Pengujian Pecking Order Theory Terhadap Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima Di Sekitar Universitas Sumatera Utara Medan

(1)

SKRIPSI

PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY TERHADAP PREFERENSI PEMBIAYAAN PEMILIK USAHA KULINER KAKI LIMA DI

SEKITAR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

OLEH

JASTIN ANJU 100502121

PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dalam mendirikan suatu usaha tentu membutuhkan modal. Ada dua jenis sumber modal yaitu modal internal dan modal eksternal. Untuk memaksimalkan laba yang diperoleh dan meningkatkan nilai usaha dibutuhkan preferensi pembiayaan yang tepat. Salah satu teori tentang struktur modal adalah Pecking Order Theory. Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan akan memenuhi sumber modal internal terlebih dahulu dan apabila dirasa masih kurang maka perusahaan akan menggunakan sumber modal eksternal dimulai dari yang paling kecil resikonya. Pecking Order Theory hanya menyatakan urutan (hierarki) pembiayaan sehingga tidak terdapat struktur modal yang optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan sesuai dengan Pecking Order Theory. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan dan metode sampling yang digunakan adalah Multistage Area Sampling. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik. Dari survey terhadap 38 sampel penelitian diperoleh hasil 26 pemilik usaha memilih sumber modal sendiri dan 12 pemilik usaha memilih sumber modal utang. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ditemukan bahwa pada α 5%, jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha.

Kata kunci: Pecking Order Theory, Preferensi pembiayaan, Pendidikan, Alasan memasuki dunia usaha, Lama usaha berdiri, Jumlah modal awal, Tipe kepemilikan


(3)

ABSTRACT

In setting up a business would need capital. There are two types of capital sources, they are internal capital and external capital. To maximize profits and increase the value of the business needs the right financing preference. One theory of capital structure is Pecking Order Theory. Pecking Order Theory states that the company will fulfil the internal capital resources first in advance and if it is still less then the company will use external capital sources starting from the smallest risk. Pecking Order Theory simply states the order (hierarchy) financing so that there is no optimal capital structure.

The purpose of this research was to determine the influence of education, reason to enter business world, age of business, amount of initial capital, and type of ownership to the financing preference culinary street business owners around the University of North Sumatra, Medan in accordance with the Pecking Order Theory. The population of this rresearch was all culinary street business owners around North Sumatra University Medan and the sampling method used was multistage area sampling. This research uses logistic regression analysis. From a survey to 38 samples were obtained the results of 26 business owners choose its own capital resources and 12 business owners choose debt capital resources. Based on the results of logistic regression analysis found that with α 5 %, amount of initial capital have positive and significant effect on the financing preferences of business owners while other variables did not significantly influence the financing preferences of business owners.

Keyword : Pecking Order Theory, Financing preference, Education, the Reason to enter business world, Age of business, Amount of initial capital, Type of ownership


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh berkat dan anugerah serta kasihNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengujian Pecking Order Theory pada Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima di Sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.”

Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Strata 1 Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, petunjuk, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K).

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E. M.Sc , Ak.

3. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Dr. Isfenti Sadalia, S.E. , ME.

4. Dosen pembimbing saya Dr. Khaira Amalia Fachrudin, S.E. , Ak. , MBA, MAPPI (Cert) yang telah meluangkan waktu dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam membimbing serta mengarahkan saya mulai dari pengajuan judul hingga penulisan skripsi ini selesai.


(5)

5. Dosen pembanding I saya Dra. Lisa Marlina, M.Si serta dosen pembanding II saya Isfenti Sadalia, S.E. , ME yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan bimbingan mulai dari penulisan proposal sampai penulisan tesis ini selesai. 6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi Strata 1 Departemen

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh rekan-rekan saya stambuk 2010 departemen manajemen terutama kepada Daniel, John, Yogi, Uji, dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

8. Orangtua saya yang sangat saya cintai Yan Petrus Saragih, S.H. dan Ns. Mitsurya Pasaribu, S. Kep serta kepada adik saya Febri Angelia Saramita Saragih yang telah memberikan dukungan yang tidak terhingga kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Kakak kelompok saya di KMK USU Kak Resmina, bg Rudolfo dan kak Sri Juliani yang turut memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 10. Pacar saya Metaria Septiana Sinaga yang turut memberikan semangat kepada

saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Medan, April 2014 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal ... 7

2.1.1 Definisi Modal ... 7

2.1.2 Sumber Modal ... 7

2.2 Struktur Modal ... 10

2.2.1 Definisi Struktur Modal ... 10

2.2.2 Teori Struktur Modal ... 11

2.3 Definisi Usaha Kecil ... 14

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 16

2.4.1 Karakteristik Pemilik Usaha ... 16

2.4.2 Karakteristik Usaha ... 17

2.5 Preferensi Pembiayaan ... 19

2.6 Penelitian Terdahulu ... 21

2.7 Kerangka Konseptual ... 22

2.8 Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Batasan Operasional ... 26

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 27

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 28

3.6 Populasi dan Sampel ... 29

3.7 Jenis Data ... 31

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.9 Metode Analisis Data ... 32


(7)

3.9.2 Analisis Regresi Logistik ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 37

4.2 Analisis Regresi Logistik ... 39

4.2.1 Menguji Kelayakan Model Regresi ... 39

4.2.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 39

4.2.3 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ... 41

4.2.4 Matriks Klasifikasi ... 41

4.2.5 Pengujian Hipotesis Regresi Logistik ... 42

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1.1 Hasil Survei Awal ... 5

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 28

Tabel 3.2 Perincian Jumlah Sampel Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima di Universitas Sumatera Utara Medan ... 30

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Pemilik Usaha ... 37

Tabel 4.2 Gambaran Karakteristik Usaha ... 38

Tabel 4.3 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test ... 39

Tabel 4.4 Iteration History (Block 1) ... 40

Tabel 4.5 Iteration History (Block 0) ... 40

Tabel 4.6 Koefisien Determinasi... 41

Tabel 4.7 Matrik Klasifikasi ... 42


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 24


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman Lampiran 1 Kuesioner ... 54 Lampiran 2 Hasil Survey ... 56 Lampiran 3 Hasil SPSS ... 58


(11)

ABSTRAK

Dalam mendirikan suatu usaha tentu membutuhkan modal. Ada dua jenis sumber modal yaitu modal internal dan modal eksternal. Untuk memaksimalkan laba yang diperoleh dan meningkatkan nilai usaha dibutuhkan preferensi pembiayaan yang tepat. Salah satu teori tentang struktur modal adalah Pecking Order Theory. Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan akan memenuhi sumber modal internal terlebih dahulu dan apabila dirasa masih kurang maka perusahaan akan menggunakan sumber modal eksternal dimulai dari yang paling kecil resikonya. Pecking Order Theory hanya menyatakan urutan (hierarki) pembiayaan sehingga tidak terdapat struktur modal yang optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan sesuai dengan Pecking Order Theory. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan dan metode sampling yang digunakan adalah Multistage Area Sampling. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik. Dari survey terhadap 38 sampel penelitian diperoleh hasil 26 pemilik usaha memilih sumber modal sendiri dan 12 pemilik usaha memilih sumber modal utang. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ditemukan bahwa pada α 5%, jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha.

Kata kunci: Pecking Order Theory, Preferensi pembiayaan, Pendidikan, Alasan memasuki dunia usaha, Lama usaha berdiri, Jumlah modal awal, Tipe kepemilikan


(12)

ABSTRACT

In setting up a business would need capital. There are two types of capital sources, they are internal capital and external capital. To maximize profits and increase the value of the business needs the right financing preference. One theory of capital structure is Pecking Order Theory. Pecking Order Theory states that the company will fulfil the internal capital resources first in advance and if it is still less then the company will use external capital sources starting from the smallest risk. Pecking Order Theory simply states the order (hierarchy) financing so that there is no optimal capital structure.

The purpose of this research was to determine the influence of education, reason to enter business world, age of business, amount of initial capital, and type of ownership to the financing preference culinary street business owners around the University of North Sumatra, Medan in accordance with the Pecking Order Theory. The population of this rresearch was all culinary street business owners around North Sumatra University Medan and the sampling method used was multistage area sampling. This research uses logistic regression analysis. From a survey to 38 samples were obtained the results of 26 business owners choose its own capital resources and 12 business owners choose debt capital resources. Based on the results of logistic regression analysis found that with α 5 %, amount of initial capital have positive and significant effect on the financing preferences of business owners while other variables did not significantly influence the financing preferences of business owners.

