Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar, Dan Nilai Ekspor Terhadap Neraca Pembayaran Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA, NILAI TUKAR, DAN NILAI EKSPOR TERHADAP NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

SKRIPSI Diajukan oleh :

NAMA : WILL JACKSON NIM : 050501091

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI


(2)

ABSTRACT

Balance of payment is a systematic record about all the economic transactions between the population of a country with another country’s for specific period. The economic relation could be occurred between governments, societies, such as ; private and societies, governments, and the other citizens.

The title of the script is “ Analysis Inflation, Rate, Kurs, and Export influence to Balance of Payment “. The problems are how to fluctuate of balance of payment of Indonesia and what kinds of factors which influence it.

The research method used by the writer is secondary data. The writer got the data from Indonesian Bank as central Bank in Indonesia and Statistic Center Institution and the data from Library Research. The writer collected the data by directly writing. The data has been analyzing using by SPSS 16.


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GANBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 4

1.3.Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 5

BABII. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Neraca Pembayaran...7

2.1.1. Tujuan Penyususnan Neraca Pembayaran...8

2.1.2. Struktur Dasar Neraca Pembayaran...10

2.2. Inflasi (inflation)...16

2.2.1. Defenisi dan Pengertian Inflasi... 16

2.2.2. Jenis – Jenis Inflasi...17


(4)

2.3. Kurs ( Nilai Tukar Mata Uang)... 22

2.3.1. Sistem Kurs... 24

2.3.2. Arbitrase... 26

2.3.3. Kurs Spot dan Kurs Berjangka... 27

2.3.4. Teori – teori kurs... 28

2.3.5. Sistem Bretton Woods... 35

2.4. Suku Bunga………. 38

2.5. Net Ekspor... 41

2.5.1. Pengertian Ekspor... 41

2.5.2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ekspor... 42

2.5.3. Kebijaksanaan Ekspor... 43

2.5.4. Aneka Cara Ekspor... 44

2.6. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian... 50

2.6.1. Kerangka konseptual penelitian... 50

2.6.2. Hipotesis Penelitian...51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang lingkup Penelitian...52

3.2. Jenis dan Sumber Data...52

3.3. Pengolahan Data...52


(5)

3.5. Model Analisis Data...53

3.6. Defenisi Operasional...65

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran dan Objek Penelitian...66

4.2. Gambaran Perekonomian Indonesia...73

4.3. Perkembangan Inflasi...75

4.4. Perkembanhgan Tingakat Suku Bunga SBI...78

4.5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS...81

4.6. Perkembangan Nilai Ekspor...84

4.7. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia...89

4.8. Analisis...98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...124

5.2. Saran...128


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut provinsi 1980 – 2000

Tabel 4.2. Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi 1980 - 2000 Tabel 4.3. Perkembangan nilai inflasi tahun 1985 - 2007

Tabel 4.4. Perkembangan nilai sukubunga SBI tahun 1985 - 2007 Tabel 4.5. Perkembangan nilai tukar tahun 1985 - 2007

Tabel 4.6. Perkembangan nilai ekspor tahun 1985 - 2007

Tabel 4.7. Perkembangan neraca pembayaran Indonesia tahun 1985 - 2007

Tabel 4.8. Neraca Pembayaran, Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Nilai Ekspor (1985 – 2007)

Tabel 4.9. Variabel X1, X2, X3 dengan variabel Y1 Tabel 4.10. Variabel X1, X2, X3 dengan variabel Y2 Tabel 4.11. Variabel Y1 dengan variabel Y2


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Penelitian Gambar 3.1. Direct effect

Gambar 3.2. Indirect effect Gambar 3.3. Total effect

Gambar 3.4 Kurva Uji t-statistik Gambar 3.5 Kurva Uji F-Statistik Gambar 3.6 Kurva Durbin-Watson Gambar 4.1. Direct effect model pertama Gambar 4.2. Kurva Uji F - Statistik

Gambar 4.3. Uji t – statistik terhadap inflasi Gambar 4.4. Uji t – statistik terhadap sukubunga Gambar 4.5. Uji t – statistik terhadap nilai tukar Gambar 4.6. Uji D - W

Gambar 4.7. Direct effect model kedua Gambar 4.8. Kurva Uji F - Statistik

Gambar 4.9. Uji t – statistik terhadap inflasi Gambar 4.10. Uji t – statistik terhadap sukubunga Gambar 4.11. Uji t – statistik terhadap nilai tukar


(8)

Gambar 4.12. Uji D – W

Gambar 4.13. Direct effect model ketiga

Gambar 4.14. Uji t – statistik terhadap nilai ekspor Gambar 4.15. Uji D – W

Gambar 4.16. indirect effect variabel – variabel bebas terhadap neraca pembayaran melalui nilai ekspor


(9)

ABSTRACT

Balance of payment is a systematic record about all the economic transactions between the population of a country with another country’s for specific period. The economic relation could be occurred between governments, societies, such as ; private and societies, governments, and the other citizens.

The title of the script is “ Analysis Inflation, Rate, Kurs, and Export influence to Balance of Payment “. The problems are how to fluctuate of balance of payment of Indonesia and what kinds of factors which influence it.

The research method used by the writer is secondary data. The writer got the data from Indonesian Bank as central Bank in Indonesia and Statistic Center Institution and the data from Library Research. The writer collected the data by directly writing. The data has been analyzing using by SPSS 16.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan khususnya dalam bidang ekonomi ditempatkan pada urutan pertama dari seluruh aktifitas pembangunan. Dalam rangka pembangunan ekonomi sekaligus terkait usaha – usaha pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita. Besarnya pendapatan perkapita ditentukan oleh besarnya pendapatan nasional. Salah satu yang mempengaruhi besarnya pendapatan nasional adalah factor ekspor – impor atau perdagangan luar negeri.

Dalam dunia modern sekarang, suatu negara sulit untuk memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa bekerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, pembagian kerja menjadi semakin mantap, sehingga perkembangan spesialisasi menjadi semakin pesat. Sebagai akibatnya, semakin meningkat pula produksi barang – barang dan jasa - jasa yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan kita. Perkembangan spesialisasi berarti juga perkembangan perdagangan. Karena tidak semua sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang – barang dapt diperoleh didalam negeri, perdagangan antar bangsa pun meningkat dengan cepat. Dengan demikian perdagangan antar bangsa memungkinkan terjadinya :


(11)

a. Tukar menukar barang – barang dan jasa

b. Pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara – negara yang terlibat didalamnya.

Perdagangan luar negeri adalah kegiatan memperdagangkan output barang – barang dan jasa – jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Arus barang, jasa serta kapital international dicapai dalam suatu neraca yang disebut dengan neraca pembayaran, yang merupakan catatan sistematik dari transaksi internasional suatu negara untuk periode tertentu. Dengan kata lain neraca pembayaran mencatat nilai barang dan jasa serta volume netto kapital yang masuk dan keluar dari suatu negara untuk periode tertentu, biasanya satu tahun kalender.

Perkembangan perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran adalah sangat penting dan berpengaruh besar atas perekonomian dan pembangunan negara yang system ekonominya terbuka seperti Indonesia. Ekonomi Indonesia dalam peta ekonomi dunia memang merupakan a small open economy, dimana kekuatan ekonominya dipasar global adalah kecil namun transaksi internasionalnya dalam perdagangan barang dan jasa atau pun modal adalah besar. Dalam hubungan ini gejolak fluktuasi perekonoian dan perdagangan dunia tidak hanya akan mempengaruhi keseimbangan eksternal, tetapi juga berpengaruh terhadap stabilitas dan pembangunan nasional.

Dampak perkembangan tesebut serta pengaruh perubahan yang terjadi dalam perekonomian dunia terhadap perekonomian Indonesia perlu selalu dimonitor dan diamati


(12)

dengan teratur dan kontiniu. Sehingga kita akan dapat mengambil langkah dan upaya yang tepat untuk dapat memeperbaiki posisi perekonomian serta memelihara proses dan momemtum pembagunan nasional yang berlangsung dewasa ini.

Neraca pembayaran disusun untuk memberitahukan kepada pemerintah dan siapa saja yang membutuhkan dan berkepentingan mengenai posisi internasional dari negara – negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Data –data seperti ini tentunya sangat diperlukan bagi penyusunan kebijakan moneter, fiskal dan perdagangan. Bagi kalangan swasta, data – data pada neraca pembayaran juga penting untuk menyusun perencanaan dan srtategy bisnis. Pemerintah dari suatu negara biasanya juga meminta rincian informasi dan data – data neraca pembayaran dari negara – negara lain yang menjadi mitra – mitra dagangnya. Informasi yang terkandung dalam neraca pembayaran dari suatu negara juga sangat dibutuhkan oleh kalangan perbankan, perusahaan – perusahaan multinasional dan siapa saja yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan perdagangan dan keuangan internasional.

