ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DA

ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI
TUGAS 1
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
SEKSI:
NAMA:
NIM:
DHK:

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMA JAYA
JAKARTA
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur
organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka. Terwujudnya efektivitas dan
efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan juga menjadi harapan masyarakat yang ditumpukan kepada
negara.

Perkembangan konsep trias politica juga turut memengaruhi perubahan struktur kelembagaan
di Indonesia. Seiring berkembangnya ide-ide mengenai kenegaraan, konsep trias politica
dirasakan tidak lagi relevan mengingat tidak mungkinnya mempertahankan eksklusivitas
setiap organ dalam menjalankan fungsinya masing-masing secara terpisah. Kenyataan
menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu pada praktiknya harus saling
bersentuhan. Kedudukan ketiga organ tersebut pun sederajat dan saling mengendalikan satu
sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances. Untuk menjawab tuntutan tersebut,
negara membentuk jenis lembaga negara yang diharapkan dapat lebih responsif dalam
mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah berbagai lembaga negara bantu dalam
bentuk dewan, komisi, komite, badan, ataupun otorita, dengan masing-masing tugas dan
wewenangnya. Beberapa ahli tetap mengelompokkan lembaga negara bantu dalam lingkup
eksekutif, namun ada pula sarjana yang menempatkannya tersendiri sebagai cabang keempat
kekuasaan pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia, kehadiran lembaga negara bantu menjamur pasca perubahan UUD
Negara RI Tahun 1945. Salah satu hasil dari Perubahan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) adalah beralihnya supremasi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya, MPR
bukan lagi lembaga tertinggi negara karena semua lembaga negara didudukkan sederajat
dalam mekanisme checks and balances. Sementara itu, konstitusi diposisikan sebagai hukum
tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara. Berbagai

lembaga negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam. Beberapa
di antaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh legitimasi
berdasarkan undang-undang ataupun keputusan presiden.

Salah satu lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan Lembaga bantu negara yang dapat
disamakan dengan Lembaga Negara yang tertuang dalam UUD 1945 karena sama-sama
mempunyai struktur organisasi yang sama dengan lembaga negara mempunyai sekjen dan
badan Litbang yang dimiliki lembaga negara yang lain sama seperti Komisi Yudisial, dapat
dikatakan bahwa kedudukannya secara struktural sederajat dengan Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional, peranannya bersifat penunjang
(auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial, meskipun fungsinya
terkait dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.
Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang
merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan yang
dianut negara Indonesia masih menarik untuk diperbincangkan.
Di tengah masih kurang optimalnya kinerja jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam
menangani kasus-kasus korupsi, keberadaan KPK harus tetap dipertahankan. Sebab,
menyelamatkan KPK sama artinya dengan menyelamatkan negara dari kehancuran. KPK

tidak boleh kehabisan semangat dan motivasi. Di tanah air, ketidakpercayaan terhadap
pelayanan pejabat negara melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia mulai
memasuki masa inflansi komisi negara, yaitu titik jenuh yang justru dapat mereduksi urgensi
eksistensi komisi itu sendiri. Telah lahir komisi negara baru yang fungsi dan perannya
cenderung tidak jelas atau tumpang tindih satu sama lain.
Sementara itu, Kepolisian Indonesia saat ini sudah hampir mendekati sistem Kepolisian ideal
yang diharapkan oleh anggotanya sendiri maupun masyarakat, kemandirian Polri sudah
dilaksanakan dan terpisah dari ABRI, dan sekarang yang perlu dilakukan Polri adalah
melakukan peningkatan sumber daya manusianya serta melakukan pembenahan secara
maksimal. Program-program yang dilaksanakan dalam tugas kepolisian di kewilayahan sudah
dapat dilihat hasilnya, sementara yang perlu dan wajib dilakukan adalah adanya
penyederhanaan sistem birokrasi untuk pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan masyarakat
melalui langsung maupun tidak langsung bisa dilakukan dan disederhanakan dengan
melakukan efisensi dan efektifitas yang terkait dengan penggunaan tekhnologi Kepolisian
yang maksimal dan up to date. Pengawasan juga diperlukan dalam rangka menjaga supaya
tidak ada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam praktek-praktek kerja di
lapangan.

