Pengaruh Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara (SUN), Inflasi Dan Cadangan Devisa Terhadap Posisi Neraca Pembayaran Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TINGKAT BUNGA (KUPON) SURAT UTANG NEGARA (SUN), INFLASI DAN CADANGAN DEVISA TERHADAP POSISI NERACA

PEMBAYARAN INDONESIA

OLEH

LAMHOT P FIDELIS 080501032

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ekonomi

Departemen Ekonomi Pembangunan

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Lamhot P Fidelis

NIM : 080501032

Program Studi : Strata-I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara (SUN), Inflasi Dan Cadangan Devisa Terhadap Posisi Neraca Pembayaran Indonesia

Tanggal April 2012

Pembimbing

Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si NIP : 19560112 198503 1 002


(3)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ekonomi

Departemen Ekonomi Pembangunan

BERITA ACARA UJIAN

Nama : Lamhot P Fidelis

NIM : 080501032

Program Studi : Strata-I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara (SUN), Inflasi Dan Cadangan Devisa Terhadap Posisi Neraca Pembayaran Indonesia

Ketua Program Studi

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP : 19710503 200312 1 003

Pembimbing Pembaca Penilai

Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec NIP : 19560112 198503 1 002 NIP : 19730408 199802 1 001


(4)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ekonomi

Departemen Ekonomi Pembangunan

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Lamhot P Fidelis

NIM : 080501032

Program Studi : Strata-I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara (SUN), Inflasi Dan Cadangan Devisa Terhadap Posisi Neraca Pembayaran Indonesia

Tanggal,_________________ Ketua Program Studi

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

NIP : 19710503 200312 1 003

Tanggal,_________________ Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(5)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH TINGKAT BUNGA (KUPON) SURAT UTANG NEGARA (SUN), INFLASI DAN CADANGAN DEVISA TERHADAP POSISI NERACA PEMBAYARAN INDONESIA” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2012

Lamhot P Fidelis NIM : 080501032


(6)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT BUNGA (KUPON) SURAT UTANG NEGARA (SUN),

INFLASI DAN CADANGAN DEVISA TERHADAP POSISI NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yang diperoleh dari publikasi resmi dari beberapa sumber atau instansi yaitu Kantor Bank Indonesia (KBI) Medan, Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, website dan dari bahan-bahan bacaan/terbitan yang berkaitan dengan penelitian. Data dalam bentuk data kala berkala (times series) dari kuartal pertama tahun 2002 hingga kuartal keempat 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat bunga surat utang negara, inflasi dan cadangan devisa dapat menjelaskan variabel neraca pembayaran sebesar 42,55 %. Sedangkan 57,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.

Dari hasil Uji Penyimpangan Klasik, diketahui bahwa data terdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas, dan tidak ada autokorelasi dalam penelitian ini.

Kata Kunci : Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, Inflasi, Cadangan Devisa dan Neraca Pembayaran Indonesia.


(7)

ABSTRACK

EFFECT OF INTEREST (COUPONS) STATE SECURITIES (SUN), INFLATION AND FOREIGN EXCHANGE RESERVES TO BALANCE OF

PAYMENTS POSITION OF INDONESIA

Formulation of the problem in this study is whether the interest rate (coupon) State Securities, inflation and foreign exchange reserves affect the balance of payments of Indonesia.

The hypothesis in this study is the interest rate (coupon) State Securities, inflation and international reserves have a positive influence on the balance of payments Indonesia.

The data used in this study is the type of secondary data obtained from official publications from several sources or agencies, namely the Office of Bank Indonesia (KBI) Medan, the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra province, the website and from reading materials / publications related to the research. When the data in the form of data periodically (times series) from the first quarter 2002 to fourth quarter 2011.

The results showed that the variable interest rate State Securities, inflation and foreign exchange reserves may explain the variable balance of payments of 42.55%. While 57.45% may be explained by other variables.

Deviations from Classical Test results, note that the data are normally distributed, there is no multicollinearity, and no autocorrelation in the study.

Keywords: Interest rate (coupon) State Securities, Inflation, Foreign Exchange Reserves and Balance of Payments Indonesia.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih karunia dan berkat-Nya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Bunga (kupon) Surat Utang Negara, Inflasi dan Cadangan Devisa Terhadap Neraca Pembayaran Indonesia” ini penulis persembahkan secara istimewa kepada Bapak B. Saragih (Alm) dan Ibu A. Sipayung, selaku orang tua penulis, serta keluarga yang selalu memberikan motivasi, doa dan dana dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku Ketua Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan sekaligus juga sebagai dosen Pembaca / Penilai penulis..

3. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE., M.Si., selaku Sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang sekaligus juga sebagai Dosen Pembimbing penulis.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(9)

6. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Medan, April 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Neraca Pembayaran ... 8

2.1.1 Pengertian Neraca Pembayaran... 8

2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran ... 9

2.1.3 Struktur Dasar Neraca Pembayaran ... 9

2.1.4 Mekanisme atau Proses Penyesuaian Neraca Pembayaran ... 11

2.1.5 Bentuk Penyajian Neraca Pembayaran ... 12

2.1.6 Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran ... 12

2.2 Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara... 13

2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara ... 13

2.2.2 Dasar Hukum Penerbitan Surat Utang Negara... 13

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara ... 15

2.2.4 Jenis dan Bentuk Surat Utang Negara ... 15

2.2.5 Resiko Surat Utang Negara ... 17

2.2.6 Tingkat Bunga (kupon) Surat Utang Negara ... 17

2.3 Inflasi ... 18

2.3.1 Pengertian Inflasi ... 18

2.3.2 Cara Menghitung Laju Inflasi ... 19

2.3.3 Macam-macam Inflasi ... 21

2.3.4 Teori Terjadinya Inflasi... 23

2.3.5 Dampak Inflasi ... 25

2.3.6 Kebijakan Mengatasi Inflasi ... 26


(11)

2.4.1 Pengertian Cadangan Devisa... 27

2.4.2 Fungsi Cadangan Devisa ... 28

2.4.3 Sumber Cadangan Devisa ... 29

2.5 Penelitian Terdahulu ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 31

2.7 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 33

3.3 Pengolahan Data... 33

3.4 Model Analisis Data ... 34

3.5 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit) ... 35

3.5.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 35

3.5.2 Uji T-Statistik ... 36

3.5.3 Uji F-Statistik ... 37

3.6 Uji Penyimpangan Klasik ... 39

3.6.1 Uji Normalitas ... 39

3.6.2 Multikolinearitas ... 40

3.6.3 Autokorelasi ... 40

3.7 Defenisi Operasional ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Gambaran Umum ... 42

4.1.1 Geografi dan Kependudukan... 42

4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia ... 45

4.1.3 Perkembangan Inflasi ... 47

4.1.4 Perkembangan Tingkat Bunga (kupon) Surat Utang Negara ... 49

4.1.5 Perkembangan Cadangan Devisa ... 52

4.1.6 Perkembangan Neraca Pembayaran ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 57

4.2.1 Hasil Pengolahan Data ... 58

4.2.2 Interpretasi Model ... 59

4.2.3 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit) ... 60

4.2.3.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 60

4.2.3.2 Uji T-Statistik ... 61

4.2.3.3 Uji F-Statistik ... 65

4.2.4 Uji Asumsi Klasik ... 66

4.2.4.1 Uji Normalitas ... 66

4.2.4.2 Multikolinearitas ... 67

4.2.4.3 Autokorelasi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70


(12)