Neraca Pembayaran Indonesia (balance of payment) memainkan peranan cukup penting dalam pengelolaan ekonomi makro Indonesia. Selain dapat dijadikan sebagai barometer dalam mengukur kemampuan perekonomian nasional dalm menopang – menopang transaksi – transaksi internasional, terutama yang berhubungan dengan kewajiban pembayaran utang dan transaksi impor, posisi neraca pembayaran juga merupakan salah satu indikator yang turut mempengaruhi sentimen para pelaku pasar.


(13)

Disamping itu, sejumlah besaran yang ada didalamnya seperti, ekspor – impor barang dan jasa, memiliki kontribusi yang cukup significant terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), oleh karena itu, sektor ini juga memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya mendorong perbaikan ekonomi didalam negeri, baik dari sisi ketersediaan cadangan devisa maupun dari sisi kontribusi sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari uraian inilah yang menjadi pertimbangan bagi penulis untuk menelti dan menulis skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Sukubunga, dan

Nilai Ekspor Terhadap Neraca Pembayaran “ .

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis membuat

perumusan masalah sebagai berikut :

a. Apakah Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar berpengaruh terhadap Nilai Ekspor ? b. Apakah Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran ? c. Apakah Nilai Ekspor berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran ?

d. Bagaimana pengaruh direct effect, indirect effect, dan total effect variabel inflasi, suku bunga, dan nilai tukar terhadap neraca pembayaran melalui nilai ekspor ?


(14)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar terhadap Nilai Ekspor.

b. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar terhadap Neraca Pembayaran.

c. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar, dan Nilai Ekspor terhadap Neraca Pembayaran.

d. Untuk mengetahui pengaruh direct effect, indirect effect, dan total effect variabel Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar terhadap Neraca Pembayaran melalui nilai ekspor.

1.4. Mafaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil kebijakan fiskal dan kebijakan moneter oleh pemerintah

b. Menjadi masukan bagi bank dalam rangka pemberian kredit terhadap kalangan swasta dan masyarakat


(15)

c. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak – pihak lain yang ingin mengetahui perkembangan neraca pembayaran Indonesia dan faktor – faktor yang mempengaruhinya

d. Bermanfaat bagi penulis sendiri sebagai penambah pengetahuan dan menjadi masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Neraca Pembayaran

Neraca Pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai transaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan diantara suatu negara dengan negara lain dalam suatu tahun tertentu.

Dengan kata lain neraca pembayaran mencatat nilai barang dan jasa serta volume neto kapital yang memasuki dan keluar dari suatu negara untuk suatu periode tertentu, biasanya dua belas bulan. Meskipun pengukuran Neraca pembayaran dikumpulkan serta diterbitkan secara kwartalan bahkan bulanan, fluktuasi jangka pendek mengandung arti bahwa itu merupakan petunjuk umum atas kecendrungan menyeluruh. Bahkan saruan pengukur pembayaran tahunan yang karena ketidakauratan data harus direvisi kadangkala untuk beberapa tahun dan kadangkala secara signifikan dalam kedua lingkup serta ukuran. Pada tingkat mikroekonomis, neraca pembayaran dipergunakan untuk menganalisis peranan ekonomis dari rekening barang dan jasa individual, mengkuantifisir variasi dalam sifat dan arah arus kapital, serta mengindentifikasi sumber – sumber dan penggunaan valuta


(17)

asing. Aplikasi mikroekonomis ini melukiskan aktivitas internasional secara individual. Pada tingkat makroekonomis Neraca Pembayaran berhubungan dengan aktivitas internasional agregat serta memberikan petunjuk apakah dalam ekonomi terdapat

keseimbangan eksternal atau apakah sektor luar negeri menyebabkan ekonmi domestik mengalami tekanan ekspansioner atau kontraksioner (ketidakseimbangan eksternal). Hal ini memungkinkan ukuran Neraca Pembayaran dipergunakan sebagai dasar baik untuk mempertahankan keseimbangan eksternal maupun mempergunakan ketidakseimbangan eksternal sebagai satu variabel makroekonomi misalnya untuk mencapai ekspansi ekonomi domestic.

Aplikasi serta interpretasi dari neraca embayaran berpokok pada dua hal :

Pertama, neraca pembayaran mencakup baik barang dan jasa akhir maupun antara (intermediate). Dengan demikian bukan merupakan indikator langsung dari kesejahteraan ekonomi.

Kedua, ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran mencerminkan surplus dan defisit, bukannya untung dan rugi. Hal ini ukuran neraca pembayaran mencatat arus masuk keluar barang, jasa dan kapital untuk satu negara, bukannya syarat – syarat mengenai arus barang, jasa dan capital tersebut.

Suatu neraca pembayaran dapat dibedakan kepada dua bagian yang utama, yaitu neraca berjalan, dan neraca modal.(Sugiyono, 2002)


(18)

2.1.1.Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran

Tujuan Penyusunan neraca pembayaran adalah :

a.Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu negara.

Peranan sektor eksternal tercermin antara lain dari besarnya jumlah permintaan produk domestic oleh bukan penduduk, atau sebaliknya. Semakin besar permintaan terhadap produk domestik oleh bukan penduduk, yang tercermin dari nilai ekspor negara bersangkutan, semakin besar pula peranan sektor eksternal dalam pembentukan produk domestik.

b. Mengetahui aliran sumber daya antara negara

Dari neraca pembayaran diketahui seberapa besar aliran sumber daya antara suatu negara dengan negara – negara lainnya sehingga terlihat apakah negara tersebut merupakan pengekspor barang dan atau modal, atau sebaliknya sebagai pengimpor barang dan atau modal.

c. Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu negara.

Dengan mengamati perkembangan neraca pembayaran, dapat diketahui pola umum kegiatan perekonomian suatu negara dalam berinteraksi dengan negara lain, seperti ketergantungan sumber pendapatan nasional dari hasil ekspor produk pertanian dan ketergantungan sektor pembiayaan investasi dari negara lain.


(19)

Dari catatan transaksi modal dan keuangan di neraca pembayaran, dapat diketahui seberapa jauh suatu negara dapat memenuhi kewajibannya terhadap negara lain.

e. Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu negara.

Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan devisa terkait dengan surplus atau defisit neraca pembayaran. Apabila terjadi surplus neaca pembayaran maka posisi cadangan devisa akan bertambah sebesar surplus tersebut. Demikian pula sebaliknya apabila terjadi defisit neraca pembayaran.

f. Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan anggaran devisa

(foreign exchange budget)

Dengan memperhatikan surplus atau defisit neraca pembayaran pada tahun tertentu dapat diperkirakan besarnya kebutuhan devisa untuk anggaran tahun berikutnya, sekaligus dapat ditentukan besarnya pnijaman yang diperlukan.

g. Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan nasional (national

account)

Statistik neraca pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan nasional mengingat salah satu variable pendapatan nasional adalah nilai ekspor – impor barang dan jasa yang tercatat dalam neraca pembayaran.(Waluya, 1995)


(20)

Dilihat dari srukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal. Masing – masing komponen dalam kelompok terdiri dari sisi kredit dan debet. Sisi kredit mencatat transaksi – transaksi yang menimbulkan hak bagi penduduk suatu negara untuk menerima pembayaran dan sisi debet mencatat transaksi – transaksi yang menimbulkan kewajiban membayar bagi penduduk suatu Negara terhadap penduduk negara lain.

