BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan agensi terjadi
ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan. Agency theory mengasumsikan bahwa setiap
manusia memiliki sifat egois yaitu mementingkan kepentingan diri sendiri.
Pemegang saham akan fokus pada peningkatan nilai sahamnya sedangkan
manajer fokus pada pemenuhan kepentingan pribadi yaitu memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Adanya benturan
kepentingan antara keduanya inilah yang memicu munculnya agency theory.
2.1.2 Pajak Agresif
Tindakan
pajak
agresif
yaitu
keinginan
perusahaan
untuk
meminimalkan beban pajak yang dibayar dengan cara yang legal, ilegal,
maupun kedua-duanya. Tindakan pajak agresif juga dinilai dari seberapa
besar perusahaan tersebut mengambil langkah penghindaran pajak dengan
memanfaatkan celah-celah yang ada dalam peraturan perpajakan. Maka
dengan begitu, perusahaan akan dianggap semakin agresif terhadap
perpajakan.
8
Universitas Sumatera Utara
Definisi tindakan pajak agresif dalam penelitian ini mengacu pada
pengertian pajak agresif yang digunakan, yaitu suatu tindakan yang
bertujuan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak
baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion.
Tax
evasion
merupakan
hambatan-hambatan
yang
terjadi
dalam
pemungutan pajak sehingga berkurangnya penerimaan kas negara. Dalam
penelitian ini, tindakan pajak agresif mempunyai lima komponen
pengukuran, yaitu effective tax rate (ETR), cash effective tax rate (CETR),
book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax difference DesaiDharmapala (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). ETR digunakan
karena dianggap dapat merefleksikan perbedaan tetap antara perhitungan
laba buku dengan laba fiskal (Frank et al. 2009).
Sedangkan
CETR
digunakan
karena
diharapkan
dapat
mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak suatu perusahaan (Chen et
al.2010). Untuk mendapatkan trigulasi, tiga jenis book-tax difference
digunakan, yaitu book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax
difference (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). Perusahaan dalam
melakukan tindakan pajak agresif akan memperoleh keuntungan dan
kerugian. Keuntungan yang diperoleh berupa penghematan pajak sehingga
jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham dalam perusahaan
menjadi lebih besar, manajer mendapatkan kompensasi dari pemilik /
pemegang saham perusahaan dan manajer juga mempunyai kesempatan
untuk melakukan rent extraction. Kerugian yang ditanggung yaitu
9
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/ penalti dari fiskus pajak, dan
turunnya harga saham perusahaan, rusaknya reputasi perusahaan akibat
audit dari fiskus pajak, penurunan harga saham dikarenakan pemegang
saham lainnya mengetahui tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer
dilakukan dalam rangka rent extraction.
Sari dan Martani (2010) juga menyatakan suatu agresivitas pelaporan
pajak adalah situasi ketika perusahaan melakukan kebijakan pajak tertentu
dan suatu hari terdapat kemungkinan tindakan pajak tersebut tidak akan
diaudit atau dipermasalahkan dari sisi hukum, namun tindakan ini berisiko
karena ketidakjelasan posisi akhir ( apakah tindakan pajak tersebut dianggap
melanggar atau tidak melanggar hukum yang berlaku).
2.1.2.1 Keuntungan dan Kerugian dari Tindakan Pajak Agresif
Sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan pajak agresif
pembuat keputusan (manajer) akan memperhitungkan keuntungan dan
kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. Ada tiga keuntungan tindakan
pajak agresif menurut Chen et al. 2010 adalah :
1. Keuntungan berupa penghematan pajak yang akan dibayarkan perusahaan
kepada negara, sehingga jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham
dalam perusahaan menjadi lebih besar.
2. Keuntungan bagi manajer (baik langsung maupun tidak langsung) yang
mendapatkan kompensasi dari pemilik/pemegang saham perusahaan atas tindakan
pajak agresif yang dilakukannya.
3. Keuntungan bagi manajer adalah mempunyai kesempatan untuk melakukan
rent extraction.
Kerugian dari tindakan pajak agresif diantaranya adalah :
10
Universitas Sumatera Utara
1. Kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/penalti dari fiskus pajak, dan
turunnya harga saham perusahaan.
2. Rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak.
3. Penurunan harga saham dikarenakan pemegang saham lainnya mengetahui
tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer dilakukan dalam rangka rent
extraction.
Zuber (2007) menyatakan:
“Between tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of
aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond what
is specifically allowed by the tax law and the tax law does not specifically address
all possible tax transaction. A bright line does not exist between tax avoidance
and tax evasion because neither term adequately describes all transactions.
Therefore, aggressive transactions and decision-making may potentially become
either tax avoidance or tax evasion issues.”
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan
keputusan yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah
penghindaran pajak maupun penggelapan pajak.
2.1.3
Good Corporate Governance
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) (2012)
mengartikan Good Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan
proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) yaitu Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu
11
Universitas Sumatera Utara
proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan etika berusaha.
Menurut
Surat
Keputusan
Menteri
BUMN
Nomor.
KEP-
01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) terdapat 5 prinsip yang dikemukan yaitu
transparansi
(transparency),
akuntabilitas
(accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency) dan
kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip tersebut sangat diperlukan dalam
penerapan GCG dikarenakan sangat berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan suatu perusahaan.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu struktur hubungan
yang memiliki keterkaitan dengan tanggung jawab diantara pihak-pihak
terkait yang terdiri dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan
komisaris termasuk manajer yang dibentuk untuk mendorong terciptanya
suatu kinerja yang kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama
suatu perusahaan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan diantara berbagai pihak dalam perusahaan sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka dengan tujuan mencapai kepentingan
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan semua pihak.
12
Universitas Sumatera Utara
Manfaat penerapan GCG ini tidak akan didapat oleh perusahaan tanpa
terlaksananya prinsip-prinsip dalam GCG tersebut. Namun prinsip-prinsip
GCG tersebut juga tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya organ
perusahaan
sebagai
pelaksana
kegiatan
dalam
perusahaan.
Organ
perusahaan tersebut yang nantinya akan melaksanakan tugas dan fungsinya
sehingga bisa mencapai tujuan bersama perusahaan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006),
organ perusahaan terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Penyelenggaraan RUPS
merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus
mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan
dengan berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi
berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh
Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2. Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, dewan komisaris dapat membentuk suatu
komite. Adapun komite penunjang dewan komisaris yaitu
komite audit, komite Nominasi dan Remunerasi, Komite
Kebijakan Risiko, dan Komite Kebijakan Corporate
Governance.
3. Dewan Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan.
2.1.3.1 Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Dalam Hardikasari (2011), secara umum, penerapan Corporate
Governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan
sebagai berikut:
1.
Memudahkan akses terhadap investasi domestik
maupun asing.
2.
Mendapatkan cost of capital yang lebih murah.
3.
