Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Yang Diberi Perlakuan (Fisik, Kimia, Biologi dan Kombinasi) Terhadap Persentase Karkas Domba Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba

  Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama. Yang merupakan golongan atau kerajaan (kingdom) hewan yang termasuk Phylum : Chordata, kelas : Mamalia, ordo : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis aries (Blackely dan Bade, 1998).

  Williamson dan Payne (1995) menyatakan domba yang kita kenal sekarang merupakan hasil domestikasi manusia yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yakni :

  a. Mouflon (Ovis muximon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia kecil.

  b. Argali (Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar

  c. Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Menurut Sodiq dan Abidin (2002), beberapa kelebihan domba yang dapat diperoleh, antara lain :

  • Reproduksinya efisien, yang dapat ditingkatkan dengan jalan usaha perbaikan tatalaksana pemeliharaan.
  • Pada waktu laktasi, penggunaan energi untuk produksi air susu dapat lebih efisien dibandingkan dengan ternak lain.
  • Daya adaptasi ternak domba terhadap lingkungan yang keras cukup tinggi, sehingga dapat mengkonsumsi lebih banyak jenis pakan hijauan.
  • Domba memiliki daya seleksi yang lebih efektif dalam kondisi penggembalaan dibandingkan dengan jenis ternak lain.

  • Domba lebih tahan terhadap beberapa penyakit, terutama Tryponoso miosis dibandingkan dengan ternak lain.

  Ketika baru lahir, domba mengalami pertumbuhan yang sangat lambat, kemudian laju pertumbuhannya semakin meningkat dan sampai pada titik tertentu akan menurun. Pertumbuhan yang sangat cepat hanya berlangsung selama beberapa bulan. Pada saat-saat seperti inilah domba memiliki kemampuan yang optimal dalam mengkonversi pakan menjadi daging. Laju pertumbuhan yang optimal dicapai domba saat berumur 6-12 bulan (Sodiq dan Abidin, 2008).

  Kurva sigmoid pertumbuhan pada domba Bobot badan (kg)

  70

  60

  50

  40

  30

  20

  10 10 20 30 40 50 60 70 Umur (minggu) (Tillman et al., 1984).

  Pertumbuhan Ternak Domba

  Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim.

  Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska dkk., 1993).

  Ternak yang mempunyai potensi genetik yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Davendra, 1997).

  Pertumbuhan anak domba yang tercepat dimulai semenjak ia dilahirkan sampai dengan umur 2-3 bulan. Pertumbuhan selanjutnya diperlukan lebih banyak domba berada pada puncak pertumbuhannya dimulai pada masa lepas sapih sampai dengan saat dewasa tubuh. Setelah mengalami puncak pertumbuhan maka akan terjadi pula penurunan bobot badan ternak domba. Sehingga usaha penggemukan domba yang paling efektif adalah pada saat domba berada pada rentan umur setelah disapih (Cahyono, 1998).

  Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

  Perkembangan sistem pencernaan ternak domba mengalami tiga fase perubahan. Fase pertama, pada waktu domba dilahirkan sampai dengan umur tiga minggu yang disebut non ruminansia karena pada tahapan ini fungsi system pencernaan sama dengan pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai umur 3-8 minggu disebut fase transisi yaitu perubahan dari tahap non ruminansia menjadi ruminansia yang ditandai dengan perkembangan rumen. Tahap ketiga fase ruminansia dewasa yaitu setelah umur domba lebih dari 8 minggu (Van Soest dan Sniffen, 1983)

  Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau pun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang di hasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi di lakukan oleh enzim yang di hasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman dkk., 1991).

  Frandson (1992) menyatakan bagian-bagian system pencernaan adalah forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas. Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (g)

  BK Energi Protein BB (Kg) Ca (g) P (g)

  (Kg) % BB ME (Mcal) TDN (Kg) Total (g) DD 5 0,14 0,60 - 0,61 51 41 1,91 1,40 10 0,25 2,50 1,01 1,28 81 68 2,30 1,60 15 0,36 2,40 1,37 0,38 115

  92 2,80 1,90 20 0,51 2,60 1,80 0,50 150 120 3,40 2,30 25 0,62 2,50 1,91 0,53 160 128 4,10 2,80 30 0,81 2,70 2,44 0,67 204 163 4,80 2,30

  Sumber: NRC (1995) Pakan Domba

  Pakan adalah bahan makanan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam. Pakan terdiri dari bermacam-macam hijauan dan bermacam-macam bahan selain hijauan makanan ternak.