5.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul

Halaman

2.1 Karakteristik Umum SUN ... 16

2.2 Penelitian Terdahulu ... 30

4.1 Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 1990-2010 ... 43

4.2 Inflasi... 48

4.3 Tingkat Bunga (kupon) SUN ... 50

4.4 Cadangan Devisa Indonesia ... 54

4.5 Neraca Pembayaran Indonesia ... 55

4.6 Hasil Regresi ... 58

Model Regresi ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul

Halaman

2.1 Demand Pull Inflation ... 22

2.2 Cost Push Inflation ... 22

2.3 Kerangka Konseptual ... 32

3.1 Kurva Uji T-Statistik ... 37

3.2 Kurva Uji F-Statistik ... 39

4.1 Kurva Uji T-Statistik Variabel Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara ... 62

4.2 Kurva Uji T-Statistik Variabel Inflasi ... 63

4.3 Kurva Uji T-Statistik Variabel Cadangan Devisa ... 64

4.4 Kurva Uji F-Statistik ... 66


(15)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT BUNGA (KUPON) SURAT UTANG NEGARA (SUN),

INFLASI DAN CADANGAN DEVISA TERHADAP POSISI NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yang diperoleh dari publikasi resmi dari beberapa sumber atau instansi yaitu Kantor Bank Indonesia (KBI) Medan, Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, website dan dari bahan-bahan bacaan/terbitan yang berkaitan dengan penelitian. Data dalam bentuk data kala berkala (times series) dari kuartal pertama tahun 2002 hingga kuartal keempat 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat bunga surat utang negara, inflasi dan cadangan devisa dapat menjelaskan variabel neraca pembayaran sebesar 42,55 %. Sedangkan 57,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.

Dari hasil Uji Penyimpangan Klasik, diketahui bahwa data terdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas, dan tidak ada autokorelasi dalam penelitian ini.

Kata Kunci : Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, Inflasi, Cadangan Devisa dan Neraca Pembayaran Indonesia.


(16)

ABSTRACK

EFFECT OF INTEREST (COUPONS) STATE SECURITIES (SUN), INFLATION AND FOREIGN EXCHANGE RESERVES TO BALANCE OF

PAYMENTS POSITION OF INDONESIA

Formulation of the problem in this study is whether the interest rate (coupon) State Securities, inflation and foreign exchange reserves affect the balance of payments of Indonesia.

The hypothesis in this study is the interest rate (coupon) State Securities, inflation and international reserves have a positive influence on the balance of payments Indonesia.

The data used in this study is the type of secondary data obtained from official publications from several sources or agencies, namely the Office of Bank Indonesia (KBI) Medan, the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra province, the website and from reading materials / publications related to the research. When the data in the form of data periodically (times series) from the first quarter 2002 to fourth quarter 2011.

The results showed that the variable interest rate State Securities, inflation and foreign exchange reserves may explain the variable balance of payments of 42.55%. While 57.45% may be explained by other variables.

Deviations from Classical Test results, note that the data are normally distributed, there is no multicollinearity, and no autocorrelation in the study.

Keywords: Interest rate (coupon) State Securities, Inflation, Foreign Exchange Reserves and Balance of Payments Indonesia.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi maupun pemerataan bagi penduduk suatu negara. Mudarajat Kuncoro (2004) mendefenisikan pembangunan sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional. Perubahan yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia seperti dalam hal struktur sosial, sikap mental, dan lembaga-lembaga sosial. Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu negara pada umumnya cenderung difokuskan terhadap pembangunan di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Kenaikan total produksi barang/jasa yang dihasilkan oleh masyarakat suatu negara pada suatu waktu tertentu disebut dengan pendapatan nasional. Indikator yang umum digunakan untuk menghitung pendapatan nasional adalah Gross DomesticProduct (GDP) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di tingkat regional.

Dalam perkembangannya pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari adanya peningkatan di dalam GDP (Gross Domestic Product) atau GNP (Gross National


(18)

Product). Adanya peningkatan dalam GDP berarti menunjukkan adanya peningkatan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita merupakan pendapatan masyarakat per individu. GDP juga merupakan angka yang menunjukkan total produksi suatu negara. Semakin tinggi GDP berarti total produksi semakin besar.

Pendapatan nasional diperoleh melalui perhitungan dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan pengeluaran (expenditure approach), pendekatan pendapatan (income approach), dan pendekatan produksi (production approach). Penjelasan untuk ketiga pendekatan tersebut, sebagai berikut:

1) Pendekatan pengeluaran (expenditure approach)

Seluruh pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran keseluruhan sektor rumah tangga dalam perekonomian. Dalam bentuk formulasi ditulis sebagai:

GNP (Y) = C + I + G + (X-M) Dimana:

C = consumption spending (household sector) I = investment spending (business sector) G = governmentspending (government sector) (X-M) = net export

2) Pendekatan pendapatan (income approach)

Pendapatan nasional yang diperoleh dari pemilik sumberdaya sebagai imbalan berikut kesertaannya dalam pembentukan produksi nasional.

Dengan menggunakan formula ditulis sebagai: Y = w + r + i + π Dimana:

w = wage rate r = rent

i = interest rate π = profit


(19)

3) Pendekatan produksi (production approach)

Pendapatan nasional sebagai hasil akhir dari barang-barang dan jasa yang diperoleh dari sektor kegiatan ekonomi. Dalam formulasi ditulis sebagai:

NI = P1Q1 + P2Q2 + ... + PnQn

Atau

� = ∑ � �

�=

Dimana:

Pi = satuan harga barang Qi = jumlah produk

Perdagangan luar negeri dapat memberi sumbangan yang positif terhadapkegiatan ekonomi negara telah disadari oleh ahli-ahli ekonomi sejak beberapa abad yang lalu. Ahli-ahli ekonomi yang tergolong di dalam mazhab Merkantilis, yang hidup sekitar abad ke-16 dan ke-17 berpendapat bahwa perdagangan luar negeri merupakan sumber kekayaan bagi suatu negara. Maka menurut pendapat mereka, apabila suatu negara ingin mencapai kemakmuran yang lebih tinggi, wajiblah mereka menggalakkan perdagangan luar negeri. Ahli-ahli ekonomi Klasik, terutama David Ricardo, telah mengemukakan pandangan-pandangan yang lebih meyakinkan lagi mengenai pentingnya peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian (Sukirno, 1981: 273).


(20)

Banyak negara di dunia khususnya negara sedang berkembang tidak memiliki banyak keleluasaan dalam memilih untuk terlibat secara penuh, membatasi atau menjauhi perdagangan dunia. Karena adanya berbagai perbedaan seperti: ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya bahan baku dan penggunaan teknologi menyebabkan perbedaaan produksi/output tiap negara. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri memaksa negara untuk terlibat dalam perdagangan internasional, apapun resikonya.

Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, permintaan impor acapkali melampaui kapasitas mereka dalam menciptakan pendapatan devisa yang mencukupi dari kegiatan-kegiatan ekspor. Hal ini telah mengakibatkan krisis yang kronis pada neraca pembayaran mereka. Oleh karena defisit pada pos neraca transaksi berjalan (current account) tidak bisa lagi ditutupi dengan surplus pada pos neraca modal (capital account) maka negara yang bersangkutan terpaksa mencari tambahan utang atau pinjaman, khususnya dari luar negeri, guna menutupi defisit neraca pembayarannya tersebut.

