adalah dua teori yang sering digunakan dalam penelitian struktur modal:

  1. Trade-Off Theory (Teori Trade-Off) Menurut Myers dalam Sjahrial (2009:202), perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shield) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress) dan biaya agensi (agency cost). Kesulitan keuangan (financial distress) adalah kondisi dimana sebuah perusahaan mengalami kesulitan dan terancam bangkrut akibat ketidakmampuannya dalam mengembalikan utang beserta bunga. Sedangkan biaya agensi (agency cost) adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan utang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dengan kreditor (pemberi pinjaman). dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak (tax shield) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) dalam penentuan struktur modal.

  Perusahaan-perusahaan yang memiliki laba yang besar tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio utangnya sehingga tambahan utang tersebut akan mengurangi pajak. Tetapi dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Perilaku perusahaan di Amerika Serikat justru menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki laba yang besar cenderung memiliki rasio utang yang rendah. Hal ini berlawanan dengan Trade-Off Theory. Trade-Off Theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio utang.

  2. Pecking Order Theory (Teori Pecking Order) Menurut Myers dalam Brealey, et al (2007:25), perusahaan yang memiliki laba yang besar justru memiliki utang yang kecil. Dalam Pecking Order Theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Dalam Pecking Order Theory, terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pembiayaan, yaitu:

  1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber modal internal daripada sumber modal eksternal. Modal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

  2. Jika sumber modal eksternal diperlukan maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko seperti obligasi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa. hanya menjelaskan urutan pembiayaan. Kebutuhan modal ditentukan oleh kebutuhan investasi. Berdasarkan Pecking Order Theory dapat dijelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai laba yang besar justru mempunyai utang yang kecil.

  Tetapi pada kenyataannya, ada perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam Pecking Order Theory. Perusahaan-perusahaan di negara berkembang justru lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berutang sebagai sumber modal tambahan. Hal ini berlawanan dengan Pecking Order

  

Theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan

  utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan tambahan sumber modal.

2.3 Definisi Usaha Kecil

  Berdasarkan UU No. 9 Tahun 1995, usaha kecil didefinisikan sebagai unit kegiatan ekonomi masyarakat yang berskala kecil dengan total kekayaan bersihnya tidak lebih dari dua ratus juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) serta hasil penjualan tahunannya paling banyak satu milyar rupiah. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 mendefinisikan usaha kecil sebagai usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya enam ratus juta rupiah dan aset setinggi-tingginya enam ratus juta rupiah. Dari uraian tentang definisi usaha kecil kecil. Namun, yang membedakannya adalah kepentingan dari masing-masing tujuan peraturan tersebut (Rachmat, 2005:14).

  Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnansi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor UKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.

  UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh empat hal, yaitu:

  1. Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya yang tidak tahan lama.

  2. Mayoritas UKM lebih mengandalkan non-banking financing dalam aspek pembiayaan usaha.

  3. Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja.

  4. Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.

  Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

2.4.1 Karakteristik Pemilik Usaha

  Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan alasan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut (Saragih, 2013:16). Tetapi, pemilik UKM biasanya tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan keuangan karena biasanya mereka lebih sering memiliki spesialisasi produk atau jasa tertentu karena mereka tidak memiliki pengetahuan di bidang keuangan.

  Jadi masalah informasi asimetri (asymmetric information) bisa menyebabkan kesulitan dalam komunikasi dan kredibilitas usaha. Sehingga pemilik UKM biasanya mendasarkan preferensi pembiayaan mereka berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Mereka lebih memilih sumber modal seperti modal sendiri untuk menghindari tingkat risiko yang lebih tinggi. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu, dengan keterbatasan kualitas SDM nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. dunia usaha yaitu karena keinginan sendiri dan karena terpaksa. Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri memiliki orientasi kewirausahaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa. Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri memilih untuk menjadi seorang pengusaha daripada bekerja sebagai karyawan untuk sebuah perusahaan karena ada dorongan dari dalam diri mereka sendiri untuk berwirausaha. Mereka berpikir bahwa berwirausaha itu jauh lebih baik dan lebih menjanjikan keuntungan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain.