  Pakan yang diberikan kepada ternak hendaknya dapat memenuhi beberapa persyaratan berikut.

  a. Mengandung gizi yang lengkap, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.

  Makin banyak ragam bahan penyusun pakan makin baik.

  b. Digemari oleh ternak, sehingga ternak suka memakannya. Untuk ini ransum hendaknya sesuai dengan selera ternak atau mempunyai cita rasa yang sesuai dengan lidah ternak.

  d. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan.

  e. Harganya murah dan terdapat di daerah setempat. (Basuki, 1994)

  Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan, nisbi udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

  Terdapat beberapa hasil sisa lain sebagai makanan ternak tinggi nilainya dan lainnya sangat rendah nilai makanannya. Pengetahuan mengenai proses pembuatan/penghasil limbah pertanian hingga menjadi makanan ternak perlu dimiliki untuk membantu menentukan nilai makanan ternak dan komposisi bahan hasil sisa tersebut (Tillman dkk., 1991).

  Fermentasi

  Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses ”protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Sarwono, 1996).

  Penambahan bahan-bahan nutrien ke dalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.

  Selama proses fermentasi, terjadi bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Fardiaz, 1989).

  Pelepah Kelapa Sawit

  Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung lamina dan midrip, racis tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan menguncup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan meningkat 30-40 batang ketika berumur hingga empat tahun September 2012).

  Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.

  Zat nutrisi Kandungan a

  Bahan kering 26,07

  b

  Protein kasar 5,02

  a

  Lemak kasar 1,07

  a

  Serat kasar 50,94

  a

  BETN 39,82

  a

  TDN 45,00

  a

  Ca 0,96

  a

  P 0,08

  c

  Energy (Mcal/ME) 56,00

  Sumber: a. warta penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003)

  b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2005)

  c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)

  Dilihat dari kandungan serat kasar, maka pelapah kelapa sawit dapat digantikan sebagai sumber pengganti serat kasar. Pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia disarankan tidak melibihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit seperti bungkil inti sawit, lumpur kelapa sawit dan serat perasan buah kelapa sawit ( Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian , 2003).

  Diperkebunan PT. Agricinal, setiap pohon rata-rata dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan rataan bobot pelepah 3,25 kg. Dengan demikian setiap hektar tanaman dapat menghasilkan pelepah 9.929 kg. Total bahan kering pelepah yang dihasilkan dalam setahun untuk setiap hektar adalah 1.640 kg.

  Apabila 2,014 juta hektar pertanaman kelapa sawit Indonesia tanaman produktif maka bahan kering pelepah yang tersedia mencapai 3.302 metrik ton. Setiap pelepah rata-rata menyediakan daun 0,5 kg setara dengan 658 kg bahan kering/ha/tahun 2012).

  Bungkil Inti Sawit (BIS)

  Devendra (1997) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang merugikan. Batubara et al, (1992) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan 20% molases.

  Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

  Uraian Kandungan (%)

  Berat kering 92,6 Protein kasar 15,4 Lemak kasar 2,4 Serat kasar 16,9 TDN 72,00 ME (kcal/gr) 2810

  Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak,Departemen Peternakan FP USU (2005)

  Dedak Padi

  Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992). Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi

  Uraian Kandungan (%) Bahan kering

  89,6

  Protein kasar

  11,90

  Lemak kasar

  9,10

  Serat kasar

  8,50

  TDN

  67,0

  Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) Molases Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula.

  Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases

  Uraian Kandungan (%) Bahan kering

  92,6

  Protein kasar

  3-4

  Lemak kasar

  0,08

  Serat kasar

  0,38

  TDN

  81,00 Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

  Urea

  Tillman (1991) melaporkan bahwa pemberian Nitrogen Non-Protein (NPN) pada makanan sapi dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup membantu ternak untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial.

  Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 gram untuk setiap bobot badan 100 kg ternak.

  Garam Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.

  Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan hebivora daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Mineral

  Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan inouno, 1991).

  Parameter Penelitian Karkas

  Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (karpus dan tarsus) ke bawah dan kulit (Soeparno, 1994)

  Jika hewan telah dipotong, semua isi perut kecuali buah pinggang dan isi dada dikeluarkan, kepala, kulit, ekor dan kaki bagian bawah telah dipisahkan, maka bagian yang telah bersih dinamakan karkas. Persentase karkas domba khusus digemukkan 56 – 58%, domba yang digemukkan 45 – 55% dan domba

  . Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas dan bagian non karkas. Bagian karkas mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan daging (Soeparno, 1994).

  Persentase karkas pada domba khusus digemukkan 56-58%, domba yang gemuk 45-55%. Rata-rata 50% bobot badan hidup domba adalah karkas (Lawrie, 1995).

  Pertumbuhan tubuh yang kemudian menjadi karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu tulang yang membentuk kerangka, urat yang membentuk daging dan lemak. Ketiga jaringan itu tumbuh sangat teratur dan serasi, diantara jaringan tersebut, jaringan tulanglah yang tumbuh paling awal, kemudian disusul oleh pertumbuhan urat yang menyelubungi kerangka. Sedangkan lemak tumbuh terakhir dan tumbuh paling cepat pada saat domba mendekati kemasakan tubuh.

  Maka dapat dimengerti bahwa ternak domba yang masih muda persentase tulangnya lebih tinggi, tetapi sebaliknya persentase daging dan lemaknya lebih rendah (Sugeng, 1991).

  Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam persentase karkas dan bobot karkas. Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot lemak, kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas dan ransum yang diberikan (Soeparno, 1994).

  Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen utama karkas dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan nutrisi. Umur, berat hidup dan kadar laju variabel lebih tinggi maka proporsi salah satu variabel atau kedua variabel lainnya lebih rendah (Soeparno.1994).

  Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi. Untuk kualitas karkas, khususnya karkas domba dapat ditentukan dari beberapa segi, diantaranya sebelum ternak dipotong, pada waktu dipotong dan setelah ternak dipotong. Kualitas karkas domba dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan dan perlakuan, seperti pemberian pakan, tatalaksana dan perawatan kesehatan, sedangkan yang mempengaruhi kualitas karkas domba pada saat ternak dipotong adalah pendarahan, pengulitan dan kontaminasi. Oleh sebab itu pada saat ternak dipotong, darah harus dapat keluar secara sempurna (Murtidjo, 1993).

  Kualitas karkas dapat diartikan dengan komposisi karkas serta distribusi jaringan, otot dan lemak. Karakteristik yang menjadi pertimbangan dan menilai kualitas karkas salah satunya adalah rasio daging : lemak (Sudjana, 1987).

  Devendra (1977) menyatakan persentase karkas merupakan sifat penting dalam kajian mengenai karkas. Persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan pakan yang dikonsumsi. Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi karkas meningkat.

  Lemak

  Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis, banyak terkumpul dalam dingding rongga perut dan ginjal. Jaringan lemak ternak ruminansia relatife stabil dari penaruh nutrisi dan lingkungan fisik disbanding dengan ternak monogastrik (Crouse et al, 1981).

  Perkembangan depot lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian abdominal tidak diinginkan, karena akan mungurangi selisih antar berat hidup dengan berat badannya. Salah satu mengurangi perlemakan adalah dengan cara menvariasikan nutrisi ramsum akan meningkatkan pula kandungan lemak tubuh dan peningkatan kandungan protein ramsum maka jumlah lemak abdominal akan menurun (Hasibuan, 1996).

  Parakkasi (1995) yang menyatakan Ransum yang mengandung energi tinggi cenderung meningkatkan komposisi lemak pada karkas dibandingkan dengan ransum yang berenergi rendah. Pembatasan konsumsi energi akan menurunkan perlemakan, walau pertumbuhan tulang dan jaringan urat daging mungkin masih dapat berlangsung.