BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca Pembayaran 2.1.1 Pengertian Neraca Pembayaran - Pengaruh Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara (SUN), Inflasi Dan Cadangan Devisa Terhadap Posisi Neraca Pembayaran Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neraca Pembayaran

2.1.1 Pengertian Neraca Pembayaran

  Dalam Balance of Payments Manual (BPM) yang diterbitkan oleh IMF (1993), defenisi balance of payment (BOP) adalah:

  “A statement that systematically, for spesific time period, the economic

  

transactions of an economic with the rest of the world. Transactions, for the most

part between residents and nonresidents, consist of those involving goods, services

and income; those involving financial claim on assets and liabilities to, the rest of

the world; and those (such gift) classified as transfers which involve offsetting

entries to balance in an accounting sense

  • – one set transactions.”

  Selanjutnya Hady (2001:59) mendefenisikan balance of payment (BOP) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the

  

world ) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Neraca pembayaran

  adalah suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2002). Dengan kata lain neraca pembayaran mencatat nilai barang dan jasa serta volume modal netto yang masuk dan keluar dari suatu negara untuk suatu periode tertentu, biasanya dua belas bulan (Jackson, 2009).

  Aplikasi serta interpretasi dari neraca pembayaran berpokok pada dua hal :

  

Pertama , neraca pembayaran mencakup baik barang dan jasa akhir maupun antara(intermediate). Kedua, ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran mencerminkan surplus dan defisit, bukannya untung dan rugi. Hal ini ukuran neraca pembayaran mencatat arus masuk keluar barang, jasa dan kapital untuk satu negara, bukannya syarat

  • – syarat mengenai arus barang, jasa dan kapital tersebut.

2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran

  Statistik neraca pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan

  • – nasional mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai ekspor impor barang dan jasa yang tercatat dalam neraca pembayaran. Tujuan penyusunan neraca pembayaran adalah :

  a) Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu negara.

  b) Mengetahui aliran sumber daya antara negara.

  c) Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu negara.

  d) Mengetahui permasalahan utang luar negeri suatu negara.

  e) Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu negara.

  f) Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan anggaran devisa (foreign exchange budget).

  g) Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan nasional (national account).

2.1.3 Struktur Dasar Neraca Pembayaran

  Dilihat dari strukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal. Masing

  • – masing komponen dalam kelompok terdiri dari sisi kredit dan debet. Sisi kredit mencatat
transaksi

  • – transaksi yang menimbulkan hak bagi penduduk suatu negara untuk menerima pembayaran dan sisi debet mencatat transaksi
  • – transaksi yang menimbulkan kewajiban membayar bagi penduduk suatu negara terhadap penduduk negara lain.

  Secara garis besar neraca pembayaran meliputi: 1. Current Account

  Meliputi transaksi yang berkaitan dengan ekspor dan impor terhadap barang dan jasa. Melalui pos transaksi ini akan terlihat jelas apakah neraca perdagangan suatu negara surplus atau bahkan defisit.

  2. Capital Account Mencakup arus modal masuk sebagai inflow dan arus modal keluar (outflow).

  Adapun inflow dapat meliputi modal resmi maupun bentuk modal lainnya.

  3. Errors and Omissions

  Errors and Ommissions sebagai kesalahan yang belum diperhitungkan atau

  kesalahan yang diabaikan. Pada model perhitungan IMF (International

  Monetary Fund ) merupakan neraca penyeimbang yang memberi makna defisit atau surplus neraca pembayaran pada tahun pencatatan.

  4. Reserve Bahwa pada cara yang disajikan oleh IMF merupakan perkembangan cadangan devisa dari tahun sebelum pencatatan sampai pada saat pencatatan atau yang lazim dinyatakan sebagai monetary movement.

2.1.4 Mekanisme atau Proses Penyesuaian Neraca Pembayaran

  Terdapat 3 (tiga) macam mekanisme atau proses penyesuaian yang penting menyangkut neraca pembayaran, yaitu:

  1. Mekanisme Harga Mekanisme Hume adalah mekanisme penyesuaian neraca pembayaran melalui perubahan harga-harga. Mekanisme ini umumnya pemerintah membawa kembali neraca pembayaran ke posisi keseimbangan kembali. Mekanisme ini pada hakekatnya adalah dengan sistem standar emas penuh.