Struktur neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang dikelompokkan sebagai berikut :

a. Transaksi berjalan ( current account ) 1) Perdagangan barang ( trade )

* Ekspor ( exports ) * Impor ( imports ) 2) Jasa – jasa ( services ) 3) Penghasilan ( income ) 4) Transfer ( transfers )

b. Transaksi modal dan keuangan (capital and financial account) 1) Transaksi modal (capital account)

2) Transaksi keuangan di luar cadangan devisa (financial account) * Penanaman modal langsung (foreign direct investment) * Investasi surat berharga (portofolio investment)


(21)

* Investasi lainnya

c. Perubahan cadangan devisa (change in reserves)

d. Selisih perhitungan (errors and omissions) Penjelasan mengenai masing – masing komponen dalam neraca pembayaran adalah

sebagai berikut :

a. Transaksi berjalan (current account)

Transaksi berjalan meliputi perdagangan barang dan jasa, penghasilan (income) , dan

current transfer. Secara keseluruhan, transaksi berjalan menggambarkan nilai bersih antara

sisi kredit dan sisi debet dari seluruh transaksi yang tercatat dalam setiap komponen transaksi berjalan. Secara analitis, dalam kelompok transaksi berjalan tersebut terdapat dua neraca lainnya, yaitu neraca perdagangan, yang merupakan hasil bersih dari perdaganagan barang atau ekspor dan impor barang, dan neraca jasa yang merupakan hasil ekspor jasa dan impor jasa. Khusus mengenai neraca perdagangan, perhitungan baik ekspor maupun impor harus dalam nilai free on board (f.o.b), bukan dalam nilai keseluruhan, termasuk

cost, insurance, dan freight (c.i.f), mengingat ongkos dan jasa pengiriman merupakan

kelompok transaksi jasa sehingga harus dikelompokkan dalam jasa – jasa. Beberapa taransaksi yang termasuk dalam kelompok jasa antara lain ialah jasa transportasi, pariwisata dan komunikasi. Sementara itu, hasil penggunaan faktor produksi, modal dan tenaga kerja dicatat dalam kelompok penghasilan (income), misalnya deviden dan bunga. Selanjutnya transaksi dalam kelompok transfer meliputi transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban


(22)

untuk melakukan pembayaran (unrequited transfer), seperti hibah yang diterima pemerintah maupun swasta.

b. Transaksi modal dan keungan (capital and financial account)

Secara keseluruhan, transaksi modal dan keuangan menggambarkan nilai bersih antara sisi kredit dan debet dari keseluruhan transaksi yang tercatat dalam setiap komponen transaksi modal dan transaksi keuangan. Transaksi modal dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu

capital transfer dan pembelian / penjualan non financial assets. Seperti paten dan copyrights. Capital transfer selain mencakup pemberian barang modal (fixed assets), juga

transfer uang dalam rangka pembelian barang modal.

Sementara itu, transaksi keuangan yang meliputi transaksi yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya asset dan atau kewajiban luar negeri dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi keuangan diluar cadangan devisa (reserve assets) dan transaksi yang menyebabkan perubahan cadangan devisa. Kelompok transaksi keuangan di luar reserve mencakup transaksi yang terkait dalm lau lintas keunagan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang yang dilakukan baik oleh pemerintah, perusahaan pemerintah, maupun swasta, termasuk penanaman modal asing. Perlu dikemukakan bahwa pembayaran bunga pinjaman tidak diperhitungkan dalam lalu lintas modal melainkan dalam jasa – jasa mengingat transasi tersebut merupakan transaksi jasa.


(23)

Sementara itu, transaksi keuangan yang menyangkut cadangan devisa atau reserve assets merupakan pos yang menampung surplus atau defisit neraca pembayaran. Pos ini menunjukkan perubahan jumlah cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas moneter

sehubungan oleh transaksi internasional yang terjadi pada periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Adapun komponen cadangan devisa yang dicatat dalam neraca pembayaran meliputi :

Emas moneter (monetary gold), yaitu emas yang dikelola otoritas moneter baik yang disimpan dalam negeri

• Reserves Position in the Fund (RPF), merupakan rekening yang dimiliki anggota IMF yang bersifat liquid (liquid claim) terhadap IMF. Jumlah RPF yang dimiliki masing – masing anggota tergantung pada besarnya setoran kuota dan valuta asing. RPF dapat diperhitungkan sebagai komponen cadangan devisa mengingat sewaktu – waktu dapat ditarik dapat bentuk fasilitas yang dapat diberikan oleh IMF.

• Specilal drawing rights (SDR), merupakan rekening giro yang dimiliki negara anggota IMF dalam satuan hitung SDR yang diciptakan oleh IMF untuk digunakan dalam setiap kali melakukan transaksi keuangan dengan IMF. Pembentukan rekening tersebut dimaksudkan untuk menunjang stabilitas moneter internasional dengan cara melakukan pada saat kondisi likuiditas internasional mengalami ketidakseimbagan. Dengan demikian, SDR memungkinkan bertambah besarnya cadangan devisa masing – masing negara, sekaligus menambah likuiditas


(24)

internasional. Besarnya rekening SDR masing – masing anggota Negara dapat berubah pada saat memperoleh alokasi atau tambahan alokasi SDR dan pada saat melakukan pembelian atau melakukan transaksi keuangan dengan IMF

Valuta Asing (foreign exchange), tagihan kepada bukan penduduk dalam bentuk mata uang asing, saldo rekening giro, dan saldo simpanan berjangka dalam valuta asing serta kertas berharga dalam valuta asing.

d. Selisih perhitungan (errors and omissions)

Selisih perhitungan merupakan komponen penyeimbang neraca untuk menampung selisih atau perbedaan antara pencatatan di sisi kredit dan sisi debet. Selisih antara sisi kredit dan sisi debet dapat terjadi, mengingat dalam praktik sumber data pencatatan transaksi neraca pembayaran pada sisi debet berbeda dengan sisi kredit, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan masing – masing sisi. Selain itu slisih perhitungan juga dapat terjadi karena kesalahan pencatatan, selisih waktu pencatatan (time-lag),selisih kurs, dan kesulitan dalam pengumpilan data.(Sugiyono,2002)


(25)

2.2. Inflasi (inflation)

2.2.1. Defenisi dan Pengertian Inflasi

Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang – barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari defenisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi :

1. Kenaikan harga 2. Bersifat umum

3. Berlangsung terus menerus

Biasanya inflasi didefenisikan sebagai kenaikan harga – harga umumya. Kalau harga – harga dalam sektor industri naik, sedang harga – harga di sector pertanian turun, ada kemungkinan angka indeks harga tidak naik sama sekali. Memang, kalau harga – harga dalam satu sektor naik terus, sedangkan sektor – sektor lainnya stabil atau turun kita mengalami perubahan dalam harga – harga relatif . Kalau harga – harga relatif berubah secara radikal, jelas bahwa ada orang – orang yang mengalami kerugian dan ada juga orang lainnya yang memperoleh keuntungan. Demikian pula inflasi. Karena barang A naik lebih cepat dari barang B, kekayaan si A naik secara relatif terhadap kekayaan si B. Ini bukan akibat kenaikan harga – harga umumnya, tetapi akibat perubahan dalam harga – harga


(26)

relatif. Tetapi kekuatan inflasi mengakibatkan perubahan – perubahan harga relatif yang lebih bedar daripada perubahan yang disebabkan oleh pergeseran dalam kurva – kurva permintaan dan penawaran dalam suatu perekonomian yang stabil. Ada harga – harga yang berubah dengan cepat sekali akibat tekanan inflasi dan ada juga lainnya yang “ bergetah “ . Misalnya, upah pegawai negeri tidak dapat dinaikkan kecuali dengan keputusan DPR tetapi harga – harga barang di pasar dapat berubah setiap waktu.(Sukirno,2006)

2.2.2. Jenis – Jenis Inflasi

Ada tiga golongan pengklasifikasian jenis – jenis inflasi yaitu berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut, sumber – sumber penyebabnya, dan asalnya, Yakni :

a. Golongan inflasi berdasarkan atas parah tidaknya inflasi atau besarnya tekanan inflasi

1. Inflasi ringan (creeping inflation)

Laju inflasi dibawah 10 % per tahun. Ditandai dengan kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.

2. Inflasi sedang (antara 10 % - 30 % per tahun)

Ditandai dengan kenaika harga yang lebih cepat dari inflasi ringan dan perlu diwaspadai dampaknya bagi perekonomian.


(27)

Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang – kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga – harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari harga – harga minggu atau bulan sebelumnya.

4. Hyper inflasi atau run away inflation (diatas 100 % per tahun)

Inflasi ini paling parah akibatnya dimana masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga cenderung untuk ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja karena pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia harus mencetak uang untuk menutupinya.

b. Golongan inflasi berdasarkan atas sumber penyebab inflasi, yang dibedakan atas: 1. Inflasi tarikan permintaan (demand full inflation) atau inflasi permintaan (demand

inflation)

Inflasi tarikan permintaan (demand full inflation) atau inflasi permintaan (demand

Inflation), yaitu inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbsgai barang

terlalu kuat.

2. Inflasi dorongan biaya (cosh push inflation) atau inflasi penawaran (supply inflation) Inflasi dorongan biaya atau inflasi penawaran, yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi.


(28)

3. Inflasi campuran (mixed inflation), yaitu inflasi yang unsur penyebabnya berupa campuran antara tarikan permintaan dan inflasi dorongan biaya. Walaupun sering terjadi inflasi yang murni adalah inflasi tarikan permintaan atau murni dorongan biaya tetapi setelah dampaknya mulai terasa dalam perekonomian dapat menyebabkan terjadinya inflasi campuran.

c. Golongan inflasi berdasarkan atas asal penyebab inflasi, yang dibedakan atas : 1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).

