BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Pesinyalan (Signalling Theory) - Pengaruh Profitability Ratio dan Economic Value Added Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007 – 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Pesinyalan ( Signalling Theory)

  Signalling theory menekan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan

  oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak diluar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan, atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.

  Menurut Hapyani ,(2009) dalam membangun signalling theory berdasarkan adanya assimetric information antara well-informed manager dan . Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa manajer akan

  poo-informed stockholder

  mengumumkan kepada investor ketika mendapatkan informasi yang baik, bertujuan menaikan nilai perusahaan, namun investor tidak akan mempercayai tersebut, karena manajer merupakan interest parti. Solusinya perusahaan bernilai tinggi akan berusaha melakukan signaling pada financial policy mereka yang memakan biaya besar sehingga tidak dapat ditiru oleh perusahaan yang memiliki nilai lebih rendah.

  Teori ini akan mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah dengan mengobservasi kepemilikan struktur pemodalannya serta menandai valuasi tinggi untuk perusahaan yang hightly levered. Ekuilibrium stabil karena perusahaan bernilai rendah tidak dapat meniru perusahaan yang lebih tinggi.

  Kelebihan teori ini adalah kemampuan menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai tanggapan terhadap peningkatan financial

  

leverage . Kelemahan dari model ini adalah ketidakmampuan dalam menjelaskan

  hubungan kebalikan antara profitabilitas dan leverage. Kelemahan lain adalah tidak dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan nilai intangible asset tinggi harus menggunakan lebih banyak hutang dari pada perusahaan yang mature (tangible asset tinggi) yang tidak menggunakan hutang, akan tetapi didalam teori diperlukan untuk mengurangi efek dari ketidaksimetrisan informasi.

2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

  Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976, manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi.

  Hubungan keagenan dalam kontrak kerja adalah hubungan antara pemegang saham (principal) dengan manager (agent), yang pemegang saham memperkerjakan manajer untuk memberikan jasa kepada pemegang saham untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham melakukan pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada manajer perusahaan.

  Dalam hubungan keagenan manajer sebagai pihak yang memiliki akses langsung terhadap informasi perusahaan, memiliki asimetris informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditor dan investor. Dimana ada informasi yang tidak diungkapkan oleh pihak manajemen kepada pihak eksternal perusahaan, termasuk investor.

  Untuk memperkecil asimetris informasi, maka pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement -nya.

  Menurut Widodo (2012) teori keagenan mengasumsikan bahwa manajer mementingkan diri sendiri. Manajer akan bertindak oportunistik untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila kinerja manjer buruk manajer cenderung menutupi kinerja buruknya dengan melakukan manajemen laba yang menaikkan laba. Sebaliknya, apabila kinerja manajer baik, maka manajer cenderung menunda kinerja baiknya dengan melakukan manajemen laba yang menurunkan laba

2.1.3 Laporan Keuangan

  Pengertian laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Menurut PSAK No.1 ,paragraph 7 “Laporan Keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang meliputi : 1.

  Neraca 2. Laporan laba rugi 3. Laporan Perubahan Ekuitas

  Laporan arus kas 4.

5. Catatan atas laporan keuangan

  Menurut SAK, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.

  Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang tekah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan kepadanaya. Pemakai yang ingin melihat apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen lakukan demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Keputusan ekonomi mencakup, misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen

2.1.4 Pasar Modal

  Pasar modal merupakan tempat perusahaan mencari dana segar untuk mengingkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan. Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga sebagai investor. Para investor melakukan berbagai teknik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.

  Berlangsungnya fungsi pasar modal adalah dengan meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan “kriteria pasarnya” secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan (Lliyd,1976).

  Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan lebih spesi fik sebagai” kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

  Manfaat pasar modal menurut Sunariah (2000) adalah sebagai berikut :

  1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber daya secara optimal.

  2.Memberikan wahan investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.

  3.Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi Negara.

  4.Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

  5.Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim berusahan yang sehat.

  6.Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.

  7.Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan memiliki prospek.

2.1.5 Saham

  Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2001: 6).

  Defenisi saham menurut Rahardjo (2006) adalah sebagai berikut: “Saham adalah surat berharga yang merupakan instrumen bukti kepemilikan atau penyertaan dari individu atau instansi dalam suatu perusahaan.” Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham menurut

  Darmadji dan Fakhruddin (2001: 6), yaitu: 1.

  Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim.

  a.

  Saham biasa (Common stock) Mewakili klaim kepemilikan pada penghasilan dan aktiva yang dimiliki perusahaan. Pemegang saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas. Artinya, jika perusahaan bangkrut, kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham adalah sebesar investasi pada saham tersebut.

  b.

  Saham Preferen (Preferred stock) Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor. Serupa saham biasa karena mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar deviden. Persamaannya dengan obligasi adalah adanya klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, devidennya tetap selama masa berlaku dari saham, dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.

  2. Ditinjau dari cara peralihannya.

  a.

  Saham Atas Unjuk (Bearer stock) Pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

  b.

  Saham atas nama (Registered stock) Merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

  3. Ditinjau dari kinerja perdagangan a.

  Blue-chip stock Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

  b.

  Income stock Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata – rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.

  Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi. c.

  Growth stock c.i. Well - known

  Saham – saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. c.ii. Lesser – known

  Saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri, namun memiliki ciri growth stock. Umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.

  d.

  Speculative stock Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti.

  e.

  Counter cyclical stock Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi.

2.1.5.1 Harga Saham

  Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Selembar saham adalah selembar kertas yang menerangakan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham) tersebut. Selembar saham mempunyai nilai atau harga. Menurut Widoatmojo (1996: 46) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: a.

  Harga Nominal Harga tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.

  b.

  Harga Perdana Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.

  c.

  Harga Pasar Jika harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benarp-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.

2.1.5.2 Keuntungan investasi pada Saham

  Pada dasarnya,terdapat dua keuntungan yang dapat diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham: a.

  Deviden Merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuantungan yang dihasilkan perusahaan, deviden diberikan setelah mendapat persetyujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiahtertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden stock yang artinya setiap pemegan saham yang dimiliki investor bertambah dengan adanya pembagian deviden stock tersebut.

  b.

  Capital Gain Merupakan selisih antara harga beli dan harga jual, dimana harga jual lebih tinggi dari harga beli. Capital gain terbentuk dengan adanya aktifitas perdagangan di pasar sekunder. Misalnya investor membeli saham perusahaan ABC dengan harga perlembar Rp.4000 kemudian menjualnya dengan harga Rp.4500 per lembarnya, yang berarti pemodal tersebut telah mendapatkan capital gain sebesar Rp.500 untuk setiap saham yang dijualnya. Umumya pemodal dengan orientasi jangka pendek untuk mengejar keuntungan melalui capital gain

  Saham bonus (jika ada) yaitu saham yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual terhadap harga nominal saham tersebut pada saat perusahaan melakukan penawaran umum dipasar perdana, misalnya setiap saham dengan nilai nominal Rp.500 dijual dengan harga Rp.700 maka setiap saham akan memberikan agio kepada perusahaan sebesar Rp.200 setiap sahamnya

2.1.5.3 Resiko dalam berinvestasi saham

  Di dalam berinvestasi saham, kerugian bisa dialami oleh para investor antara lain: a.

  Tidak mendapat deviden Perusahaan akan membagikan deviden jika operasi perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat membagikan deviden jika perusahan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian potensi keuntungan pemodal untuk mendapatkan deviden ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.

  b.

  Capital Loss Merupakan kebalikan dari capital gain, dimana suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. ABC yang dibeli harga Rp.4000,- per saham, kemudian harga saham terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp.1500,- per saham. Karena tidak ingin mengalami kerugian lebih besar akibat harga saham tersebut terus menurun, investor menjual pada harga Rp.1500,- per lembar sehingga investor mengalami kerugian sebesar Rp.500,- per saham.

  c.

  Perusahaan bangkrut dan dilikuidasi Jika suatu perusahaan, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada pemegang saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan mendapatkan posisi lebih rendah dibandingkan kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa baru akan dibagikan kepada pemegang saham.

  d.

  Saham di delist dari bursa (delisting) Resiko lain yang dihadapi oleh para investor adalah jika saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan bursa efek (delist). Suatu saham perusahaan di delist di bursa umumnya karena kinerja perusahaan di delist di bursa umumnya karena kinerja perusahaan yang buruk, misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan deviden secara berturut-turut selama beberapa tahun dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan di bursa. Adapula perusahaan yang di delist keluar dari bursa dengan tujuan Go Private, perusahan yang melakukan Go Private tidak merugikan investor karena perusahaan penerbit saham tersebut melakukan Buy Back terhadap saham yg diterbitkan.

  e.

  Saham di Suspend Jika suatu saham di suspend atau diberhentikan perdagangannya oleh otoritas bursa efek. Dengan demikian pemodal tidak dapat menjual sahamnya hingga saham yang di suspend tersebut dicabut dari status suspend. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu singkat misalnya dalam 1 sesi perdagangan, 1 hari perdagangan namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal yang menyebabkan saham di suspend yaitu suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lainnya yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan sementara perdagangan saham tersebut untuk kemudian diminta konfirmasi lainnya. Sedemikian hingga informasi yang belum jelas tersebut tidak menjadi ajang spekulasi, jika setelah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka status suspend atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan lagi seperti semula.

2.1.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

  Menurut Weston dan Brigham (2001: 26), faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah: a.

  Laba per lembar saham (Earning Per Share) Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat.

  b.

  Tingkat Bunga Tingkat bunga mempengaruhi harga saham dengan cara :

  • Mempengaruhi persaingan di pasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan.
  • Mempengaruhi laba perusahaaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, dimana semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan.

  Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang juga akan mempengaruhi laba perusahaan.

  c.

  Jumlah Kas Deviden yang diberikan Kebijakan pembagian deviden dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, makapeningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik.

  d.

  Jumlah Laba yang didapat perusahaan Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan.

  e.

  Tingkat Resiko dan Pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima.

2.1.6 Rasio Profitabilitas

  Merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektivitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut juga rasio rentabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Syafri, 2008:304).

  Dari sini permasalahannya menyangkut efektivitas manajemen dalam menggunakan total aktiva maupun aktiva bersih seperti yang tercatat dalam neraca untuk menghasilkan laba. Efektifitas dinilai dengan menghubungkan laba bersih terhadap aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba. Bentuk paling mudah dari analisis profitabilitas adalah menghubungkan laba bersih (pendapatan bersih) yang dilaporkan terhadap total aktiva di neraca (Return on Asset)

  Jenis-jenis rasio yang termasuk rasio profitabilitas antara lain: a. Gross Profit Margin Merupakan persentase laba kotor dibandingkan dengan penjualan.

  Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian pula sebaliknya,semakin rendah gross profit margin maka semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin,2009:61).

  Gross profit margin di hitung dengan formula:

  Gross Profit Margin = Penjualan – Harga Pokok Penjualan Penjualan b.

  Net Profit Margin Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net Profit margin maka semakin baik operasi suatu perusahaan. Net profit margin dihitung dengan rumus:

  Rentabilitas Ekonomi = Laba bersih sebelum pajak Total Aktiva c.

  Basic Earning Power(Rentabilitas Ekonomi) Merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total asset. Jadi

  Basic Earning Power mengindikasikan seberapa besar kemampuan aset yang dimiliki untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau pendapatan atau dengan kata lain Basic Earning Power menunjukkan kemampuan total aset dalam menghasilkan laba.

  Basic Earning Power dihitung dengan rumus:

  Basic Earning Power = Laba Bersih Sebelum Pajak Total Aktiva d.

  Return On Assets (ROA) Merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis.

  Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Laba bersih setelah pajak adalah laba bersih setelah pajak yang dihasilkan perusahaan, dimana data yang digunakan adalah data yang tercantum di dalam laporan keuangan yang di publikasikan. ROA adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif juga atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. Adapun rumus untuk mencari ROA adalah sebagai berikut:

  Return On Asset = Laba setelah pajak X 100% Total Aktiva e.

  Return On Equity (ROE) Merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun saham preferen) atas modal mereka diinvestasikan di dalam perusahaan. Secara umum tentu sama semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Hal ini berpengaruh dalam meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan. Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak bahwa return saham dari perusahaan tersebut di pasar modal juga akan semakin meningkat. Dengan kata lain, ROE berpengaruh terhadap Return Saham perusahaan.

  Adapun rumus untuk mencari ROE adalah sebagai berikut:

  Return On Equity = Laba Bersih x100% Total Equity f.

  Earning Per Share (EPS) EPS merupakan alat analisis tingkat profitabilitas perusahaan yang menggunakan konsep laba. EPS adalah informasi yang penting bagi investor untuk mengetahui keuntungan dari saham. EPS merupakan perbandingan antara keuntungan yang dihasilkan (laba bersih) dan jumlah saham yang beredar. EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Laba per lembar saham atau EPS di peroleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata saham biasa yang beredar.

  Menurut Gitman, EPS dapat diperoleh dengan rumus:

  EPS = Laba Operasi – Deviden saham prioritas Rata – rata saham biasa yang beredar

2.1.7 Economic Value Added

  Economic Value Added merupakan suatu konsep penilaian kerja keuangan perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Stewart & Co, sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Economic Value Added adalah kriteria untuk mengukur kinerja dengan cara menunjukkan keuntungan yang tersisa setelah dikurangi biaya modal (Anvari et al, 2005).

  Economic Value Added sendiri dapat didefenisikan sebagai keuntungan operasional setelah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal dari investasi atau modal yang digunakan. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan dari operasi berjalan. EVA berusaha mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dengan memperlihatkan biaya modal yang meningkat, karena biaya modal menggambarkan resiko perusahaan. Metode EVA akan sesuai dengan kepentingan para investor. Oleh karenanya, jika manager berfokus pada EVA, hal ini akan dapat membantu memastikan bahwa mereka telah menjalankan operasi dengan cara yang konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

  EVA dianggap sebagai kriteria kinerja yang sederhana dan sebagai gambaran nyata penciptaan kekayaan bagi pemegang saham membantu manager membuat keputusan investasi dan mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki serta mempertimbangkan keuntungan jangka pendek seperti sumber daya jangka panjang. Dengan kata lain, EVA merupakan kriteria efektif pada kualitas kebijakan manajerial dan merupakan indeks yang dapat diandalkan mengenai cara pertumbuhan nilai dalam perusahaan.

  2.1.5.1 Manfaat EVA EVA

  sangat bermanfaat bagi penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.

  EVA terdiri dari dua prinsip utama dalam pengambilan keputusan manajer, yaitu: a.

  Tujuan utama keuangan dari setiap perusahaan harus memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan nilai.

  b.

  Nilai dari masing-masing perusahaan tergantung pada fakta bahwa keuntungan masa depan yang diharapkan kurang dari biaya modal.

  2.1.5.2 Tolak Ukur EVA

  Konsep Economic Value Added (EVA) megukur nilai tambah dengan cara mengurangi biaya modal (cost of capital) yang timbul akibat investasi yang dilakukan oleh perusahaan. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian melebihi tingkat modalnya. Hal ini sejalan dengan tujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya EVA yang negative menunjukkan bahwa nilai perusahaan menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah dari biaya modal (Utama, 1997) Tolak ukur analisi EVA menurut Wijayanto (1993) dapat dinyatakan sebagai berikut: a.

  EVA > 0 (positif).

  Jika EVA > 0 maka telah terjadi penambahan nilai ekonomis ke dalam perusahaan setelah perusahaan membayar semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya b.

  EVA = 0 (impas) Maka secara ekonomis perusahaan dalam keadaan impas karena semua laba yang ada digunakan untuk membayar kewajiban pemegang saham (tidak mampu menutup nilai perusahaan) c.

  EVA < 0 (negatif) Perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana nilai yang diharapkan ekspektasi return saham tidak dapat tercapai.

2.1.5.3 Keunggulan dan Kelemahan EVA

  EVA memiliki beberapa keunggulan antara lain: a. EVA memiliki hubungan yang saling berkaitan dengan Net Present Value (NPV).

  b.

  EVA membangtu manajer senior dari perusahaan lebih responsive terhadap indeks yang sangat dikontrol oleh mereka.

  c.

  EVA dipengaruhi oleh semua keputusan yang dibuat oleh para manager. d.

  EVA merupakan indeks yang tepat untuk menentukan reward manager.

  e.

  Adanya hubungan antara EVA dan pasar perusahaan.

  f.

  EVA sebagai indeks kinerja ekonomi kompatibel dengna indeks lain seperti nilai tambah kas investasi, nilai pemegang saham dan arus kas output pada investasi.

  g.

  EVA menunjukkan bahwa nilai perusahaan tergantung langsung pada kinerja manajemen.

  h.