  Sedangkan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa memilih untuk berwirausaha karena tidak memiliki pilihan lain dalam mencari nafkah. Biasanya mereka adalah orang-orang yang dipecat dari pekerjaan terdahulunya, seperti kuli bangunan, buruh pabrik, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri lebih dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha serta memiliki pemilihan keputusan berwirausaha yang relatif baik dibandingkan dengan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa dan cenderung menggunakan modal sendiri.

2.4.2 Karakteristik Usaha

  Menurut Madura (2007:253), ketika pengusaha membentuk suatu bisnis, mereka harus memutuskan tipe kepemilikan dari bisnis tersebut. Organisasi bisnis biasanya diklasifikasikan menjadi kepemilikan perseorangan (tunggal), kemitraan, dan perseroan terbatas. Dalam kaitannya dengan Usaha Kecil dan Menengah, tipe kepemilikan yang dipilih akan mempengaruhi profitabilitas, risiko, dan nilai dari laba didistribusikan diantara para pemilik UKM, tingkat kewajiban dari masing- masing pemilik, tingkat kendali yang dimiliki oleh masing-masing pemilik dalam menjalankan usahanya serta potensi pengembalian dari UKM tersebut beserta risikonya.

  Pemilik UKM dengan status kepemilikan sebagai kepemilikan tunggal atau kemitraan lebih memilih untuk memenuhi modal sendiri terlebih dahulu sebelum mengambil utang karena "insentif tambahan" dari lembaga pembiayaan seperti bank yang memiliki hak atas aset pribadi pemilik UKM sehingga pemilik UKM memiliki kewajiban untuk mengikuti keinginan dari lembaga pembiayaan tersebut.

  Menurut Assibey, et al. (2012), ukuran usaha, yang ditentukan oleh besarnya jumlah modal awal yang diperlukan untuk mendirikan suatu UKM, mempengaruhi preferensi pembiayaan oleh pemilik UKM. Semakin besar jumlah modal awal yang diperlukan maka kecenderungan untuk berutang juga akan semakin besar. Jika utang yang dimiliki semakin besar maka risiko usaha yang akan diterima oleh pemilik UKM juga akan semakin besar karena memiliki kewajiban untuk melunasi utang beserta dengan bunganya. Selain itu, prosedur administrasi peminjaman uang kepada bank yang rumit dan berbelit-belit dengan tingkat suku bunga yang tinggi serta membutuhkan agunan membuat para pelaku usaha enggan untuk meminjam di bank sebab tidak semua pemilik UKM memiliki agunan yang dapat diagunkan. dibandingkan dengan usaha yang baru berdiri karena pemilik usaha yang telah lama berdiri memiliki pengalaman yang memadai setelah melalui banyak tantangan dan masalah yang terjadi sehingga mereka mampu memberikan bukti kinerja keuangan dan memiliki track record yang baik jika dibandingkan dengan pemilik usaha yang baru berdiri. Kurangnya modal dan terbatasnya akses kepada sumber modal merupakan faktor utama yang menghambat pemilik usaha yang baru berdiri untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, pemilik usaha yang baru berdiri akan mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman dari bank karena belum memiliki reputasi sehingga cenderung akan memilih sumber modal yang paling mudah diperoleh yaitu modal sendiri.

2.5 Preferensi pembiayaan

  Pengambilan keputusan yang optimal adalah yang rasional. Artinya seseorang membuat pilihan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh.

  Meskipun banyak yang belum diungkapkan dari proses penetapan keputusan, tetapi telah disepakati bahwa faktor-faktor personal amatlah menentukan didalam pengambilan keputusan, seperti kognisi, motif, dan sikap. Berdasarkan teori keputusan dalam relevansinya dengan preferensi pembiayaan, didasari pada beberapa hal, antara lain:

  1. Berdasarkan pemikiran yang rasional tentang pentingya memilih sumber modal yang tepat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari berdasarkan kemampuan berpikirnya (kognisi). pengalaman. Intuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional.

  3. Berdasarkan pilihan yang ada, yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan tentang beberapa alternatif sumber modal setelah mengkaji untung ruginya (Saragih, 2013:26).

  Sebagian besar UKM tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Kurangnya modal UKM disebabkan karena pada umumnya UKM merupakan usaha perorangan atau usaha yang sifatnya tertutup dengan hanya mengandalkan modal dari pemilik UKM yang jumlahnya sangat terbatas sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi pemilik UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.

  Penggunaan pinjaman dengan biaya tetap yaitu bunga pada dasarnya akan berdampak positif yaitu berupa penghematan pajak (tax shield) karena bunga dihitung sebagai biaya. Namun, dalam kenyataannya penggunaan pinjaman dalam jumlah besar akan menimbulkan risiko kesulitan keuangan (financial distress) yang tinggi sehingga jika pemilik UKM tidak mampu memenuhi kewajibannya yaitu membayar kembali pokok pinjaman berikut dengan bunganya maka pemilik UKM dapat dipailitkan oleh kreditur (Brigham dan Houston, 2001:21). jaminan yang pasti dalam hal keuangan (Brealey, et al, 2007:14). Meskipun sumber modal yang berasal dari utang cukup menjanjikan, tetapi perlu berhati-hati dalam penggunaannya agar tidak terjebak didalamnya. Apabila pemilik UKM mengalami kesulitan keuangan dan laba yang diperoleh tidak mencukupi untuk menutupi pokok pinjaman berikut bunganya, maka besar kemungkinan pemilik UKM akan mengalami kebangkrutan. Itulah sebabnya mengapa para pemilik usaha lebih memilih sumber modal sendiri (Sjahrial, 2009:89).

2.6 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan oleh Gebru (2009) dengan judul “Financing

preferences of micro and small enterprise owners in Tigray: does POH hold ?”.

  Penelitian ini dilakukan terhadap pemilik UKM dari 120 UKM di 6 kota yang berbeda pada negara Ethiopia, yang mayoritas pemiliknya adalah laki-laki dengan rentang usia antara 20-50 tahun. Sampel dipilih dengan teknik probability

  sampling dengan metode Stratified Random Sampling berdasarkan data empiris

  tahun 2007 yang diperoleh dari lembaga survei keuangan terhadap UKM di negara daerah Tigray, Ethiopia. Skala yang digunakan adalah skala biner, dengan nilai 0 dan 1. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik.

  Hasil analisis data menunjukkan bahwa dua pertiga dari pemilik UKM memilih sumber modal sendiri ketika memulai bisnis baru dan sepertiganya memilih utang. Hasil perhitungan Pearson chi- square [χ2(5)=12,97] menunjukkan bahwa terdapat hubungan (α=0,05) antara tingkat pendidikan para pemilik UKM dengan preferensi pembiayaan. Perhitungan korelasi Spearman (r= 0.6425, p serta menjadi faktor yang dominan mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Pemilik UKM dengan tipe kepemilikan tunggal memilih untuk menggunakan sumber modal sendiri dan pemilik UKM yang masuk ke dalam dunia usaha karena keinginan sendiri juga memilih untuk menggunakan sumber modal sendiri dalam mendanai usahanya.

  Melanjutkan penelitian yang telah diteliti oleh Gebru, pada tahun 2012 Assibey, et al. melakukan penelitian dengan judul “Microenterprise financing

  

preference ”. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh UKM yang baru berdiri di

  daerah pedesaan yang ada di negara Ghana. Penelitian tersebut menemukan bahwa selain faktor-faktor yang telah ditemukan oleh Gebru, ukuran usaha yang diukur dari jumlah modal awal yang dibutuhkan untuk mendirikan suatu UKM mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin kecil jumlah modal awal yang dibutuhkan maka kecenderungan menggunakan sumber modal sendiri akan semakin besar. Selain itu, lama usaha berdiri juga mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin lama pemilik UKM menjalankan usahanya dia akan berupaya mencari untung untuk mengembangkan usahanya.