BAB 2
PEMBAHASAN

ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI

A. POLRI
Kepolisian menurut Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1997 pasal 1 dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal
1 ialah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia,
yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas
kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di masyarakat menjadi
aman, tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan
Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan dan
ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta
menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui
ketentuan Undang-Undang1.

Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif.
Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan
peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum.
Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan
hukum tidak dilanggar oleh siapapun.

1

Pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI

Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan ini
nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang pada
hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam
Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan
bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:2
1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2. menegakkan hukum; dan
3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Selanjutnya dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas:3

1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
3. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
4. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
6. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
7. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai
ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya
menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta
tugas dan wewenangnya.
8. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;


2
3

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI

9. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
11. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
12. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan
bahwasannya Dalam rangka menyelenggarakan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
secara umum berwenang:4
1. menerima laporan dan/atau pengaduan;
2. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu

ketertiban umum;
3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa;
5. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;
6. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;
7. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
9. mencari keterangan dan barang bukti;
10. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
11. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;
12. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
13. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

4


Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya
berwenang :
1. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat
lainnya;
2. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
3. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
4. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
5. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata
tajam;
6. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di
bidang jasa pengamanan;
7. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
8. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
9. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di
wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
10. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

11. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Sebagai lembaga penegak hukum yang menangani masalah pidana, maka POLRI berperan
sebagai penyelidik dan penyidik (bersama dengan Kejaksaan RI) dalam kasus pidana pada
umumnya, atau di luar pidana khusus, yang diatur secara berbeda dan tentunya dapat
melibatkan lembaga negara lain semisal KPK. Jalur untuk mengetahui adanya suatu tindak
pidana adalah melalui:
1. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang
telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan5
2. Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana6

5
6

Pasal 1 butir 25 KUHAP
Pasal 1 butir 24 KUHAP

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur oleh dalam Undang-Undang. 7 Adapun pihak yang
berwenang untuk melakukan penyelidikan adalah setiap pejabat polisi negara Republik
Indonesia.8
Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan.
Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:9
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Mencari keterangan dan barang bukti;
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri; (Pasal 5 KUHAP)
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab. (Pasal 5
KUHAP)
5. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
i.

penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;

ii.

pemeriksaan dan penyitaan surat;

iii.

mengambil sidik jari dan memotret seorang;

iv.

membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik

v.

Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan
sebagaimana tersebut diatas

vi.

Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang
melakukan penangkapan10

Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa
merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan.
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.11
7

Pasal 1 butir 5 KUHAP
Pasal 4 KUHAP
9
Pasal 5 KUHAP
10
Pasal 16(1) KUHAP
11
Pasal 1 butir 2 KUHAP
8

Pihak yang berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.12
Penyidik karena kewajibannya memiliki kewenangan sebagai berikut:13
1. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
11. Dalam melakukan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
12. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan
13. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
14. Penyerahan berkas perkara dilakukan:
i.

pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;

15. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab
atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum
16. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang :

12
13

i.

pemeriksaan tersangka;

ii.

penangkapan;

iii.

penahanan;

iv.

penggeledahan;

v.

pemasukan rumah;

vi.

penyitaan benda;

vii.

pemeriksaan surat;

viii.

pemeriksaan saksi;

Pasal 6 KUHAP
Pasal 7, 8, 31, 75, 110, 132, dan 133 KUHAP

ix.

pemeriksaan di tempat kejadian;

x.

pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;

xi.

pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.

17. Melakukan penyidikan tambahan, jika penuntut umum mengembalikan hasil
penyidikan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
18. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik dapat mengadakan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan.
19. Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan
dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan.
20. Melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum, jika
penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi
21. Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya
pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib
didampingi oleh penasihat hukum
Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat penegak hukum melakukan
suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan yang terdiri dari
penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan surat.
Penangkapan.
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.14 Dapat disimpulkan bahwa penangkapan dilakukan untuk
kepentingan penyidikan dan/atau penuntutan dalam proses penegakan hukum. 2 Jenis
penangkapan dalam KUHAP :
a. PENANGKAPAN DENGAN SURAT PERINTAH PENANGKAPAN
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga kuat melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan/awal yang cukup. Maksudnya adalah yang menentukan