Dalam menghadapi defisit neraca pembayaran, pemerintah memiliki beberapa macam pilihan kebijakan. Todaro dan Smith (2004:124) mengemukakan ada 3 (tiga) alternatif untuk memperbaiki kondisi neraca pembayaran yakni: (1) Pemerintah dapat berusaha memperbaiki kondisi neraca pembayaran melalui promosi ekspor atau pembatasan impor atau dengan melaksanakan kedua-duanya. (2) Mengubah kurs resminya melalui pendevaluasian mata uangnya sehingga harga ekspor relatif lebih rendah sedangkan harga impor menjadi lebih tinggi sehingga akan teredam dengan sendirinya paling tidak dalam jangka pendek. (3) Melalui


(21)

peningkatan jumlah cadangan moneter resmi (cadangan devisa) dengan cara menambah penarikan “emas kertas” internasional baru terbitan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dikenal dengan sebutan Special Drawing Rights (SDR)

Surat utang negara merupakan salah instrumen investasi portofolio bagi investor, baik investor dalam negeri maupun investor asing. Surat utang negara dipilih karena dianggap minimum resiko atau bahkan tidak beresiko (no risk/default) sama sekali. UU No.24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara memperkenalkan surat utang negara diterbitkan dalam valuta asing. Investor asing tentunya dapat memanfaatkan valuta asing yang dimilikinya untuk membeli surat utang negara dalam valuta asing. Atau alternatif lainnya yang tersedia adalah investor asing merupiahkan valuta asingnya, dan selanjutnya hasil dari konversi valuta asing tersebut dipergunakan untuk membeli surat utang negara dalam valuta rupiah. Dengan adanya surat utang negara diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk menutupi defisit neraca pembayaran yang terjadi (Sihombing, 2007:5).

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian guna mendapatkan jawaban sejauh mana pengaruh tingkat bunga surat utang negara, inflasi, dan cadangan devisa terhadap posisi neraca pembayaran Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, maka penulis membuat perumusan masalah agar penelitian dapat terlaksana secara


(22)

terarah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia?

b. Apakah inflasi berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia? c. Apakah cadangan devisa berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran

Indonesia?

d. Apakah tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi dan cadangan devisa berpengaruh terhadap Neraca Pembayaran Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitiaan ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

c. Untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

d. Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan pertimbangan instansi terkait dalam mengambil kebijakan ekonomi, khususnya bidang moneter.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

3. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak/peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neraca Pembayaran

2.1.1 Pengertian Neraca Pembayaran

Dalam Balance of Payments Manual (BPM) yang diterbitkan oleh IMF (1993), defenisi balance of payment (BOP) adalah:

A statement that systematically, for spesific time period, the economic transactions of an economic with the rest of the world. Transactions, for the most part between residents and nonresidents, consist of those involving goods, services

and income; those involving financial claim on assets and liabilities to, the rest of the world; and those (such gift) classified as transfers which involve offsetting

entries to balance in an accounting sense –one set transactions.”

Selanjutnya Hady (2001:59) mendefenisikan balance of payment (BOP) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Neraca pembayaran adalah suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2002). Dengan kata lain neraca pembayaran mencatat nilai barang dan jasa serta volume modal netto yang masuk dan keluar dari suatu negara untuk suatu periode tertentu, biasanya dua belas bulan (Jackson, 2009).

Aplikasi serta interpretasi dari neraca pembayaran berpokok pada dua hal : Pertama, neraca pembayaran mencakup baik barang dan jasa akhir maupun


(25)

antara(intermediate). Kedua, ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran mencerminkan surplus dan defisit, bukannya untung dan rugi. Hal ini ukuran neraca pembayaran mencatat arus masuk keluar barang, jasa dan kapital untuk satu negara, bukannya syarat – syarat mengenai arus barang, jasa dan kapital tersebut.

2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran

Statistik neraca pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan nasional mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai ekspor – impor barang dan jasa yang tercatat dalam neraca pembayaran.

Tujuan penyusunan neraca pembayaran adalah :

a) Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu negara. b) Mengetahui aliran sumber daya antara negara.

c) Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu negara. d) Mengetahui permasalahan utang luar negeri suatu negara. e) Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu negara.

f) Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan anggaran devisa (foreign exchange budget).

g) Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan nasional (national account).

2.1.3 Struktur Dasar Neraca Pembayaran

Dilihat dari strukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal. Masing – masing komponen dalam kelompok terdiri dari sisi kredit dan debet. Sisi kredit mencatat


(26)

transaksi – transaksi yang menimbulkan hak bagi penduduk suatu negara untuk menerima pembayaran dan sisi debet mencatat transaksi – transaksi yang menimbulkan kewajiban membayar bagi penduduk suatu negara terhadap penduduk negara lain.

Secara garis besar neraca pembayaran meliputi: 1. Current Account

Meliputi transaksi yang berkaitan dengan ekspor dan impor terhadap barang dan jasa. Melalui pos transaksi ini akan terlihat jelas apakah neraca perdagangan suatu negara surplus atau bahkan defisit.

2. Capital Account

Mencakup arus modal masuk sebagai inflow dan arus modal keluar (outflow). Adapun inflow dapat meliputi modal resmi maupun bentuk modal lainnya. 3. Errors and Omissions

Errors and Ommissions sebagai kesalahan yang belum diperhitungkan atau kesalahan yang diabaikan. Pada model perhitungan IMF (International Monetary Fund) merupakan neraca penyeimbang yang memberi makna defisit atau surplus neraca pembayaran pada tahun pencatatan.

4. Reserve

Bahwa pada cara yang disajikan oleh IMF merupakan perkembangan cadangan devisa dari tahun sebelum pencatatan sampai pada saat pencatatan atau yang lazim dinyatakan sebagai monetary movement.


(27)

2.1.4 Mekanisme atau Proses Penyesuaian Neraca Pembayaran

Terdapat 3 (tiga) macam mekanisme atau proses penyesuaian yang penting menyangkut neraca pembayaran, yaitu:

1. Mekanisme Harga

Mekanisme Hume adalah mekanisme penyesuaian neraca pembayaran melalui perubahan harga-harga. Mekanisme ini umumnya pemerintah membawa kembali neraca pembayaran ke posisi keseimbangan kembali. Mekanisme ini pada hakekatnya adalah dengan sistem standar emas penuh.

2. Mekanisme Pendapatan

Mekanisme penyesuaian melalui kebijakan atau pengaturan pendapatan nasional, yang singkatnya disebut “mekanisme pendapatan” menggambarkan adanya saluran lain bagi proses penyesuaian neraca pembayaran. Mekanisme ini didasarkan atas teori ekonomi makro oleh Keynes, khususnya diilhami oleh proses pelipatan (multiplier) dalam teori tersebut.

3. Mekanisme Moneter

Mekanisme hume sesungguhnya tidak murni mekanisme harga sebab sebelum suatu harga naik atau turun, terjadi penyebab lain, yaitu aliran uang masuk atau keluar negeri. Jika terjadi surplus, maka uang akan mengalir masuk ke dalam negeri sehingga berakibat stok uang di dalam negeri bertambah, sebaliknya jika terjadi defisit maka uang akan mengalir ke luar negeri, sehingga uang dalam negeri menurun.


(28)

2.1.5 Penyajian Neraca Pembayaran

Ada 2 (dua) bentuk penyajian neraca pembayaran yaitu penyajian standar (standard presentation) dan penyajian analitis (analytical presentation).

a. Penyajian Standar

Komponen-komponen neraca pembayaran dalam penyajian standar disusun menurut panduan bagaimana dimuat dalam BOP manual. Penentuan komponen standar neraca pembayaran didasarkan atas beberapa pertimbangan dan tujuan tertentu.

b. Penyajian analitis disusun menurut keperluan analisis bagi perumus kebijakan di masing-masing negara. Namun, komponen utama yang disajikan tetap mengacu pada komponen standar dengan menonjolkan rincian komponen yang dirasakan sangat diperlukan.

2.1.6 Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran

Secara umum dikenal empat konsep keseimbangan neraca pembayaran, yaitu: 1. Konsep Keseimbangan Perdagangan (Trade Balance)

Dalam konsep ini, transaksi yang termasuk dalam autonomous transaction (transaksi yang mengakibatkan surplus atau defisit) hanya transaksi ekspor dan impor barang sehingga keseimbangan neraca pembayaran diukur dari berapa besarnya surplus atau defisit kedua transaksi tersebut.