Inflasi ini timbul bisa disebabkan defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru dan lain sebagainya.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan harga – harga di luar negeri atau di negara – negara yang mempunyai hubungan dagang antara negara yang satu dengan negara lainnya. Kenaikan harga barang – barang yang kita impor dapat mengakibatkan secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian barang – barang yang tercakup didalam nya berasal dari impor, secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang mengunakan bahan mentah atau mesin – mesin yang harus diimpor, dan demikian akan menaikkan harga jual barang di dalam negeri. Selain itu, kenaikan harga barang – barang impor juga secara tidak langsung mengakibatkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada kemungkinan kenaikan harga


(29)

barang – barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swastanyang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut.(Adityawan,1986)

2.2.3. Efek Inflasi

Distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi dan produk nasional dapat dipengaruhi oleh inflasi. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut juga dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan faktor nasional masing –masing disebut dengan efficiency dan output effect.

2.2.3.1. Efek terhadap pendapatan

Efek terhadap pendapata sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada juga yang diuntungkan oleh adanya inflasi. Seorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seseorang yang pendapatannya tetap Rp1.000.000,00 per tahun sedangkan laju inflasi sebesar 20 % akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp 200.000,00.

Demikian juga orang yang menumpuk kekayaanya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian oleh karena adanya inflasi, sebalinya pihak – pihak yang mendapat keuntungan


(30)

oleh karena adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan persentase lebih besar dari laju inflasi. Dengan adanya serikat buruh yang menuntut kenaikan upah yang persentasenya lebih besar dari laju inflasi, dapat juga menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2.2.3.2. Efek terhadap efisiensi (efficiency effect)

Pada alokasi faktor – faktor produksi dapat juga mengalami perubahan oleh karena adanya inflasi. Perubahan ini dapat terjdi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Walaupun tidak ada jaminan bahwa alokasi produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi. Namun kebanyakan para ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat menyebabkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.

2.2.3.3. Efek terhadap output (output effect)

Didalam menganalisa kedua efek diatas digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan agar supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distrbusi


(31)

pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu. Inflasi mungkin dapat menaikkan produksi, alasanya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntugan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi terlalu tinggi dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi tinggi, nilai uang riil turun secara drastic, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produkdi barang. Dengan demikaian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi bias dibarengi dengan kenaikan output, tetapi juga dibarengi dengan penurunan output.(Sigit,

2000)

2.3. Kurs ( Nilai Tukar Mata Uang)

Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang ( exchange rate ).

Kurs juga dapat didefenisikan sebagai harga satu unit mata uang domestik dalam satuan valuta asing.

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhadap


(32)

mata uang lainnya. Umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti USD, JPY, EURO, dan AUD.

Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap nilai mata uang lainnya. Umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang seperti rupiah-Indonesia, baht-Thailand, dan rupee-India.

Total valas yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara disebut juga sebagai cadangan devisa. Cadangan tersebut dapat diketahui dari posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya. Makin banyak devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti akan makin besar kemampuan negara tersebut dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan makin kuat pula nilai mata uang negara tersebut.(Paul, 1992)

Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar terhadap neraca transaksi berjalan maupun bagi variable – variable makroekonomi lainnya. Oleh karena itulah, kurs yakni harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, juga merupakan sebuah harga aktiva atau harga asset (asset price), sehingga prinsip – prinsip pengaturan harga asset – asset lainnya juga berlaku dalam pengaturan kurs. Aktiva atau asset adalah suatu bentuk kekayaan, atau suatu cara pengalihan daya beli di masa sekarang menjdi daya beli di masa mendatang. Maka dari


(33)

itu, harga dari suatu asset yang berlaku saat ini langsung berkaitan dengan barang dan jasa yang diinginkan pihak pembeli di masa mendatang. Hal yang sama juga berlaku terhadap kurs.

Mengingat setiap mata uang selalu menghadapi kemungkinan penurunan nilai tukar atau depresiasi terhadap mata uang – mata uang lainnya, atau sebaliknya mengalami kenaikan nilai tukar (apresiasi), maka kalangan keuangan internasional lebih suka menggunakan indikator kurs efektif. Kurs efektif (effective exchange rate) adalah rata – rata kurs antara mata uang domestik dengan mata uang dari sejumlah negara lain yang menjadi mitra – mitra dagang terpentingnya. Jadi, faktor yang diutamakan adalah arti penting relatif hubungan dagang antara satu negara dengan sejumlah negara lainnya yang menjadi mitra dagangnya yang terbesar.(Dominick, 1997)

2.3.1. Sistem Kurs

Pada masa kini hampir seluruh negara yang ada di dunia tidak menggunakan sistem kurs yang murni. Negara-negara yang melakukan hubungan ekonomi internasional dengan negara lain menggunakan sistem kurs campuran yang memadukan sebagian karakteristik sistem kurs baru dan sebagian lagi dengan sistem kurs mengambang yang masing-masing memiliki komposisi paduan karakteristik yang berbeda.

Sistem kurs campuran antara lain: a. Sistem kurs terbatas.


(34)

Sistem kurs ini biasanya memungkinkan fluktuasi kurs sampai batas tertentu. Sistem kurs yang didasarkan pada batas-batas fluktuasi atau sistem kurs terbatas dimana negara-negara dapat menentukan sendiri nilai patokan kursnya, kemudian membiarkan mata uangnya bergerak di atas/di bawah nilai patokan tersebut secara terbatas. Kelebihan dari sistem kurs terbatas adalah dimana otoritas moneter di berbagai negara masih tetap memungkinkan untuk melakukan intervensi. Otoritas moneter hanya perlu sesekali melakukan intervensi terhadap pasar valuta asing apabila kurs mata uang domestiknya bergerak terlalu jauh sehingga cenderung melampaui batas-batas yang telah ditetapkan.

b. Sistem kurs baku yang dapat disesuaikan.

Sistem kurs baku yang dapat disesuaikan (adjustable peg system) lebih menitikberatkan pada nilai patokan kurs daripada batas-batas nilai inflasi. Dalam sistem ini yang sering diubah ialah nilai patokannya sehingga sistem ini mengirim uang bagi negara-negara untuk melakukan devaluasi ataupun revaluasi (mengoreksi neraca pembayaran).

c. Sistem kurs baku merayap.

Dalam sistem ini nilai patokan masih boleh diubah. Namun setiap perubahan diusahakan sekecil mungkin. Sistem ini memungkinkan dilakukannya perubahan nilai patokan dalam frekuensi tinggi bahkan secara berkala. Misalnya, sekali


(35)

dalam sebulan perubahan ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai tingkat ekuilibrium.

d. Sistem kurs mengambang terkendali.

Fluktuasi kurs yang terlalu tajam atau terlalu sering terjadi cenderung makin surutnya arus perdagangan dan investasi internasional. Dalam system kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) ini, otoritas moneter di masing-masing negara dibebani kewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pasar-pasar valas dalam rangka mendukung inflasi jangka pendek dan mencegah kecenderungan jangka panjangnya. Dalam sistem kurs ini masih diperlukan adanya cadangan internasional sedangkam dalam sistem kurs mengambang bebas tidak diperlukan cadangan internasional karena ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran secara otomatis dikoreksi oleh perubahan-perubahan kurs. Koreksi ini dapat berjalan secara lancar apabila pasar valas bersifat stabil sehingga intervensi pemerintah maupun cadangan internasional sama sekali tidak diperlukan.(Paul, 1992)

2.3.2. Arbitrase

Kurs antara dua mata uang bisa dibuat sama diberbagai pusat moneter melalui arbitrase ( arbitrage ). Istilah ini mengacu pada praktek pembelian suatu mata uang disebuah pusat moneter dimana harganya lebih murah, untuk kemudian segera dijual


(36)

kembali di pusat moneter lainnya yang menawarkan harga lebih mahal, dalam rangka mencetak keuntungan dalam jangka pendek.