Keyword : Pecking Order Theory, Financing preference, Education, the Reason to enter business world, Age of business, Amount of initial capital, Type of ownership


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi yang terjadi sekarang ini telah banyak mempengaruhi perekonomian suatu negara khususnya dalam dunia industri yang menyebabkan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, baik barang maupun jasa yang selama ini menjadi hambatan dalam perdagangan internasional menjadi hilang dan perekonomian nasional akan semakin erat hubungannya dengan perekonomian internasional. Sehingga mau tidak mau perusahaan dituntut untuk mampu bertahan ditengah persaingan dunia usaha yang sekarang ini semakin ketat dan kompetitif.

Ada dua jenis sumber modal yaitu modal internal dan modal eksternal. Struktur modal perusahaan menggambarkan perbandingan antara modal internal dan modal eksternal yang digunakan oleh perusahaan. Tetapi dalam kaitannya dengan struktur modal, jenis sumber modal eksternal yaitu utang yang diperhitungkan hanyalah utang jangka panjang (Brigham dan Houston, 2001:34).

Perusahaan didirikan dengan dua tujuan yaitu untuk memperoleh laba dan meningkatkan nilai dari perusahaan itu sendiri. Untuk dapat bertahan ditengah persaingan dunia usaha yang semakin ketat dan kompetitif sekarang ini diperlukan preferensi pembiayaan perusahaan yang tepat agar dapat memaksimalkan return yang setimpal dengan risiko yang diterima sehingga dapat tercapai kedua tujuan perusahaan tersebut (Riyanto, 2001:30).


(14)

Preferensi pembiayaan, terutama bagi sebuah usaha kecil dan menengah (UKM), merupakan hal yang penting dan vital. Preferensi pembiayaan memiliki dampak atau konsekuensi yang berbeda bergantung kepada sumber modalnya. Bagi banyak UKM sumber modal yang berasal dari modal internal yaitu modal sendiri aman digunakan karena tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya tetapi dirasa kurang karena jumlahnya terbatas sehingga sulit bagi suatu UKM untuk berkembang. Sedangkan sumber modal yang berasal dari modal eksternal yaitu utang merupakan sumber modal yang mudah diperoleh dan penggunaannya dianggap lebih baik sebagai bagian penting dari sumber modal UKM karena terhindar dari pajak (tax shield).

Tetapi jika suatu UKM terlalu banyak menggunakan utang sebagai sumber modal yang utama maka akan memiliki risiko kesulitan keuangan (financial distress) dan biaya agensi (agency cost) yang tinggi. Oleh karena itu, UKM harus memperhatikan struktur modalnya yang menggambarkan berapa banyak penggunaan modal sendiri dan berapa banyak modal utang yang digunakan untuk menghasilkan struktur modal yang optimal (Weston dan Copeland, 2001:37).

Pecking Order Theory yang diteliti oleh Myers dalam Brealey, et al (2007:25) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki laba yang besar justru memiliki tingkat utang yang rendah karena perusahaan dengan laba yang besar menggunakan sumber modal internal secara keseluruhan. Dalam Pecking Order Theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan sumber modal dimana perusahaan akan memenuhi kebutuhan modal yang berasal dari sumber internal


(15)

yaitu berupa modal sendiri dan laba ditahan terlebih dahulu. Apabila dirasa perlu maka perusahaan akan menggunakan sumber modal eksternal dimulai dari utang yang paling kecil risikonya hingga menerbitkan saham baru sebagai sumber modal tambahan.

Tetapi terjadi pertentangan diantara pakar ekonomi mengenai Pecking Order Theory tersebut. Model Pecking Order Theory terlalu sederhana sehingga banyak pakar ekonomi yang meragukan kemampuannya dalam menjelaskan preferensi pembiayaan perusahaan. Dalam menganalisis sumber pembiayaan perusahaan yang berasal dari sumber modal eksternal tidak dibedakan antara perusahaan yang menggunakan utang tetapi juga menerbitkan saham baru untuk memenuhi defisit keuangannya dengan perusahaan yang hanya menggunakan utang sepenuhnya tanpa menerbitkan saham.

Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Gebru pada tahun 2009 di daerah Tigray, Ethiopia justru menguatkan Pecking Order Theory tersebut. Pecking Order Theory dapat menjelaskan preferensi pembiayaan pemilik UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dengan mengambil sampel 120 UKM dari 6 kota yang berbeda yang dianggap dapat menggambarkan keseluruhan dari jenis-jenis UKM yang ada di negara Ethiopia. Gebru menggunakan variabel seperti karakteristik pemilik usaha yaitu pendidikan dan alasan memasuki dunia usaha serta karakteristik usaha yaitu tipe kepemilikan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM di negara tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pemilik UKM sebagai faktor yang mendominasi preferensi pembiayaan dimana semakin rendah tingkat


(16)

pendidikan seorang pemilik UKM maka akan cenderung menggunakan sumber modal sendiri. Selain itu, dalam penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Assibey, et al. pada tahun 2012, dikatakan bahwa faktor-faktor seperti lama usaha berdiri dan jumlah modal awal juga memiliki pengaruh terhadap preferensi pembiayaan pemilik UKM.

Pecking Order Theory juga berlaku bagi pemilik UKM. Pemilik UKM memiliki pengetahuan yang minim akan keuangan dan cenderung menggunakan modal sendiri untuk membiayai kegiatan usahanya. Selain karena tidak memiliki agunan sebagai syarat dalam mengajukan utang kepada pihak bank, pemilik UKM juga memiliki kekhawatiran yang besar terhadap utang. Mereka beranggapan bahwa jika mereka berutang maka mereka tidak akan sanggup membayarnya karena bunga yang cukup besar. Preferensi pembiayaan para pemilik UKM cenderung didasarkan pada pengalaman dan intuisi (insting) mereka sendiri.

Usaha kuliner sebagai salah satu bagian dari industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, khususnya di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya usaha-usaha kuliner baru yang bermunculan seperti Es Dawet Ayu, Tella-Tella, Jamur Crispy, dan lain-lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan telah mendapatkan pengakuan serta penghargaan di tingkat nasional. Itu berarti bahwa usaha kuliner memiliki tingkat keuntungan yang lebih baik dan menjanjikan bagi para pemiliknya.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar wilayah Sekitar wilayah sekitar Universitas Sumatera Utara Medan diperoleh informasi sebagai berikut:


(17)

Tabel 1.1 Hasil Survei Awal

Nama Jenis Kelamin

Umur Pendidikan Alasan Memasuki Dunia Usaha Lama Usaha Berdiri Tipe Kepemilikan Jumlah Modal Awal Sumber Modal Abdul Padang

Laki-Laki 41 tahun

Kuliah (S1) Keinginan sendiri

9 tahun Tunggal 16 juta Utang

Masudi Laki-Laki 31

tahun

STM Keinginan

sendiri

1 tahun Tunggal 5 juta Modal

sendiri Abdurahman Laki-Laki 38

tahun

SMP Keinginan

sendiri

5 tahun Tunggal 6,5 juta Modal

sendiri

Surahman Laki-Laki 32

tahun

SMA Terpaksa 15

tahun

Tunggal 1 juta Modal

sendiri Sipon

Bangun

Perempuan 56 tahun

SD Keinginan

sendiri

5 tahun Kemitraan 2,5 juta Modal

sendiri Japen

Surbakti

Laki-Laki 42 tahun

SMA Keinginan

sendiri

6 bulan Kemitraan 13 juta Utang

Apul Nababan

Laki-Laki 50 tahun

SD Terpaksa 20

tahun

Tunggal 1 juta Modal

sendiri Ebit Tuddin Laki-Laki 42

tahun

SMA Keinginan

sendiri

12 tahun

Tunggal 8 juta Modal

sendiri Ali

Muhammad

Laki-Laki 40 tahun

SMA Keinginan

sendiri

2,5 tahun

Tunggal 5 juta Modal

sendiri Ucok

Ginting

Laki-Laki 48 tahun

SMA Keinginan

sendiri

10 tahun

Tunggal 10 juta Modal

sendiri

Sesuai dengan pemaparan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengujian Pecking Order Theory pada Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima di Sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh pendidikan,


(18)

alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan sesuai dengan Pecking Order Theory?” 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan sesuai dengan Pecking Order Theory.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun penelitian lanjutan sekaligus sebagai bahan masukan informasi untuk melanjutkan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima sesuai dengan Pecking Order Theory.