Memberikan kepuasan yang lebih baik dalam
meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri
stakeholder terhadap perusahaan.
13
Universitas Sumatera Utara
5.
Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Dari berbagai tujuan tersebut pemenuhan kepentingan seluruh
stakeholder secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya
masing-masing dalam suatu perusah aan merupakan tujuan utama
yang hendak dicapai. Prinsip-prinsip dari Corporate Governance yang
menjadi indikator, sebagaimana dijelaskan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD), adalah:
a. Fairness (Keadilan)
b. Transparancy (Transparansi)
c. Accountability (Akuntabilitas)
d. Responsibility (Pertanggungjawaban)
e. Independensi (independen)
Pengertian dari prinsip – prinsip diatas tersebut adalah :
a. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan
yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan disini
diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para
pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.
b. Transparancy (Transparansi)
Transparansi adalah adanya pengungkapan suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat
dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut tentang
keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan
perusahaan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materiil
dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemakai kepentingan.
c. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan
system pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian
kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham
yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya.
d. Responsibility (Pertanggung jawaban)
Responsibility (Responsbilitas) adalah adanya tanggung
jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen
serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para
pemegang saham. Prinsip ini mewujudkan dengan kesadaran
14
Universitas Sumatera Utara
bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab
sosial,menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan,
menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara
bisnis yang kuat.
e. Independensi (independen)
Untuk melancarkan asas Corporate Governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masingmasing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan
untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang
mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas.
Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara
komposisi komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti
auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus
obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
Prinsip-prinsip
responsibilitas
dan
transparansi,
independen
keadilan,
Corporate
akuntabilitas,
Governance
dalam
mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan Good Faith
(bertindak atas iktikad baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman
Corporate Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud.
Pedoman Corporate Governance yang telah dibuat oleh komite
nasional Corporate Governance hendaknya dijadikan kode etik
perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk
melaksanakan
Corporate
Governance
secara
konsisten
dan
konsekuen. Hal ini penting karena mengingat kecenderungan aktifitas
usaha yang semakin mengglobal dan dapat dijadikan sebagai ukuran
perusahaan untuk menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih
baik.
Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan
kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan dan
15
Universitas Sumatera Utara
dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya
kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara
implementasi prinsip-prinsip Corporate Governance di dalam suatu
perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham, kreditor,
manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan tentunya para
anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan
kepentingan.
2.1.3.2 Struktur Corporate Governance
Struktur didefinisikan sebagai suatu cara bagaimana aktifitas
dalam suatu organisasi dibagi, di organisir, dan dikoordiasi. Struktur
merupakan suatu bentuk kerangka untuk mengimplementasikan
prinsip-prinsip yang ada agar dapat digunakan, bekerja dan
melaksanakan suatu fungsi.Struktur Corporate Governance merupakan
bentuk penggambaran hubungan berbagai kepentingan, baik internal
maupun eksternal perusahaan.
Gambaran dari struktur Corporate Governance berguna dalam
menentukan arah strategis, kinerja sistematis, dan pengawasan kinerja
perusahaan.
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Struktur Corporate Governance
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa struktur Corporate
Governance
terbentuk
dari
dua
mekanisme
berbeda
yang
membentuknya. Mekanisme ini merupakan suatu aturan main,
prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil
17
Universitas Sumatera Utara
keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol terhadap keputusan
tersebut. Kedua mekanisme tersebut yaitu:
1. Struktur mekanisme pengendalian internal perusahaan. Pihak-pihak
yang terlibat dalam mekanisme internal ini adalah agent dan
principal yang terdiri komosisi board of directors dan ekscutive
manager di dalam perusahaan. Board of Directors atau dewan
dereksi
memiliki
kewenangan
untuk
mempekerjakan,
memberhentikan, mengawasi, dan memberikan kompensasi
kepada top-level decision managers atau para manajer puncak.
Sementara
manajemen
melaksanakan
seluruh
adalah
kegiatan
pihak
eksekutif
operasional
yang
perusahaan
(manajer). Mekanisme pengendalian internal ini dilakukan
dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keutungan, return,
maupun resiko yang disetujui oleh principal dan agent. Salah
satu pilihan mekanisme pengendalian internal misalnya adalah
pemberian kontrak insentif jangka panjang. Kontrak jangka
panjang ini dilakukan dengan memberikan insentif pada manajer
apabila kinerja perusahaan meningkat. Dengan demikian, terjadi
hubungan yang mutual antara principal dan manajer. Manajer
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang
akan membuat modal principal berkembang, karena disisi lan
hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan manajer sendiri.
18
Universitas Sumatera Utara
2. Stuktur mekanisme pengendalian external. Struktur mekanisme
pengendalian
terdiri
external
dari
stakeholder
yang
berkepentingan dan berhubungan dengan perusahaan antara lain:
pasar modal, pasar uang, auditor, paralegal dan regulator.
Struktur
mekanisme
mekanisme
pengendalian
pengendalian
pasar.
eksternal
Karena
merupakan
mekanisme
ini
terbentuk oleh hubungan perusahaan dengan pasar, sehingga
pengendalian perusahaan dilakukan oleh pasar sendiri. Menurut
teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for
corporate control), pada saat diketahui bahwa manajemen
berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja perusahaan
akan menurun yang direfleksikan menurunnya nilai perusahaan.
Pada saat terja di kondisi yang demikian, pasar akan merespon
dengan mengambil kebijakan untuk melakukan perombakan
struktur manajerial yang telah menjabat.
Arifin (2005) menyebutkan secara umum terdapat 2 (dua)
model struktur internal Corporate Governance di dunia, yaitu The
Anglo-American System dan The Continental Europe System.Model
Anglo-Saxon ini disebut dengan Singleboard system, dimana struktur
governance terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), serta
executive manager yang dipimpin oleh CEO. Singleboard system
merupakan struktur corporate governance yang tidak memisahkan
keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Dalam sistem ini,
19
Universitas Sumatera Utara
anggota dewan komisaris (board of commissioners) juga merangkap
anggota direksi. Tidak ada pemisahan antara kedua dewan ini. Dalam
struktur Single-board, kedua dewan ini sama-sama disebut sebagai
board of directors. Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika,
Kanada serta Negara-negara lain umumnya berbasis singleboard
system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.
Gambar 2.2
The Anglo-American system atau Single-board System
Model Continental Europe, struktur Corporate Governance
terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Manajer
Eksekutif (manajemen). Struktur dari Continental Europe ini disebut
Two-board system. Atau Dual-board system, yaitu struktur Corporate
Governanceyang dengan tegas memisahkan dewan direksi dan dewan
20
Universitas Sumatera Utara
komisaris. Dalam hal ini, keanggotaan board of commissioners
(dewan komisaris) sebagai dewan pengawas, dan board of directors
(dewan direksi) atau manajemen sebagai eksekutif perusahaan. Model
Continental Europe merupakan model yang digunakan di Jepang,
Jeman, Prancis, Denmark dan Belanda.