  EVA bisa menjadi dasar untuk menentukan tujuan investasi dalam proyek- proyek. i.

  EVA tidak banyak mengalami defenisi akuntansi sebagai indeks untuk mengukur penilaian kinerja.

  Walaupun EVA memiliki beberapa keunggulan, namun EVA juga memiliki beberapa kelemahan,antara lain: a.

  Sulit untuk menghitung EVA termasuk tingkat pengembalian dan tingkat biaya modal.

  b.

  EVA biasanya dihitung berdasarkan angka historis.

  c.

  Analisis nilai tambah terkadang tidak praktis, misalnya perusahan-perusahaan yang telah dibentuk baru-baru ini atau perusahaan investasi.

2.1.5.4 Langkah-langkah Dalam Menentukan EVA

  Ada beberapa langkah dalam menentukan EVA menurut Brigham & Houston (2006 : 69) ,yakni: a.

  Menghitung laba bersih setelah pajak ( Net Operating Profit After Tax / NOPAT)

  Menurut Bringham dan Houston (2006 : 64), laba bersih tidaklah selalu mencerminkan kinerja yang sebenarnya dari operasi sebuah perusahaan atau keefektifan dari para manager operasi dan karyawannya. Ukuran yang lebih baik untuk membandingkan kinerja diantara para manajer adalah laba operasi bersih setelah pajak, yang merupakan jumlah laba yang dilakukan oleh perusahaan jika tidak memiliki utang dan aktiva non operasi

  .NOPAT atau laba bersih setelah pajak ini dapat dihitung dengan rumus:

  

NOPAT = EBIT (1- Tax)

  Keterangan : EBIT : Earning Before Interest and Tax atau laba sebelum bunga dan pajak Tax : Tarif pajak b.

  Menghitung Invested Capital

  Invested capital adalah penjabaran dari modal, sebagai modal yang

  diinvestasikan yakni seluruh keuangan perusahaan yang sudah terlepas dari kewajiban jangka pendek yang tidak menanggung bunga. Total kewajiban dan ekuitas menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang. Pinjaman jangka pendek tanpa bunga merupakan pinjaman yang digunakan perusahaan yang pelunasannya maupun pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancer yang dimiliki perusahaan, dan atas pinjaman itu tidak dikenai bunga, seperti hutang usaha/kewajiban segera,hutang pajak, biaya yang masih harus dibayar, dan lain-lain.

  Invested Capital = Total Kewajiban & Ekuitas – Kewajiban Jangka Pendek.

  c.

  Menghitung WACC (Weighted Average Cost of Capital)

  Weighted Average Cost of Capital (WACC) merupakan rata-rata

  tertimbang biaya hutang dan biaya modal sendiri, menggambarkan tingkat pengembalian investasi minimum untuk mendapatkan required rate of return(tingkat pengembalian yang diharapkan) oleh investor, yaitu kreditor dan pemegang saham. Dengan demikian di dalam perhitungannya akan mencakup perhitungan masing-masing komponennya, yaitu cost of debt ( biaya hutang) dan

  

cost of equity ( biaya modal sendiri) serta proporsi masing-masing di dalam

struktur modal perusahaan.

  Untuk menghitung biaya modal kita menggunakan WACC, yaitu rata-rata tertimbang dari seluruh komponen modal. Komponen modal yang sering dipakai adalah: saham biasa, saham preferen, utang, dan laba ditahan. Seluruh komponen modal (capital components) mempunyai satu kesamaan, yaitu investor yang menyediakan dana berharap untuk mendapatkan return dari investasi mereka.

  Di dalam perhitungan biaya modal tertimbang ini yang dipakai adalah modal yang tertanam dalam jangka panjang dalam perusahaan.

  Adapun rumus untuk mencari WACC adalah:

  

WACC = {(D x rd) (1 - Tax) + (E x re)}

  Keterangan: D : Tingkat Modal

  Rd : Biaya hutang E : Tingkat modal dan ekuitas Re : Biaya ekuitas Tax : Beban pajak Dimana:

  

Tingkat Modal (D) = Total Kewajiban x 100%

  Total Kewajiban dan Ekuitas

  Cost of Debt (rd) = Beban Bunga x 100%

  Total Kewajiban

  Tingkat Modal dan Ekuitas (E) = Total Ekuitas x100%

  Total Kewajiban dan Ekuitas

  

Cost of Equity (re) = Laba Bersih setelah Pajak x100%

  Total Ekuitas d. Menghitung Capital Charges

  Capital charges merupakan biaya modal yang memperhitungkan biaya

  kewajiban yang harus dibayarkan kepada keditor, serta biaya ekuitas yang seharusnya dibayarkan kepada para pemegang saham.

  Capital Charges = WACC x Invested Capital e.

  Menghitung EVA Eva diukur dengan rumus:

  EVA = NOPAT – Capital Charges

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu

  Penelitian mengenai return saham telah pernah dilakukan oleh peneliti- peneliti terdahulu. Wibowo (2005), yang meneliti tentang pengaruh Economic Value Added dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Return pemegang saham. Hasil dari penelitiannya memberikan bukti empiris bahwa Economic Value Added, ROA, ROE, tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.

  Firdha (2010), yang meneliti tentang pengaruh ROA, EPS, dan EVA terhadap harga saham pada perusahaan industri telekomunikasi. Hasil dari penelitiannya ditemukan bahwa hasil pengujian secara parsial dimana ROA dan EVA tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

  Jhonatan (2011), yang meneliti tentang pengaruh EVA, MVA, dan rasio Prifitabilitas terhadap return saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya ditemukan bahwa hasil pengujian hipotesis dimana EVA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham dan memiliki arah pengaruh negatif, sedangkan MVA, ROA, dan ROE tidak mempunyai pengaruh yang signnifikan terhadap return saham dan memiliki arah pengaruh yang positif.

  Berikut adalah review Penelitian Terdahulu Tabel 2.1.

  Review Penelitian Terdahulu ( Theoretical Mapping) No Nama Peneliti & Tahun penelitian Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  1. Lucky Bani Wibowo (2005) “ Pengaruh Economic Value Added dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Return Pemegang Saham”.

  Variabel Independen : Economic Value Added (EVA), Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Variabel Dependen : Return Saham EVA, ROA, dan ROE tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham

  2. Firdha Nur Aisya (2010) “Pengaruh Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Telekomunikasi”

  Variabel Independen: Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS), dan Economic Value Added (EVA). Variabel Dependen:. Harga Saham ROA dan EVA tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

  Lanjutan Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu ( Theoretical Mapping) No Nama Peneliti & Judul Penelitian Variabel Hasil Tahun penelitian Penelitian Penelitian

  3. Jhonatan “Pengaruh Economic Variabel EVA tidak Hasioholan Value Added (EVA), Independen: memiliki (2011) Market Value Added Economic Value pengaruh (MVA), dan Rasio Added (EVA), signifikan

  Profitabilitas Market Value terhadap return Perusahaan Terhadap Added (MVA), saham dan Return Saham Return On Asset memiliki arah Perusahaan yang (ROA) dan pengaruh Terdaftar Di BEI. Return On negatif, Equity (ROE). sedangkan

  Variabel MVA, ROA, Dependen: dan ROE tidak Return Saham. mempunyai pengaruh yang signnifikan terhadap return saham dan memiliki arah pengaruh yang positif.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka Konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan di awal maka penelitian ini dapat dilihat pada gambar

  2.2.

  1 Return On Equity (ROE) H 1

  (X ) 2 Earning Per Share (EPS) H Return 2 (X ) Saham 3 (Y)

  Economic Value Added H 3 (X ) Gambar 2.1.

  Kerangka Konseptual

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H : Return on Equity (ROE) bepengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

1 H 2 : Earning Per Share(EPS) bepengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

  H : Economic Value Added (EVA) bepengaruh secara signifikan terhadap harga

  3 saham.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitability Ratio dan Economic Value Added Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007 – 2012

2 97 96

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Market Capitalization - Pengaruh Working Capital Turnover, Economic Value Added, dan Market Value Added Terhadap Market Capitalization Pada BUMN Yang Terdaftar Di BEI Periode 2009-2013

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efisiensi - AnalisisPengaruh Efesiensi Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 3 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Saham 2.1.1.1 Pengertian Saham - Pengaruh Analisis Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2009-2013).

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis - Analisis Pengaruh Rasio Camel Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Audit Report Lag Pada Perusahaan Manufaktur Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012

0 1 28

Pengaruh Profitability Ratio dan Economic Value Added Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007 – 2012

0 0 12