  2. Mekanisme Pendapatan Mekanisme penyesuaian melalui kebijakan atau pengaturan pendapatan nasional, yang singkatnya disebut “mekanisme pendapatan” menggambarkan adanya saluran lain bagi proses penyesuaian neraca pembayaran. Mekanisme ini didasarkan atas teori ekonomi makro oleh Keynes, khususnya diilhami oleh proses pelipatan (multiplier) dalam teori tersebut.

  3. Mekanisme Moneter Mekanisme hume sesungguhnya tidak murni mekanisme harga sebab sebelum suatu harga naik atau turun, terjadi penyebab lain, yaitu aliran uang masuk atau keluar negeri. Jika terjadi surplus, maka uang akan mengalir masuk ke dalam negeri sehingga berakibat stok uang di dalam negeri bertambah, sebaliknya jika terjadi defisit maka uang akan mengalir ke luar negeri, sehingga uang dalam negeri menurun.

  2.1.5 Penyajian Neraca Pembayaran

  Ada 2 (dua) bentuk penyajian neraca pembayaran yaitu penyajian standar (standard presentation) dan penyajian analitis (analytical presentation).

  a.

  Penyajian Standar Komponen-komponen neraca pembayaran dalam penyajian standar disusun menurut panduan bagaimana dimuat dalam BOP manual. Penentuan komponen standar neraca pembayaran didasarkan atas beberapa pertimbangan dan tujuan tertentu.

  b.

  Penyajian analitis disusun menurut keperluan analisis bagi perumus kebijakan di masing-masing negara. Namun, komponen utama yang disajikan tetap mengacu pada komponen standar dengan menonjolkan rincian komponen yang dirasakan sangat diperlukan.

  2.1.6 Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran

  Secara umum dikenal empat konsep keseimbangan neraca pembayaran, yaitu: 1. Konsep Keseimbangan Perdagangan (Trade Balance)

  Dalam konsep ini, transaksi yang termasuk dalam autonomous transaction (transaksi yang mengakibatkan surplus atau defisit) hanya transaksi ekspor dan impor barang sehingga keseimbangan neraca pembayaran diukur dari berapa besarnya surplus atau defisit kedua transaksi tersebut.

2. Konsep Keseimbangan Transaksi Berjalan (Current Account Balance)

  Untuk menentukan surplus atau defisit pada autonomous transaction selain diperhitungkan ekspor dan impor, juga diperhitungkan jasa-jasa, termasuk penghasilan (income) dan transfer.

  3. Konsep Basic Balance Dalam konsep ini, yang termasuk dalam autonomous transaction selain pos-pos dalam transaksi berjalan, juga komponen-komponen dalam transaksi modal dan keuangan jangka panjang.

  4. Konsep Overall Balance Yang termasuk autonomous transaction dalam konsep ini adalah komponen- komponen transaksi modal dan keuangan baik jangka panjang maupun jangka pendek.

2.2 Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara

  2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara

  Undang-undang No. 24 Tahun 2002 menuliskan bahwa pengertian Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

  2.2.2 Dasar Hukum Penerbitan Surat Utang Negara

  Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa: a.

  Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu; b. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuh tempo; c. Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Bank Indonesia; d.

  Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang; e. Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh pihak yang tidak berwenang dan atau pemalsuan SUN.

  Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukung pengelolaan Surat Utang Negara, antara lain: 1)

  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.01/2003 tentang Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk Melaksanakan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.

  2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentang Lelang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.

  3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentang Lelang Surat

  Utang Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2009. 4)

  Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang meliputi Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), terkait denganperan Bank Indonesia sebagai agen lelang, registrasi, kliring, setelmen SUN dan sentral registerat Utang Negara di Pasar Perdana.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara

  Sesuai dengan UU No 24 Tahun 2002, Surat Utang Negara diterbitkan untuk tujuan sebagai berikut: 1)

  Membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2)

  Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran;

3) Mengelola portofolio utang negara.

  Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara yaitu:

  a) Sebagai Instrumen Fiskal

  Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.

  b) Sebagai Instrumen Investasi

  Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil risiko investasi.

  c) Sebagai Instrumen Pasar Keuangan

  Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan nilai instrumen keuangan lainnya.