2. Konsep Keseimbangan Transaksi Berjalan (Current Account Balance)

Untuk menentukan surplus atau defisit pada autonomous transaction selain diperhitungkan ekspor dan impor, juga diperhitungkan jasa-jasa, termasuk penghasilan (income) dan transfer.


(29)

3. Konsep Basic Balance

Dalam konsep ini, yang termasuk dalam autonomous transaction selain pos-pos dalam transaksi berjalan, juga komponen-komponen dalam transaksi modal dan keuangan jangka panjang.

4. Konsep Overall Balance

Yang termasuk autonomous transaction dalam konsep ini adalah komponen-komponen transaksi modal dan keuangan baik jangka panjang maupun jangka pendek.

2.2 Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara 2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara

Undang-undang No. 24 Tahun 2002 menuliskan bahwa pengertian Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

2.2.2 Dasar Hukum Penerbitan Surat Utang Negara

Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa:

a. Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu;

b. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuh tempo;

c. Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Bank Indonesia;


(30)

d. Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang;

e. Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh pihak yang tidak berwenang dan atau pemalsuan SUN.

Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukung pengelolaan Surat Utang Negara, antara lain:

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.01/2003 tentang Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk Melaksanakan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.

2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentang Lelang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.

3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentang Lelang Surat Utang Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2009.

4) Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia yang meliputi Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), terkait denganperan Bank Indonesia sebagai agen lelang, registrasi, kliring, setelmen SUN dan sentral registerat Utang Negara di Pasar Perdana.


(31)

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara

Sesuai dengan UU No 24 Tahun 2002, Surat Utang Negara diterbitkan untuk tujuan sebagai berikut:

1) Membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

2) Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran;

3) Mengelola portofolio utang negara.

Manfaat Penerbitan Surat Utang Negara yaitu: a) Sebagai Instrumen Fiskal

Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.

b) Sebagai Instrumen Investasi

Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil risiko investasi.

c) Sebagai Instrumen Pasar Keuangan

Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan nilai instrumen keuangan lainnya.

2.2.4 Jenis dan Bentuk Surat Utang Negara

Berdasarkan UU No 24 Tahun 2002, secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut:


(32)

1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN), yaitu SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenaldengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.

2. Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebihdari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.

Berdasarkan tujuan penerbitan, tingkat bunga dan jangka waktu, jenis-jenis Surat Utang Negara dalam rangka rekapitalisasi perbankan terdiri dari:

1) Fixed Rate Bonds (FR)

Surat Utang Negara seri FR diterbitkan untuk meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR) menjadi 4%. Seri FR yang telah diterbitkan yaitu FR0001 sampai dengan FR0020, berjangka waktu 5 - 11 tahun. Tingkat bunga seri FR bervariasi dari 10,00% - 16,50% p.a, dengan pembayaran kupon dilakukan setiap 6 bulanan.

2) Variable Rate Bonds (VR)

Surat Utang Negara seri VR diterbitkan untuk mengembalikan CAR perbankan yang negatif menjadi 0%. Seri VR yang telah diterbitkan sampai saat ini terdiri dari 31 seri yaitu VR0001 – VR0031, berjangka waktu 3 - 18 tahun. Pembayaran kupon dilakukan setiap triwulan. Tingkat kupon didasarkan pada rata-rata tertimbang diskonto SBI 3 bulan di pasar primer.


(33)

3) Hedge Bonds (HB)

Surat Utang Negara seri HB bertujuan meminimalkan risiko kewajiban bank dalam valuta asing. Setiap triwulan atau pada saat jatuh tempo pembayaran kupon, dilakukan indeksasi terhadap nilai nominal Obligasi Negara seri HB atas dasar perkembangan kurs Rupiah terhadap USD. Obligasi Negara seri HB diterbitkan dengan jangka waktu antara 3 bulan sampai dengan 2 tahun. Tingkat kupon mengambang disesuaikan dengan perubahan bunga pasar SIBOR 3 bulan ditambah 2%. Tingkat kupon saat ini berkisar 3,42% - 3,85% p.a, dan tidak seperti obligasi seri-seri FR dan VR, obligasi seri HB tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

Tabel 2.1

Karakteristik Umum Surat Utang Negara Fixed Rate

(FR)

Variable Rate (VR) Hedge Bond (HB) Tingkat Kupon (TK) Tetap SBI 3 bulan SIBOR 3 bl + 2%

Pembayaran Kupon 2 kali / tahun 4 kali / tahun 4 kali / tahun

Perhitungan Kupon 1/2 x TK x 1 juta* 1/4 x TK x 1 juta* 1/4 x TK x NI**

Indeksasi - - Saat jatuh tempo

Denominasi Rupiah Rupiah Rupiah

Unit Terkecil Rp1 juta Rp1 juta Rp1 juta

Perdagangan Dapat Diperdagangkan

Dapat Diperdagangkan

Tidak Dapat Diperdagangkan Sumber: www.angelfire.com


(34)

2.2.5 Resiko Surat Utang Negara

Walaupun sudah dikatakan bahwa resiko gagal bayar (hampir) tidak ada, namun Cahyana dalam Susilowati (2006) mengatakan bahwa dari sisi pemerintah penerbitan Surat Utang Negara (SUN) mengandung beberapa resiko yang perlu diperhatikan, antara lain:

1) Resiko Kesinambungan Fiskal

Nilai utang negara yang besar berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah. Untuk itu pemerintah harus memperhatikan nilai debt to export ratio, debt to service ratio and ratio of short term debt to reserve.

2) Resiko Nilai Tukar

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga.

3) Resiko Perubahan Tingkat Bunga

Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang (variable rate), sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan menaikkan nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran pemerintah.

4) Resiko Pembiayaan Kembali

Pelunasan Surat Utang Negara (SUN) yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar dapat mengakibatkan timbulnya resiko berupa lebih tingginya biaya peminjaman baru.


(35)

5) Resiko Operasional

Resiko kegagalan terjadi jika operasional pengelolaan Surat Utang Negara tidak dilakukan dengan baik, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi kelembagaannya.

2.2.6 Tingkat Bunga (Kupon) Surat Utang Negara

Coupon/kupon yaitu besarnya bunga yang dibayarkan secara reguler, yang dinyatakan dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi. Sebagai contoh Obligasi Negara seri FR0028 dengan tingkat kupon 5 %, artinya setiap tahun jumlah bunga yang dibayarkan kepada investor adalah sebesar 5% dikalikan dengan tingkat nominalnya, dengan demikian untuk setiap unit Obligasi senilai Rp1.000.000,00 maka kupon yang diterima pertahun oleh investor ialah sebesar Rp50.000,00.

Apabila dalam terms and conditions periode pembayaran kupon ditetapkan 2 kali setahun, maka pembayaran kuponnya setelah 6 bulan adalah sebesar masing-masing Rp25.000,00. Kupon Obligasi Negara dapat dibayarkan dua kali setahun (semi-annual) atau empat kali setahun (quarterly). Saat ini kupon Obligasi Negara seri FR (Fixed Rate) dibayarkan dua kali setahun, sedangkan untuk seri VR (Variable Rate) dibayarkan empat kali setahun. Untuk seri VR, kuponnya ditentukan oleh tingkat tingkat bunga hasil lelang SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan.


(36)

2.3 Inflasi

2.3.1 Pengertian Inflasi

Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Venieris dan Sebold (1978) dalam Nanga (2005:241) mendefenisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to raise over time). Berdasarkan defenisi tersebut, kenaikan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.

Dari pengertian tersebut diatas, terdapat tiga hal penting yang ditekankan, yaitu:

1) Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

2) Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.


(37)

2.3.2 Cara Menghitung Laju Inflasi

Secara umum, dikenal tiga cara yang digunakan untuk menghitung laju inflasi, yaitu:

1. Indeks Harga Konsumen (Consumen Price Index atau CPI )

Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekelompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar, termasuk harga-harga makanan, pakaian, perumahan, transportasi, perawatan kesehatan, pendidikan, dan komoditi lain yang yang dibeli untuk untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen.

Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:

� =

Dimana:

Pn = Harga sekarang

Po = Harga pada tahun dasar

Sehingga rumus untuk menghitung laju inflasi adalah:

� =

� − �

%

Dimana:

IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu

2. Indeks Harga Produsen (Producer Price Index atau PPI) adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate


(38)

products), dan peralatan, modal dan mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan. Jadi, PPI hanya mencakup bahan baku dan barang antara atau setengah jadi saja, sementara barang-barang jadi tidak dimasukkan dalam perhitungan.

3. GNP Deflator adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP riil adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output di nilai dengan menggunakan tahun dasar (based year). Oleh karena itu, GNP riil juga sering disebut GNP berdasarkan harga tahun dasar (GNP at based year price). Sedangkan GNP nominal adalah GNP yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (GNP at current market price). Adapun rumus untuk menghitung GNP Deflator adalah

�� � = �� �� ��� �

2.3.3 Macam-macam Inflasi

Ada beberapa macam inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian, tergantung pada tujuan apa yang ingin dicapai. Macam-macam inflasi tersebut antara lain:

1. Ditinjau dari parah tidaknya inflasi

Dalam pengelompokan ini yang perlu diperhatikan adalah berapa besarnya inflasi dalam suatu periode.


(39)

b. Inflasi Sedang : Inflasi yang besarnya 10 – 30 % per tahun c. Inflasi Berat : Inflasi yang besarnya >30 – 100 % per tahun d. Hiperinflation : Inflasi yang besarnya > 100 % per tahun 2. Ditinjau dari sumber atau sebab musabab inflasi

a. Demand Pull Inflation

Inflasi ini timbul karena permintaan dalam negeri (baik masyarakat maupun pemerintah) akan berbagai barang sangat kuat dan besar serta melebihi keluaran (output) yang ada dalam perekonomian tersebut.

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation b. Cost Push Inflation

Pada jenis inflasi ini, kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi (cost push inflation), atau dapat pula karena kenaikan buruh menuntut kenaikan upah (wage push inflation).


(40)

Gambar 2.2 Cost Push Inflation 3. Ditinjau dari asal inflasi

a. Domestic Inflation

Inflasi ini terjadi karena kenaikan harga akibat adanya kondisi “shock” (kejutan) di dalam negeri baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga.

b. Imported Inflation

Kenaikan harga-harga umum saja tidak dipengaruhi oleh harga dalam negeri, tetapi juga oleh harga-harga luar negeri yang tercermin pada harga barang-barang impor. Dengan demikian kenaikan indeks harga luar negeri akan mengakibatkan kenaikan indeks harga umum dan dengan sendirinya akan mempengaruhi laju inflasi.

Q Q

E E

P P

S S D


(41)

2.3.4 Teori-teori Terjadinya Inflasi

Ada 3 kelompok yang mengemukakan teori inflasi, masing-masing menyoroti aspek – aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Adapun teori terjadinya proses inflasi adalah:

1) Teori Kuantitas

Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh:

a) Volume Uang Yang Beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan uang kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya (volume uang lebih besar dari pendapatan nasional). Bila jumlah uang beredar tidak ditambah (dikurangi), maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.


(42)

Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

2) Teori Keynes

Keynes menyoroti faktor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makro nya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan pendapatannya. Terjadinya inflasi melalui proses, ada sekelompok masyarakat yang ingin bersaing untuk merebut pendapatan nasional yang lebih besar daripada kemampuan kelompok ini untuk mendapatkan pendapatan nasional. Proses perebutan ini akhirnya diwujudkan dalam permintaan efektif, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat akan barang-barang lebih besar dari barang-barang yang sanggup disediakan oleh kapasitas yang tersedia (pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflasionary gaps yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional (yang lebih besar) secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Dengan demikian akan menyebabkan naiknya harga-harga, sehingga timbullah inflasi.

3. Teori Strukturalis

Teori inflasi ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya Amerika Latin. Inflasi dikaitkan dengan faktor struktur


(43)

perekonomian, dimana faktor struktur perekonomian hanya berubah secara bertahap dan dalam jangka panjang, sehingga inflasi ini disebut sebagai inflasi jangka panjang.

2.3.5 Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut:

1) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflation).

2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat menglihkan sumberdaya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang disebut “efficiency effect of inflation”.

3) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini yang disebut “output and employment effect of inflation”.

4) Inflasi dapat menyebabkan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jadi sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi di masa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa-jasa


(44)

secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real income and wealth) (Bradley, 1985 dalam Nanga, 2005).

2.3.6 Kebijakan Mengatasi Inflasi

Kebijakan menanggulangi inflasi berkaitan erat dengan berbagai pendapat mengenai teori inflasi. Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV = PT, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada T, sehingga P naik. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya inflasi, maka focus perhatian harus ditujukan kepada tida variabel ini. Cara mengatur variabel M, V, dan T tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan moneter, fiskal dan kebijaksanaan yang menyangkut kenaikan produksi (non moneter).

a. Kebijaksanaan Moneter, meliputi: 1) Politik Diskonto (Discount Policy)

2) Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy) 3) Pengawasan Kredit Selektif

4) Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy) b. Kebijakan Fiskal, meliputi:

1) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah (APBN) 2) Peningkatan Tarif / Pajak


(45)

c. Kebijakan Non Moneter, meliputi: 1) Peningkatan Produksi

2) Kebijakan Upah 3) Pengawasan Harga

2.4 Cadangan Devisa

2.4.1 Pengertian Cadangan Devisa

Dalam bukunya, Rachbini (2000:113) mendefenisikan devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri.

Menurut UU No. 23 Tahun 1999, yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.

Dalam Pasal Undang-Undang Bank Indonesia dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri.

Pengelolaan cadangan devisa (Foreign Exchange Reserve) oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman.


(46)

Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia mempertimbangkan 3 (tiga) azas utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability).

2.4.2 Fungsi Cadangan Devisa

Cadangan devisa memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Mengimpor barang konsumsi, bahan baku industry dan sector produksi lainnya, peralatan dan perlengkapan (barang modal, perlengkapan pertahanan, keamanan dan sebagainya).

2. Melunasi jasa pihak asing seperti jasa perbankan, asuransi, pelayaran, penerbangan, perekayasaan, wisatawan Indonesia, dan sektor jasa lainnya. 3. Membiayai kantor Perwakilan Pemerintah Indonesia (Kedutaan/Konsulat) di

luar negeri.

4. Melunasi hutang luar negeri

2.4.3 Sumber Cadangan Devisa

Cadangan devisa suatu negara pada umumnya berasal dari sumber sebagai berikut:

1. Hasil penjualan ekspor barang maupun jasa, seperti hasil ekspor karet, kopi, timah, tekstil, kayu lapis, ikan, udang, rotan, dan sebagainya. Begitu pula hasil dari sektor jasa, seperti uang tambang (freight), angkutan, provisi dan komisi, premi asuransi, jasa hotel, dan lain sebagainya.


(47)

2. Pinjaman yang diperoleh dari negara asing, badan-badan Internasional, serta Swasta Asing, seperti pinjaman dari IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia), kredit dari World Bank dan Asia Development Bank, dan lain sebagainya.

3. Hadiah (Grant) dan bantuan dari Badan-Badan PBB seperti UNDP, UNESCO, dan pemerintah asing, seperti Pemerintah Saudi Arabia, Jepang, dan lain-lain. 4. Laba dari penanaman modal du luar negeri, seperti laba yang ditransfer dari

perusahaan milik pemerintah dan warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri, termasuk transfer dari warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti Malaysia, Dubai, dan lain sebagainya.

5. Hasil dari kegiatan Pariwisata Internasional, seperti uang tambang, angkutan, sewa hotel,, penjualan souvenir dan novelties, uang pandu wisata dan lain-lain.

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penulis Thn Hasil Penelitian

1. Analisis Neraca Pembayaran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Darmansyah Putra

Saragih

2006 1.Koefisien determinasi = 0,4159 atau 41,59%.

2.Fhitung = 2,611, Ftabel = 3,59. Maka secara bersama-sama, variabel inflasi, tingkat

sukubunga, nilai tukar, dan net ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap neraca pembayaran Indonesia (α=5%).

Secara parsial:

1.Inflasi berpengaruh negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia


(48)

2.Nilai tukar berpengaruh negatif (tidak sesuai dengan teori) terhadap neraca pembayaran Indonesia

3.Net ekspor berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

4.Suku bunga berpengaruh negative (tidak sesuai dengan teori) terhadap neraca

pembayaran Indonesia. Uji Asumsi Klasik: 1.Ada Multikolinearitas 2.Tidak ada keputusan

(inconclusion) Autokorelasi

2. Analisis pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan nilai ekspor terhadap neraca pembayaran Indonesia

Will Jackson

2009 1.Koefisien determinasi = 0,647 atau 67,40%.

2.Fhitung = 9,927, Ftabel = 3,13. Maka secara bersama-sama, variabel inflasi, sukubunga, nilai tukar, dan nilai ekspor berpengaruh nyata terhadap neraca pembayaran Indonesia (α=5%).

Secara parsial:

1.Inflasi berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

2.Nilai tukar berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia

3.Nilai ekspor berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran Indonesia 4.Suku bunga berpengaruh

negatif terhadap neraca pembayaran Indonesia. Uji Asumsi Klasik: 1.Ada Multikolinearitas 2.Tidak ada Autokorelasi


(49)

2.6 Kerangka Konseptual

Ada banyak variabel yang mempengaruhi neraca pembayaran suatu negara. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, tingkat inflasi, dan cadangan devisa sedangkan variabel lainnya dianggap konstan.

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Tingkat Bunga (kupon)

Surat Utang Negara X1

Tingkat Inflasi X2

Cadangan Devisa X3

Neraca Pembayaran Y


(50)

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

2) Inflasi berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia.

3) Cadangan devisa berpengaruh positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia. 4) Tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara, inflasi, dan cadangan devisa


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang analisis pengaruh tingkat bunga (kupon) surat utang negara, inflasi dan cadangan devisa terhadap posisi neraca pembayaran Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel tingkat bunga (kupon) surat utang negara yang penulis gunakan ialah tingkat bunga (kupon) seri Fixed Rate Bonds (FR) yang terbit dari tahun 2002 hingga 2011, baik yang sudah jatuh tempo, maupun yang belum jatuh tempo. Untuk variabel neraca pembayaran, inflasi, dan cadangan devisa, data yang diteliti/digunakan mulai dari tahun 2002 hingga 2011.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yang diperoleh dari publikasi resmi dari beberapa sumber atau instansi yaitu Kantor Bank Indonesia (KBI) Medan, Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, website dan dari bahan-bahan bacaan/terbitan yang berkaitan dengan penelitian. Data dalam bentuk data kala berkala (times series) dari kuartal pertama tahun 2002 hingga kuartal keempat 2011 .


(52)

Untuk mengolah data, penulis menggunakan Software Micosoft Office Excel 2007 dan program E-Views 6.0.

3.4 Model Analisis Data

Spesifikasi model analisis data yang akan dijadikan sebagai model penelitian merupakan fungsi matematis dengan parameter berbentuk linear. Model analisis yang dipakai adalah metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen dirumuskan dengan fungsi sebagai berikut:

Neraca Pembayaran: f (tingkat bunga surat utang negara, inflasi, cadangan devisa)

Y = f ( X1, X2, X3)...(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = α + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3 + µ...(2) Dimana:

Y = Total Neraca Pembayaran Indonesia α = Intercept

β1,β2 ,β3= Koefisien Regresi

X1 = Tingkat Bunga (kupon) Surat Utang Negara X2 = Tingkat Inflasi

X3 = Total Cadangan Devisa


(53)

Bentuk Hipotesis sebagai berikut: �

> ,

artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (tingkat bunga surat utang negara), maka Y (neraca pembayaran Indonesia) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

> ,

artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (inflasi) maka Y (neraca pembayaran Indonesia) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

> ,

artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (cadangan devisa) maka Y (neraca pembayaran Indonesia) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.5 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit) 3.5.1 Koefisien Determinasi ( R Square )

Koefisien Determinasi (R – Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan terhadap variabel dependen dimana nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1).

Koefisien Determinasi bernilai nol tidak berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, sebaliknya nilai koefisien


(54)

determinasi 1 berarti tidak ada hubungan sempurna antara variabel bebas dengan variabel terikat.

�� = ∑ � √ � √

Dimana:

R = Koefisien Determinasi Xi = Variabel Independen

Y = Variabel Dependen i = 1, 2, 3, ..., dst

3.5.2 Uji T – Statistik (Uji Parsial)

Uji t – statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabelindependen ke – i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang di uji berpengaruh secara nyata


(55)

(signifikan) terhadap variabel dependen, dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima, ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel independen. Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan meggunakan rumus sebagai berikut:

t ∗ = �i – �

Dimana:

t* = t-hitung ; bi = koefiien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol ;

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho : β1 = β2 = 0 Ho diterima (t*<t-tabel) artinya varibel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima


(56)

Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik 3.5.3 Uji F – Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1 ≠ b2 ...bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : b2 = 0 ... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F*>F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, nilai F* dapat diperoleh dengan rumus:

∗ = / −/ −

Dimana:

F* = F-hitung

R2 = Koefisien Determinasi K = Jumlah Variabel Independen n = Jumlah Sampel

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho : β1 = β2 = 0 Ho diterima (F*<F-tabel) artinya varibel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(57)

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima

Ho diterima

0 Ftabel

Gambar 3.2 Kurva Uji F-Statistik 3.6 Uji Penyimpangan Klasik

3.6.1 Uji Normalitas

Asumsi yang diguakan dalam dalam Ordinary Least Square (OLS) adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu (µ) adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan


(58)

menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test). Untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal adalah dengan memperhatikan nilai (angka) probabaility dari hasil regresi. Dalam bukunya, Pratomo (2007) menyebutkan bahwa angka probability > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila angka probability < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

3.6.2 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sma lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, T-hitung, dan standart error. Adanya multikolinearitas ditandai dengan:

a) Standart error tidak terhingga

b) Tidak ada satu T-statistik yang signifikan pada α = 1 %, α =5%, α = 10% c) Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

d) R2 sangat tinggi

3.6.3 Autokorelasi

Uji autokolinearitas merupakan hubungan variabel-variabel dari serangkaian yang tersusun dalam rangkaian waktu. Autokorelasi juga menunjukkan hubungan nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi jika


(59)

kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: a) Dengan menggunakan/mem-flot grafik

b) Dengan uji Durbin-Watson (Uji D-W Test)

Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut:

Ho : p = 0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : p ≠ 0, artinya ada autokorelasi

Untuk menguji masalah autokorelasi ini kita harus menentukan besarnya nilai kritis dari du dan dl. Berdasarkan jumlah observasinya dari variabel independen, jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi, maka:

1) Jika DW < dt, maka Ho ditolak, berarti bahwa suatu regresi mengalami autokorelasi

2) Jika du< DW < 4-du, maka Ho diterima yang berarti bahwa suatu persamaan regresi tidak mengalami autokorelasi.

3) Jika dl ≤ DW ≤ du atau 4 – du ≤ DW ≤ 4 - dl, berarti pengujian tidak dapat disimpulkan.

3.7 Defenisi Operasional

a. Neraca Pembayaran adalah surplus / defisit neraca pembayaran Indonesia setiap tahun dalam US Dolar (%)

b. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara keseluruhan dalam satu tahun berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam persen (%).


(60)

c. Tingkat bunga surat utang negara adalah tingkat bunga/tingkat kupon yang ditetapkan oleh pemerintah dalam penawaran Surat Utang Negara dalam persen (%).

d. Cadangan Devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia (%).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Geografi dan Kependudukan

Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan benua Australia, serta di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Berdasarkan posisi geografisnya, Negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara – Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan – Negara Australia, Samudera Hindia. Barat – Samudera Hindia. Timur – Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang terletak di lima pulau besar dan empat kepulauan, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Papua, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku.


(61)

Melihat begitu strategisnya posisi geografis dan begitu banyak kepulauan Indonesia, maka wajar bila dikatakan wilayah Indonesia kaya akan sumber daya yang potensial terutama sumber daya alamnya.

Sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2010, menyatakan bahwa populasi Indonesia mencapai angka 237.641.326 jiwa. Dengan angka populasi yang relative besar ini, pemerintah tetap fokus dalam menggalakkan Program Keluarga Berencana guna menekan angka pertumbuhan penduduk.

Tabel 4.1

Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 1990-2010

Provinsi Penduduk Laju Pertumbuhan (jiwa) Penduduk (%) 1990 2000 2010*)

1990-2000

2000- 2010

Aceh 3,416,156 3,930,905 4,494,410 1.46 1.35

Sumatera Utara 10,256,027 11,649,655 12,982,204 1.32 1.11

Sumatera Barat 4,000,207 4,248,931 4,846,909 0.63 1.34

R i a u 3,303,976 4,957,627 5,538,367 4.35 3.59

J a m b i 2,020,568 2,413,846 3,092,265 1.84 4.99

Sumatera Selatan 6,313,074 6,899,675 7,450,394 2.39 2.55

B e n g k u l u 1,179,122 1,567,432 1,715,518 2.97 1.85

L a m p u n g 6,017,573 6,741,439 7,608,405 1.17 3.14

Kep. Bangka Belitung - 900,197 1,223,296 0.97 1.66

Kepulauan Riau - - 1,679,163 0.17 1.23

DKI Jakarta 8,259,266 8,389,443 9,607,787 2.03 1.39

Jawa Barat 35,384,352 35,729,537 43,053,732 0.94 1.89

Jawa Tengah 28,520,643 31,228,940 32,382,657 0.72 2.79

DI Yogyakarta 2,913,054 3,122,268 3,457,491 0.7 0.37


(62)

B a l i 2,777,811 3,151,162 3,890,757 1.82 2.15

Nusa Tenggara Barat 3,369,649 4,009,261 4,500,212 1.64 1.17

Nusa Tenggara Timur 3,268,644 3,952,279 4,683,827 2.29 2.06

Kalimantan Barat 3,229,153 4,034,198 4,395,983 2.99 0.91

Kalimantan Tengah 1,396,486 1,857,000 2,212,089 1.45 1.74

Kalimantan Selatan 2,597,572 2,985,240 3,626,616 2.81 1.98

Kalimantan Timur 1,876,663 2,455,120 3,553,143 1.33 3.80

Sulawesi Utara 2,478,119 2,012,098 2,270,596 2.57 1.26

Sulawesi Tengah 1,711,327 2,218,435 2,635,009 1.49 2.24

Sulawesi Selatan 6,981,646 8,059,627 8,034,776 3.15 1.94

Sulawesi Tenggara 1,349,619 1,821,284 2,232,586 1.59 1.17

Gorontalo - 835,044 1,040,164 0.08 2.67

Sulawesi Barat - - 1,158,651 0.48 2.07

M a l u k u 1,857,790 1,205,539 1,533,506 3.22 2.78

Maluku Utara - 785,059 1,038,087 1.60 2.44

Papua Barat - - 760,422 3.44 5.46

Papua 1,648,708 2,220,934 2,833,381 2.55 3.72

INDONESIA 179,378,946 206,264,595 237,641,326 1.45 1.49

Sumber : Sensus Penduduk BPS

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebesar 206.264.595 jiwa, dan pada tahun 2010 sebesar 237.641.326 jiwa.

Selama kurun waktu 2000 – 2010, terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 31.3 juta jiwa atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1.49 % per tahun.

Pada tahun 2010, sebesar 54,9 % penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa. Dimana provinsi Jawa Barat merupakan provinsi terpadat dibandingkan provinsi lainnya.


(63)

Laju pertumbuhan penduduk provinsi selama 1990-2010, mengalami fluktuasi. Namun terdapat beberapa provinsi yang terhitung memiliki penurunan laju pertumbuhan penduduk diatas 1 persen yaitu Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat.

Disamping itu, terdapat pula provinsi dengan kenaikan laju pertumbuhan penduduk di atas 1 persen yaitu Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua Barat dan Papua.

4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia

Dalam tahun 2010 upaya kita untuk keluar dari krisis ekonomi telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup membesarkan hati, meskipun tidak berlangsung secepat yang kita harapkan.

Di sektor keuangan, program restrukturisasi perbankan telah mulai menunjukkan hasil yang positif. Kondisi kesehatan perbankan mulai membaik sehingga telah memungkinkan bank-bank untuk meningkatkan pemberian kredit serta penyaluran dana dalam bentuk lainnya, sehingga pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan sedikit demi sedikit mulai pulih kembali. Di sektor fiskal, berbagai upaya pengurangan subsidi serta pengurangan beban utang dalam dan luar negeri pemerintah telah mulai memberikan ruang gerak bagi Pemerintah dalam memberikan stimulus kepada perekonomian.

Kebijakan moneter d fiskal yang konsisten dan didukung oleh faktor kestabilan politik, perbaikan keamanan, serta beberapa kemajuan yang dicapai dalam program restrukturisasi ekonomi telah membantu tercapainya kestabilan ekonomi dan moneter selama tahun-tahun terakhir.


(64)

Kondisi moneter di sepanjang tahun 2010 cukup stabil dan terkendali, baik dari sisi nilai tukar rupiah, inflasi, maupun jumlah uang beredar, sehingga telah memungkinkan terjadinya penurunan suku bunga secara signifikan.

Kekhawatiran banyak kalangan akibat dari imbas krisis global yang melanda Amerika dan negara-negara Eropa lainnya akan menyebabkan nilai tukar rupiah terpuruk telah berhasil dihindari. Didukung oleh berkurangnya ekspektasi inflasi di kalangan masyarakat, laju inflasi menurun dari 6.96% pada akhir tahun 2010 menjadi 3.79 % pada akhir tahun 2011.

Situasi moneter yang stabil telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga secara bertahap. Selama tahun 2010, suku bunga SBI 1 bulan telah turun sebesar 0.26%, yaitu dari 6.26 % pada akhir tahun 2010 menjadi 6 % pada akhir 2011, diikuti oleh penurunan jenis-jenis suku bunga lainnya.

Untuk meningkatkan efektivitas operasi moneter dalam rangka mendukung pencapaian tujuan Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, telah melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai operasi moneter berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 mengenai Operasi Moneter.

Kegiatan OPT meliputi penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), transaksi repurchase agreement (repo) dan reverse repo surat berharga, transaksi pembelian dan penjualan surat berharga secara outright, penempatan berjangka (term deposit) di Bank Indonesia dan jual beli valuta asing terhadap rupiah. Sedangkan koridor suku bunga (standing facility) meliputi kegiatan penyediaan dana rupiah (lending


(65)

facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh bank di Bank Indonesia.

Sepanjang tahun 2011, pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen dan inflasi 5,3 persen, RAPBN 2011 juga menetapkan asumsi kurs rupiah sebesar Rp9.300 per dolar AS, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak 80 dolar AS per barel, dan lifting minyak 970 ribu barel per hari.

4.1.3 Perkembangan Inflasi

Setiap negara pasti akan mengalami gejolak harga yang disebut inflasi. Naik turunnya tingkat inflasi disetiap negara dipengaruhi oleh faktor yang berbeda-beda, tergantung kegiatan perekonomian di dalam negara tersebut.

Indonesia, tingkat inflasi depengaruhi oleh beberapa faktor yaitu misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), naiknya tarif dasar listrik (TDL), kenaikan tarif jasa publik, dan spekulasi produk.

Aktifnya Indonesia dalam kancah perdagangan dunia, mengakibatkan perekonomian Indonesia sangat peka terhadap gejolak perekonomian dunia, misalnya ketika terjadi krisis global yang melanda sebagian besar negara-negara di dunia.

Perkembangan inflasi di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi bersifat fluktuatif, kadang naik dan kadang kala juga turun.

Pada tahun 2011, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, laju inflasi diharapkan dapat dikendalikan pada level sekitar 5,3 persen. Perkiraan inflasi itu didasarkan kepada pertimbangan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi diperkirakan dapat terus diimbangi oleh meningkatnya kemampuan kapasitas


(66)

produk yang yangdihasilkan oleh sektor-sektor barang dan jasa yang tersedia. Proyeksi inflasi 2011 itu juga telah memperhitungkan potensi tambahan tekanan inflasi yang bersumber dari kebijakan penyesuaian administered prices secara terbatas.

Untuk lebih jelasnya , perkembangan inflasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2

Inflasi 2002 – 2011 (%)

TAHUN KUARTAL INFLASI (q-o-q)

TAHUN KUARTAL INFLASI (q-o-q)

2002 I 3.5 2007 I 6.5

II 0.92 II 5.8

III 2.81 III 7

IV 2.45 IV 6.6

2003 I 0.77 2008 I 8.2

II 0.46 II 11

III 1.24 III 12.1

IV 2.51 IV 11.1

2004 I 0.91 2009 I 7.9

II 2.35 II 3.7

III 0.5 III 2.8

IV 2.51 IV 2.8

2005 I 8.8 2010 I 3.4

II 7.8 II 5.1

III 9.1 III 5.7

IV 17.1 IV 7

2006 I 17.9 2011 I 6.7

II 15.5 II 5.5

III 9.1 III 4.67

IV 6.6 IV 4.12

Sumber : Bank Indonesia

Inflasi pada Februari 2012 sebesar 0,05% dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 130,96. Dari 66 kota IHK, 40 kota mengalami inflasi dan 26 kota


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan keterangan yang telah penulis sajikan terdahulu tentang “

Analisis Pengaruh Tingkat Bunga (kupon), Tingkat Inflasi dan Cadangan Devisa

terhadap Cadangan Devisa”, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut, yaitu:

5. Berdasarkan hasil regresi, variabel tingkat bunga surat utang negara, inflasi dan cadangan devisa dapat menjelaskan variabel neraca pembayaran sebesar 42,55 %. Sedangkan 57,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.

a. Koefisien tingkat bunga (kupon) adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara tingkat bunga (kupon) surat utang negara terhadap neraca pembayaran. Setiap kenaikan 1 % tingkat bunga (kupon) surat utang negara ceteris paribus, maka akan meningkatkan neraca pembayaran sebesar 0,108562 %.

b. Koefisien inflasi adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara inflasi dan neraca pembayaran. Setiap kenaikan 1 % inflasi ceteris paribus, maka akan meningkatkan neraca pembayaran sebesar 0,035850 %.

c. Koefisien devisa adalah positif, artinya ada pengaruh positif antara devisa dan neraca pembayaran. Setiap kenaikan 1 % devisa ceteris paribus, maka akan meningkatkan neraca pembayaran sebesar 1,733732 %.


(2)

6. Dari hasil Uji Penyimpangan Klasik, diketahui bahwa: a. Uji Normalitas

Angka probability adalah 0,190747. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal (0,190747 > 0.05) dalam penelitian ini.

b. Uji Multikolinieritas

Seluruh nilai antar korelasi variabel di bawah 0,85. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas dalam penelitian ini.

c. Uji Autokorelasi

Berdasarkan perhitungan Uji Durbin Watson (Uji-DW), dapat diketahui bahwa dU ≤ d ≤ 4-dU (1,6589 ≤ 2,117429 ≤ 2,3411), artinya Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi dalam penelitian ini.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran penulis baik untuk instansi/departemen terkait yang ingin mengambil kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah hendaknya menjaga kestabilan neraca pembayaran Indonesia dengan meningkatkan promosi investasi, sehingga para investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

2. Pemerintah hendaknya lebih cermat lagi dalam menganalisis perlu tidaknya menerbitkan Surat Utang Negara. Karena ibarat pedang bermata dua,


(3)

apabila tidak dipergunakan dengan baik, malah akan menaikkan utang pemerintah, sebaliknya apabila digunakan dengan cermat, misalnya dana digunakan untuk pembangunan infrastruktur dalam negeri maka dalam jangka panjang akan mampu menyokong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

3. Pemerintah hendaknya lebih cermat dan bijak dalam pengambilan keputusan untuk menaikkan bahan bakar minyak. Karena komoditas ini sangat sensitif terhadap perubahan harga yang pada akhirnya akan menyebabkan inflasi yang tinggi.

4. Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian sejenis, agar mencoba mengganti variabel tingkat bunga (kupon) Surat Utang Negara seri Fixed Rate Bonds (FR) dengan seri Variable Rate Bond (VR) atau Hedge Bonds (HB).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lia, 2007. Ekonomi Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Bakti, T. Diana, dkk., 2010. Pengantar Ekonomi Makro, USU Press, Medan. Gujarati, Damodar, 1995. Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.

Hady, Hamdy, 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta.

IMF. World Economic Outlook. May 1993. Washington D.C : IMF, Publication Service.

Jackson, Will, 2009. Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar, dan Nilai Ekspor Terhadap Neraca Pembayaran Indonesia, Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Kuncoro, Mudarajat, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Erlangga, Jakarta.

Nanga, Muana, 2005. Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, EdisiKedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nasution, Mulia, 1996. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan Pada Perekonomian Indonesia, Djambatan, Jakarta.

Nasution, Syahrir Hakim dan Arifin Hamzah, 2006. Ekonomi Internasional, USU Press, Medan.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, USU Press, Medan.

Rachbini, Didik J, dkk., 2000. Bank Indonesia Menuju Indenpendensi Bank Sentral, PT. Murdi Mulyo, Jakarta.

Sihombing, Jonker, 2007. Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, PT. ALUMNI, Bandung.

Sugiyono, F.X, 2002. Neraca Pembayaran : Konsep, metodologi dan Penerapan, PPSK Bank Indonesia, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 1981. Pengantar Teori Ekonomi Makro, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.


(5)

Susilowati, 2006. “Kajian tentang Manajemen Surat Utang Negara (SUN) dan Pengaruhnya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN).” Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 4 Nomor 3, hal 342-349. Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga, Edisi Delapan, Erlangga, Jakarta.

Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

Waluyo, Dwi Eko, 2006. Ekonomika Makro, Edisi Revisi, UMM PRESS, Malang. __________.2011. Penerbitan Surat Utang Negara untuk Bank Peserta

Rekapitalisasi. http://www.angelfire.com/ultra/ndee169/files/ seputar/

Seputar_karakteristik.htm (14 Desember 2011)

http://www.angelfire.com (15 Desember 2011) http://www.bi.go.id (20 Oktober 2011)

http://www.dmo.or.id (11 Maret 2012) http://www.idx.go.id (17 Januari 2012) http://www.bps.go.id (20 Januari 2012)


(6)