14

Pasal 1 butir 20 KUHAP

bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan ketyerangan dan data yang terkandung dalam
dua dari hal-hal berikut :15
1. laporan polisi;
2. berita acara pemeriksaan polisi;
3. laporan hasil penyidikan;
4. keterangan saksi/saksi ahli;atau
5. barang bukti.
Pada prinsipnya dalampenyidikan tetap menganbnut asas praduga tak bersalah (presumption
of innocence). Asas tersebut digunakan untuk melindungi kepentingan dan hak hukum dari si
tersangka atau terdakwa dari kesewenang-wenangan paraaparat penegak hukum.
Dalam memberikan surat perintah penangkapan, penyidik harus memperlihatkan surat tugas
kepada si tersngka dan dalam surat perintah penangkapan harus memuat identitas tersangka,
alasan penangkapan, uraian singkat dugaan tindak pidana, dan tempat si tersangka di periksa.
Penangkapan hanya dapat dilakukan 1x24 jam atau 1 hari. Penangkapan terhadap tersangka
pelaku pelanggaran tidak akan dilakukan, kecuali jika telah dilakukan pemanggilan secara
sah dua kali berturut-turut dan ia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang sah.
b. TERTANGKAP TANGAN (PENANGKAPAN TANPA SURAT PERINTAH
PENANGKAPAN)
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat
kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.16
Dalam tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan
bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada
kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat. Dalam pelaksanaan penangkapan tanpa
surat perintah, hak-hak tersangka yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

15
16

SK Kapolri No.Pol.SKEP/04/I/1982 tanggal 18 Februari 1982
Pasal 1 butir 19 KUHAP

1. Untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan
hukum dari seorang atau lebh penasehat hukum, selama masa pemeriksaan.
2. Penasehat hukum dan tersangka berhak untuk saling menghubungi.
Penahanan.
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.17
Penyitaan.
Penyitaan adalah serangkain tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.18
Penggeledahan.
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam
undang-undang.19 Dari ketentuan pasal ini, penggeledahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu
penggeledahan rumah dan penggeledahan pakaian atau badan.
a. Penggeledahan rumah.
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan
tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau
penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.20
b. Penggeledahan badan.
Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan
atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya serta, untuk disita.21

17
18
19
20
21

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

1 butir 21 KUHAP
1 butir 16 KUHAP
32 KUHAP
1 butir 17 KUHAP
1 butir 18 KUHAP

Para penyidik kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut kedalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum
untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan.
Penuntut umum mengembalikan BAP tersebut kepada penyidik apabila penuntut umum
menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap. Pengembalian tersebut disertai petunjuk tentang
hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi oleh penyidik dalam waktu 14 hari setelah
penerimaan berkas. Apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap,
maka penuntut umum kemudian akan membuat surat dakwaan dan dilanjutkan ke tahap
penuntutan.22
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, POLRI, yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden, diawasi oleh sejumlah lembaga, antara lain KPK, Kompolnas, dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM). KPK akan dibahas dalam sub bab berikutnya, sedangkan terkait
dengan Kompolnas akan dibahas di bawah ini.
Komisi Kepolisian Nasional atau disingkat KOMPOLNAS adalah sebuah lembaga kepolisian
nasional di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden
Republik Indonesia. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Perpres No.17 tahun 2011 yang
dikeluarkan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. Lembaga ini bertugas untuk
membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri. Sebagai lembaga negara, Kompolnas mendapatkan pembiayaan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kompolnas bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian
saran kepada Presiden. Saran yang diberikan oleh Kompolnas berkaitan dengan anggaran
Polri, pengembangan sumber daya Polri , dan pengembangan sarana dan prasarana Polri,
dalam upaya mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri. Kompolnas juga menerima
saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian untuk diteruskan kepada kepada
Presiden. Keluhan yang diterima Kompolnas adalah pengaduan masyarakat yang menyangkut
penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi,
dan penggunaan diskresi kepolisian yang keliru. Pengumpulan data dan keluhan masyarakat
ini dilakukan melalui jalur media komunikasi elektronik, terutama internet, dimana
masyarakat dapat berkomunikasi langsung dengan staf Kompolnas yang sedang aktif.
22

