BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2009).

  Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas (Depkes RI, 2009).

  Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Menurut Hendrik L. Bloom ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan tercapai optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Jika salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu, maka status kesehatan bergeser di bawah optimal (Notoatmodjo, 2003).

  Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam riwayat timbulnya penyakit. Oleh karena itu pengetahuan mengenai segi-segi penyehatan (sanitasi) lingkungan sangat berperan dalam tiap upaya kesehatan, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam masyarakat (Dainur, 1995).

  Masalah sanitasi dasar (air bersih, akses fasilitas sanitasi, persampahan, drainase dan sebagainya) di Indonesia sudah seharusnya menjadi perhatian utama bagi pemerintah kita. Hal ini dikarenakan sanitasi merupakan hak dasar masyarakat yang sama halnya dan sejajar dengan hak berpendapat, hak mendapatkan pengobatan gratis, vaksinisasi dan hak-hak lainnya. Sanitasi menjadi penting karena masyarakat membutuhkannya setiap melakukan aktivitasnya sehari-hari (Idan, 2010).

  Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit multikompleks.

  Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), dan

  schistosomiasis (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut WHO, lebih dari 2,6 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Hampir 70% masyarakat masih terbiasa Buang Air Besar (BAB) sembarangan dan diantara negara-negara ASEAN, Indonesia masih tertinggal dalam hal akses sanitasi, dimana posisinya berada di bawah Filipina dan Kamboja. Sementara Malaysia memiliki 96% cakupan sanitasi (Anonimous, 2011).

  Berdasarkan Riskesdas (2010), proporsi penduduk atau rumah tangga yang akses terhadap fasilitas sanitasi layak (dikatakan layak apabila sarana tersebut milik sendiri atau bersama, kloset jenis leher angsa dan pembuangan akhir tinjanya ke tangki septik atau saluran pembuangan air limbah (SPAL) provinsi sebesar 55,53%, dan akses terhadap fasilitas sanitasi tidak layak sebesar 44,47%. Provinsi paling tinggi akses terhadap fasilitas tidak layak adalah Provinsi Nusa tenggara Timur (74,65%) dan terendah di DKI Jakarta (17,17%). Sementara itu, menurut kualifikasi daerah, akses terhadap fasilitas sanitasi layak di perkotaan hampir dua kali lipat (71,45%) dibandingkan dengan di perdesaan (38,55%). Sedangkan akses terhadap fasilitas sanitasi di perkotaan yang tidak layak (28,55%) dan di pedesaan (61,45%).

  Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC (Madjid, 2009). Rumah yang belum memiliki jamban, sudah dipastikan mereka itu memanfaatkan sungai, kebun, kolam, atau tempat lainnya untuk BAB.

  Masyarakat di suatu wilayah yang masih BAB sembarangan, maka wilayah tersebut akan terancam beberapa penyakit menular yang berbasis lingkungan diantaranya, yaitu penyakit cacingan, kolera (muntaber), diare, tifus, disentri, schistosomiasis dan masih banyak penyakit lainnya. Selain itu, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta gangguan estetika. Semakin besar persentase yang BAB sembarangan maka ancaman penyakit itu semakin tinggi intensitasnya. Keadaan ini sama halnya dengan fenomena bom waktu, yang bisa menyebabkan terjadinya ledakan penyakit pada suatu waktu secara cepat maupun lambat. Semua orang sebaiknya BAB di jamban yang memenuhi syarat kesehatan, dengan demikian wilayahnya akan terbebas dari ancaman penyakit-penyakit tersebut (Anonimous, 2010).

  Menurut data BPS Sumatera Utara Tahun 2008 persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar terendah terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan 22,8%, diikuti Kabupaten Mandailing Natal 27,9% dan Kabupaten Nias 29,1%. Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebuah Kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kotanya ialah Sipirok. Kabupaten ini awalnya merupakan kabupaten yang amat besar dan beribukota di Padangsidempuan. Luas wilayahnya adalah 4.367,05 Km². Kabupaten ini terdiri dari 12 Kecamatan, yang salah satunya adalah Kecamatan Sayur Matinggi. Secara umum, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan adalah bertani dan berkebun.

  Desa Sipange Julu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sayur Matinggi dan memiliki ketersediaan jamban keluarga yang masih rendah. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Sipange Julu diperoleh bahwa hanya 35 KK (19,0%) dari 184 KK yang tinggal di desa tersebut yang memiliki jamban keluarga. Keluarga yang tidak memiliki jamban ini biasanya memanfaatkan parit dan jamban umum untuk membuang kotoran/tinja. Kebiasaan ini berlangsung sejak dulu dan sudah menjadi turun-temurun. Air yang bercampur dengan kotoran ini mengalir ke sawah penduduk sekitar dan digunakan untuk persawahan. Dengan kebiasaan masyarakat tersebut, maka bukan tidak mungkin suatu saat masyarakat di wilayah ini akan terancam penyakit menular yang berbasis lingkungan.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Palneti (2001), ada hubungan antara pendidikan, status ekonomi, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kepemilikan jamban di Desa Percut Kecamatan Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2001. Sementara menurut penelitian Sutedjo (2003), menyatakan bahwa alasan masyarakat pada dua desa di Kabupaten Rembang tidak memiliki dan menggunakan jamban keluarga adalah tidak mempunyai biaya untuk membangun jamban, nyaman dan praktis di tegalan, belum tahu manfaat jamban, nyaman di sungai dan tidak biasa di jamban.

  Menurut data dari Puskesmas Kecamatan Sayur Matinggi bulan Januari-Juni tahun 2013, sepuluh penyakit terbesar pada Puskesmas tersebut adalah ISPA, Influensa, gastritis, diare, malaria klinis, gatal-gatal, bronkhitis, thypus klinis, conjungtivitis, dan hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang terlihat masih rendahnya kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu, maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui tingkat kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  2. Untuk mengetahui karakteristik responden (pendidikan, penghasilan) di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  4. Untuk mengetahui sikap responden di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  5. Untuk mengetahui kebiasaaan responden di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  6. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  7. Untuk mengetahui hubungan antara sikap responden dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  8. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaaan responden dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  9. Untuk mengetahui hubungan antara peran petugas kesehatan dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan serta membina partisipasi masyarakat dalam meningkatkan cakupan pengadaan jamban keluarga di Desa Sipange Julu.

2. Bagi Pemerintah, sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli

  Selatan guna membuat kebijakan dalam pembangunan sarana sanitasi khususnya pengadaan jamban di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

  3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan proses belajar dalam menerapkan ilmu selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

41 399 144

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Pengadaan Jamban Keluarga Di Desa Marjandi Tongah Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

9 157 118

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan dan Keadaan Jamban Keluarga Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2001

2 66 46

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengadaan Jamban Keluarga Di Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah Tahun 1999

1 35 108

Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Malaria Di Desa Tolang Jae Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan

2 87 83

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Masyarakat Kecamatan Pahae Julu Terhadap Kehadiran Pt. Sarulla Operation Limited (SOL) di Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara

0 1 6

III. PENDIDIKAN TERAKHIR - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

1 3 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1 Jamban Keluarga - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

0 2 21