Sebagai contoh, jika harga poundsterling dalam satuan dolar adalah $ 1,99 ( artinya kita memerlukan $ 1,99 untuk membeli £ 1 ) di New york, sedangkan kurs yang berlaku di London adalah $ 2,01, maka pelaku arbitrase ( biasanya adalah pialang valuta asing atau sebuah bank komersial ) akan membeli poundsterling seharga $ 1,99 di New York dan segera menjualnya kembali di London seharga $ 2,01, sehingga dalam waktu singkat ia memperoleh keuntungan sebesar $ 0,02 untuk setiap poundsterling. Begitu kegiatan arbitrase berlangsung, kurs antara dua mata uang cenderung mendekat, sehingga sama besarnya di dua pusat moneter yang terkait.(Paul, 1992)

2.3.3. Kurs Spot dan Kurs Berjangka

Semua transaksi valuta asing berlangsung secara seketika atau langsung. Artinya kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan bank mereka serta melaksanakannya secepat mungkin. Kurs yang melandasinya bersifat seketika (on the pot). Jenis transaksi valuta asing yang paling dikenal adalah pembayaran dan penerimaan valuta asing yang terlaksana dalm dua hari kerja setelah disepakatinya transaksi tersebut. Periode selama dua hari kerja tersebut dimaksudkan untuk memberikan waktu yang memadai bagi kedua belah pihak guna megadakan pengaturan dan memberikan instruksi – instruksi pendebetan dan pengkreditan rekening mereka pada bank – bank yang terkait, baik itu yang


(37)

berada di dalam maupun yang di luar negeri. Tipe transaksi seperti ini lazim disebut sebagai transaksi spot (spot transaction).

Disamping transaksi spot tersebut, terdapat pula transaksi – transaksi berjangka. Adapun yang disebut sebagai transaksi berjangka (forward transaction) adalah kesepakatan yang dicapai pada hari ini untuk membeli sejumlah valuta asing yang penyerahannya dilakukan di masa mendatang berdasarkan tingkat nilai kurs yang disepakati hari ini. Kurs yang disepakati pada hari ini namun baru berlaku beberapa waktu kemudian itulah yang disebut sebagai Kurs Berjangka (forward rate). Kurs berjangka dalam kondisi ekuilibrium (equilibrium forward rate) ditentukan oleh perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran pasar valuta asing khusus untuk penyerahan di masa mendatang. Adapun tingkat –tingkat permintaan dan penawaran kurs berjangka itu biasanya bersumber dari praktek – praktek pemagaran resiko kurs (hedging), praktek spekulasi, dan juga dari tindakan – tindakan arbitrase suku bunga terselubung (covered interest rate arbitrage).(dominick,

1997)

2.3.4. Teori – teori kurs

a.Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap pembentukan Kurs

Salah satu model kurs tradisional yang sangat penting didasarkan pada kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar Negara. Artinya, model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya


(38)

perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Itulah sebabnya model ini lazim disebut sebagai Pendekatan Perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs (elasticity approach to exchange rate

determination). Menurut pendekatan ini kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan

menyeimbangkan nilai ekspor dan impor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam system kurs mengambang yang berlaku pada saat ini.

Peningkatan kurs atau penurunan nilai mata uang tersebut akan membuat harga dari beberapa komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan brbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal penduduk domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (impor sama dengan ekspor).

b. Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs

Pendekatan ini mempostulasikan atau menyatakan bahwa kues tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing – masing negara.


(39)

Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otorita moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riil negara tersebut, atau tingkat harga – harga umum yang berlaku serta suku bunga.

Semakin tinggi pendapatan riildan harga – harga yang berlaku di negara tersebut, maka akan semakin besar pula permintaan akan uang di negara tersebut karena setiap individu dan perusahaan memerlukan lebih banyak uang untuk membiayai transaksi hariannya. Di lain pihak, semakin tinggi suku bunga yang ada, maka akan semakin besar biaya

opportunitas penyimpanan uang (uang tunai atau simpanan yang tidak menghasilkan bunga) sehingga setiap orang akan memilih asset atau sekuritas yang menghasilkan bunga seperti obligasi atau deposito perbankan. Itu berarti, tingkat permintaan uang memiliki hubungan terbalik dengan besaran atau tingkat bunga.

c. Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Pembentukan Kurs

Pendekatan ini merumuskan kesimpulan yang menyatakan kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong terjadinya kemerosotan suku bunga di negara yang bersangkutan, sehingga akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri.

Pembelian secara besar – besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya, depresiasi itu merangsang peningkatan ekspor suatu negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya. Pada


(40)

gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi negara domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya.

d. Mekanisme Pasar Valas

Bursa atau pasar valas diartikan sebagai suatu tempat atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan atau penawaran atas valas.

Misalnya, Indonesia ingin mengimpor barang konsumsi dari Cina seharga US$ 1050 juta. Karena pembayaran harus dilakukan dalam bentuk US$, maka Indonesia sebagai importir, Indonesia harus menggunakan cadangan devisanya untuk melakukan pembayaran dalam bentuk US$ tersebut. Jumlah nilai yang dibayarkan Indonesia terhadap Cina harus sesuai dengan kurs US$ yang berlaku pada waktu tersebut.

Transaksi penjualan dan pembelian kurs valas dapat dilakukan dengan cara spot

rate-spot market dan forward rate-forward market. Spot market adalah bursa valas dimana

dilakukan transaksi jual dan beli valas dengan kurs spot dalam jangka waktu 2 x 24 jam.

Spot market diartikan sebagai suatu bursa valas setempat, misalnya di Jakarta, Tokyo, New

York, Paris, Hong Kong, dan di tempat lain, dimana berlaku spot rate, yaitu nilai kurs valas yang berlaku di tempat-tempat tersebut untuk jangka waktu maksimum 2x24jam. Pada umumnya international spot transaction interbank market untuk US$ dapat berlangsung dengan cara cepat (online and real time) karena diselenggarakan atau diselesaikan


(41)

dengan sistem komputer yang dikenal dengan CHIPS (Clearing House Interbank Payments

System) yang dioperasikan oleh New York Clearing House Association.

Sedangkan nilai kurs yang ditetapkan sekarang atau saat ini disebut dengan kurs

forward, dimana kurs forward ini digunakan dalam kurs market sehingga transasksi

pembelian dan penjualan valas diberlakukan untuk waktu yang akan datang (future period) antara lebih dari 2 x 24jam hingga biasanya satu tahun atau 12 bulan.

Forward rate dan forward market ini timbul karena adanya ketidakpastian dan

fluktuasi kurs, terutama semenjak berlakunya sistem kurs mengambang (floating exchange

rate system) setelah Dekrit presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971 yang antara lain

menyatakan bahwa nilai mata uang US$ tidak dikaitkan lagi dengan emas. Sebelumnya berdasarkan persetujuan Bretton Woods tahun 1944, sistem moneter internasional didasarkan pada sistem kurs tetap atau (fixed exchange rate system) dimana US$ dapat ditukardan dijamin sepenuhnya dengan emas dengan ketentuan US$35 sama dengan satu ons emas.

Semenjak diberlakukan sistem kurs mengambang tersebut maka banyak perusahaan dan perbankan, termasuk badan usaha pemerintah yang mengunakan forward market untuk mengadakan forward contact guna melindungi transaksi perdagangan dan keuangan internasionalnya dari resiko kerugian serta para pedagang valas yang mencari keuntungan dari fluktuasi kurs. Ada empat pelaku transaksi dalam pasar valas dilihat dari tingkatan yang berbeda, yaitu:


(42)

a. Pada tingkatan yang pertama yaitu para pelaku transaksi tradisional seperti wisatawan, importir, eksportir, investor dan sebagainya yang melakukan transaksi secara langsung.

b. Pada tingkatan yang kedua yakni bank-bank komersial yang bertindak sebagai perantara atau lembaga kliring atau antara pemakai atau sumber permintaan/para penghimpun sumber penawaran valas. Bank-bank komersial merupakan inti atau pusat pasar valas karena hampir semua transaksi internasional dalam nilai yang cukup besar melibatkan kegiatan pencatatan debet ataupun kredit pada bank-bank komersil di berbagai pusat keuangan dunia. Perdagangan valas di sesama bank disebut interbank trading yang nilainya cukup besar sehingga menjadi kegiatan utama dalam pasar valas.

c. Pada tingkatan ketiga adalah para pialang valas yang bertindak sebagai perantara pada bank-bank komersial untuk menukarkan berbagai jenis mata uang di kalangan bank-bank itu sendiri. Mereka berperan utama dalam pasar antar bank atau pasar mata uang asing berskala besar.

d. Pada tingkatan keempat adalah bank sentral yang bertindak sebagai pembeli dan penjual valas pada suatu negara. Peranan bank sentral adalah untuk mengurangi atau menambah cadangan valas atau sewaktu-waktu melakukan intervensi di pasar valas dengan tujuan untuk menstabilkan kurs.(Ahmad, 2001)


(43)

Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal diciptakan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan.

Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar

permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor turun, maka permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar.

b. Faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka

semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.

c. Kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh

spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.


(44)

Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan

jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Sebaliknya, jika ekspor menurun, maka jumlah valuta asing yang dimiliki semakin menurun sehingga nilai tukar juga cenderung mengalami depresiasi.

b.Faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka

nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan utang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (Portfolio Investment) dan investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment).