Pasal 38 KUHAP

B. KPK
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
dan menemukan tersangka dari suatu tindak pidana. Dalam melaksanakan tugas penyidikan,
maka penyidik diberi kewenangan tertentu menurut undang-undang. Di dalam KUHAP yang
merupakan dasar bagi hukum acara pidana umum, kewenangan penyidik diatur, yaitu:23
a) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentanga adanya tindak pidana
b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f) mengambil sidik jari dan penyitaan surat
g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai seorang tersangka atau saksi
h) mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungaannya dengan
pemeriksaan perkara
i) mengadakan penghentian penyidikan
j) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Kewenangan di atas adalah kewenangan penyidik dalam tindak pidana umum. Dalam
KUHAP dimungkinkan untuk adanya penyimpangan atau pengecualian dari ketentuan
KUHAP terhadap proses acara pidana dari suatu tindak pidana khusus yang diatur dalam UU
tertentu24. Salah satunya adalah UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan
Tipikor, serta UU No. 30/2002 tentang KPK.
UU Tipikor menyebutkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, (dalam hal ini KUHAP) kecuali
ditentukan lain dalam UU itu sendiri 25. Maka UU ini membuka kemungkinan adanya suatu
penyimpangan terhadap ketentuan acara pidana dalam KUHAP, hal mana juga telah
diakomodir dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP. Adapun beberapa pengecualian yang berkaitan
dengan kewenangan penyidik dalam UU Tipikor antara lain:
a) penyidik

berhak

meminta

tersangka/terdakwa26
23
24
25
26

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

7 (1) huruf a-j KUHAP
284 ayat (2) KUHAP
26 UU Tipikor
29 ayat 1 UU Tipikor

keterangan

bank

tentang

keadaan

keuangan

b) penyidik berwenang meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik
tersangka/terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi27
c) Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos,
telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara
tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa28
Berdasarkan UU No. 30/2002 tentang KPK, dalam melaksanakan tugasnya, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang :29
a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
atau penyelenggara negara;
b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
Lalu dalam UU No. 30/2002 tentang KPK juga diatur beberapa kewenangan penyidik KPK
yang dikecualikan terhadap KUHAP, antara lain:
1) penyidik KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan30
2) melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan31
3) memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke
luar negeri32
4) meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa33
5) memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait34

27
28
29
30
31
32
33
34

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

29 ayat 4 UU Tipikor
30 UU Tipikor
11 UU KPK
8(2) UU KPK
12(1) huruf a UU KPK
12(1) huruf b UU KPK
12(1) huruf c UU KPK
12(1) huruf d UU KPK

6) memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya35
7) meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi
yang terkait36
8) menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti
awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa37
9) meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri38
10) meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana
korupsi yang sedang ditangani39
Jadi pada dasarnya kewenangan penyidik secara umum adalah sebagaimana yang diatur
dalam pasal 7 KUHAP, namun KUHAP sendiri dalam pasal 284 ayat (2) memberikan
pengecualian terhadap ketentuan hukum acara dalam UU pidana tertentu, sehingga dengan
demikian dimungkinkan dalam UU pidana khusus termasuk UU yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi, memberikan kewenangan khusus atau tambahan terhadap penyidik
tipikor dalam melaksanakan tugas penyidikan.40
Berbeda dengan POLRI yang diawasi oleh KPK dan Kompolnas, KPK tidak memiliki
lembaga negara yang berperan sebagai badan pengawas secara tersendiri.
C. Sengketa Kewenangan KPK dengan POLRI
Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (POLRI) dari
hari ke hari makin memanas tanpa ada ujung ceritanya. Dari perspektif hukum, sudah
merupakan hal yang lazim bahwa tiap penyelidikan, penyidikan, bahkan penuntutan suatu
perkara telah sedemikian rupa diatur oleh undang-undang. Sebelum lahirnya KPK, lembaga
35

Pasal 12(1) huruf e UU KPK
Pasal 12(1) huruf f UU KPK
37
Pasal 12(1) huruf g UU KPK
38
Pasal 12(1) huruf h UU KPK
39
Pasal 12(1) huruf i UU KPK
40
http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/25/beberapa-perbandingan-mengenaikewenangan-penyidik-tipikor-365793.html
36