2. Praktisi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pengusaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan dalam menggunakan sumber modal yang dapat memaksimalkan laba yang akan diperoleh guna meningkatkan kemampuan wirausahanya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modal

2.1.1 Definisi Modal

Secara garis besar pengertian modal adalah kemampuan perusahaan ditinjau dari banyaknya barang modal yang dimiliki perusahaan dilihat dari neraca perusahaan dimana dalam neraca tersebut terlihat jelas bagaimana posisi harta, utang, dan modal perusahaan baik itu berupa modal sendiri maupun modal asing (Brigham dan Houston, 2001:7).

Pengertian modal menurut Riyanto (2001:17) adalah hasil produksi yang akan digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Dalam perkembangannya, pengertian modal kemudian berubah menjadi bersifat non physical oriented yaitu lebih ditekankan kepada nilai daya beli, kekuasaan memakai atau menggunakan hal-hal yang terkandung dalam barang-barang modal. Permasalahan modal merupakan salah satu hal yang sangat penting mengingat perusahaan akan dapat berjalan dan berkembang dengan baik apabila didukung dengan modal yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

2.1.2 Sumber Modal

Ditinjau dari asalnya, menurut Sjahrial (2009:18), sumber modal perusahaan dapat dibedakan menjadi sumber modal internal dan sumber modal eksternal. Sumber modal internal adalah sumber modal yang berasal dari dalam


(20)

perusahaan (internal financing) sedangkan sumber modal eksternal adalah sumber modal yang berasal dari luar perusahaan (external financing).

1. Sumber Modal Internal

Laba ditahan (Retained Earning)

Laba ditahan adalah laba yang diperoleh sesudah pembayaran pajak yang dikumpulkan sejak perusahaan didirikan dan tidak dibagikan kepada pemiliknya. Laba ditahan merupakan representasi dari akumulasi laba bersih perusahaan yang tidak didistribusikan kepada pemegang saham sebagai dividen karena merupakan sumber modal internal. Jumlah laba ditahan biasanya terbatas karena adanya perjanjian kepada pemegang saham untuk membagikan sejumlah dividen kepada mereka.

Namun, didalam suatu perusahaan nilai minimum dari laba ditahan sudah ditentukan. Jadi, nilai minimum dari jumlah laba ditahan tersebut tidak boleh dibagikan sebagai dividen oleh perusahaan kepada pemegang saham. Dengan menahan laba yang diperoleh perusahaan maka pembentukan modal internal tersebut akan semakin besar sehingga dapat meminimalkan sumber modal yang berasal dari luar perusahaan.

2. Sumber Modal Eksternal a. Utang (debt)

Utang (debt) merupakan kewajiban perusahaan pada kreditor atas pinjaman yang diberikan berupa pembayaran uang, penyerahan barang, maupun jasa. Utang biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif sumber modal perusahaan karena memberikan manfaat berupa tax shield, yaitu menghindari


(21)

pembayaran pajak atas modal yang dimiliki karena berasal dari utang. Jumlah utang akan berpengaruh terhadap baik buruknya struktur modal. Struktur modal yang baik adalah perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah modal sendiri tidak melebihi 50:50 (Sutojo, et al, 2004:195).

b. Obligasi

Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya secara periodik dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada saat jatuh tempo.

c. Saham

Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan berarti investor memiliki hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Ada dua jenis saham berdasarkan prioritas pembagian dividen dan hak suara, yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham biasa adalah sekuritas yang menunjukkan bahwa pemegang saham tersebut memiliki hak kepemilikan atas aset-aset perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham biasa mempunyai hak suara (voting rights) untuk memilih direksi maupun manajer perusahaan dan ikut berperan dalam keputusan penting perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sedangkan saham preferen adalah bentuk kepemilikan dengan hak istimewa karena saham preferen memiliki karakteristik gabungan antara obligasi


(22)

dan saham biasa karena saham preferen memberikan pendapatan yang tetap seperti halnya obligasi dan juga mendapatkan hak kepemilikan seperti pada saham biasa. Bedanya hanya pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara di dalam RUPS (Tandelilin, 2001:18).

2.2 Struktur Modal

2.2.1 Definisi Struktur Modal

Weston dan Copeland (2000:19) memberikan definisi struktur modal sebagai sumber modal yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus modal, dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham. Sedangkan menurut Husnan (2000:25), struktur modal adalah perbandingan antara sumber modal jangka panjang yang bersifat pinjaman dengan modal sendiri.

Menurut Riyanto (2001:14), pada dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari keseimbangan neraca keuangan yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca tersebut dengan sebaik-baiknya. Pemilihan susunan kualitatif pada sisi aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi utang dan modal sendiri akan menentukan struktur keuangan da

Menurut Weston dan Brigham (2000:17), struktur modal harus dapat dibedakan dengan struktur keuangan. Struktur keuangan merupakan bagian dari struktur pembiayaan yang menggambarkan keseimbangan antara seluruh utang


(23)

(baik jangka pendek maupun jangka panjang) dengan modal sendiri. Sebaliknya, struktur modal hanya menyangkut pembiayaan jangka panjang saja, yaitu keseimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri, tidak termasuk pembiayaan jangka pendek.

Struktur modal yang efisien dapat menekan biaya modal (cost of capital) yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Keseimbangan yang optimal antara utang dan modal sendiri akan menggambarkan struktur modal yang optimal. Namun pada kenyataannya sulit bagi perusahaan untuk menentukan struktur modal yang optimal dalam proporsi yang tepat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu preferensi pembiayaan yang tepat dengan mempelajari teori struktur modal untuk menghasilkan struktur modal yang optimal (Brigham dan Houston, 2001:15).

2.2.2 Teori Struktur Modal

Teori mengenai struktur modal berawal dari teori yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (yang selanjutnya dikenal dengan MM) mengenai capital structure irrelevance proposition yang mengatakan bahwa tidak ada bankruptcy cost, agency cost, dan asymmetric information serta berada pada pasar yang efisien sehingga nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan tersebut didanai oleh utang dan ekuitas serta kebijakan dividennya. MM dalam Syahyunan (2013:218) mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka, yaitu:

a. Tidak ada agency cost b. Tidak ada pajak


(24)

c. Investor dapat berutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan

d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti yang diperoleh manajer mengenai prospek perusahaan di masa depan

e. Tidak ada biaya kebangkrutan

f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang

g. Para investor adalah price-takers

h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

Berikut ini adalah dua teori yang sering digunakan dalam penelitian struktur modal:

1. Trade-Off Theory (Teori Trade-Off)

Menurut Myers dalam Sjahrial (2009:202), perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shield) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress) dan biaya agensi (agency cost). Kesulitan keuangan (financial distress) adalah kondisi dimana sebuah perusahaan mengalami kesulitan dan terancam bangkrut akibat ketidakmampuannya dalam mengembalikan utang beserta bunga. Sedangkan biaya agensi (agency cost) adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan utang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dengan kreditor (pemberi pinjaman).


(25)

Trade-Off Theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak (tax shield) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan yang memiliki laba yang besar tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio utangnya sehingga tambahan utang tersebut akan mengurangi pajak. Tetapi dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Perilaku perusahaan di Amerika Serikat justru menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki laba yang besar cenderung memiliki rasio utang yang rendah. Hal ini berlawanan dengan Trade-Off Theory. Trade-Off Theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio utang.

2. Pecking Order Theory (Teori Pecking Order)

Menurut Myers dalam Brealey, et al (2007:25), perusahaan yang memiliki laba yang besar justru memiliki utang yang kecil. Dalam Pecking Order Theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Dalam Pecking Order Theory, terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pembiayaan, yaitu: 1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber modal internal daripada

sumber modal eksternal. Modal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

2. Jika sumber modal eksternal diperlukan maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko seperti obligasi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.