2.2.4 Jenis dan Bentuk Surat Utang Negara

  Berdasarkan UU No 24 Tahun 2002, secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN), yaitu SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenaldengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.

  2. Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebihdari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.

  Berdasarkan tujuan penerbitan, tingkat bunga dan jangka waktu, jenis-jenis Surat Utang Negara dalam rangka rekapitalisasi perbankan terdiri dari: 1)

  Fixed Rate Bonds (FR) Surat Utang Negara seri FR diterbitkan untuk meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR) menjadi 4%. Seri FR yang telah diterbitkan yaitu FR0001 sampai dengan FR0020, berjangka waktu 5 - 11 tahun. Tingkat bunga seri FR bervariasi dari 10,00% - 16,50% p.a, dengan pembayaran kupon dilakukan setiap 6 bulanan.

  2) Variable Rate Bonds (VR)

  Surat Utang Negara seri VR diterbitkan untuk mengembalikan CAR perbankan yang negatif menjadi 0%. Seri VR yang telah diterbitkan sampai saat ini terdiri dari 31 seri yaitu VR0001 – VR0031, berjangka waktu 3 - 18 tahun. Pembayaran kupon dilakukan setiap triwulan. Tingkat kupon didasarkan pada rata-rata tertimbang diskonto SBI 3 bulan di pasar primer.

  3) Hedge Bonds (HB)

  Surat Utang Negara seri HB bertujuan meminimalkan risiko kewajiban bank dalam valuta asing. Setiap triwulan atau pada saat jatuh tempo pembayaran kupon, dilakukan indeksasi terhadap nilai nominal Obligasi Negara seri HB atas dasar perkembangan kurs Rupiah terhadap USD. Obligasi Negara seri HB diterbitkan dengan jangka waktu antara 3 bulan sampai dengan 2 tahun. Tingkat kupon mengambang disesuaikan dengan perubahan bunga pasar SIBOR 3 bulan ditambah 2%. Tingkat kupon saat ini berkisar 3,42% - 3,85% p.a, dan tidak seperti obligasi seri-seri FR dan VR, obligasi seri HB tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

Tabel 2.1 Karakteristik Umum Surat Utang Negara Fixed Rate (FR) Variable Rate (VR) Hedge Bond (HB)

  Tingkat Kupon (TK) Tetap SBI 3 bulan SIBOR 3 bl + 2% Pembayaran Kupon 2 kali / tahun 4 kali / tahun 4 kali / tahun Perhitungan Kupon 1/2 x TK x 1 juta* 1/4 x TK x 1 juta* 1/4 x TK x NI** Indeksasi - - Saat jatuh tempo Denominasi Rupiah Rupiah Rupiah Unit Terkecil Rp1 juta Rp1 juta Rp1 juta Perdagangan Dapat Diperdagangkan

  Dapat Diperdagangkan Tidak Dapat Diperdagangkan

  Sumber: www.angelfire.com

2.2.5 Resiko Surat Utang Negara

  Walaupun sudah dikatakan bahwa resiko gagal bayar (hampir) tidak ada, namun Cahyana dalam Susilowati (2006) mengatakan bahwa dari sisi pemerintah penerbitan Surat Utang Negara (SUN) mengandung beberapa resiko yang perlu diperhatikan, antara lain: 1)

  Resiko Kesinambungan Fiskal Nilai utang negara yang besar berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah. Untuk itu pemerintah harus memperhatikan nilai debt to

  export ratio, debt to service ratio and ratio of short term debt to reserve.

  2) Resiko Nilai Tukar

  Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga.

  3) Resiko Perubahan Tingkat Bunga

  Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang (variable rate), sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan menaikkan nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran pemerintah.

  4) Resiko Pembiayaan Kembali

  Pelunasan Surat Utang Negara (SUN) yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar dapat mengakibatkan timbulnya resiko berupa lebih tingginya biaya peminjaman baru.

  5) Resiko Operasional

  Resiko kegagalan terjadi jika operasional pengelolaan Surat Utang Negara tidak dilakukan dengan baik, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi kelembagaannya.

2.2.6 Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara

  Coupon/ kupon yaitu besarnya bunga yang dibayarkan secara reguler, yang

  dinyatakan dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi. Sebagai contoh Obligasi Negara seri FR0028 dengan tingkat kupon 5 %, artinya setiap tahun jumlah bunga yang dibayarkan kepada investor adalah sebesar 5% dikalikan dengan tingkat nominalnya, dengan demikian untuk setiap unit Obligasi senilai Rp1.000.000,00 maka kupon yang diterima pertahun oleh investor ialah sebesar Rp50.000,00.

  Apabila dalam terms and conditions periode pembayaran kupon ditetapkan 2 kali setahun, maka pembayaran kuponnya setelah 6 bulan adalah sebesar masing- masing Rp25.000,00. Kupon Obligasi Negara dapat dibayarkan dua kali setahun (semi-annual) atau empat kali setahun (quarterly). Saat ini kupon Obligasi Negara seri FR (Fixed Rate) dibayarkan dua kali setahun, sedangkan untuk seri VR (Variable Rate) dibayarkan empat kali setahun. Untuk seri VR, kuponnya ditentukan oleh tingkat tingkat bunga hasil lelang SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan.

2.3 Inflasi

2.3.1 Pengertian Inflasi

  Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Venieris dan Sebold (1978) dalam Nanga (2005:241) mendefenisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency

  

for the general level of prices to raise over time ). Berdasarkan defenisi tersebut,

  kenaikan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.

  Dari pengertian tersebut diatas, terdapat tiga hal penting yang ditekankan, yaitu: 1)

  Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat. 2)

  Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

  3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

2.3.2 Cara Menghitung Laju Inflasi

  Secara umum, dikenal tiga cara yang digunakan untuk menghitung laju inflasi, yaitu:

1. Indeks Harga Konsumen (Consumen Price Index atau CPI )

  Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekelompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar, termasuk harga-harga makanan, pakaian, perumahan, transportasi, perawatan kesehatan, pendidikan, dan komoditi lain yang yang dibeli untuk untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen. Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:

  = 100

  Dimana: P = Harga sekarang

  n

  P o = Harga pada tahun dasar Sehingga rumus untuk menghitung laju inflasi adalah:

  − = 100%

  Dimana:

  IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini

  IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu 2.

  Indeks Harga Produsen (Producer Price Index atau PPI) adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate

  products ), dan peralatan, modal dan mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau

  perusahaan. Jadi, PPI hanya mencakup bahan baku dan barang antara atau setengah jadi saja, sementara barang-barang jadi tidak dimasukkan dalam perhitungan.

  3. GNP Deflator adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP riil adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output di nilai dengan menggunakan tahun dasar (based year).

  Oleh karena itu, GNP riil juga sering disebut GNP berdasarkan harga tahun dasar (GNP at based year price). Sedangkan GNP nominal adalah GNP yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (GNP at current market price). Adapun rumus untuk menghitung GNP Deflator adalah

  = 100

2.3.3 Macam-macam Inflasi

  Ada beberapa macam inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian, tergantung pada tujuan apa yang ingin dicapai. Macam-macam inflasi tersebut antara lain: 1.

  Ditinjau dari parah tidaknya inflasi Dalam pengelompokan ini yang perlu diperhatikan adalah berapa besarnya inflasi dalam suatu periode.

  a.

  Inflasi Ringan : Inflasi yang besarnya <10 % per tahun b.

  Inflasi Sedang : Inflasi yang besarnya 10 – 30 % per tahun c. Inflasi Berat : Inflasi yang besarnya >30 – 100 % per tahun d. Hiperinflation : Inflasi yang besarnya > 100 % per tahun 2. Ditinjau dari sumber atau sebab musabab inflasi a.

  Demand Pull Inflation Inflasi ini timbul karena permintaan dalam negeri (baik masyarakat maupun pemerintah) akan berbagai barang sangat kuat dan besar serta melebihi keluaran (output) yang ada dalam perekonomian tersebut.

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation b.

  Cost Push Inflation Pada jenis inflasi ini, kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi (cost push inflation), atau dapat pula karena kenaikan buruh menuntut kenaikan upah (wage push inflation).

  S1 D1 S2 E2 P2 P1 E1 Q2 Q1 Gambar 2.2 Cost Push Inflation 3.

  Ditinjau dari asal inflasi a.