penegak hukum yang dikenal hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang secara legalitas memiliki
kewenangan untuk melakukan penindakan atas perkara yang objek hukumnya bersinggungan
dengan negara.
Namun begitu, hadirnya KPK seolah memutus rantai kewenangan yang dimiliki kedua
lembaga negara tersebut selama ini. Apalagi kewenangan yang dimiliki KPK itu menyangkut
“dapur” tiap lembaga yang rawan dengan aksi-aksi penistaan terhadap anggaran negara yang
bersumber dari pajak rakyat.
Kepolisian dalam hal ini dan telah diketahui umum senantiasa berpegang pada KUHP dan
KUHAP sebagai payung hukumnya dalam melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum.
Mulai dari tugas atas tindak pidana ringan (tipiring) hingga yang berat sekalipun. Sementara,
KPK sejak dilahirkan memiliki tugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi (tipikor) di lembaga-lembaga pemerintah yang diduga rawan dengan
aksi korupsinya.
Sebelum ada KPK, Kepolisian bersama dengan Kejaksaan kerap kali pula menangani perkara
korupsi di level pemerintahan yang ada sesuai dengan pedoman undang-undang yang berlaku
ketika itu. Namun sekarang, secara khusus tiap perkara yang berkaitan dengan tipikor itu,
lembaga KPK didapuk untuk menuntaskannya.
Dengan kata lain, tiap perkara korupsi yang muncul ke permukaan di satu institusi
pemerintah, KPK lah yang menjadi penegak hukumnya untuk menuntaskan penyelidikan dan
penyidikan. Dan, tiba-tiba terkait perkara korupsi di alat negara semacam Kepolisian ini,
muncul Kepolisian yang mengaku punya kewenangan tersebut.
Artinya untuk dugaan perkara korupsi , publik menilai ada dua institusi yang berwenang
melakukan tugas penegakan hukum. Akan tetapi, publik secara awam juga dapat menilai
bahwa jika ada dualisme kewenangan untuk perkara yang sudah diatur oleh undang-undang
yang baru, maka azas atau prinsip yang dianut selama ini menggunakan prinsip rule of
recognition, yakni lex specialis derogate lex generalis. Secara simplistis azas ini bisa
dimaknai bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang
bersifat umum (generalis). Malah dalam hukum pidana, prinsip atau azas semacam ini
terkandung pula dalam Pasal 63 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
berbunyi,” Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan.

Jika dicermati, maka pasal tersebut juga menegaskan adanya keberlakuan aturan pidana yang
khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk, baik ke dalam aturan pidana yang
umum dan aturan pidana yang khusus. Merujuk pada bunyi pasal 63 ayat 2, maka UU tentang
Pemberantasan Korupsi dan atau lembaga KPK yang menjadi instrument penegakan hukum
terkait prinsip yang berlaku, tentu memiliki alas hukumnya pula. Komisi ini didirikan
berdasarkan pada UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang kehadirannya ini untuk menjawab ketidakefektivan lembaga pemerintah yang
menangani perkara korupsi.
Malah dalam bagian konsideran UU tersebut, untuk menjelaskan kehadiran KPK ini, secara
jelas dinyatakan, bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi
belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana. Apa yang
menjadi konsiderans UU KPK ini kian menjelaskan bahwa alat-alat kelengkapan negara
dalam penegakan hukum, semacam Kepolisian dan Kejaksaan dipandang tidak efektif dan
efisien lagi dalam melakukan tugas-tugas penegakan hukum. Sehingga, kasus korupsi juga
sekaligus memperlihatkan ke mata publik bahwa lembaga yang tidak efektif dan efisien itu
(Kepolisian) tengah melakukan kewenangannya sebagaimana yang tengah diberitakan
sekarang ini. Padahal sebagaimana pasal 50 ayat 3 dan 4 UU No 30 tahun 2002 mengatur jika
KPK sudah dahulu melakukan penyidikan, maka Polri atau Kejaksaan tidak berwenang lagi.
Atau jika penyidikan dilakukan bersamaan, maka Polri atau Kejaksaan harus menghentikan
penyidikannya.
Pasal dalam UU ini tentu sudah demikian dimaklumi oleh aparat penegak hukum, semisal
Kepolisian dan Kejaksaan untuk tahu tugas dan kewenangannya itu. Hanya ironisnya,
lembaga Kepolisian masih tetap bersikap bahwa teknis yuridis yang dilakukan KPK, lewat
aksi penggeledahan dan penetapan tersangka sebagai bagian dari penyidikan KPK telah
menabrak MoU (Kepolisian, KPK dan Kejaksaan). Malah MoU ini kemudian dijadikan alas
hukum baru, semacam yurisprudensi oleh Kepolisian sebagai acuan dan dasar hukum
Kepolisian melakukan penyidikan atas kasus korupsi. Karenanya langkah Kepolisian
semacam itu justru menimbulkan pertanyaan publik, apakah memang demikian sistim hukum
yang berlaku di Indonesia? Terlebih Kepolisian dalam konteks ini menggunakan dasar
hukum itu (kasus korupsi) yang sudah secara khusus diatur undang-undang.
Kasus dugaan korupsi masih jadi perhatian masyarakat. Saat ini bukan soal jumlah uang yang
diduga dikorupsi oleh alat-alat negara dan rekan sejawatnya (pengusaha), tapi soal

kewenangan yang sudah diatur undang-undang. UU secara khusus memerintahkan kepada
penegak hukum atas nama undang-undang untuk mematuhi apa yang menjadi tugas dan
kewenangannya. Namun demikian realitas yang berkembang memperlihatkan bahwa
Kepolisian RI bersikeras untuk menuntaskan perkara korupsi di markasnya. Sementara KPK
minus Kejaksaan, masih terus memacu langkahnya sebagaimana yang diperintahkan undangundang pula. KPK dengan UU No 30 tahun 2002, sementara Kepolisian RI dengan MoU dan
KUHAP.

BAB 3
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas utama dari kepolisian adalah
memelihara keamanan di dalam negeri. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
mempunyai beberapa wewenang diantaranya menerima laporan dan/atau pengaduan;
membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
umum; mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat dan lain sebagainya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat
melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK
merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembagalembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai
trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan
korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.
Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor
terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Secara khusus tugas dan fungsi kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana korupsi
adalah dalam bidang penyelidikan dan penyidikan. Kewenangan kepolisian untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan tersebut hakikatnya sebagai perwujudan terhadap pokok
kepolisian. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat berpengaruh
terhadap pelaksanaan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana itu sendiri, hal ini
dikarenakan proses penyidikan merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum

yang dilakukan oleh aktor-aktor penegakan hukum di Indonesia. Tetapi, KPK berwenang
untuk meneruskan atau mengulang penyidikan yang sebelumnya dilakukan oleh kepolisian
atau kejaksaan, dan bila KPK sudah masuk maka proses penyidikan yang dilakukan oleh
pihak kepolisian atau kejaksaan harus dihentikan dan diserahkan seluruhnya kepada KPK.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahrus, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT UII Press, Yogyakarta, 2011.
Amiruddin, Dr, SH, M.Hum, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010
Djaja Ermansyah, Tipilogi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, CV. Mandar Maju,
Bandung,2010.
Effendy Marwan , Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana, Gaung Persada Press, Jakarta, 2012.
Hiariej, O.S. Eddy, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012.
Kansil, Cristine S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jilid II, cetakan
kesebelas). Jakarta; PT Balai Pustaka. 2003.
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Prakoso, Djoko. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta :Bina Aksara.
1987.
Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Tatanegara di Indonesia. Ttp. : Dian Rakjat. 1983.
Sadjijono, Dr, SH, M.Hum, Etika Profesi Hukum, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
Setyarso Budi. KPK VS POLRI .PT Mizan Publika. Bandung, 2012.
Sunardjono. Hukum Kepolisian, Buku II (Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara). Ttp.
Tt.
Syarifin, Pipin. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.
Tohan Suherman, Koordinasi Lembaga Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2009.
Tutik, Titik Triwulan. Pengantar Ilmu Hukum. Surabaya: Prestasi Pustaka.2006.
Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia dan Penjelasannya.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
Yunara Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005.
http://elearning.ppatk.go.id/pluginfile.php/125/mod_page/content/8/Modul%203%20%20Bagian%204.pdf
http://farizpradiptalaw.blogspot.com/2009/12/kedudukan-lembaga-negara-bantudidalam.html
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=33503&val=2342
http://harissoekamti.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-upaya-upaya.html
http://j2ng.blogspot.com/2013/02/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
http://gumelarani.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-administrasi-negara.html
http://poetrasentence.blogspot.com/2013/02/makalah-tindak-pidana-korupsi-oleh-kpk.html
http://rodlial.blogspot.com/2013/09/makalah-kebijakan-publik-dalam.html