PERAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH TERHA (1)

PERAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PENINGKATAN
KEUNGGULAN KOMPETITIF SEKTOR UMKM
Dr. Nazaruddin Malik, SE, M.Si
M. Sri Wahyudi S., SE, ME
Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstract
The aims of this paper is to explain the role of syariah banking financing on the competitive
advantage of Small medium enterprises (SME’s) sector in Indonesia. The contribution s of SME’s
for Indonesian Economics have an importance role for GDP’s mainly for labor absorption and
also for solving the unemployment and poverty problems. Furthermore, we need an alignments
and strategic policy to developing this sector. Financial inclusion programs by means of syariah
banking financing can play a significance role for increasing the competitiveness of this sectors.
Key words: Syariah Banking Financing, SME’s, Competitive advantage

Pendahuluan
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari
struktur perekonomian suatu negara ataupun daerah. Di Indonesia sejarah menunjukkan bahwa
UMKM menjadi perwujudan konkret dari kegiatan ekonomi rakyat yang bertumpu pada kekuatan
sendiri, beragam, dan merupakan kelompok usaha yang mampu menjadi penyelamat saat
perekonomian Indonesia dilanda krisis.

Kemampuan UMKM untuk bertahan dalam kondisi krisis terjadi karena kandungan
domestik yang tinggi pada input produksinya, sehingga mampu menghindar dari keterpurukan
akibat depresiasi rupiah yang menyebabkan peningkatan biaya produksi pada usaha yang banyak
menggunakan input impor. Demikian juga keunikan dan kekhasan tertentu dari komoditas yang
dihasilkan menjadi nilai lebih yang membuatnya memiliki daya saing lebih dipasar.
Namun kebanyakan produksi UMKM masih mengandalkan pasar lokal dan permintaan
dalam negeri sebagai sumber omsetnya, kecuali pada produk tertentu. Belum banyak produk
UMKM yang mampu melakukan ekspor langsung. Padahal sebentar lagi akan memasuki era
ASEAN Economic Community 2015 (AEC 2015) yang mengharuskan para pelaku bisnis termasuk
UMKM harus memiliki daya saing produk yang tinggi.
Studi CESS dan Swisscontact (2003) terhadap UMKM ekspor di Bali juga menunjukkan
bahwa pada kondisi pasar yang semakin kompetitif, lingkungan bisnis yang tidak kondusif dan
menambah beban biaya menjadi masalah yang sangat mengganggu kenyamanan berusaha
eksportir/trading house. Akibatnya daya saing dari produk eksportir/trading house dari Bali yang
notabene berasal dari UMKM, menurun tajam karena sulit bersaing dengan produk dari negara
yang ongkos produksinya lebih murah. Semakin memburuknya iklim usaha akibat semakin
banyaknya pungutan dan perijinan yang dihadapi menyebabkan trading house yang menjadi

saluran ekspor bagi produk UMKM untuk meraih pasar mancanegara semakin merasa berat untuk
mempertahankan usahanya.

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki dan kendala yang dihadapi oleh UMKM seperti yang
paparan di atas, maka perlu mempersiapkan perencanaan untuk menjadikan UMKM yang mandiri
dan berdaya saing tinggi sehingga mampu meningkatkan keunggulan kompetitif nasional. UMKM
harus diberi kesempatan dan juga arahan yang berupa informasi akurat untuk menentukan
usahanya sendiri seperti produk apa yang akan mereka produksi, berapa banyak dan untuk siapa
produk ini akan di pasarkan. Dengan kesempatan yang luas dan arahan yang tepat diharapkan
UMKM mempunyai daya saing yang tinggi baik di pasar lokal, regional maupun internasional.
Hal ini tentu harus didukung aspek pembiayaan bagi UMKM. Salah satu sektor yang diharapkan
mempunyai peranan besar terhadap aspek pembiayaan adalah keberadaan lembaga perbankan
syariah.
UMKM Dan Perekonomian Indonesia
Peran UMKM merupakan hal yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara dan
tidak jarang UMKM diharapkan sebagai mesin pertumbuhan. Di Indonesia sendiri perhatian
terhadap UMKM telah menjadi agenda penting dalam rangka bukan saja untuk memperkuat
struktur perekonomian nasional, tetapi juga untuk penyerapan tenaga kerja dan sebagai wahana
yang sangat strategis untuk distribusi barang dan jasa. Kehadiran UMKM ini semakin dirasakan
dampaknya di Indonesia selama terkena krisis moneter yang akhirnya berkembang menjadi krisis
multi dimensi. Pada tahun 1998 UMKM mampu bertahan dibandingkan Industri-industri besar.
Untuk mengetahui lebih jauh peranan UMKM dalam perekonomian nasional, dapat dilihat
data tahun 2003 dan tahun 2013 pada tabel 1.

Tabel.1. Peranan UMKM dalam Perekonomian Nasional 2003 dan 2013
Indikator
Jumlah UMKM (Juta unit)
Total UMKM / Total Usaha (%)
Tenaga Kerja UMKM / Total TK (%)
PDB UMKM / Total PDB (%)
Ekspor UMKM / Total Ekspor (%)
Sumber : Kementerian UMKM dan Koperasi (2013)

2003
42,4
99,8
67,0
63,5
14,4

2013*
52,8
99,99
97,3

56,51
17,03

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) meningkat sejalan dengan
membaiknya kinerja sektor riil secara umum. Sejak tahun 2003, jumlah unit usaha UMKM
mengalami peningkatan, yakni dari 42,4 (juta unit) menjadi 52,8 (juta unit) di tahun 2013. Dalam
penyerapan tenaga kerja juga mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2003 jumlah tenaga
kerja yang diserap sebanyak 67,0% menjadi 97,3% pada tahun 2013.
Adapun peranan UMKM terhadap ekspor masih belum signifikan, yaitu hanya sebesar
14,4% pada tahun 2003 meningkat menjadi 17,03 % pada tahun 2013. Pelaku UMKM perlu
memberi perhatian khusus agar mampu meningkatkan usahanya dan menembus pasar
internasional. Dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB), peranan UMKM terhadap
pembentukan total PDB adalah sebesar 63,5% pada tahun 2003 menurun menjadi 56,51 pada tahun
2013.

Kontribusi UMKM terhadap perekonomian sangatlah besar. Disamping kontribusi terhadap
PDB, UMKM mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Jika produktivitas UMKM dapat
ditingkatkan, maka dari sektor UMKM akan mampu mendongkrak tambah lapangan kerja baru
dan mampu menyerap ancaman pengangguran. Sehingga kekuatan ekonomi suatu negara memiliki
korelasi yang positif dengan kontribusi UMKM terhadap perekonomian suatu negara. Semakin

besar kontribusi UMKM terhadap perekonomian maka semakin kuat ekonomi negara tersebut.
Perkembangan UMKM hingga kini telah mencapai 52,8 juta yang tersebar di seluruh
Indonesia. Dari segi lapangan usaha, pelaku UMKM masih mendominasi sektor pertanian, jasajasa dan perdagangan. 97,5 persen total usaha yang bergerak di sektor pertanian berasal dari
UMKM, hanya 4,28 persen dari kelompok usaha besar (UB). Kelompok UB ini mendominasi
usaha di sector pertambangan 84,80 persen, listerik, gas dan air bersih 92 persen. Umumnya relatif
padat modal dan teknologi, sektor yang oleh UMKM di Indonesia yang karena keterbatasan modal
dan sumberdaya manusia sulit dimasuki.
Berbeda dengan UMKM di Negara-negara maju (NM) yang justru menjadi motor kemajuan
teknologi dan pertumbuhan ekonomi, maka di Negara-negara sedang berkembang (NSB) di Asia,
Afrika dan Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif
kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan
pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi perdesaan. Namun, dilihat dari
sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor non-migas, khususnya produk-produk
manufaktur, peran UMKM di NSB masih relatif rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang paling
menyolok dengan UMKM di NM.
Gambar 1. Struktur Modal UMKM

Sumber : Kementerian UMKM dan Koperasi (2013)

Meskipun telah membuktikan diri sebagai pilar ekonomi, masih banyak permasalahan klasik

yang dialami oleh UMKM yang belum terselesaikan. Masalah kurangnya akses modal, bahan
baku, kemampuan, dan informasi masih menjadi penghambat peningkatan daya saing UMKM.
Komitmen dan keberpihakan pemerintah melalui kebijakan terhadap UMKM yang minim
mengakibatkan UMKM di Indonesia saat ini belum mampu menguasai pasar dalam negeri. Hal ini
terbukti karena konsumsi domestik masih dipenuhi produk-produk impor dari China yang
kualitasnya bagus dan murah.
Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia dalam membantu
pengembangan usaha kecil dan koperasi tidak lagi dapat memberikan bantuan keuangan, yang
dikenal dengan kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) terhadap dunia usaha termasuk usaha
kecil. Dengan demikian peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil bersifat tidak
langsung, yaitu melalui pemeliharaan kestabilan nilai rupiah, mengupayakan terciptanya
perbankan (termasuk Bank Perkreditan Rakyat) yang sehat, mendukung perkembangan perbankan
berdasarkan prinsip syariah dan melalui kebijakan perkreditan dibidang perbankan, termasuk
pemberian bantuan teknis dan fasilitasi.
Pada gambar 1, dapat diketahui sumber dana UMKM masih mengandalkan modal sendiri
yaitu sebesar 71% sedangkan akses dari dunia perbankan hanya sebesar 16%, hal ini menunjukkan
bahwa akses pembiayaan yang terserap oleh UMKM masih minim. Padahal, dari 110 juta jiwa
tenaga kerja nasional, sekitar 97,3 persen bekerja pada sektor UMKM.
Pembiayaan Perbankan Syariah dalam Pengembangan UMKM
Financial inclusion merupakan koreksi terhadap financial exclution yang dalam

penjelasannya adalah sebuah kondisi financial yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja.
Definisi lain dari financial inclusion menurut World Bank, 2008 dan European Commision 2008
adalah sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk
hambatan entah dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap akses masyarakat dalam
menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Jadi tujuan dari financial inclusion di Indonesia adalah untuk dapat menyelamatkan
kemiskinan yang ada di Indonesia, seperti penyelamatan usaha lokal dan usaha mandiri agar
tercapainya koherenitas terhadap perkembangan zaman. Dalam perencanaan ini sebagai mana
mestinya masyarakat miskin bisa mendapatkan kemudahan akses untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi mereka, serta mendapatkan layanan yang pro rakyat. Perbankan syariah dapat berperan
strategis dalam proses financial inclusion ini.
Perkembangan sektor perbankan syariah yang semakin pesat diharapkan dapat lebih
membantu perkembangan UMKM. Melalui pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah dengan
karakteristik yang berbeda dengan kredit dari bank konvensional, maka akses pembiayaan bagi
UMKM akan semakin terbuka. Kehadiran perbankan syariah diharapkan mampu memberikan
dampak yang signifikan bagi perkembangan sektor riil dikarenakan produk inti dari bank syariah,
yaitu skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Islam memandang bahwa sektor riil harus
menjadi prioritas dalam aktivitas ekonomi dikarenakan sektor riil merupakan sektor yang terkait
langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Sehingga perbankan syariah harus mampu

memberikan kontribusi dalam pertumbuhan sektor riil, hal ini dapat dicapai dengan membantu
mengembangkan sektor UMKM. Menurut Aisyah (2009) program keberpihakan UMKM oleh

bank syariah ditunjukkan melalui: (1) inovasi strategi pembiayaan; (2) Program Linkage; (3) Pilot
project; (4) Pemanfaatan dana sosial; (5) kerjasama technical assistance.
Setiap bank syariah mempunyai berbagai strategi pembiayaan yang berbeda, misalnya bank
syariah mendirikan pusat-pusat pelayanan pembiayaan mikro seperti gerai UMKM atau sentra
UMKM. Di samping itu dikembangkan pula konsep linkage, dimana bank syariah yang lebih besar
menyalurkan pembiayaan UMKM-nya melalui lembaga keuangan syariah yang lebih kecil, seperti
BPRS dan BMT. Hal ini dikarenakan bank syariah besar belum menjangkau sentra masyarakat
usaha mikro dan kecil, akan tetapi lembaga keuangan syariah yang kecil lebih menyentuh langsung
dengan pelaku usaha UMKM. Selain itu, Perbankan syariah dapat bekerjasama dengan lembagalembaga pendidikan atau pengelola dana sosial dalam upaya meningkatkan budaya kerja,
kemampuan manajemen UMKM dan penguasaan teknologi.

Gambar 2. Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan
Golongan Usaha
200.000
180.000
160.000


74,034
(40,21)

140.000
57,000
(38,55)

120.000
100.000

30,845
(30,05%)

80.000
60.000
40.000
20.000
-

11,087

(23,65%)
35,799
(76,35%)
2009

15,611
(22,90%)
52,570
(77,10)
2010

71,810
(69,95%)

2011
UMKM

90,860
(61,45%)


2012

110,086
(59,71%)

2013

Usaha Besar

Sumber: Bank Indonesia (2013)

Secara kuantitatif, peran perbankan syariah terhadap UMKM dapat ditunjukkan melalui
seberapa besar dana yang dialokasikan untuk pembiayaan UMKM. Berdasarkan data Bank
Indonesia (2013), pembiayaan perbankan syariah (11 BUS, 23 UUS dan 163 BPRS) pada sektor
UMKM jika dibandingkan antara tahun 2009 dengan tahun 2013 memang mengalami peningkatan
dari Rp 35,799 triliun menjadi Rp 110,086 triliun namun dari sisi porsi ( share) dari keseluruhan
pembiayaan perbankan syariah selama 3 tahun terakhir justru mengalami penurunan dari 76,35%
menjadi 59,71% pada tahun 2013.
Menurut Machmud dan Rukmana (2010) penyebab cukup besarnya persentase pembiaayaan
bank syariah terhadap UMKM dikarenakan bank syariah lebih mengutamakan kelayakan usaha
(proyek) daripada nilai agunan, sementara faktor agunan untuk sebagian besar merupakan
penghambat UMKM dalam akses terhadap perbankan konvesional, bukan karena UMKM tidak
memiliki aset, melainkan karena aset nya yang dinilai tidak bankable.

Meskipun demikian alokasi pembiayaan perbankan syariah terkait dengan produk inti dari
bank syariah yaitu skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah masih kecil dibandingkan
dengan skim murabahah. Pada tahun 2013, alokasi dana murabahah sebesar 60,05% sedangkan
mudharabah dan musyarakah masing-masing hanya 7,40% dan 21,66%. Hal ini menunjukkan
alokasi pada sektor riil masih lebih rendah dibandingkan alokasi untuk skim jual beli yang
sebenarnya merupakan alokasi pada sektor konsumsi masyarakat.

Strategi Peningkatan Keunggulan Kompetitif UMKM di Indonesia
Sebagai upaya menyusun strategi pengembangan UMKM di Indonesia, maka dapat
didasarkan pada identifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang (SWOT) yang ada pada
UMKM.
Kekuatan (Strength) UMKM di Indonesia:
a. Kontribusinya ke PDB nasional yang cukup besar
b. Kemampuan menyerap banyak tenaga kerja
c. Memiliki dampak positif dan keterkaitan yang tinggi ke sektor lainnya
d. UMKM mampu menciptakan citra dan identitas bangsa ( tourism, membangun budaya dan
nilai lokal)
e. Mempunyai potensi yang masih besar, karena Indonesia mempunyai golongan Usia
produktif yang besar sebagai kekuatan sumber daya Manusia.
Kelemahan (Weakness) UMKM di Indonesia:
a. Kemampuan sumber daya masih perlu ditingkatkan
b. Kualitas produk UMKM Indonesia masih rendah dibanding dari negara lain (terutama di
tingkat ASEAN).
c. Permasalahan/kendala modal
d. Kurangnya keahlian pemasaran
Peluang (Opportunities) UMKM di Indonesia adalah:
a. Pelaksanaan ASEAN economic Community yang mengharuskan UMKM memiliki
keunggulan kompetitif.
b. Potensi wisata Indonesia yang mampu mendatangkan wisatawan asing
Ancaman (Threats) UMKM di Indonesia meliputi:
a. Keterbatasan untuk mendapatkan pembiayaan
b. Kelembagaan yang belum bagus, pemasaran kapasitas dan jaringan distribusi, penguasaan
teknologi, serta inovasi industri barang negara lain yang lebih murah dan bagus
c. Pembajakan oleh negara lain
Berdasarkan identifikasi SWOT, maka dapat dirumuskan strategi pengembangan UMKM
sebagai berikut:
1. Strategi Strength-Opportunities:
a. Besarnya peran nilai output UMKM dalam PDB dan naiknya trend ekspor UMKM, maka
diperlukan upaya peningkatan daya saing global.
b. Banyaknya warisan keragaman budaya dan nilai-nilai local, maka diperlukan upaya
meningkatkan citra pariwisata dan memperkenalkan brand Indonesia di dunia
internasional.

c. Kekuatan UMKM dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
memerlukan akses pembiayaan perbankan.
d. Banyaknya penduduk usia muda merupakan peluang untuk mengembangkan UMKM
2. Strategi Weaknesses-Opportunities:
a. Masih rendahnya daya beli masyarakat memerlukan produk UMKM yang murah dan
terjangkau
b. Rendahnya kualitas produk UMKM perlu ditingkatkan agar bersaing di pasar global
terutama di pasar ASEAN
c. Kemampuan sumber daya di bidang pemasaran UMKM masih rendah sehingga perlu
ditingkatkan untuk menembus pasar lokal dan global terutama di tingkat ASEAN.
3. Strategi Strength-Threats:
a. Besarnya peran produk UMKM dalam PDB dan naiknya trend ekspor UMKM memerlukan
dukungan pembiayaan perbankan.
b. Banyaknya warisan keragaman budaya dan nilai-nilai lokal berpotensi menciptakan
produk UMKM yang lebih beragam sehingga perlu perlindungan Haki.
c. Banyaknya penduduk usia muda yang memiliki potensi dan kemampuan mengeksplorasi
ide/gagasan yang berbasis pada IPTEK, maka perlu dukungan sarana prasarana, seperti:
pelatihan khusus pelaku UMKM dan perlindungan Haki.
d. Besarnya peran nilai output UMKM dalam PDB, naiknya trend ekspor, serta
kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja merupakan potensi dan kekuatan untuk
meningkatkan daya saing global.
4. Strategi Weaknesses-Threat:
a. Rendahnya kualitas produk UMKM dapat menurunkan daya saing perekonomian di pasar
global terutama di pasar ASEAN, maka pemerintah perlu memberikan fasilitas dan
menyediakan sarana prasarana seperti pelatihan dan pendampingan UMKM, menyediakan
teknologi yang dapat diakses oleh masyarakat secara luas
b. Dukungan pemerintah terhadap UMKM harus ditingkatkan secara berkelanjutan dan
didukung oleh aspek pendanaan yang memadai
c. Kemampuan sumber daya di bidang pemasaran produk dan inovasi yang masih rendah
memerlukan dukungan pemerintah sehingga perlu ditingkatkan untuk menembus pasar
lokal dan global terutama di tingkat ASEAN.
Strategi Pengembangan Financial Inclusion Perbankan Syariah
Agar mewujudkan financial inclusion tentunya diperlukan sebuah lembaga keuangan yang
langsung bersentuhan dengan masyarakat terutama pelaku UMKM. Salah satu keuangan mikro
berbasis syariah yang sudah banyak dikenal masyarakat adalah Baitulmaal Waa Tanwil (BMT).
BMT memiliki kelebihan dibandingkan dengan lembaga lainnya. Selain prinsip-prinsip
syariah yang menjadi basis fundamentalnya, operasional BMT dilakukan dengan cara
pendampingan kepada para anggotanya sehingga model pendekatan ini memunculkan sebuah
tingkat kepercayaan yang sangat tinggi kepada para anggotanya. Hal ini yang menjadikan BMT
terus berkembang di masyarakat sebagai financial inclusion.
Lembaga keuangan mikro seperti BMT mempunyai peran signifikan dalam pengembangan
ekonomi masyarakat melalui berbagai pembiayaan mikronya. Hal ini tidak terlepas dari
kemudahannya diakses oleh masyarakat.
Dalam rangka mengoptimalkan peran BMT untuk mengembangkan UMKM, maka fungsi
BMT di bidang penyaluran dana khususnya dalam bentuk pembiayaan produktif perlu lebih

ditingkatkan. BMT yang berperan secara optimal diharapkan dapat memberikan andil dalam
pembangunan ekonomi nasional, sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud
secara adil dan merata.
Sebagai upaya peningkatan kekuatan dana BMT, maka diperlukan sinergi antara BMT dan
bank syariah. Kekuatan dana dan permodalan yang dimiliki bank syariah sangat dibutuhkan oleh
BMT untuk memperluas pembiayaannya. Bagi bank syariah menyuntikkan dana ke BMT bisa
menjadi pintu masuk dalam mengembangkan sektor pembiayaan mikro tanpa harus membuka unit
mikro sendiri. Selain itu, dengan sinergi ini BMT dapat membantu bank syariah dalam
mempromosikan produk pembiayaannya.
Kesimpulan
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia masih sangat besar. Di samping
kontribusi terhadap PDB, UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Jika
produktivitas UMKM dapat ditingkatkan, maka dari sektor UMKM akan mampu mendongkrak
tambah lapangan kerja baru dan mampu menyerap ancaman pengangguran. Sehingga kekuatan
ekonomi suatu negara memiliki korelasi yang positif dengan kontribusi UMKM terhadap
perekonomian suatu negara. Semakin besar kontribusi UMKM terhadap perekonomian maka
makin kuat ekonomi negara tersebut.
Permasalahannya UMKM di Indonesia masih dihadapkan permasalahan klasik, terutama
belum mampu menjadi motor penggerak kemajuan teknologi dan pengembangan sumberdaya
manusia. Keterbatasan modal dan masih didominasi sektor informal perdagangan dan bukan
manufaktur menyebabkan nilai kompetitifnya masih tertinggal.
Berdasarkan analisis SWOT, maka strategi pengembangan UMKM agar mampu
meningkatkan keunggulan kompetitif nasional harus dilakukan terutama dengan meningkatkan
akses pembiayaan terhadap UMKM manufaktur. Perluasan akses pembiayaan ini merupakan
peluang bagi perbankan syariah untuk memberikan kontribusi bagi peningkatan keunggulan
kompetitif sektor UMKM di Indonesia. Adapun beberapa saran serta langkah-langkah strategisnya
meliputi:
1. Peningkatan kualitas produk UMKM agar mampu bersaing dengan negara lain.
2. Akses pembiayaan perbankan diperluas, khususnya melalui pensinergian BMT dengan
perbankan syariah.
3. Pelatihan dan pendampingan bagi pelaku UMKM.
4. Penyediaan fasilitas website produk UMKM yang dilengkapi dengan fasilitas ketersediaan
katalog produk atau jasa yang bisa di-update untuk waktu tertentu, tersedianya informasi
mengenai tren pasar, dan transaksi bisnis serta pembayarannya.
5. Perlindungan Haki pada produk UMKM.

REFERENSI
Aisyah, Siti, 2009, Pemberdayaan UKM Melalui Bank Syariah Berbasis Kearifan Lokal, Jurnal
Manajemen Gajayana vol. 6 No.2 November 2009, 127-136

Baswir, Revrisond, 1995, “Industri Kecil dan Konlomerasi di Indonesia”, Prisma Vol. XXIV, No.
10: 83 – 91.
Candra, Purdi. E (2003), Menjadi Entrepreneur Sukses. Jakarta: Grasindo.
Drucker, Peter F (1996), Inovasi dan Kewiraswastaan, Praktek dan Dasar-dasar. Jakarta:
Erlangga.
Erani, Y. Ahmad (Ed.) (2006), Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, & Kebijakan .
Malang: Bayumedia.
Iwantono, Sutrisno (2003), Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan
Menengah. Jakarta: Grasindo.
Kertajaya, Hermawan (2002), Marketing Plus Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kuncoro, Mudrajad (2000), Ekonomi Pembangunan; Teori, Masalah Dan Kebijakan, Yogyakarta.
Lesser, Jack A. and Marie Adele Hughes, (1996), “The Generalizability of Psychographic Market
Segments Across Geographic Locations”, Journal of Marketing, Vol. 50, (January),
pp.18-27.
Machmud, Amir dan Rukmana (2010), Bank Syariah – Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia. Jakarta: Erlangga
Sato, Yuri, 2000, “Lingkage Formation by Small Firm: The Case Rural Cluster in Indonesia”,
Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 36 No.1: 137-166
Tambunan, Tulus, 1993, “Kontribusi Industri Skala Kecil Terhadap Ekonomi Lokal”, Prisma
Vol. XXII, No. 3: 83-92.
Viscott, David, (1991), Mengelola Bisnis. Jakarta: Elangga.