Gambar 2.3
Continental Europe System atau Dual-board system
Dalam stuktur model two-board system, RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan
memberhentikan dewan komisaris yag mewakili para pemegang
saham untuk melakukan control terhadap manajemen. Dewan
komisaris membawahi langsung dewan direksi dan mempunyai
21
Universitas Sumatera Utara
kewenangan untuk megangkat dan memberhentikan dewan direksi
serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan direksi dalam
menjalankan perusahaan. Posisi dewan komisaris dalam model ini
relatif kuat terhadap direksi sehingga fungsi pengendalian/kontrol
terhadap manajemen dapat berjalan dengan efektif.
KNKG (2006) Menyatakan bahwa kepengurusan Perseroan
Terbatas di Indonesia menganut two-board system dimana Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi yang mempunyai weweang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing
sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun penerapan
twoboard system dalam struktur Corporate Governance di Indonesia
berbeda.
Dengan
model
Continetal
Europe,
dimana
wewenang
pengangkatan dan pemberhentian Direksi di tangan RUPS. Sehingga
dalam model two-board system di Indonesia kedudukan dewan direksi
sejajar dengan kedudukan dewan komisaris. Ketentuan lebih lanjut
mengenai organ perseroan di Indonesia diatur dalam Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4
Dual-board sistem yang berlaku di Indonesia
2.1.4 Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk nyata
kepedulian kalangan dunia usaha terhadap lingkungan di sekitarnya
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Kegiatan CSR ini dilakukan di
berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan
bahkan sosial budaya. Perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan
perusahaan dalam hal laporan keuangan perusahaan saja, tetapi kini
perusahaan peduli terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
Kegiatan CSR diatur dalam UU No. 40 tahun 2007 Pasal 74 Tentang
Perseroan Terbatas yang berbunyi: “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b)
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal turut mendukung
23
Universitas Sumatera Utara
kewajiban dalam kegiatan CSR, yang berbunyi “Setiap penanaman modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. UndangUndang yang mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk melakukan
pengelolaan perusahaan berhubungan dengan lingkungan dan sosial mereka
guna keberlangsungan hidup perusahaan.
Istilah Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility
(CSR) mulaidigunakan sekitar tahun 1970an meskipun beberapa aspek
dalam tanggung jawab sosial telah ada sampai akhir abad 19, dan bahkan
pada periode sebelumnya.(ISO FDIS 26000, 2010) .
Berikut ini adalah gambar sebelum dan sesudah diterapkannya
Undang – Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Pasal 74 tahun 2007 :
Gambar 2.5
Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40
Pengertian corporate social responsibility (CSR) sudah banyak
didefinisikan oleh para ahli akhir-akhir ini. Meskipun belum ada defenisi
corporate social responsibility (CSR) yang dapat diterima secara universal,
pada umumnya definisi yang beranekaragam tersebut memiliki ciri-ciri yang
sama mengenai cara pandang terhadap inti dari defenisi CSR itu sendiri.
24
Universitas Sumatera Utara
Adapun pengertian corporate social responsibility (CSR) menurut
pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain:
i. World Business Council for Sustainable Development: komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
member kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya.
ii. Commision of the European Communities: Tanggung jawab sosial
perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan
memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi
mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih
bersih.
iii. CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan
berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para pihak yang
berkepentingan.
iv. Business for Social Responsibility: corporate social responsibility (CSR)
adalah pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan
terhadap nilai kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia,
masyarakat dan lingkungan
v. Ethics in Action Awards: corporate social responsibility (CSR) adalah
istilah yang menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus
dipertanggungjawabkan kepada para pihak yang berkepentingan
disetiap operasi dan aktivitasnya.
vi. Khourey: corporate social responsibility (CSR) adalah keseluruhan
hubungan
antara
perusahaan
dengan
pihak
yang
berkepentingan(Stakeholders).
vii. Indian NGO.com: corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah
proses bisnis dimana institusi dan individual sangat sensitif dan
berhati-hati terhadap akibat langsung maupun tidak langsung dari
aktivitas internal dan eksternal masyarakat, alam dan dunia luar.
viii. Kicullen dan Kooistra: corporate social responsibility (CSR) adalah
tingkatan pertanggungjawaban moral yang dianggap berasal dari
perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara.
ix. Fraderick et al: corporate social responsibility (CSR) dapat diartikan
sebagai prinsip yang menerangkan bahwa perusahaan harus dapat
bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap tindakan
didalam masyarakat maupun lingkungannya.
Kesimpulan
saya
mengenai
pengertian
Corporate
Social
Responsibility (CSR) adalah suatu kegiatan perusahaan secara
berkelanjutan
terhadap
nilai
kesusilaan
yang
harus
25
Universitas Sumatera Utara
dipertanggungjawabkan terhadap efek yang berasal dari setiap
tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya..
Reza Rahman memberikan 3 (tiga) defenisi CSR sebagai berikut:
i. Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan
hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan
perundang-undangan;
ii. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas
lokal, dan masyarakat yang lebih luas; dan
iii. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat
secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup;
Tanggung jawab
sosial perusahaan
merupakan suatu
bentuk
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam
memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan-kerusakan lingkungan yang
terjadi sebagai akibat dari aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan.
Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh suatu
perusahaan terhadap lingkungannya, maka semakin baik pula citra
perusahaan menurut pandangan masyarakat. Investor lebih berminat pada
perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin
baiknya citra perusahaan, maka semakin tinggi juga loyalitas konsumen.
Seiring meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu lama maka
penjualan perusahaan akan membaik dan pada akhirnya diharapkan tingkat
profitabilitas perusahaan juga meningkat. Secara teoritis, suatu perusahaan
dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja keuangan perusahaan juga
baik.
26
Universitas Sumatera Utara
Menurut Global Compact Initiative (2002) menyebutkan pemahaman
CSR dengan 3P yaitu profit, people, planet. Konsep ini memuat pengertian
bahwa bisnis tidak hanya sekedar mencari keuntungan (profit) melainkan
juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain (people) dan menjamin
keberlangsungan hidup bumi (planet). Dewasa ini konsep Corporate Social
Responsibility (CSR) berkaitan erat dengan keberlangsungan suatu
perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan
untuk memperlihatkan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan
pengaruhnya terhadap masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan
ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan
realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan
dalam menjalankan CSR. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan
dalam mengembangkan program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin dan
guideline untuk menentukan model CSR yang tepat (Suharto, 2007).
Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan
kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan
progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling
bertautan. Dua pendekatan tersebut adalah :
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya
anggaran CSR ada empat jenis perusahaan ideal memiliki kategori reformis
dan progresif yaitu ;
27
Universitas Sumatera Utara
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran
CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori
ini.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,
namun anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini
adalah perusahaan besar, namun pelit.
c. Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi
anggaran CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut
perusahaan dermawan atau baik hati.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR
yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai
beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju (Gambar 2.6).