  Domestic Inflation Inflasi ini terjadi karena kenaikan harga akibat adanya kondisi “shock” (kejutan) di dalam negeri baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga.

  b.

  Imported Inflation Kenaikan harga-harga umum saja tidak dipengaruhi oleh harga dalam negeri, tetapi juga oleh harga-harga luar negeri yang tercermin pada harga barang-barang impor. Dengan demikian kenaikan indeks harga luar negeri akan mengakibatkan kenaikan indeks harga umum dan dengan sendirinya akan mempengaruhi laju inflasi.

2.3.4 Teori-teori Terjadinya Inflasi

  Ada 3 kelompok yang mengemukakan teori inflasi, masing-masing menyoroti aspek

  • – aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Adapun teori terjadinya proses inflasi adalah: 1)

  Teori Kuantitas Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh:

  a) Volume Uang Yang Beredar

  Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan uang kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya (volume uang lebih besar dari pendapatan nasional). Bila jumlah uang beredar tidak ditambah (dikurangi), maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.

  b) Adanya Perkiraan Masyarakat Kenaikan Harga (Expectations)

  Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi. 2)

  Teori Keynes Keynes menyoroti faktor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makro nya.

  Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan pendapatannya. Terjadinya inflasi melalui proses, ada sekelompok masyarakat yang ingin bersaing untuk merebut pendapatan nasional yang lebih besar daripada kemampuan kelompok ini untuk mendapatkan pendapatan nasional. Proses perebutan ini akhirnya diwujudkan dalam permintaan efektif, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat akan barang-barang lebih besar dari barang-barang yang sanggup disediakan oleh kapasitas yang tersedia (pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan

  inflasionary gaps yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil

  merebut bagian pendapatan nasional (yang lebih besar) secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Dengan demikian akan menyebabkan naiknya harga-harga, sehingga timbullah inflasi.

3. Teori Strukturalis

  Teori inflasi ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya Amerika Latin. Inflasi dikaitkan dengan faktor struktur perekonomian, dimana faktor struktur perekonomian hanya berubah secara bertahap dan dalam jangka panjang, sehingga inflasi ini disebut sebagai inflasi jangka panjang.

2.3.5 Dampak Inflasi

  Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut: 1)

  Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution

  effect of inflation ).

  2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic

  efficiency ). Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat menglihkan sumberdaya

  dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang disebut “efficiency effect of inflation”. 3)

  Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini yang disebut “output and employment effect of

  inflation ”.

  4) Inflasi dapat menyebabkan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable

  environment ) bagi keputusan ekonomi. Jadi sekiranya konsumen

  memperkirakan bahwa tingkat inflasi di masa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa-jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real income and

  wealth ) (Bradley, 1985 dalam Nanga, 2005).

2.3.6 Kebijakan Mengatasi Inflasi

  Kebijakan menanggulangi inflasi berkaitan erat dengan berbagai pendapat mengenai teori inflasi. Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV = PT, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada T, sehingga P naik. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya inflasi, maka focus perhatian harus ditujukan kepada tida variabel ini. Cara mengatur variabel M, V, dan T tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan moneter, fiskal dan kebijaksanaan yang menyangkut kenaikan produksi (non moneter).

  a.

  Kebijaksanaan Moneter, meliputi: 1)

  Politik Diskonto (Discount Policy) 2)

  Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy) 3)

  Pengawasan Kredit Selektif 4)

  Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy) b. Kebijakan Fiskal, meliputi:

  1) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah (APBN)

  2) Peningkatan Tarif / Pajak c.

  Kebijakan Non Moneter, meliputi: 1)

  Peningkatan Produksi 2)

  Kebijakan Upah 3)

  Pengawasan Harga

2.4 Cadangan Devisa

2.4.1 Pengertian Cadangan Devisa

  Dalam bukunya, Rachbini (2000:113) mendefenisikan devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri.

  Menurut UU No. 23 Tahun 1999, yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.

  Dalam Pasal Undang-Undang Bank Indonesia dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri.

  Pengelolaan cadangan devisa (Foreign Exchange Reserve) oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman.

  Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia mempertimbangkan 3 (tiga) azas utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability).