2.3.5. Sistem Bretton Woods

Satu pelajaran yang diperoleh dari tahun 1930 bahwa sistem nilai tukar yang berfluktuasi bebas ataupun system nilai tukar tetap akan dimungkinkan setiap Negara dapat melakukan devaluasi untuk memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya, walaupun tindakan devaluasi ini tidak pasti memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya. Untuk mencapai suatu sistem nilai tukar yang tertib agar memudahkan arus bebas perdagangan setelah Perang Dunia II, maka banyak wakil berbagai negara mengadakan pertemuan di


(45)

Bretton Woods tahun 1944 yang disponsori oleh Amerika Serikat dan Inggris. Sistem Bretton Woods memiliki tiga sasaran pokok, yaitu:

a. Menciptakan seperangkat aturan yang akan memelihara nilai tukar tetap dalam waktu jangka pendek.

b. Menjamin bahwa perubahan nilai tukar (nilai tukar mata uang suatu negara) akan dapat dilakukan bilaman terjadi defisit ataupun surplus yang mendasar pada neraca pembayarannya.

c. Memastikan bilamana terjadi devaluasi pada suatu negara tidak akan diikuti oleh devaluasi pada negara lain, sehingga persaingan devaluasi antar negara dapat dihindarkan.

Sifat yang mendasari system ini adalah Dollar Amerika Serikat, dimana Dollar ini akan disimpan oleh negara lain sebagai valuta asing yang dapat ditukar langsung dengan emas pada harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Sedangkan pemerintah negara lain menetapkan harga mata uang negaranya dan membandingkannya dengan US Dollar. Dasar inilah yang membuat sistem ini merupakan standar emas karena mata uang asing (US$) secara langsung atau tidak langsung dapat ditukarkan dengan emas. Bila mata uang suatu negara mengalami penawaran yang lebih besar, penguasa moneter akan menjual emas, dollar dan poundsterling. Sebaliknya, jika suatu negara mengalami permintaan yang lebih besar, penguasa moneter akan membeli emas, dollar dan poundsterling.


(46)

Sistem Bretton Woods bekerja cukup baik selama hampir 20 tahun, kemudian sistem ini dikacaukan oleh serangkaian krisis yang mencerminkan kelemahan sistem ini. Runtuhnya sistem ini disebabkan oleh:

a. Spekulasi Poundsterling Inggris.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an ekonomi Inggris lebih rawan mengalami inflasi dibandingkan ekonomi Amerika dan neraca pembayaran Inggris mengalami defisit. Para pemegang poundsterlingpun merasa kuatir, mereka beranggapan bahwa pemerintah Inggris tidak mampu menjaga konvertibilitas pound terhadap dollar dengan nilai tukar tertentu. Sehingga timbullah gerakan spekulasi untuk menjual mata uang ini sebelum mata uang ini didevaluasi. Tahun 1967, pounds didevaluasi di tengah krisis spekulasi. Banyak negara yang mengalami defisit mengikuti jejak devaluasi ini.

b.Spekulasi Dollar Amerika Serikat.

Dalam sistem Bretton woods, apabila Amerika melakukan devaluasi terhadap mata uangnya maka akan mengakibatkan naiknya harga emas terhadap dollar. Devaluasi ini didorong oleh defisitnya neraca pembayaran Amerika tahun 1967 sehingga menghasilkan spekulasi. Pada tahun 1968, negara pedagang utama terpaksa berhenti mematok harga emas di pasar bebas, akibat tekanan spekulasi untuk membeli emas yang tidak dapat ditahan. Sehingga terjadi dua harga emas yaitu harga emas resmi dipergunakan penguasa moneter untuk menyelesaikan utang dengan mentransfer emas dan harga emas pasar bebas yang ditentukan oleh kuatnya permintaan dan penawaran swasta tanpa campur tangan bank


(47)

sentral. Dengan adanya harga emas pasar bebas ini, maka para spekulan beralih ke mata uangnya yang nilainya masih rendah terhadap US$ sehingga kemampuan bank sentral untuk mempertahankan nilai tukar yang telah dipatok dalam menghadapi arus dana yang cepat sangat diragukan.(Dominick, 1997)

2.4. Suku Bunga

Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bias juga dipandang sebagai sewa atau penggunaan uang untuk jangka tertentu.

Harga atas penggunaan uang biasanya dinyatakan dalam % dalam jangka waktu tertentu misalnya 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan. Harga penggunan uang perunit waktu disebut “ tingkat bunga “.

Naik turunya tingkat bunga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan uang. Tingkat bunga cenderung naik / meningkat bila permintaan debitur / pinjaman lebih besar daripada jumlah uang / dana yang ditawarkan kreditur (kreditur biasanya bank – bank dan LKBB). Sebaliknya tingkat suku bunga cenderung menurun bila permintaan debitur lebih kecil daripada jumlah uang / dana yang ditawarkan kreditur. Dalam keadaan tingkat bunga tinggi maka individu cenderung menabung / menyimpan atau mendeposito uang nya di bank. Dalam teori Keynes secara sederhana diformulasikan bahawa saving atau tabungan


(48)

merupakan fungsi atau ditentukan tingkat pendapatan, dan dapat ditulis dengan persamaan : S = Y – C, maksudnya tabungan merupakan bahagian pendapatan yang tidak dikonsumsi. Selanjutnya Keynes merumuskan dengan fungsi S = F (Y). Menurut Sir. John R. Hicks dirimuskan bahwa S = F (i . Y), maksudnya besar kecilnya tabungan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga dan besar kecilnya tingkat pendapatan. Jadi semakin tinggi tingkat suku bunga, masyarakat cenderung menabung sehingga jumlah tabungan lebih besar. Sebaliknya, bila tingkat suku bunha rendah, masyarakat akan mengurangi tabungannya di bank, atau bahkan mereka meminjam kredit dari bank untuk investasi atau usaha produktif lainnya.(Susono, 1990)

Dalam proses pembentukan tingkat suku bunga, penguasa moneter dimanapun selalu memperhitungkan besarnya inflasi bukan sebaliknya. Ada beberapa teori yang menerangkan mengenai terjadinya tingkat bunga :

a. Teori klasik

Menurut teori ini bunga adalah harga dari penggunaan dana yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund). Harga ini terjadi di pasar dana investasi, istilah pasar dana investasi dapat dijelaskan bahwa dalam suatu periode ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan yang melebihi kebutuhan konsumsi. Masyarat tersebut kemudian menabungkan kelebihan pendapatannya, dari jumlah seluruh tabungan mereka akan supply penawaran akan loanable fund. Dilain pihak di periode yang sama ada anggota masyarakat atau pengusaha yang memerlukan dana untuk investasi. Keseluruhan dari investasi atau


(49)

keseluruhan mereka akan dana membetuk permintaan akan loanable fund. Selanjutnya penabung dan investor ini bertemu di pasar loanable fund dari proses tawar – menawar antara mereka, akhirnya akan dihasilkan tingkat bunga keseimbangan sebagai harga dari

loanable fund yang digunakan oleh para investor.

b. Teori Keynes

Teori yang dikemukakan oleh Keynes ini lebih dikenal dengan Liquidity Preference, menurut teori ini bahawa ada tiga motif mengapa oran mememgang uang tunai, yakni :

a. Motif Transaksi (Transaction Motive)

b. Motif berjaga – jaga (Precautionary Motive)

c. Motif Spekulasi (speculation Motive)

Tiga motif inilah yang menimbulkan permintaan akan uang atau dikenal dengan

Liquidity Prreference. Teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa orang pada

umumnya menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi ketiga motif tersebut.

Preference (keinginan) untuk tetap liquid inilah yang membuat orang bersedia membayar

harga tertentu untuk penggunaan uang. Teori Keynes umumnya menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang untuk Speculation Motive. Permintaan uang akan tinggi bunga rendah dan sebaliknya permintaan uang akan rendah bila tingkat bunga tinggi. Setiap bank hendaknya dapt mempertahankan suku bunga deposito yang bersaing dengan yang diberikan oleh bank lain. Hal ini menjadi sangat penting dalam menarik


(50)

deposan baru dan mempertahankan deposan yang sudah ada. Hal ini terutama kalau suku bunga pasar berada pada tingkat yang relatife tinggi. Bank pemerintah dalam hal ini untuk mendapatkan dana tidak hanya bersaing dengan bank swasta, tetapi juga dengan lembaga simpan pinjam, dana pasar uang dan badan yang mengeluarkan surat berharga lainnya di pasar uang.(Srimulyani, 1998)

2.5. Net Ekspor

2.5.1. Pengertian Ekspor

Alasan suatu negara melakukan ekspor adalah untuk meningkatkan kekkayaan

negara yang berarti pula meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. (Soekartawi 1991 : 123)

Menurut Todaro (1983 : 620), ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memeberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri – industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga social yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktifitas perdagangan antar bangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara – negara yang lebih maju.