2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan
masyarakat, perusahaan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,
bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar
melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan
CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
b. Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk
pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona”
daripada ”tebar karya”.
28
Universitas Sumatera Utara
c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada
promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada
tebar pesona.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi
dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai
kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan
perusahaan (Gambar 2.7).
Gambar 2.6
Kategori Perusahaan Berdasarkan Profit Perusahaan dan Anggaran CSR
29
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7
Kategori Perusahaan Berdasarkan Tujuan CSR
Di antara model-model tersebut, ada juga model Hibrid yang
menyatakan penggabungan da ri Corporate Sociaal Responsibility dapat
menciptakan
diferensiasi
dan
keunggulan
kompetitif
pasar
untuk
perusahaan, sesuatu yang dapat menjadi bagian dari merk untuk sekarang
dan masa depan (Caroll, 1979, 1991).Lebih Spesifik, kontribusi bisnis ini
menimbulkan dampak secara langsung pada kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan perusahaan atau strategi neraca.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindakan pajak agresif telah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan yang bermacam-macam
dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1:
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
1
2
Nama
Peneliti
Alifmida
Annisa
Tahun
Penelitian
2011
Nazhaira 2012
Fatharani
Variabel independen
dan dependen
Variabel Independen :
Kepemilikan
Institusional, Dewan
Komisaris
Independen,Komite
Audit, Kualitas Audit
Variabel Dependen :
Tax Avoidance
Variable Independen :
Kepemilikan Reformasi
Perpajakan, Hubungan
Politik
Variabel Dependen :
Tindakan Pajak Agresif
Hasil Penelitian
Hasil uji analisis
regresi menunjukkan
bahwa secara statistik
terbukti
tidak terdapat
pengaruh signifikan
kepemilikan
institusional,
komposisi dewan
komisaris
independen, dewan
komisaris terhadap
tax
avoidance perusahaan
yang terdaftar di BEI
tahun 2008
Kepemilikan keluarga
tidak terbukti
berpengaruh terhadap
tindakan pajak
agresif. Baik
perusahaan keluarga
maupun perusahaan
non keluarga
sebenarnya berpotensi
melakukan tindakan
pajak agresif
31
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konseptual
Dewan Komisaris (X1)
Dewan Direksi (X2)
H1
H1
H2
Tindakan Pajak Agresif
Komite Audit (X3)
H3
Corporate Sosial
Responsibility (X4)
H4
H5
(X)
Gambar 2.8
Kerangka konseptual
Dalam penelitian ini, Tindakan Pajak Agresif menjadi variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas. Alasan peneliti untuk menjadikan Tindakan
Pajak Agresif sebagai variabel dependen untuk mengetahui apakah konsep
Tindakan Pajak Agresif pada perusahaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keempat
variabel bebas di atas.
Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Ukuran dewan komisaris terhadap tindakan pajak agresif
Dewan Komisaris digunakan karena dewan komisaris merupakan organ
perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta
memastikan bahwa perusahaan melakukan GCG. Semakin besar jumlah
ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka kemungkinan
32
Universitas Sumatera Utara
yang akan terjadi adalah akan semakin besar pula tindakan pajak agresif
yang dilakukan oleh perusahaan.
H1 : Dewan Komisaris berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif
b. Dewan Direksi terhadap Tindakan Pajak Agresif
Tugas dan tanggung jawab dari dewan direksi yaitu mengelola
manajemen perusahaan agar efektivitas serta efisiensi perusahaan
menjadi lebih baik serta menyusun laporan tahunan yang memuat laporan
keuangan, laporan kegiatan perusahaan dan laporan pelaksanaan GCG.
Perusahaan dan pemerintah mengalami benturan kepentingan. Perusahaan
mempunyai kepentingan menaikkan laba yaitu sebagai acuan untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan, sedangkan pemerintah melihat
kenaikan laba sebagai objek pajak yang akan ditagihkan. Keberadaan
dewan direksi diharapkan mampu mengurangi benturan kepentingan
tersebut.
H2 : Dewan Direksi berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif
c. Komite Audit terhadap Tindakan Pajak Agresif
Komite Audit digunakan Karena bertugas membantu komisaris untuk
memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai
prinsip yang berlaku umum ( KNKG, 2006 ). Jika dikaitkan antara
perilaku manajemen dalam menyusun laporan keuangan dengan pajak,
perusahaan akan cenderung melakukan penekaan terhadap pajak
terhutang yang harus mereka bayar. Menurut peraturan yang dikeluarkan
33
Universitas Sumatera Utara
oleh BAPEPAM yaitu komite audit minimal berjumlah 3 orang (dengan
diketuai oleh seorang dewan komisaris independen yang menjabat
sebagai ketua komite audit). Maka dari itu, ukuran komite audit
diharapkan mampu untuk meminimalisir adanya tindakan pajak agresif
perusahaan.
H3 : Komite Audit berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif
d. Corporate Social Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif
William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa
sulit untuk membedakan antara CSR yang dilakukan dengan motif
altruistik
dengan
CSR
yang
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menguntungkan reputasi perusahaan. Sebaliknya, banyak aksi perusahaan
yang dilakukan dengan motif ganda. Oleh karena itu penting dalam
mempertimbangkan bagaimana CSR dapat mempengaruhi agresivitas
pajak tanpa membuat setiap upaya untuk membedakan antara tindakan
yang diambil karena perusahaan benar-benar ingin bertanggung jawab
maupun tindakan yang diambil karena tujuan tertentu. Semakin tinggi
tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi
pula reputasi perusahaan di mata masyarakat. Jika dikaitkan dengan
pajak, reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajak
perusahaan kepada negara.
H4 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap Tindakan
Pajak agresif.
34
Universitas Sumatera Utara
e. Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social
Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif
Menurut
beberapa
kesimpulan
sementara
yang
telah
disebutkan
sebelumnya tentang hubungan pengaruh Dewan komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social Responsibility Terhadap
Tindakan Pajak Agresif maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan
Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social
Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif.
H5 : Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate
Social Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif
2.4
Hipotesis
Kerangka konseptual di atas dibuat oleh karena peneliti sedemikian
rupa untuk melakukan penelitian guna membandingkan pengaruh Good
Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility terhadap
Tindakan Pajak Agresif yang diterdapat pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI Oleh karena itu, hipotesis dari penelitian ini adalah :
-
H1
-
H2
-
H3
-
H4
-
H5
: Dewan Komisaris berpengaruh
terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Dewan Direksi berpengaruh
Terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Komite audit Berpengaruh Terhadap Tindakan
Pajak Agresif
: Corporate Sosial Responsibility Berpengaruh
Terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit
Corporate Social Responsibility Berpengaruh
secara Simultan dan Parsial terhadap Tindakan
Pajak Agresif
35
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan agensi terjadi
ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan. Agency theory mengasumsikan bahwa setiap
manusia memiliki sifat egois yaitu mementingkan kepentingan diri sendiri.