2.4.2 Fungsi Cadangan Devisa

  Cadangan devisa memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Mengimpor barang konsumsi, bahan baku industry dan sector produksi lainnya, peralatan dan perlengkapan (barang modal, perlengkapan pertahanan, keamanan dan sebagainya).

  2. Melunasi jasa pihak asing seperti jasa perbankan, asuransi, pelayaran, penerbangan, perekayasaan, wisatawan Indonesia, dan sektor jasa lainnya.

  3. Membiayai kantor Perwakilan Pemerintah Indonesia (Kedutaan/Konsulat) di luar negeri.

  4. Melunasi hutang luar negeri

2.4.3 Sumber Cadangan Devisa

  Cadangan devisa suatu negara pada umumnya berasal dari sumber sebagai berikut:

  1. Hasil penjualan ekspor barang maupun jasa, seperti hasil ekspor karet, kopi, timah, tekstil, kayu lapis, ikan, udang, rotan, dan sebagainya. Begitu pula hasil dari sektor jasa, seperti uang tambang (freight), angkutan, provisi dan komisi, premi asuransi, jasa hotel, dan lain sebagainya.

  2. Pinjaman yang diperoleh dari negara asing, badan-badan Internasional, serta Swasta Asing, seperti pinjaman dari IGGI (Inter Governmental Group on

  Indonesia ), kredit dari World Bank dan Asia Development Bank, dan lain sebagainya.

  3. Hadiah (Grant) dan bantuan dari Badan-Badan PBB seperti UNDP, UNESCO, dan pemerintah asing, seperti Pemerintah Saudi Arabia, Jepang, dan lain-lain.

  4. Laba dari penanaman modal du luar negeri, seperti laba yang ditransfer dari perusahaan milik pemerintah dan warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri, termasuk transfer dari warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti Malaysia, Dubai, dan lain sebagainya.

  5. Hasil dari kegiatan Pariwisata Internasional, seperti uang tambang, angkutan, sewa hotel,, penjualan souvenir dan novelties, uang pandu wisata dan lain-lain.

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

  No. Judul Penulis Thn Hasil Penelitian 1.

  Analisis Neraca Pembayaran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

  Darmansyah Putra Saragih 2006 1.Koefisien determinasi = 0,4159 atau 41,59%.

  2.Fhitung = 2,611, Ftabel = 3,59.

  Maka secara bersama-sama, variabel inflasi, tingkat sukubunga, nilai tukar, dan net ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap neraca pembayaran Indonesia (α=5%). Secara parsial:

  1.Inflasi berpengaruh negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia

  2.Nilai tukar berpengaruh negatif (tidak sesuai dengan teori) terhadap neraca pembayaran Indonesia

  3.Net ekspor berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

  4.Suku bunga berpengaruh negative (tidak sesuai dengan teori) terhadap neraca pembayaran Indonesia.

  Uji Asumsi Klasik:

  1.Ada Multikolinearitas

  2.Tidak ada keputusan (inconclusion) Autokorelasi

  Analisis pengaruh Will 2009 1.Koefisien determinasi = 0,647 2. atau 67,40%. inflasi, suku bunga, Jackson 2.Fhitung = 9,927, Ftabel = 3,13.

  Maka secara bersama-sama, nilai tukar, dan nilai variabel inflasi, sukubunga, nilai tukar, dan nilai ekspor ekspor terhadap berpengaruh nyata terhadap neraca pembayaran Indonesia neraca pembayaran (α=5%). Secara parsial:

  Indonesia

  1.Inflasi berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

  2.Nilai tukar berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

  3.Nilai ekspor berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

  4.Suku bunga berpengaruh negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia. Uji Asumsi Klasik:

  1.Ada Multikolinearitas

  2.Tidak ada Autokorelasi

2.6 Kerangka Konseptual Ada banyak variabel yang mempengaruhi neraca pembayaran suatu negara.

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, tingkat inflasi, dan cadangan devisa sedangkan variabel lainnya dianggap konstan.

  Tingkat Bunga (kupon) Surat Utang Negara

  X1 Tingkat Inflasi Neraca Pembayaran

  X2 Y Cadangan Devisa

  X3 Gambar 2.3

Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1)

  Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

  2) Inflasi berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia. 3) Cadangan devisa berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia. 4)

  Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.