(51)

Menurut G.M. Meier dan Baldwin, ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan dalam sektor industri, sehingga mendorong dalam industtri lain, sehingga mendorong sector lainnya dari perekonomian.

Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bias dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain :

a. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dapat dijual ke luar negeri.

b. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

c. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri karena harga di pasar dunia lebih menguntungkan.

d. Adanya barter antara produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

e. Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.5.2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ekspor

Menurut Soekartawi, faktor – faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan ekspor adalah :


(52)

a. Quota ekspor – impor yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas (jumlah) barang ekspor.

b. Kebijakan tarif dan non tariff. Kebijakan tariff adalah untuk menjaga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendoronng pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tariff adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

c. Harga internasional. Makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi lebih banyak.

d. negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negeri itu di pasar internasional menjadi lebih mahal. Sebaliknya, makin rendah nilai mata uang suatu negara (mengalami depresiasi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.(Amir, 2000)

2.5.3. Kebijaksanaan Ekspor

Tujuan dari kebijaksanaan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran atau tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain

a. Kebijakan devaluasi, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat


(53)

kebijakan ini, harga barang – barang ekspor tersebut menjadi lebih murah di luar negeri dan dapat bersaing dengan produk aingan dari negara lain. Sedangkan harga barang – barang impor bagi negara tersebut menjadi mahal. Akibatnya, hasrat mengimpor dapat ditekan sebagai upaya penghematan pengunaan devisa. Akan tetapi, bila kebijakan ini sering dilakukan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat internasional terhadap negara tersebut karena merugikan Negara lain untuk berkompetisi di pasar internasional.

b. Subsidi ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kapada para produksi, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan membuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan dengan negara lain.

c. Diversifikasi ekspor, yakni kegitan penganekaragaman hasil ekspor. Hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja, tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya.(Amir, 2000)

2.5.4. Aneka Cara Ekspor

Dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :


(54)

a. Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kapada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan peraturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang diperoleh dariekspor ini dapat dijual kepada Bank Indonesia, sedang eksportir menerima pembayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penetapan nilai lawan kurs ( kurs valuta ) valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau dapat juga dipakai oleh eksportir.

b. Barter

Yang dimaksud dengan barter adalah pengiriman barang – barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Dalam hal ini berarti pengriman barang, tidak memerima pembayaran dalm mata uang asing, tapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah.

Sistem barter ini masih diteruskan dalam pergaulan antar bangsa dalam jaman modern dan dikenal dengan aneka istilah, seperti :

1. Direct Barter, yang dimaksud dengan “ direct barter “ atau barter langsung

merupakan sistem pertukaran barang dengan barang dengan mempergunakan alat “ penentu nilai “ atau lazim disebut dengan “ denominator of value “ suatu mata uang asing seperti Dolar Amerika, dan penyelesaian dilakukan melalui “ clearing “ pada


(55)

neraca perdagangan antara kedua negara yang bersangkutan. Sistem direct barter ini banyak dikembangkan untuk menampung kegiatan perdagangan internasional antara negara – negara sosialis dengan negara industri barat (kapitalis barat). Transaksi direct barter ini biasanya dilakukan melalui bank yang mempunyai staf ahli yang bergiat dalam perdagangan barter ini.

2. Switch Barter, disebut juga barter alih adalah bilamana salah satu pihak tidak

mungkin memanfaatkan sendiri barang yang diterimanya dari pertukaran itu, maka negara pengimpor itu dapat mengalihkan (switching) barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkan.

3. Counter Purchase, atau imbal beli atau lazim juga disebut dengan counter – trade

adalh suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Misalnya, suatu negara yang menjual suatu produk kepada negara lain harus membeli pula suatu produk negara tersebut atau dengan mengaitkan ekspor dengan impor. Perdagangan jenis ini dikenal sebagai counter purchase frame agreement.

4. Buy – Back Barter, atau barter beli kembali adalah suatu system penerapan alih

teknologi dari suatu negara maju kepada negara yang berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang, yang nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.


(56)

Yang dimaksud dengan konsinyasi adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Di dalam hal pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu di luar negeri.

Cara penjualan di luar negeri dapat dilaksanakan dengan penjualan di pasar bebas, atau juga mungkin dengan mengikutsertakan barang tersebut di dalam pelelangan atau yang biasa disebut juga pada “Commodities Exchange”. Commodities Exchange ini atau bursa hasil bumi terdapat di pusat pasar dunia seperti pada hasil bumi di London terdapat London

Commodities Exchange, dimana hasil bumi dari berbagai negara dilelang atau dimasukkan

di dalam Commodities Action.

d. Package - Deal

Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi terutama di negara-negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara. Pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan di negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi.


(57)

Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat banyak, apalagi peraturan yang berlaku.

Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku dapat dianggap sebagai usaha penyelundupan atau

smuggling.

Penyelundupan dapat dibagi dalam garis besarnya menjadi dua bagian, antara lain: • Yang seluruhnya dilakukan secara ilegal.

• Penyelundupan administratif yang dilakukan dengan cara membonceng pada prosedur yang legal.

Sebelum dilakukan konfrontasi dengan Malaysia, sering terjadi adanya penyelundupan dari hasil bumi seperti karet dari daerah Kepulauan Riau ke Malaysia dan Singapore. Hal ini dapat dipandang sebagai penyelundupan ilegal. Tetapi ada pula penyelundupan yang dilakukan dengan membonceng pada prosedur yang legal. Manipulasi dalam mutu barang, kuantum, dalam ongkos angkut, dalam cara pengepakan barang ekspor dapat dimasukkan ke dalam kategori penyelundupan tidak kentara atau juga disebut penyelundupan administratif.

Agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang-kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono, 1996:23), antara lain:


(58)

a.Daya saing sesama negara produsen yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produksi serta mutu dari komoditi.

b.Tindak tanduk dan taktik serta teknik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan.

c.Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis.

d.Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi.

Sementara itu, menurut Soedrajad Djiwandono (1992:56), keberhasilan dalam peningkatan ekspor tergantung oleh tiga faktor, antara lain:

a.Perkembangan ekspor dan perdagangan dunia terutama mitra dagang dan negara-negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap perdagangan dunia serta terbukanya kesempatan akses ke pasar negara-negara tersebut, misalnya Amerika Serikat.

b.Iklim usaha yang baik yakni iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional. Penciptaan iklim ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan dan pengurangan berbagai bentuk pengaturan berupa perizinan,


(59)

pembatasan serta terbinanya kerjasama yang terpadu antara berbagai instansi terkait dalam peningkatan ekspor.

c.Perilaku dan kemampuan serta kesiapan dunia usaha dalam bersaing merebut pasar di luar negeri.(Amir, 2000)

2.6. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.6.1. Kerangka konseptual penelitian

Ada banyak variable yang mempengaruhi Neraca Pembayaran suatu negara, namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah nilai Ekspor, Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar, sedangkan variable lainnya dianggap konsatan.

PY1X1

PY2X1

PY1X2

PY2Y1

Nilai Ekspor

Y1

Suku Bunga

X2

Inflasi

X1


(60)

PY2X2

PY1X3

PY2X3

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Penelitian Keterangan :

Pada gambar diatas variabel independent Y1 (nilai ekspor)dipengaruhi oleh variabel – variabel dependent (inflasi- X1, nilai tukar- X2, sukubunga- X3). Variabel independent Y2 (neraca Pembayaran) juga dipengaruhi oleh variabel – varibel) dependent (inflasi- X1, nilai tukar- X2, sukubunga- X3, dan nilai tukar- Y1).

2.6.2. Hipotesis penelitian

Berdasarkan penjelasan kerangka konseptual penelitian dapat diuraikan hipotesis

penelitian adalah sebagai berikut :

a Inflasi, suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif, dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor.

Nilai Tukar

X3


(61)

b.Inflasi mempunyai pengaruh yang negatif, dan suku bunga, nilai tukar mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca pembayaran.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang analisis faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi neraca pembayaran Indonesia. Pembahasan dan analisis lebih difokuskan kepada perkembangan neraca pembayaran Indonesia dalam kurun waktu 1985 – 2007 (23 tahun).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan (data ; Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, net Ekspor) dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yang diperoleh dari publikasi resmi dalam bentul literatur (buku-buku), dan beberapa sumber atau instansi yaitu Kantor Bank Indonesia (KBI) Medan, Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara dan dari beberapa bahan – bahan bacaan yang berkaitan dengan penelitian. Data beberbentuk data kala berkala (time series) dalam kurun waktu 23 tahun.

3.3. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer SPSS 16 untuk mengolah data dalam penulisan ini.