Pemegang saham akan fokus pada peningkatan nilai sahamnya sedangkan
manajer fokus pada pemenuhan kepentingan pribadi yaitu memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Adanya benturan
kepentingan antara keduanya inilah yang memicu munculnya agency theory.
2.1.2 Pajak Agresif
Tindakan
pajak
agresif
yaitu
keinginan
perusahaan
untuk
meminimalkan beban pajak yang dibayar dengan cara yang legal, ilegal,
maupun kedua-duanya. Tindakan pajak agresif juga dinilai dari seberapa
besar perusahaan tersebut mengambil langkah penghindaran pajak dengan
memanfaatkan celah-celah yang ada dalam peraturan perpajakan. Maka
dengan begitu, perusahaan akan dianggap semakin agresif terhadap
perpajakan.
8
Universitas Sumatera Utara
Definisi tindakan pajak agresif dalam penelitian ini mengacu pada
pengertian pajak agresif yang digunakan, yaitu suatu tindakan yang
bertujuan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak
baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion.
Tax
evasion
merupakan
hambatan-hambatan
yang
terjadi
dalam
pemungutan pajak sehingga berkurangnya penerimaan kas negara. Dalam
penelitian ini, tindakan pajak agresif mempunyai lima komponen
pengukuran, yaitu effective tax rate (ETR), cash effective tax rate (CETR),
book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax difference DesaiDharmapala (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). ETR digunakan
karena dianggap dapat merefleksikan perbedaan tetap antara perhitungan
laba buku dengan laba fiskal (Frank et al. 2009).
Sedangkan
CETR
digunakan
karena
diharapkan
dapat
mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak suatu perusahaan (Chen et
al.2010). Untuk mendapatkan trigulasi, tiga jenis book-tax difference
digunakan, yaitu book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax
difference (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). Perusahaan dalam
melakukan tindakan pajak agresif akan memperoleh keuntungan dan
kerugian. Keuntungan yang diperoleh berupa penghematan pajak sehingga
jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham dalam perusahaan
menjadi lebih besar, manajer mendapatkan kompensasi dari pemilik /
pemegang saham perusahaan dan manajer juga mempunyai kesempatan
untuk melakukan rent extraction. Kerugian yang ditanggung yaitu
9
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/ penalti dari fiskus pajak, dan
turunnya harga saham perusahaan, rusaknya reputasi perusahaan akibat
audit dari fiskus pajak, penurunan harga saham dikarenakan pemegang
saham lainnya mengetahui tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer
dilakukan dalam rangka rent extraction.
Sari dan Martani (2010) juga menyatakan suatu agresivitas pelaporan
pajak adalah situasi ketika perusahaan melakukan kebijakan pajak tertentu
dan suatu hari terdapat kemungkinan tindakan pajak tersebut tidak akan
diaudit atau dipermasalahkan dari sisi hukum, namun tindakan ini berisiko
karena ketidakjelasan posisi akhir ( apakah tindakan pajak tersebut dianggap
melanggar atau tidak melanggar hukum yang berlaku).
2.1.2.1 Keuntungan dan Kerugian dari Tindakan Pajak Agresif
Sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan pajak agresif
pembuat keputusan (manajer) akan memperhitungkan keuntungan dan
kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. Ada tiga keuntungan tindakan
pajak agresif menurut Chen et al. 2010 adalah :
1. Keuntungan berupa penghematan pajak yang akan dibayarkan perusahaan
kepada negara, sehingga jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham
dalam perusahaan menjadi lebih besar.
2. Keuntungan bagi manajer (baik langsung maupun tidak langsung) yang
mendapatkan kompensasi dari pemilik/pemegang saham perusahaan atas tindakan
pajak agresif yang dilakukannya.
3. Keuntungan bagi manajer adalah mempunyai kesempatan untuk melakukan
rent extraction.
Kerugian dari tindakan pajak agresif diantaranya adalah :
10
Universitas Sumatera Utara
1. Kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/penalti dari fiskus pajak, dan
turunnya harga saham perusahaan.
2. Rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak.
3. Penurunan harga saham dikarenakan pemegang saham lainnya mengetahui
tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer dilakukan dalam rangka rent
extraction.
Zuber (2007) menyatakan:
“Between tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of
aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond what
is specifically allowed by the tax law and the tax law does not specifically address
all possible tax transaction. A bright line does not exist between tax avoidance
and tax evasion because neither term adequately describes all transactions.
Therefore, aggressive transactions and decision-making may potentially become
either tax avoidance or tax evasion issues.”
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan
keputusan yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah
penghindaran pajak maupun penggelapan pajak.
2.1.3
Good Corporate Governance
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) (2012)
mengartikan Good Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan
proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) yaitu Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu
11
Universitas Sumatera Utara
proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan etika berusaha.
Menurut
Surat
Keputusan
Menteri
BUMN
Nomor.
KEP-
01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) terdapat 5 prinsip yang dikemukan yaitu
transparansi
(transparency),
akuntabilitas
(accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency) dan
kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip tersebut sangat diperlukan dalam
penerapan GCG dikarenakan sangat berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan suatu perusahaan.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu struktur hubungan
yang memiliki keterkaitan dengan tanggung jawab diantara pihak-pihak
terkait yang terdiri dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan
komisaris termasuk manajer yang dibentuk untuk mendorong terciptanya
suatu kinerja yang kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama
suatu perusahaan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan diantara berbagai pihak dalam perusahaan sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka dengan tujuan mencapai kepentingan
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan semua pihak.
12
Universitas Sumatera Utara
Manfaat penerapan GCG ini tidak akan didapat oleh perusahaan tanpa
terlaksananya prinsip-prinsip dalam GCG tersebut. Namun prinsip-prinsip
GCG tersebut juga tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya organ
perusahaan
sebagai
pelaksana
kegiatan
dalam
perusahaan.
Organ
perusahaan tersebut yang nantinya akan melaksanakan tugas dan fungsinya
sehingga bisa mencapai tujuan bersama perusahaan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006),
organ perusahaan terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Penyelenggaraan RUPS
merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus
mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan
dengan berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi
berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh
Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2. Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, dewan komisaris dapat membentuk suatu
komite. Adapun komite penunjang dewan komisaris yaitu
komite audit, komite Nominasi dan Remunerasi, Komite
Kebijakan Risiko, dan Komite Kebijakan Corporate
Governance.
3. Dewan Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan.
2.1.3.1 Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Dalam Hardikasari (2011), secara umum, penerapan Corporate
Governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan
sebagai berikut:
1.
Memudahkan akses terhadap investasi domestik
maupun asing.
2.
Mendapatkan cost of capital yang lebih murah.
3.
Memberikan kepuasan yang lebih baik dalam
meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri
stakeholder terhadap perusahaan.
13
Universitas Sumatera Utara
5.
Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Dari berbagai tujuan tersebut pemenuhan kepentingan seluruh
stakeholder secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya
masing-masing dalam suatu perusah aan merupakan tujuan utama
yang hendak dicapai. Prinsip-prinsip dari Corporate Governance yang
menjadi indikator, sebagaimana dijelaskan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD), adalah:
a. Fairness (Keadilan)
b. Transparancy (Transparansi)
c. Accountability (Akuntabilitas)
d. Responsibility (Pertanggungjawaban)
e. Independensi (independen)
Pengertian dari prinsip – prinsip diatas tersebut adalah :
a. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan
yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan disini
diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para
pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.
b. Transparancy (Transparansi)
Transparansi adalah adanya pengungkapan suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat
dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut tentang
keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan
perusahaan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materiil
dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemakai kepentingan.
c. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan
system pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian
kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham
yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya.
d. Responsibility (Pertanggung jawaban)
Responsibility (Responsbilitas) adalah adanya tanggung
jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen
serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para
pemegang saham. Prinsip ini mewujudkan dengan kesadaran
14
Universitas Sumatera Utara
bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab
sosial,menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan,
menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara
bisnis yang kuat.
e. Independensi (independen)
Untuk melancarkan asas Corporate Governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masingmasing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan
untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang
mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas.
Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara
komposisi komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti
auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus
obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
Prinsip-prinsip
responsibilitas
dan
transparansi,
independen
keadilan,
Corporate
akuntabilitas,
Governance
dalam
mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan Good Faith
(bertindak atas iktikad baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman
Corporate Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud.
Pedoman Corporate Governance yang telah dibuat oleh komite
nasional Corporate Governance hendaknya dijadikan kode etik
perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk
melaksanakan
Corporate
Governance
secara
konsisten
dan
konsekuen. Hal ini penting karena mengingat kecenderungan aktifitas
usaha yang semakin mengglobal dan dapat dijadikan sebagai ukuran
perusahaan untuk menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih
baik.
Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan
kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan dan
15
Universitas Sumatera Utara
dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya
kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara
implementasi prinsip-prinsip Corporate Governance di dalam suatu
perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham, kreditor,
manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan tentunya para
anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan
kepentingan.
2.1.3.2 Struktur Corporate Governance
Struktur didefinisikan sebagai suatu cara bagaimana aktifitas
dalam suatu organisasi dibagi, di organisir, dan dikoordiasi. Struktur
merupakan suatu bentuk kerangka untuk mengimplementasikan
prinsip-prinsip yang ada agar dapat digunakan, bekerja dan
melaksanakan suatu fungsi.Struktur Corporate Governance merupakan
bentuk penggambaran hubungan berbagai kepentingan, baik internal
maupun eksternal perusahaan.
Gambaran dari struktur Corporate Governance berguna dalam
menentukan arah strategis, kinerja sistematis, dan pengawasan kinerja
perusahaan.
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Struktur Corporate Governance
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa struktur Corporate
Governance
terbentuk
dari
dua
mekanisme
berbeda
yang
membentuknya. Mekanisme ini merupakan suatu aturan main,
prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil
17
Universitas Sumatera Utara
keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol terhadap keputusan
tersebut. Kedua mekanisme tersebut yaitu:
1. Struktur mekanisme pengendalian internal perusahaan. Pihak-pihak
yang terlibat dalam mekanisme internal ini adalah agent dan
principal yang terdiri komosisi board of directors dan ekscutive
manager di dalam perusahaan. Board of Directors atau dewan
dereksi
memiliki
kewenangan
untuk
mempekerjakan,
memberhentikan, mengawasi, dan memberikan kompensasi
kepada top-level decision managers atau para manajer puncak.
Sementara
manajemen
melaksanakan
seluruh
adalah
kegiatan
pihak
eksekutif
operasional
yang
perusahaan
(manajer). Mekanisme pengendalian internal ini dilakukan
dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keutungan, return,
maupun resiko yang disetujui oleh principal dan agent. Salah
satu pilihan mekanisme pengendalian internal misalnya adalah
pemberian kontrak insentif jangka panjang. Kontrak jangka
panjang ini dilakukan dengan memberikan insentif pada manajer
apabila kinerja perusahaan meningkat. Dengan demikian, terjadi
hubungan yang mutual antara principal dan manajer. Manajer
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang
akan membuat modal principal berkembang, karena disisi lan
hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan manajer sendiri.
18
Universitas Sumatera Utara
2. Stuktur mekanisme pengendalian external. Struktur mekanisme
pengendalian
terdiri
external
dari
stakeholder
yang
berkepentingan dan berhubungan dengan perusahaan antara lain:
pasar modal, pasar uang, auditor, paralegal dan regulator.
Struktur
mekanisme
mekanisme
pengendalian
pengendalian
pasar.
eksternal
Karena
merupakan
mekanisme
ini
terbentuk oleh hubungan perusahaan dengan pasar, sehingga
pengendalian perusahaan dilakukan oleh pasar sendiri. Menurut
teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for
corporate control), pada saat diketahui bahwa manajemen
berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja perusahaan
akan menurun yang direfleksikan menurunnya nilai perusahaan.
Pada saat terja di kondisi yang demikian, pasar akan merespon
dengan mengambil kebijakan untuk melakukan perombakan
struktur manajerial yang telah menjabat.
Arifin (2005) menyebutkan secara umum terdapat 2 (dua)
model struktur internal Corporate Governance di dunia, yaitu The
Anglo-American System dan The Continental Europe System.Model
Anglo-Saxon ini disebut dengan Singleboard system, dimana struktur
governance terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), serta
executive manager yang dipimpin oleh CEO. Singleboard system
merupakan struktur corporate governance yang tidak memisahkan
keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Dalam sistem ini,
19
Universitas Sumatera Utara
anggota dewan komisaris (board of commissioners) juga merangkap
anggota direksi. Tidak ada pemisahan antara kedua dewan ini. Dalam
struktur Single-board, kedua dewan ini sama-sama disebut sebagai
board of directors. Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika,
Kanada serta Negara-negara lain umumnya berbasis singleboard
system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.
Gambar 2.2
The Anglo-American system atau Single-board System
Model Continental Europe, struktur Corporate Governance
terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Manajer
Eksekutif (manajemen). Struktur dari Continental Europe ini disebut
Two-board system. Atau Dual-board system, yaitu struktur Corporate
Governanceyang dengan tegas memisahkan dewan direksi dan dewan
20
Universitas Sumatera Utara
komisaris. Dalam hal ini, keanggotaan board of commissioners
(dewan komisaris) sebagai dewan pengawas, dan board of directors
(dewan direksi) atau manajemen sebagai eksekutif perusahaan. Model
Continental Europe merupakan model yang digunakan di Jepang,
Jeman, Prancis, Denmark dan Belanda.
Gambar 2.3
Continental Europe System atau Dual-board system
Dalam stuktur model two-board system, RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan
memberhentikan dewan komisaris yag mewakili para pemegang
saham untuk melakukan control terhadap manajemen. Dewan
komisaris membawahi langsung dewan direksi dan mempunyai
21
Universitas Sumatera Utara
kewenangan untuk megangkat dan memberhentikan dewan direksi
serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan direksi dalam
menjalankan perusahaan. Posisi dewan komisaris dalam model ini
relatif kuat terhadap direksi sehingga fungsi pengendalian/kontrol
terhadap manajemen dapat berjalan dengan efektif.
KNKG (2006) Menyatakan bahwa kepengurusan Perseroan
Terbatas di Indonesia menganut two-board system dimana Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi yang mempunyai weweang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing
sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun penerapan
twoboard system dalam struktur Corporate Governance di Indonesia
berbeda.
Dengan
model
Continetal
Europe,
dimana
wewenang
pengangkatan dan pemberhentian Direksi di tangan RUPS. Sehingga
dalam model two-board system di Indonesia kedudukan dewan direksi
sejajar dengan kedudukan dewan komisaris. Ketentuan lebih lanjut
mengenai organ perseroan di Indonesia diatur dalam Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4
Dual-board sistem yang berlaku di Indonesia
2.1.4 Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk nyata
kepedulian kalangan dunia usaha terhadap lingkungan di sekitarnya
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Kegiatan CSR ini dilakukan di
berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan
bahkan sosial budaya. Perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan
perusahaan dalam hal laporan keuangan perusahaan saja, tetapi kini
perusahaan peduli terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
Kegiatan CSR diatur dalam UU No. 40 tahun 2007 Pasal 74 Tentang
Perseroan Terbatas yang berbunyi: “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b)
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal turut mendukung
23
Universitas Sumatera Utara
kewajiban dalam kegiatan CSR, yang berbunyi “Setiap penanaman modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. UndangUndang yang mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk melakukan
pengelolaan perusahaan berhubungan dengan lingkungan dan sosial mereka
guna keberlangsungan hidup perusahaan.
Istilah Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility
(CSR) mulaidigunakan sekitar tahun 1970an meskipun beberapa aspek
dalam tanggung jawab sosial telah ada sampai akhir abad 19, dan bahkan
pada periode sebelumnya.(ISO FDIS 26000, 2010) .
Berikut ini adalah gambar sebelum dan sesudah diterapkannya
Undang – Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Pasal 74 tahun 2007 :
Gambar 2.5
Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40
Pengertian corporate social responsibility (CSR) sudah banyak
didefinisikan oleh para ahli akhir-akhir ini. Meskipun belum ada defenisi
corporate social responsibility (CSR) yang dapat diterima secara universal,
pada umumnya definisi yang beranekaragam tersebut memiliki ciri-ciri yang
sama mengenai cara pandang terhadap inti dari defenisi CSR itu sendiri.
24
Universitas Sumatera Utara
Adapun pengertian corporate social responsibility (CSR) menurut
pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain:
i. World Business Council for Sustainable Development: komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
member kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya.
ii. Commision of the European Communities: Tanggung jawab sosial
perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan
memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi
mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih
bersih.
iii. CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan
berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para pihak yang
berkepentingan.
iv. Business for Social Responsibility: corporate social responsibility (CSR)
adalah pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan
terhadap nilai kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia,
masyarakat dan lingkungan
v. Ethics in Action Awards: corporate social responsibility (CSR) adalah
istilah yang menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus
dipertanggungjawabkan kepada para pihak yang berkepentingan
disetiap operasi dan aktivitasnya.
vi. Khourey: corporate social responsibility (CSR) adalah keseluruhan
hubungan
antara
perusahaan
dengan
pihak
yang
berkepentingan(Stakeholders).
vii. Indian NGO.com: corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah
proses bisnis dimana institusi dan individual sangat sensitif dan
berhati-hati terhadap akibat langsung maupun tidak langsung dari
aktivitas internal dan eksternal masyarakat, alam dan dunia luar.
viii. Kicullen dan Kooistra: corporate social responsibility (CSR) adalah
tingkatan pertanggungjawaban moral yang dianggap berasal dari
perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara.
ix. Fraderick et al: corporate social responsibility (CSR) dapat diartikan
sebagai prinsip yang menerangkan bahwa perusahaan harus dapat
bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap tindakan
didalam masyarakat maupun lingkungannya.
Kesimpulan
saya
mengenai
pengertian
Corporate
Social
Responsibility (CSR) adalah suatu kegiatan perusahaan secara
berkelanjutan
terhadap
nilai
kesusilaan
yang
harus
25
Universitas Sumatera Utara
dipertanggungjawabkan terhadap efek yang berasal dari setiap
tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya..
Reza Rahman memberikan 3 (tiga) defenisi CSR sebagai berikut:
i. Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan
hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan
perundang-undangan;
ii. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas
lokal, dan masyarakat yang lebih luas; dan
iii. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat
secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup;
Tanggung jawab
sosial perusahaan
merupakan suatu
bentuk
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam
memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan-kerusakan lingkungan yang
terjadi sebagai akibat dari aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan.
Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh suatu
perusahaan terhadap lingkungannya, maka semakin baik pula citra
perusahaan menurut pandangan masyarakat. Investor lebih berminat pada
perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin
baiknya citra perusahaan, maka semakin tinggi juga loyalitas konsumen.
Seiring meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu lama maka
penjualan perusahaan akan membaik dan pada akhirnya diharapkan tingkat
profitabilitas perusahaan juga meningkat. Secara teoritis, suatu perusahaan
dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja keuangan perusahaan juga
baik.
26
Universitas Sumatera Utara
Menurut Global Compact Initiative (2002) menyebutkan pemahaman
CSR dengan 3P yaitu profit, people, planet. Konsep ini memuat pengertian
bahwa bisnis tidak hanya sekedar mencari keuntungan (profit) melainkan
juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain (people) dan menjamin
keberlangsungan hidup bumi (planet). Dewasa ini konsep Corporate Social
Responsibility (CSR) berkaitan erat dengan keberlangsungan suatu
perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan
untuk memperlihatkan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan
pengaruhnya terhadap masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan
ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan
realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan
dalam menjalankan CSR. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan
dalam mengembangkan program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin dan
guideline untuk menentukan model CSR yang tepat (Suharto, 2007).
Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan
kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan
progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling
bertautan. Dua pendekatan tersebut adalah :
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya
anggaran CSR ada empat jenis perusahaan ideal memiliki kategori reformis
dan progresif yaitu ;
27
Universitas Sumatera Utara
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran
CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori
ini.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,
namun anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini
adalah perusahaan besar, namun pelit.
c. Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi
anggaran CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut
perusahaan dermawan atau baik hati.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR
yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai
beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju (Gambar 2.6).
2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan
masyarakat, perusahaan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,
bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar
melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan
CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
b. Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk
pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona”
daripada ”tebar karya”.
28
Universitas Sumatera Utara
c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada
promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada
tebar pesona.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi
dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai
kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan
perusahaan (Gambar 2.7).
Gambar 2.6
Kategori Perusahaan Berdasarkan Profit Perusahaan dan Anggaran CSR
29
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7
Kategori Perusahaan Berdasarkan Tujuan CSR
Di antara model-model tersebut, ada juga model Hibrid yang
menyatakan penggabungan da ri Corporate Sociaal Responsibility dapat
menciptakan
diferensiasi
dan
keunggulan
kompetitif
pasar
untuk
perusahaan, sesuatu yang dapat menjadi bagian dari merk untuk sekarang
dan masa depan (Caroll, 1979, 1991).Lebih Spesifik, kontribusi bisnis ini
menimbulkan dampak secara langsung pada kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan perusahaan atau strategi neraca.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindakan pajak agresif telah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan yang bermacam-macam
dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1:
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
1
2
Nama
Peneliti
Alifmida
Annisa
Tahun
Penelitian
2011
Nazhaira 2012
Fatharani
Variabel independen
dan dependen
Variabel Independen :
Kepemilikan
Institusional, Dewan
Komisaris
Independen,Komite
Audit, Kualitas Audit
Variabel Dependen :
Tax Avoidance
Variable Independen :
Kepemilikan Reformasi
Perpajakan, Hubungan
Politik
Variabel Dependen :
Tindakan Pajak Agresif
Hasil Penelitian
Hasil uji analisis
regresi menunjukkan
bahwa secara statistik
terbukti
tidak terdapat
pengaruh signifikan
kepemilikan
institusional,
komposisi dewan
komisaris
independen, dewan
komisaris terhadap
tax
avoidance perusahaan
yang terdaftar di BEI
tahun 2008
Kepemilikan keluarga
tidak terbukti
berpengaruh terhadap
tindakan pajak
agresif. Baik
perusahaan keluarga
maupun perusahaan
non keluarga
sebenarnya berpotensi
melakukan tindakan
pajak agresif
31
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konseptual
Dewan Komisaris (X1)
Dewan Direksi (X2)
H1
H1
H2
Tindakan Pajak Agresif
Komite Audit (X3)
H3
Corporate Sosial
Responsibility (X4)
H4
H5
(X)
Gambar 2.8
Kerangka konseptual
Dalam penelitian ini, Tindakan Pajak Agresif menjadi variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas. Alasan peneliti untuk menjadikan Tindakan
Pajak Agresif sebagai variabel dependen untuk mengetahui apakah konsep
Tindakan Pajak Agresif pada perusahaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keempat
variabel bebas di atas.
Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Ukuran dewan komisaris terhadap tindakan pajak agresif
Dewan Komisaris digunakan karena dewan komisaris merupakan organ
perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta
memastikan bahwa perusahaan melakukan GCG. Semakin besar jumlah
ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka kemungkinan
32
Universitas Sumatera Utara
yang akan terjadi adalah akan semakin besar pula tindakan pajak agresif
yang dilakukan oleh perusahaan.
H1 : Dewan Komisaris berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif
b. Dewan Direksi terhadap Tindakan Pajak Agresif
Tugas dan tanggung jawab dari dewan direksi yaitu mengelola
manajemen perusahaan agar efektivitas serta efisiensi perusahaan
menjadi lebih baik serta menyusun laporan tahunan yang memuat laporan
keuangan, laporan kegiatan perusahaan dan laporan pelaksanaan GCG.
Perusahaan dan pemerintah mengalami benturan kepentingan. Perusahaan
mempunyai kepentingan menaikkan laba yaitu sebagai acuan untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan, sedangkan pemerintah melihat
kenaikan laba sebagai objek pajak yang akan ditagihkan. Keberadaan
dewan direksi diharapkan mampu mengurangi benturan kepentingan
tersebut.
H2 : Dewan Direksi berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif
c. Komite Audit terhadap Tindakan Pajak Agresif
Komite Audit digunakan Karena bertugas membantu komisaris untuk
memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai
prinsip yang berlaku umum ( KNKG, 2006 ). Jika dikaitkan antara
perilaku manajemen dalam menyusun laporan keuangan dengan pajak,
perusahaan akan cenderung melakukan penekaan terhadap pajak
terhutang yang harus mereka bayar. Menurut peraturan yang dikeluarkan
33
Universitas Sumatera Utara
oleh BAPEPAM yaitu komite audit minimal berjumlah 3 orang (dengan
diketuai oleh seorang dewan komisaris independen yang menjabat
sebagai ketua komite audit). Maka dari itu, ukuran komite audit
diharapkan mampu untuk meminimalisir adanya tindakan pajak agresif
perusahaan.
H3 : Komite Audit berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif
d. Corporate Social Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif
William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa
sulit untuk membedakan antara CSR yang dilakukan dengan motif
altruistik
dengan
CSR
yang
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menguntungkan reputasi perusahaan. Sebaliknya, banyak aksi perusahaan
yang dilakukan dengan motif ganda. Oleh karena itu penting dalam
mempertimbangkan bagaimana CSR dapat mempengaruhi agresivitas
pajak tanpa membuat setiap upaya untuk membedakan antara tindakan
yang diambil karena perusahaan benar-benar ingin bertanggung jawab
maupun tindakan yang diambil karena tujuan tertentu. Semakin tinggi
tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi
pula reputasi perusahaan di mata masyarakat. Jika dikaitkan dengan
pajak, reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajak
perusahaan kepada negara.
H4 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap Tindakan
Pajak agresif.
34
Universitas Sumatera Utara
e. Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social
Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif
Menurut
beberapa
kesimpulan
sementara
yang
telah
disebutkan
sebelumnya tentang hubungan pengaruh Dewan komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social Responsibility Terhadap
Tindakan Pajak Agresif maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan
Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social
Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif.
H5 : Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate
Social Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif
2.4
Hipotesis
Kerangka konseptual di atas dibuat oleh karena peneliti sedemikian
rupa untuk melakukan penelitian guna membandingkan pengaruh Good
Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility terhadap
Tindakan Pajak Agresif yang diterdapat pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI Oleh karena itu, hipotesis dari penelitian ini adalah :
-
H1
-
H2
-
H3
-
H4
-
H5
: Dewan Komisaris berpengaruh
terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Dewan Direksi berpengaruh
Terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Komite audit Berpengaruh Terhadap Tindakan
Pajak Agresif
: Corporate Sosial Responsibility Berpengaruh
Terhadap Tindakan Pajak Agresif
: Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit
Corporate Social Responsibility Berpengaruh
secara Simultan dan Parsial terhadap Tindakan
Pajak Agresif
35
Universitas Sumatera Utara