(26)

Pecking Order Theory tidak mengindikasikan target struktur modal tetapi hanya menjelaskan urutan pembiayaan. Kebutuhan modal ditentukan oleh kebutuhan investasi. Berdasarkan Pecking Order Theory dapat dijelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai laba yang besar justru mempunyai utang yang kecil.

Tetapi pada kenyataannya, ada perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam Pecking Order Theory. Perusahaan-perusahaan di negara berkembang justru lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berutang sebagai sumber modal tambahan. Hal ini berlawanan dengan Pecking Order Theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan tambahan sumber modal.

2.3 Definisi Usaha Kecil

Berdasarkan UU No. 9 Tahun 1995, usaha kecil didefinisikan sebagai unit kegiatan ekonomi masyarakat yang berskala kecil dengan total kekayaan bersihnya tidak lebih dari dua ratus juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) serta hasil penjualan tahunannya paling banyak satu milyar rupiah. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 mendefinisikan usaha kecil sebagai usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya enam ratus juta rupiah dan aset setinggi-tingginya enam ratus juta rupiah. Dari uraian tentang definisi usaha kecil


(27)

tersebut pada umumnya hampir sama memberikan batasan-batasan tentang usaha kecil. Namun, yang membedakannya adalah kepentingan dari masing-masing tujuan peraturan tersebut (Rachmat, 2005:14).

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnansi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor UKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.

UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh empat hal, yaitu:

1. Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya yang tidak tahan lama.

2. Mayoritas UKM lebih mengandalkan non-banking financing dalam aspek pembiayaan usaha.

3. Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja.

4. Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.


(28)

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Pembiayaan Pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

2.4.1 Karakteristik Pemilik Usaha

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan alasan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut (Saragih, 2013:16). Tetapi, pemilik UKM biasanya tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan keuangan karena biasanya mereka lebih sering memiliki spesialisasi produk atau jasa tertentu karena mereka tidak memiliki pengetahuan di bidang keuangan.

Jadi masalah informasi asimetri (asymmetric information) bisa menyebabkan kesulitan dalam komunikasi dan kredibilitas usaha. Sehingga pemilik UKM biasanya mendasarkan preferensi pembiayaan mereka berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Mereka lebih memilih sumber modal seperti modal sendiri untuk menghindari tingkat risiko yang lebih tinggi. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu, dengan keterbatasan kualitas SDM nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.


(29)

Menurut Gebru (2009), ada dua alasan bagi pemilik UKM memasuki dunia usaha yaitu karena keinginan sendiri dan karena terpaksa. Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri memiliki orientasi kewirausahaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa. Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri memilih untuk menjadi seorang pengusaha daripada bekerja sebagai karyawan untuk sebuah perusahaan karena ada dorongan dari dalam diri mereka sendiri untuk berwirausaha. Mereka berpikir bahwa berwirausaha itu jauh lebih baik dan lebih menjanjikan keuntungan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain.

Sedangkan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa memilih untuk berwirausaha karena tidak memiliki pilihan lain dalam mencari nafkah. Biasanya mereka adalah orang-orang yang dipecat dari pekerjaan terdahulunya, seperti kuli bangunan, buruh pabrik, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri lebih dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha serta memiliki pemilihan keputusan berwirausaha yang relatif baik dibandingkan dengan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa dan cenderung menggunakan modal sendiri.

2.4.2 Karakteristik Usaha

Menurut Madura (2007:253), ketika pengusaha membentuk suatu bisnis, mereka harus memutuskan tipe kepemilikan dari bisnis tersebut. Organisasi bisnis biasanya diklasifikasikan menjadi kepemilikan perseorangan (tunggal), kemitraan, dan perseroan terbatas. Dalam kaitannya dengan Usaha Kecil dan Menengah, tipe kepemilikan yang dipilih akan mempengaruhi profitabilitas, risiko, dan nilai dari


(30)

UKM itu sendiri. Keputusan tipe kepemilikan UKM akan menentukan bagaimana laba didistribusikan diantara para pemilik UKM, tingkat kewajiban dari masing-masing pemilik, tingkat kendali yang dimiliki oleh masing-masing-masing-masing pemilik dalam menjalankan usahanya serta potensi pengembalian dari UKM tersebut beserta risikonya.

Pemilik UKM dengan status kepemilikan sebagai kepemilikan tunggal atau kemitraan lebih memilih untuk memenuhi modal sendiri terlebih dahulu sebelum mengambil utang karena "insentif tambahan" dari lembaga pembiayaan seperti bank yang memiliki hak atas aset pribadi pemilik UKM sehingga pemilik UKM memiliki kewajiban untuk mengikuti keinginan dari lembaga pembiayaan tersebut.

Menurut Assibey, et al. (2012), ukuran usaha, yang ditentukan oleh besarnya jumlah modal awal yang diperlukan untuk mendirikan suatu UKM, mempengaruhi preferensi pembiayaan oleh pemilik UKM. Semakin besar jumlah modal awal yang diperlukan maka kecenderungan untuk berutang juga akan semakin besar. Jika utang yang dimiliki semakin besar maka risiko usaha yang akan diterima oleh pemilik UKM juga akan semakin besar karena memiliki kewajiban untuk melunasi utang beserta dengan bunganya. Selain itu, prosedur administrasi peminjaman uang kepada bank yang rumit dan berbelit-belit dengan tingkat suku bunga yang tinggi serta membutuhkan agunan membuat para pelaku usaha enggan untuk meminjam di bank sebab tidak semua pemilik UKM memiliki agunan yang dapat diagunkan.


(31)

Usaha yang telah lama berdiri dianggap telah memiliki reputasi yang baik dibandingkan dengan usaha yang baru berdiri karena pemilik usaha yang telah lama berdiri memiliki pengalaman yang memadai setelah melalui banyak tantangan dan masalah yang terjadi sehingga mereka mampu memberikan bukti kinerja keuangan dan memiliki track record yang baik jika dibandingkan dengan pemilik usaha yang baru berdiri. Kurangnya modal dan terbatasnya akses kepada sumber modal merupakan faktor utama yang menghambat pemilik usaha yang baru berdiri untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, pemilik usaha yang baru berdiri akan mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman dari bank karena belum memiliki reputasi sehingga cenderung akan memilih sumber modal yang paling mudah diperoleh yaitu modal sendiri.

2.5 Preferensi pembiayaan

Pengambilan keputusan yang optimal adalah yang rasional. Artinya seseorang membuat pilihan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Meskipun banyak yang belum diungkapkan dari proses penetapan keputusan, tetapi telah disepakati bahwa faktor-faktor personal amatlah menentukan didalam pengambilan keputusan, seperti kognisi, motif, dan sikap. Berdasarkan teori keputusan dalam relevansinya dengan preferensi pembiayaan, didasari pada beberapa hal, antara lain:

1. Berdasarkan pemikiran yang rasional tentang pentingya memilih sumber modal yang tepat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari berdasarkan kemampuan berpikirnya (kognisi).


(32)

2. Berdasarkan intuisi yaitu suatu proses tidak sadar yang diperoleh dari pengalaman. Intuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional.

3. Berdasarkan pilihan yang ada, yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan tentang beberapa alternatif sumber modal setelah mengkaji untung ruginya (Saragih, 2013:26).

Sebagian besar UKM tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Kurangnya modal UKM disebabkan karena pada umumnya UKM merupakan usaha perorangan atau usaha yang sifatnya tertutup dengan hanya mengandalkan modal dari pemilik UKM yang jumlahnya sangat terbatas sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi pemilik UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.

Penggunaan pinjaman dengan biaya tetap yaitu bunga pada dasarnya akan berdampak positif yaitu berupa penghematan pajak (tax shield) karena bunga dihitung sebagai biaya. Namun, dalam kenyataannya penggunaan pinjaman dalam jumlah besar akan menimbulkan risiko kesulitan keuangan (financial distress) yang tinggi sehingga jika pemilik UKM tidak mampu memenuhi kewajibannya yaitu membayar kembali pokok pinjaman berikut dengan bunganya maka pemilik UKM dapat dipailitkan oleh kreditur (Brigham dan Houston, 2001:21).


(33)

Tidak semua preferensi pembiayaan itu selalu berhasil karena tidak ada jaminan yang pasti dalam hal keuangan (Brealey, et al, 2007:14). Meskipun sumber modal yang berasal dari utang cukup menjanjikan, tetapi perlu berhati-hati dalam penggunaannya agar tidak terjebak didalamnya. Apabila pemilik UKM mengalami kesulitan keuangan dan laba yang diperoleh tidak mencukupi untuk menutupi pokok pinjaman berikut bunganya, maka besar kemungkinan pemilik UKM akan mengalami kebangkrutan. Itulah sebabnya mengapa para pemilik usaha lebih memilih sumber modal sendiri (Sjahrial, 2009:89).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Gebru (2009) dengan judul “Financing preferences of micro and small enterprise owners in Tigray: does POH hold?”. Penelitian ini dilakukan terhadap pemilik UKM dari 120 UKM di 6 kota yang berbeda pada negara Ethiopia, yang mayoritas pemiliknya adalah laki-laki dengan rentang usia antara 20-50 tahun. Sampel dipilih dengan teknik probability sampling dengan metode Stratified Random Sampling berdasarkan data empiris tahun 2007 yang diperoleh dari lembaga survei keuangan terhadap UKM di negara daerah Tigray, Ethiopia. Skala yang digunakan adalah skala biner, dengan nilai 0 dan 1. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dua pertiga dari pemilik UKM memilih sumber modal sendiri ketika memulai bisnis baru dan sepertiganya memilih utang. Hasil perhitungan Pearson chi-square [χ2(5)=12,97] menunjukkan bahwa terdapat hubungan (α=0,05) antara tingkat pendidikan para pemilik UKM dengan preferensi pembiayaan. Perhitungan korelasi Spearman (r= 0.6425, p


(34)

<0.05) menunjukkan bahwa variabel pendidikan berkorelasi positif dan signifikan serta menjadi faktor yang dominan mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Pemilik UKM dengan tipe kepemilikan tunggal memilih untuk menggunakan sumber modal sendiri dan pemilik UKM yang masuk ke dalam dunia usaha karena keinginan sendiri juga memilih untuk menggunakan sumber modal sendiri dalam mendanai usahanya.

Melanjutkan penelitian yang telah diteliti oleh Gebru, pada tahun 2012 Assibey, et al. melakukan penelitian dengan judul “Microenterprise financing preference”. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh UKM yang baru berdiri di daerah pedesaan yang ada di negara Ghana. Penelitian tersebut menemukan bahwa selain faktor-faktor yang telah ditemukan oleh Gebru, ukuran usaha yang diukur dari jumlah modal awal yang dibutuhkan untuk mendirikan suatu UKM mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin kecil jumlah modal awal yang dibutuhkan maka kecenderungan menggunakan sumber modal sendiri akan semakin besar. Selain itu, lama usaha berdiri juga mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin lama pemilik UKM menjalankan usahanya dia akan berupaya mencari untung untuk mengembangkan usahanya.

Selain kedua penelitian tersebut, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Gracia dan Mira (2003) serta Ang, et al. (2010) yang meneliti terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha. Gracia dan Mira (2003) meneliti hubungan dua teori struktur modal yaitu teori Trade Off dan teori Pecking Order dengan preferensi pembiayaan pemilik UKM di negara Spanyol dengan menggunakan metode data panel. Hasilnya adalah bahwa kedua teori tersebut memiliki kontribusi yang


(35)

cukup besar dalam preferensi pembiayaan pemilik UKM. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ang, et al. (2010) meneliti apakah karakter demografi dari seorang pemilik usaha seperti gender, usia, pengalaman, pendidikan, dan lain-lain dapat mempengaruhi preferensi pembiayaan usahanya. Ang, et al. menemukan bahwa karakter demografi dari pribadi seseorang pemilik usaha sangat menentukan dalam setiap keputusan yang dia ambil.

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan model pemikiran tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka konseptual akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti yang selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian (Kuncoro, 2009:45).

Menurut Gebru (2009), pemilik UKM biasanya tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan keuangan karena biasanya mereka tidak memiliki pengetahuan di bidang keuangan sehingga cenderung memiliki spesialisasi produk atau jasa tertentu. Pemilik UKM dengan tingkat pendidikan yang rendah mendasarkan preferensi pembiayaan mereka berdasarkan pengalaman. Mereka lebih memilih sumber modal sendiri untuk menghindari utang karena memiliki risiko yang lebih tinggi. Ada dua alasan bagi pemilik UKM memasuki dunia usaha yaitu karena keinginan sendiri dan karena terpaksa. Pemilik UKM yang masuk karena keinginan sendiri lebih dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha serta memiliki pemilihan keputusan berwirausaha yang


(36)

relatif baik jika dibandingkan dengan pemilik UKM yang masuk karena terpaksa dan cenderung menggunakan sumber modal sendiri.

Ukuran usaha, yang ditentukan oleh besarnya jumlah modal awal yang diperlukan untuk mendirikan suatu UKM menjadi faktor yang mempengaruhi preferensi pembiayaan pemilik UKM. Semakin besar jumlah modal awal yang diperlukan maka kecenderungan untuk berutang juga akan semakin besar. Usaha yang telah lama berdiri dianggap telah memiliki reputasi yang baik dibandingkan dengan usaha yang baru berdiri karena pemilik usaha yang telah lama berdiri memiliki pengalaman yang memadai setelah melalui banyak tantangan dan masalah sehingga mereka mampu memberikan bukti kinerja keuangan dan memiliki track record yang baik jika dibandingkan dengan pemilik usaha yang baru berdiri. Pemilik UKM dengan status kepemilikan sebagai kepemilikan tunggal atau kemitraan lebih memilih untuk menggunakan modal sendiri terlebih dahulu sebelum mengambil utang karena apabila menggunakan utang terlebih dahulu muncul kekhawatiran tidak dapat mengembalikan pokok utang berikut dengan bunganya, terlebih bagi pemilik UKM yang baru berdiri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka konseptual yang disesuaikan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:

Karakteristik Pemilik Usaha 1. Pendidikan (X1)

2. Alasan memasuki dunia usaha (X2) Karakteristik Usaha

1. Lama usaha berdiri (X3) 2. Jumlah modal awal (X4) 3. Tipe kepemilikan (X5)

Preferensi pembiayaan (Y)


(37)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Gebru (2009) dan Assibey, et al. (2012) (modifikasi)

2.8 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian serta pernyataan yang spesifik (Kuncoro, 2009:59).

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah penulis kemukakan tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Alasan memasuki dunia usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap

preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Lama usaha berdiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Tipe kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research. Menurut Singarimbun dalam Saragih (2013:35), explanatory research adalah merupakan jenis penelitian untuk menjelaskan hubungan antara faktor-faktor atau variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan didalam penelitian yang dilakukan. Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dibatasi pada variabel sebagai berikut:

1. Variabel bebas (X) adalah pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan.


(39)

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

1. Variabel bebas (X) yaitu variabel yang nilainya tidak tergantung terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah pendidikan (X1), alasan memasuki dunia usaha (X2), lama usaha berdiri (X3), jumlah modal awal (X4), dan tipe kepemilikan (X5).

a. Pendidikan (X1) adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh pemilik UKM.

b. Alasan memasuki dunia usaha (X2) adalah alasan yang mendasari pemilik UKM mendirikan sebuah UKM.

c. Lama usaha berdiri (X3) adalah lamanya UKM telah berjalan dihitung sejak pertama kali UKM tersebut didirikan oleh pemilik UKM.

d. Jumlah modal awal (X4) adalah jumlah modal yang diperlukan oleh pemilik UKM untuk mendirikan sebuah UKM.

e. Tipe kepemilikan (X5) adalah bentuk kepemilikan dari UKM yang dimiliki oleh pemilik UKM.

2. Variabel terikat (Y) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel yang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah preferensi pembiayaan, yaitu kecenderungan pemilik UKM dalam memperoleh sumber modal yang diperlukan untuk mendirikan sebuah UKM, baik itu dari modal sendiri maupun


(40)

utang. Modal sendiri merupakan sumber modal yang berasal dari pemilik UKM itu sendiri sedangkan utang adalah sumber modal yang berasal dari luar pemilik UKM.

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Klasifikasi Kode Skala

Karakteristik pemilik usaha (X)

Pendidikan (X1) Rendah (SD & SMP) Sedang (SMA) Tinggi (D-III & S-1)

1 2 3

Ordinal

Alasan memasuki dunia usaha (X2)

Terpaksa Keinginan sendiri 1 2 Ordinal Karakteristik usaha (X) Lama usaha berdiri (X3)

Baru (<3 tahun) Sedang (4-10 tahun) Lama (>10 tahun)

1 2 3

Ordinal

Jumlah modal awal (X4)

Sedikit (0-5 juta) Sedang (6-10 juta) Banyak (>10 juta)

1 2 3

Ordinal

Tipe kepemilikan (X5)

Tunggal Kemitraan 1 2 Ordinal Preferensi pembiayaan (Y) Preferensi pembiayaan Modal sendiri Utang 0 1 Nominal

Sumber : Gebru (2009) dan Assibey, et al. (2012) (modifikasi)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu skala ordinal dan nominal berupa skala biner. Skala ordinal adalah angka yang selain berfungsi sebagai nominal juga menunjukkan urutan bahwa sesuatu lebih baik, lebih bagus, dan lebih disenangi daripada yang lain dengan jarak yang tidak sama, biasanya digunakan untuk membuat peringkat (ranking). Skala biner adalah skala yang bersifat biner (binary), terdiri atas dua kategori yang diberikan dua nilai yaitu 0 dan 1 yang mewakili kemunculan ada atau tidak adanya suatu kejadian (Riyanto, 2012:17). Karena variabel terikat dalam penelitian ini bersifat biner (internal=0


(41)

dan eksternal=1), maka digunakan regresi logistik untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya.

3.6 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap dan biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2009:118). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah pemilik usaha kuliner kaki lima yang berada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan dengan range satu km yang terdiri dari wilayah pintu 1-4, Sumber, dan Pajak USU (Pajus) yang berjumlah 60 unit.

2. Sampel

Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi. Teknik sampel menggunakan metode Multistage Area Sampling. Multistage Area Sampling adalah prosedur pengambilan sampel dengan menggunakan kombinasi berbagai teknik sampel probabilitas sehingga diperoleh sampel yang dapat mewakili keseluruhan populasi (Kuncoro, 2009:137). Alasan peneliti memilih metode penarikan sampel tersebut adalah karena pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan memiliki tingkat homogenitas yang tinggi dan tersebar dalam beberapa sub wilayah tertentu sehingga pengambilan sampel secara acak pada setiap sub wilayah tersebut dianggap dapat merepresentasikan seluruh populasi serta hipotesis yang diperoleh nantinya dapat digeneralisasikan terhadap seluruh pemilik usaha kuliner kaki lima


(42)

yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan. Proses dan tahapan dari penarikan sampel adalah sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah usaha kuliner kaki lima yang ingin diamati menggunakan rumus Slovin yang dikutip dari Ginting dan Situmorang (2008:132) sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = error tolerance (10%)

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel yang akan diamati sebagai berikut:

n = 37,5 (dibulatkan menjadi 38 unit)

2. Memilih pemilik usaha kuliner kaki lima dari sub wilayah tersebut dengan jumlah per masing-masing sub wilayah adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Perincian Jumlah Sampel Pemilik Usaha Kuliner Kaki Lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan

No. Sub Wilayah Populasi Perhitungan Sampel Sampel

1 Pintu 1-4 20 20 x 63.33% 13 unit

2 Pajus (Pajak USU) 25 25 x 63.33% 16 unit

3 Sumber 15 15 x 63.33% 9 unit


(43)

Sumber: Saragi (2012:49)

3. Melakukan wawancara secara langsung (face to face interview) kepada pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan dengan menggunakan kuesioner.

3.7 Jenis Data 1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari responden yang ada di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini data diperoleh langsung dari objek penelitian dengan menggunakan kuesioner yang disebar langsung kepada pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh untuk melengkapi data primer yang meliputi data tentang sejarah dan perkembangan teori struktur modal, struktur organisasi bisnis, buku-buku ilmiah serta literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner/Daftar Pertanyaan

Teknik ini dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.


(44)

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data dengan komunikasi langsung/tanya-jawab kepada pihak yang mempunyai wewenang untuk memberikan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah dengan mencari, membaca, dan membandingkan buku-buku, bahan tulisan, catatan, serta dokumen yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.9 Metode Analisis Data

3.9.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah metode yang penganalisaannya dilakukan dengan cara mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi. Peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif berupa data tabel.

3.9.2 Analisis Regresi Logistik

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik (logistic regression analysis). Analisis regresi logistik sebenarnya hampir sama dengan analisis regresi berganda, hanya bedanya variabel terikatnya berupa variabel binary (0 dan 1). Analisis regresi logistik adalah analisis yang digunakan untuk memprediksi probabilitas suatu peristiwa dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Teknik analisis ini tidak memerlukan uji normalitas, uji asumsi klasik, uji validitas serta uji reliabilitas pada variabel bebasnya seperti


(45)

yang dilakukan jika kita menggunakan analisis regresi berganda karena analisis regresi logistik mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel terikat tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel bebasnya.

Pengujian regresi logistik dilakukan untuk melihat secara bersama-sama pengaruh antara variabel bebas yaitu pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap variabel terikat yaitu preferensi pembiayaan dengan taraf signifikansi α=0,05. Pengujian ini juga digunakan untuk mengetahui variabel mana yang dominan mempengaruhi preferensi pembiayaan oleh pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan.

Pengujian regresi logistik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut Ghozali dalam Putri (2012:36):

1. Menilai Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah:

H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data Ha : Ada perbedaan antara model dengan data

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis nol (H0) diterima. Berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya.


(46)

2. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall model fit terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:

H0 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Ha : Model yang dihipotesiskan fit dengan data

Dari hipotesis ini, supaya model fit dengan data maka H0 harus diterima atau Ha harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi Likelihood. Likelihood (L) dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan hipotesis alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Dengan degree of freedom n-q, dimana q adalah parameter dalam model, output SPSS akan memberikan dua nilai -2LogL, yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan yang kedua untuk model dengan konstanta dan variabel bebas. Dengan alpha 5%, cara menilai model fit ini adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai -2LogL < 0,05 maka H0 tidak diterima dan Ha diterima, yang berarti bahwa model fit dengan data.

2. Jika nilai -2LogL > 0,05 maka H0 diterima dan Ha tidak diterima, yang berarti bahwa model tidak fit dengan data.

Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal (initial – 2LL function) dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data. Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik.


(47)

3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabilitas variabel terikat. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi berganda. Nilai ini didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya.

4. Matrik Klasifikasi

Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi logistik untuk memprediksi kemungkinan pemilihan preferensi pembiayaan yang diambil oleh pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam output regresi logistik, angka ini dapat dilihat pada Classification Table.

5. Pengujian Hipotesis Penelitian

Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi dari tiap-tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antar variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara probabilitas (sig) dengan tingkat signifikansi (5%). Jika nilai asymtotik signifikan < 0,05 (tingkat signifikansi 5%) maka Ha dapat diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, bila asymtotik signifikan > 0,05 (tingkat signifikansi 5%) maka Ha tidak dapat diterima, yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat.


(48)

Model persamaan regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut: g (x) = βo+ β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5

Keterangan:

g (x) = nilai estimasi logit

X1 = pendidikan

X2 = alasan memasuki dunia usaha

X3 = lama usaha berdiri

X4 = jumlah modal awal

X5 = tipe kepemilikan

β0 , β1 , β2 , β3 , β4 , β5 = koefisien untuk variabel bebas yaitu pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil survey (data dapat dilihat pada Lampiran 2) terhadap 38 pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan diperoleh gambaran umum sebagai berikut:

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Pemilik Usaha

Indikator Klasifikasi Jumlah Persentase

Pendidikan 1. Rendah (SD & SMP) 2. Sedang (SMA) 3. Tinggi (D3 dan S1)

10 20 8

26.32% 52.63% 21.05% Alasan memasuki

dunia usaha

1. Terpaksa

2. Keinginan sendiri

8 30

21.05% 78.95%

Berdasarkan tabel 4.1, diantara 38 pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan, yang berpendidikan rendah (SD & SMP) ada 10 orang, berpendidikan sedang (SMA) ada 20 orang dan yang berpendidikan tinggi (D3 & S1) ada 8 orang. Kebanyakan dari pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan memiliki alasan memasuki dunia usaha atas dasar keinginan sendiri yaitu berjumlah 30 orang dan selebihnya yaitu 8 orang memiliki alasan memasuki dunia usaha karena terpaksa.


(50)

Tabel 4.2 Gambaran Karakteristik Usaha

Indikator Klasifikasi Jumlah Persentase

Lama usaha berdiri 1. Baru (<3 tahun) 2. Sedang (4-10 tahun) 3. Lama (>10 tahun)

23 13 2 60.52% 21.05% 5.26% Jumlah modal awal 1. Sedikit (0-5 juta)

2. Sedang (5-10 juta) 3. Banyak (>10 juta)

17 17 4 44.74% 44.74% 10.52% Tipe kepemilikan 1. Tunggal

2. Kemitraan

28 10

73.68% 26.32%

Berdasarkan tabel 4.2, dari 38 unit sampel penelitian, usaha yang tergolong kategori baru (3 tahun) ada 23 unit, kategori sedang (4-10 tahun) ada 13 unit dan yang tergolong kategori lama (>10 tahun) ada 2 unit. Dalam membuka suatu usaha baru, pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan yang membutuhkan jumlah modal sedikit (0-5 juta) ada 17 orang, yang membutuhkan jumlah modal sedang (5-10 juta) ada 17 orang, dan selebihnya yaitu 4 orang membutuhkan jumlah modal banyak (>10 juta). Tipe kepemilikan dari usaha yang dimiliki oleh pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan kebanyakan bertipe kepemilikan tunggal yaitu berjumlah 28 unit dan selebihnya yaitu 10 unit adalah bertipe kemitraan (usaha keluarga). Dari data (pada Lampiran 2) juga diperoleh informasi bahwa preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima yang berwirausaha di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan yang memilih


(51)

modal sendiri sebanyak 26 orang (68.42%) dan yang memilih utang sebanyak 12 orang (31.58%).

4.2 Analisis Regresi Logistik

4.2.1 Menguji Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0.05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya, sehingga model Goodness Fit tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.

Tabel 4.3 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Step Sig.

1 .666

Hasil pengujian menunjukkan nilai signifikansi (probabilitas) sebesar 0.666. Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai observasinya.

4.2.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall model fit)

Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara 2LL awal (initial


(52)

-2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.

Tabel 4.4 Iteration History (Block 1) Iteration -2 Log

Likelihood

Coefficients

Constant pendidikan alasan lama jumlah Tipe Step 1 1 34.011 -3.656 .408 .395 -.436 1.545 -.407

2 31.317 -5.439 .678 .813 -1.002 2.278 -.597 3 30.866 -6.581 .851 1.150 -1.372 2.673 -.700 4 30.850 -6.899 .903 1.243 -1.451 2.763 -.727 5 30.850 -6.915 .905 1.247 -1.454 2.767 -.728 6 30.850 -6.915 .905 1.247 -1.454 2.767 -.728 a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 47.398

d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Tabel 4.5 Iteration History (Block 0)

Iteration -2 Log likelihood Coefficients Constant Step

0

1 47.409 -.737

2 47.398 -.773

3 47.398 -.773

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 47.398

Hasil analisis menunjukkan bahwa angka -2Log Likelihood pada Block 0 sebesar 47.398 dan angka -2Log Likelihood pada Block 1 sebesar 30.850. Hal ini


(53)

menunjukkan terjadinya penurunan nilai -2Log Likelihood di Block 0 dan Block 1 yang mengartikan bahwa secara keseluruhan model regresi logistik yang digunakan merupakan model yang baik.

4.2.3 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square yang diperoleh sebesar 0.495 yang berarti variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas adalah sebesar 49.5% sedangkan sisanya sebesar 50.5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Step Nagelkerke R Square

1 .495

4.2.4 Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan preferensi pembiayaan oleh pemilik usaha. Tabel 4.7 menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi. Untuk memprediksi kemungkinan pemilik usaha memilih modal sendiri adalah sebesar 92.3% (dapat dilihat dari total 38 sampel penelitian yang diteliti 26 diantaranya memilih sumber modal sendiri) berdasarkan prediksi dari model regresi. Sedangkan kekuatan model prediksi untuk kemungkinan pemilik usaha memilih sumber modal utang adalah sebesar 66.7% (dapat dilihat dari total 38 sampel penelitian 12 diantaranya memilih sumber modal utang). Secara keseluruhan model regresi ini dapat


(54)

memprediksi preferensi pembiayaan anatara modal sendiri dengan utang memiliki kekuatan prediksi sebesar 84.2%.

Tabel 4.7 Matriks Klasifikasi Classification Table

Observed Predicted

Preferensi pembiayaan Percentage Correct

0 1

Step 1

Preferensi pembiayaan

0 2 4

2 92.3

1 4 8 66.7

Overall Percentage

84.2

4.2.5 Pengujian Hipotesis Regresi Logistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas yaitu pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan terhadap preferensi pembiayaan dengan menggunakan hasil uji regresi yang ditunjukkan dalam variabel in the equation. Dalam uji hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat variabel in the equation pada kolom significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0.05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0.05, maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat dan sebaliknya apabila tingkat


(55)

signifikansi > 0.05, maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

Tabel 4.8 Pengujian Hipotesis

B Sig. Exp(B)

Step 1a

Pendidikan .905 .272 2.473

Alasan memasuki dunia usaha 1.247 .359 3.481 Lama usaha berdiri -1.454 .196 .234 Jumlah modal awal 2.767 .005 15.909 Tipe kepemilikan -.728 .511 .483

Constant -6.915 .108 .001

Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikansi 5 persen. Dari pengujian dengan regresi logistik diatas maka diperoleh model regresi logistik sebagai berikut:

Preferensi pembiayaan = -6.915 + 0.905 Pendidikan + 1.247 Alasan – 1.454 Lama + 2.767 Jumlah – 0.728 Tipe

Model tersebut jika disederhanakan dalam bentuk eksponensial menjadi:

Preferensi pembiayaan = 1 / [1 – 6.915 (0.905 Pendidikan + 1.247 Alasan – 1.454 Lama + 2.767 Jumlah – 0.728 Tipe)


(56)

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan studi mengenai preferensi pembiayaan oleh pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan lima variabel bebas yaitu pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, jumlah modal awal, dan tipe kepemilikan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilik usaha kuliner kaki lima yang ada di sekitar wilayah Universitas Sumatera Utara Medan dimana jumlah populasi yang diteliti adalah sebanyak 60 unit. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Multistage Area Sampling dimana jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 38 sampel. Dari 38 pemilik usaha kuliner kaki lima tersebut, 26 orang diantaranya memilih sumber modal sendiri dan 12 orang lagi memilih sumber modal utang. Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik deskriptif dan uji regresi logistik.

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hasil pengujian menunjukkan nilai signifikansi (probabilitas) sebesar 0.666. Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai observasinya.Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0.495 yang berarti variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas adalah sebesar 49.5% sedangkan sisanya sebesar 50,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.


(57)

Berdasarkan tabel 4.9, diperoleh hasil variabel pendidikan memiliki koefisien 0.905 dengan tingkat signifikansi 0.272 (p > 0.05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan ditolak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dari pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan maka akan cenderung menggunakan sumber modal utang dalam berwirausaha tetapi tidak signifikan. Kesimpulan tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Gebru (2009) dan Ang, et al. (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pelaku usaha maka kecenderungan untuk menggunakan sumber modal utang juga akan semakin tinggi.

Alasan memasuki dunia usaha memiliki koefisien 1.247 dengan tingkat signifikansi 0.359 (p > 0.05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa alasan memasuki dunia usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan ditolak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seorang pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan terpaksa dalam memasuki dunia usaha maka cenderung menggunakan sumber modal utang dalam berwirausaha tetapi tidak signifikan. Kesimpulan tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Assibey, et al (2012) serta Mira dan Garcia (2003) yang menyatakan bahwa jika seorang pelaku usaha memiliki


(58)

alasan karena terpaksa dalam memasuki dunia usaha maka cenderung untuk menggunakan sumber modal utang.

Lama usaha berdiri memiliki koefisien -1.454 dengan tingkat signifikansi 0.196 (p > 0.05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa lama usaha berdiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan ditolak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan menjalankan usahanya maka cenderung menggunakan sumber modal sendiri dalam berwirausaha tetapi tidak signifikan. Kesimpulan tersebut bertolak belakang dengan hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Assibey, et al (2012) serta Ang, et al. (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama pemilik usaha menjalankan usahanya maka akan berusaha untuk mencari sumber modal utang untuk mengembangkan usahanya.

Jumlah modal awal memiliki koefisien 2.767 dengan tingkat signifikansi 0.005 (p < 0.05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan diterima. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah modal awal yang dibutuhkan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan untuk membuka suatu usaha cenderung menggunakan sumber modal utang dalam berwirausaha dan signifikan. Kesimpulan tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Assibey, et al (2012) yang menyatakan bahwa semakin


(59)

besar jumlah modal awal yang dibutuhkan pemilik usaha untuk mendirikan suatu usaha maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk menggunakan sumber modal utang di dalam pembiayaannya.

Tipe kepemilikan memiliki koefisien -0.728 dengan tingkat signifikansi 0.511 (p > 0.05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tipe kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan ditolak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tipe kepemilikan dari suatu usaha yang dimiliki oleh pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan cenderung menggunakan sumber modal sendiri dalam berwirausaha tetapi tidak signifikan. Kesimpulan tersebut bertolak belakang dengan penelitian terdahulu oleh Gebru (2009) serta Mira dan Garcia (2003) yang menyatakan bahwa pelaku usaha dengan tipe kepemilikan tunggal cenderung untuk menggunakan sumber modal sendiri di dalam pembiayaannya.

Berdasarkan hasil uji hipotesis regresi logistik dinyatakan bahwa variabel jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gebru (2009) dan Assibey, et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah modal awal berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha. Tetapi untuk variabel pendidikan, alasan memasuki dunia usaha, lama usaha berdiri, dan tipe kepemilikan tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi


(60)

pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Gebru (2009) dan Assibey, et al. (2012) yang menyatakan bahwa ke empat variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi pembiayaan pemilik usaha. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh pemilihan sampel yang berbeda dengan penelitian terdahulu dan variabel lain yang mungkin mempengaruhi tetapi tidak dimasukkan dalam penelitian ini serta keterbatasan dari output hasil SPSS yang digunakan sebagai alat untuk mengolah data penelitian ini.

Menurut Myers dalam Brealey, et al (2007:25), Pecking Order Theory tidak mengindikasikan target struktur modal tetapi hanya menjelaskan urutan pembiayaan. Kebutuhan modal ditentukan oleh kebutuhan investasi. Preferensi pembiayaan oleh pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan sesuai dengan Pecking Order Theory yang menyatakan bahwa pemilik usaha akan terlebih dahulu menggunakan sumber modal sendiri di dalam memenuhi kebutuhan modalnya. Ini dapat dilihat dari 38 sampel penelitian, 26 diantaranya memilih sumber modal sendiri. Berdasarkan hasil uji regresi logistik maka dapat disimpulkan bahwa Pecking Order Theory dapat menggambarkan preferensi pembiayaan pemilik usaha kuliner kaki lima di sekitar Universitas Sumatera Utara Medan karena sesuai dengan urutan pembiayaan yaitu mengusahakan terlebih dahulu sumber modal sendiri di dalam memenuhi kebutuhan modalnya namun apabila tidak mencukupi barulah mencari sumber modal utang untuk memenuhi kebutuhan modalnya.


(1)

LAMPIRAN 2 HASIL SURVEY

Karakteristik pemilik usaha Karakteristik Usaha Nomor

Responden

Pendidikan Alasan Memasuki Dunia Usaha

Lama Usaha Berdiri

Jumlah Modal

Awal

Tipe Kepemilikan

Preferensi Pembiayaan

1. 2 2 1 2 2 1

2. 1 2 1 2 1 1

3. 2 2 2 3 1 1

4. 1 2 2 3 1 0

5. 2 2 2 2 1 1

6. 2 2 2 2 2 0

7. 2 2 1 2 1 1

8. 2 1 2 2 1 1

9. 2 2 1 2 2 1

10. 2 2 1 2 1 1

11. 1 2 1 2 1 0

12. 1 1 2 2 2 0

13. 1 2 2 2 1 0

14. 2 1 1 1 1 0

15. 3 1 1 2 2 0

16. 2 2 2 1 1 0

17. 3 2 1 2 1 1

18. 3 2 1 1 1 0

19. 3 2 1 1 2 0

20. 1 2 1 1 1 0

21. 2 2 2 1 1 0

22. 1 1 1 1 1 0

23. 2 2 1 2 1 0

24. 2 1 1 2 1 0


(2)

26. 2 2 1 1 1 0

27. 3 2 1 1 1 0

28. 3 2 1 1 2 0

29. 3 2 1 1 2 0

30. 3 2 2 3 1 1

31. 2 2 1 1 1 0

32. 1 2 2 2 1 0

33. 2 1 3 1 1 0

34. 1 2 2 1 2 0

35. 2 2 1 3 2 1

36. 1 1 3 1 1 0

37. 2 2 1 1 1 0


(3)

LAMPIRAN 3 HASIL SPSS

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in

Analysis 38 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 38 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 38 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

0 0

1 1

Block 0 : Beginning Iteration Historya,b,c Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients Constant Step 0 1 47.409 -.737

2 47.398 -.773 3 47.398 -.773 a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 47.398

c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.


(4)

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

preferensi Percentage Correct

0 1

Step 0 preferensi 0 26 0 100.0

1 12 0 .0

Overall Percentage 68.4

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.773 .349 4.908 1 .027 .462

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables pendidikan .688 1 .407

alasan 1.707 1 .191

lama .647 1 .421

jumlah 10.422 1 .001

tipe .016 1 .900

Overall Statistics 13.147 5 .022

Iteration Historya,b,c,d Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant pendidikan alasan lama jumlah tipe Step 1 1 34.011 -3.656 .408 .395 -.436 1.545 -.407

2 31.317 -5.439 .678 .813 -1.002 2.278 -.597 3 30.866 -6.581 .851 1.150 -1.372 2.673 -.700 4 30.850 -6.899 .903 1.243 -1.451 2.763 -.727 5 30.850 -6.915 .905 1.247 -1.454 2.767 -.728 6 30.850 -6.915 .905 1.247 -1.454 2.767 -.728


(5)

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 47.398

d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 16.548 5 .005

Block 16.548 5 .005 Model 16.548 5 .005

Model Summary Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 30.850a .353 .495

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig.

1 4.947 7 .666

Classification Tablea

Observed

Predicted

preferensi Percentage Correct

0 1

Step 1 preferensi 0 24 2 92.3

1 4 8 66.7

Overall Percentage 84.2


(6)

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test preferensi = .00 preferensi = 1.00

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 4 3.976 0 .024 4

2 4 3.877 0 .123 4

3 4 4.483 1 .517 5

4 3 3.468 1 .532 4

5 5 3.985 0 1.015 5

6 3 2.546 1 1.454 4

7 1 2.074 3 1.926 4

8 2 1.208 2 2.792 4

9 0 .383 4 3.617 4

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Step 1a pendidikan .905 .824 1.208 1 .272 2.473 .492 12.431

alasan 1.247 1.359 .843 1 .359 3.481 .243 49.896

lama -1.454 1.124 1.674 1 .196 .234 .026 2.114

jumlah 2.767 .977 8.013 1 .005 15.909 2.342 108.062

tipe -.728 1.108 .432 1 .511 .483 .055 4.235

Constant -6.915 4.299 2.588 1 .108 .001 a. Variable(s) entered on step 1: pendidikan, alasan, lama, jumlah, tipe.