  Selain kedua penelitian tersebut, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Gracia dan Mira (2003) serta Ang, et al. (2010) yang meneliti terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha. Gracia dan Mira (2003) meneliti hubungan dua teori struktur modal yaitu teori Trade Off dan teori Pecking Order dengan preferensi pembiayaan pemilik UKM di negara Spanyol dengan menggunakan metode data panel. Hasilnya adalah bahwa kedua teori tersebut memiliki kontribusi yang yang dilakukan oleh Ang, et al. (2010) meneliti apakah karakter demografi dari seorang pemilik usaha seperti gender, usia, pengalaman, pendidikan, dan lain-lain dapat mempengaruhi preferensi pembiayaan usahanya. Ang, et al. menemukan bahwa karakter demografi dari pribadi seseorang pemilik usaha sangat menentukan dalam setiap keputusan yang dia ambil.

2.7 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan model pemikiran tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka konseptual akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti yang selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian (Kuncoro, 2009:45).

  Menurut Gebru (2009), pemilik UKM biasanya tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan keuangan karena biasanya mereka tidak memiliki pengetahuan di bidang keuangan sehingga cenderung memiliki spesialisasi produk atau jasa tertentu. Pemilik UKM dengan tingkat pendidikan yang rendah mendasarkan preferensi pembiayaan mereka berdasarkan pengalaman. Mereka lebih memilih sumber modal sendiri untuk menghindari utang karena memiliki risiko yang lebih tinggi. Ada dua alasan bagi pemilik UKM memasuki dunia usaha yaitu karena keinginan sendiri dan karena terpaksa.

  Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri lebih dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha serta memiliki pemilihan keputusan berwirausaha yang dan cenderung menggunakan sumber modal sendiri.

  Ukuran usaha, yang ditentukan oleh besarnya jumlah modal awal yang diperlukan untuk mendirikan suatu UKM menjadi faktor yang mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin besar jumlah modal awal yang diperlukan maka kecenderungan untuk berutang juga akan semakin besar. Usaha yang telah lama berdiri dianggap telah memiliki reputasi yang baik dibandingkan dengan usaha yang baru berdiri karena pemilik usaha yang telah lama berdiri memiliki pengalaman yang memadai setelah melalui banyak tantangan dan masalah sehingga mereka mampu memberikan bukti kinerja keuangan dan memiliki track record yang baik jika dibandingkan dengan pemilik usaha yang baru berdiri. Pemilik UKM dengan status kepemilikan sebagai kepemilikan tunggal atau kemitraan lebih memilih untuk menggunakan modal sendiri terlebih dahulu sebelum mengambil utang karena apabila menggunakan utang terlebih dahulu muncul kekhawatiran tidak dapat mengembalikan pokok utang berikut dengan bunganya, terlebih bagi pemilik UKM yang baru berdiri.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka konseptual yang disesuaikan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut: Karakteristik Pemilik Usaha

  1. Pendidikan (X

  1 )

  2. Alasan memasuki dunia usaha (X )

2 Preferensi

  pembiayaan (Y) Karakteristik Usaha

  1. Lama usaha berdiri (X

  3 )

  2. Jumlah modal awal (X

  4 )

  3. Tipe kepemilikan (X

  5 )

  

Sumber : Gebru (2009) dan Assibey, et al. (2012) (modifikasi)

2.8 Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian serta pernyataan yang spesifik (Kuncoro, 2009:59).

  Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah penulis kemukakan tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

  1. Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

  2. Alasan memasuki dunia usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

  3. Lama usaha berdiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

  4. Jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

  5. Tipe kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

Dokumen yang terkait

Pengujian Pecking Order Theory Terhadap Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima Di Sekitar Universitas Sumatera Utara Medan

0 91 73

Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

16 140 101

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Kerja - Bab 2 modal kerja

1 1 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengobatan Sendiri - Evaluasi Tingkat Kesalahan Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Di Kalangan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal - Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Modal - Pengujian Peckingorder Theory Dalam Pembentukan Struktur Modal Pada Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 PengertianKewirausahaan - Pengaruh Managerial Skill Terhadap Keberhasilan Usaha Industri Kreatif Di Kota Medan

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Uang - Analisis Persepsi Pelaku UMKM Di Kota Medan Terhadap Kebijakan Redenominasi Rupiah

0 0 19