(63)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan metode pengumpulan data sekunder dengan mencatat langsung dan mengkopi dari laporan – laporan tahunan langsung ke sumber data perpustakaan Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) penelitian kepustakaan yaitu seperti buku yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.5. Model Analisis Data

Spesifikasi model analisis yang akan dijadikan sebagai model penelitian merupakan fungsi matamatis dengan parameter berbentuk linier. Metode analisis yang dipakai adalah metode Kuadarat Terkecil Biasa (ordinary least square / OLS). Hubungan antara variabel – variabel indenpenden dengan variabel dependent dirumuskan dalam fungsi sebagai berikut :

Nilai ekspor = f (Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar)

Untuk menganalisis persamaan diatas maka persamaan tersebut diubah dalam bentuk model analisis jalur Path Analysis, sebagai berikut :


(64)

Dimana :

Y1 = Nilai Ekspor (US $) X1 = Inflasi (%) X2 = Suku Bunga (%) X3 = Nilai Tukar (Rp / US $)

Neraca Pembayaran = f (Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar)

Untuk menganalisis persamaan diatas, maka persamaan tersebut diubah dalan model analisis jalur Path analysis, sebagai berikut :

Y2 = PY2X1 + PY2X2 + PY2X3 Dimana :

Y1 = Nilai Ekspor (US $) X1 = Inflasi (%) X2 = Suku Bunga (%)

X3 = Nilai Tukar (Rp / US $)


(65)

Untuk menganalisis persamaan diatas maka persamaan tersebut diubah dalam model path analysis sebagai berikut :


(66)

3.5.1. Kerangka Model Analysis Jalur ( path analysis )

Kerangka Model Analysis Jalur (path analysis) dalam penelitian ini digambarkan

sebagai berikut :

3.5.1.1. Direct Effect

(PY1X1)

(PY2X1)

(PY1X2)

(PY2X2)

(PY1X3)

(PY2X3)

Gambar 3.1. Direct effect

Pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel – variabel terikat secara langsung, dapat diformulasikan sebagai berikut :

X1 Y1 = PY1X1 X1 Y2 = PY2X1 X2 Y1 = PY1X2 X2 Y2 = PY2X2

Y1

X3 X2

X1


(67)

3.5.1.2. Indirect Effect :

(PY1X1)

(PY1X2)

(PY1X3)

Gambar 3.2. Indirect effect

Pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel – variabel terikat secara tidak langsung melalui variabel Y1, dapat diformulasikan sebagai berikut :

X1 Y1 Y2 = ( PY1X1 ) ( PY2Y1 )

X2 Y1 Y2 = ( PY1X12) ( PY2Y1 )

X3 Y1 Y2 = ( PY1X3 ) ( PY2Y1 )

Y1

X3 X2

X1


(68)

3.5.1.3.Total Effect

Total pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel – variabel terikat, dapat diformulasikan sebagai berikut :

X1 Y1 Y2 = ( PY1X1 ) + ( PY2Y1 )

X2 Y1 Y2 = ( PY1X2 ) + ( PY2Y1 )

X3 Y1 Y2 = ( PY1X3 ) + ( PY2Y1 )

3.5.2. Test of Goodness of Fit

Untuk melihat goodness of fit dari hipotesis tersebut maka perlu dilakukan uji statistik, yaitu:

3.5.2.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien Determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variasi variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan variasi variabel-variabel dependen.

3.5.2.2. Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh antara variabel independen secara individu (parsial) terhadap variabel dependen signifikan atau tidak. Dalam uji ini digunakan prosedur sebagai berikut:

Hipotesis : H0 : bi = b


(1)

Sugiyono, F.X, Neraca Pembayaran : Konsep, metodologi dan Penerapan, PPSK Bank

Indonesia, Jakarta, 2002.

Sukirno, sadono, Makro ekonomi (teori pengantar), PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,

edisi ke 3, 2006.

Teguh, Muhammad. 1999. Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:

P.T. Raja Grafindo.

Triandaru, Sigit, Ekonomi Makro : Pendekatan Kontemporer, Salemba empat, Jakarta

2000.

Waluya, Harry, Ekonomi Internasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1995.

Widodo, T. Susono, Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia,

Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1990.

, Persoalan ekonmi Indonesia, Moneter, Perkreditan, dan Neraca

Pembayaran,. Pustaka Sinar Harapan,. Jakarta,. 1995.

………., Indonesia dalam angka tahun 2005. Badan Pusat Statistik Provinsi

Sumater Utara.

………., Indonesia dalam angka tahun 2007. Badan Pusat Statistik Provinsi


(2)

Lampiran 1

Tabel Data Variabel

Tabel Data Variabel

Tahun

Neraca

Pembayaran

(juta US $)

Inflasi

%

Nilai Tukar

Rupiah

Rp/US $

Suku

Bunga

%

Nilai Ekspor

(juta US %)

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

528

524

1528

755

806

1437

1506

3349

3364

1048

2133

3188

-2459

222

1213

96

-716

6720

7157

5719

623

13780

13723

4,31

8,83

8,9

5,47

5,97

9,53

9,52

4,94

9,77

9,24

8,64

6,47

11,05

77,63

2,01

9,35

12,55

10

5,1

6,4

6,7

5,9

6,3

1130

1649

1655

1737

1905

1901

1992

2062

2110

2200

2308

2383

4650

8025

7100

9595

10400

8940

8465

9290

9830

9020

9419

11,8

13

11,54

15,3

11,64

17,87

18,03

13,79

9,08

11,59

13,34

13,1

17,37

37,84

12,64

14,31

17,63

13,12

8,34

7,29

12,83

9,5

7,83

6060

2246

5391

5513

6456

5352

4801

7022

8231

7901

6533

5948

10074

18429

20641

25042

22696

23513

24562

21552

86995

103528

118014


(3)

Lampiran 2

Inflasi, suku bunga, nilai tukar terhadap nilai ekspor

Inflasi, suku bunga, nilai tukar terhadap nilai ekspor

Model Summaryb

Mode

l R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F Change 1

.709a .503 .424 24702.0102

3 .503 6.401 3 19 .004 .623

a. Predictors: (Constant), sukubunga, kurs, inflasi b. Dependent Variable: eksport

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

95% Confidence Interval

for B Correlations

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

Zero-order Partial Part Tolerance VIF


(4)

inflasi 519.307 819.732 .236 .634 .534 -1196.411 2235.026 -.069 .144 .102 .188 5.316

kurs 5.637 1.557 .622 3.620 .002 2.377 8.896 .652 .639 .586 .887 1.128

sukubunga -2499.453 1966.309 -.467 -1.271 .219 -6614.986 1616.080 -.242 -.280 -.206 .194 5.155

a. Dependent Variable: eksport

Lampiran 3

Inflasi, suku bunga, nilai tukar terhadap nilai neraca pembayaran

Inflasi, suku bunga, nilai tukar terhadap nilai neraca pembayaran

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watso

n R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .700a .490 .410 3158.45071 .490 6.089 3 19 .004 1.406

a. Predictors: (Constant), sukubunga, kurs, inflasi b. Dependent Variable: neracapembayaran

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

95% Confidence

Interval for B Correlations

Collinearity Statistics


(5)

B Std. Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 9839.189 3032.226 3.245 .004 3492.667 16185.711

inflasi 222.598 104.813 .802 2.124 .047 3.222 441.973 -.188 .438 .348 .188 5.316

kurs .322 .199 .281 1.617 .122 -.095 .739 .394 .348 .265 .887 1.128

sukubunga -791.811 251.416 -1.171 -3.149 .005 -1318.032 -265.590 -.453 -.586 -.516 .194 5.155

a. Dependent Variable: neracapembayaran

Lampiran 4

Inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan nilai eksporterhadap nilai neraca

pembayaran

Inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan nilai eksporterhadap nilai neraca pembayaran

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watso n R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change


(6)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watso n R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .821a .674 .601 2595.44657 .674 9.297 4 18 .000 2.090

a. Predictors: (Constant), eksport, sukubunga, kurs, inflasi

b. Dependent Variable: neracapembayaran

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

95% Confidence

Interval for B Correlations

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 7995.775 2558.105 3.126 .006 2621.395 13370.155

inflasi 182.743 87.034 .659 2.100 .050 -.110 365.595 -.188 .444 .283 .184 5.429

kurs -.111 .213 -.097 -.520 .609 -.557 .336 .394 -.122 .-.070 .525 1.906

Sukubunga eksport

-599.987 .077

215.206 .024

-.888 .608

-2.788 3.184

.012 .005

-1052.119 .026

-147.856 .127

-.453 .714

-.549 .600

-.375 .429

.179 .497

5.593 2.011 a. Dependent Variable: