Index of /ProdukHukum/kehutanan

(1)

PEMBENTUKAN

UNIT PENGELOLAAN HUTAN

A. Pendahuluan

Upaya memakmurkan rakyat dengan mempertahankan hutan tetap lestari telah menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dalam Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan sebagai Pengelola, diamanatkan menyusun Rencana. yang berkaitan dengan pembentukan Unit dan pengelolaan Unit.

Unit dibentuk di semua fungsi pokok hutan, di hutan produksi disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP); di hutan lindung atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL); dan di hutan konservasi atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK).

Ketiga hal dasar tersebut, yakni: Unit, Rencana, dan Pengelola menjadi satu kesatuan tidak bisa dipisahkan yang merupakan persyaratan pengelolaan hutan. Tanpa adanya pemenuhan dan implementasi ketiga hal itu di lapangan, mustahil pengelolaan hutan dapat memakmurkan rakyat serta mempertahankan hutan tetap lestari.

B. Definisi

Unit (KPHP, KPHL, dan KPHK) adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Rencana Pengelolaan Unit (KPHP, KPHL, dan KPHK) adalah arah dan pedoman serta pilihan prioritas cara mencapai tujuan. Institusi Pengelola Unit (KPHP, KPHL, dan KPHK) adalah penentu atas pilihan nilai yang menentukan kinerja.

C. Tuj uan

Tujuan pembentukan unit pengelolaan hutan (baca: KPHP, KPHL, dan KPHK beroperasi di lapangan) adalah:

1.

mewujudkan intensifikasi pengelolaan hutan yang mendorong lahirnya optimalisasi pengelolaan hutan

2.

mewujudkan transparansi bagi: perorangan, koperasi, swasta, atau BUMN/D yang mendorong lahirnya distribusi manfaat hutan secara adil dan merata

pada masyarakat yang kehidupannya tergantung kepada sumberdaya hutan.

3.

mewujudkan pendelegasian kewenangan dan tanggungjawab secara bertahap yang mendorong lahirnya: SDM kehutanan profesional di daerah yang akan

meningkatkan pelayanan di bidang kehutanan.


(2)

1. Informasi Kawasan

Kawasan hutan Indonesia seluas 120,35 juta ha, telah ditunjuk oleh Menteri seluas 109,9 juta ha, dan sisanya seluas 10,95 juta masih dalam proses penunjukan. Kawasan hutan tersebut terdiri dari: hutan konservasi seluas 23,21 juta ha; hutan lindung seluas 29,04 juta ha; dan hutan produksi seluas 57,70 juta ha (hutan produksi terbatas 16,21 juta ha, hutan produksi 27,82 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 13,67 juta ha).

2. Hutan Konservasi.

Hutan konservasi dibedakan menjadi Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), dan Taman Buru (TB). Terhadap kawasan tersebut Pemerintah telah menetapkan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) di daratan dan perairan; Rencana Pengelolaan di masing-masing Unit; serta Pengelola Unit (Balai TN dan Balai KSDA) yang secara operasioanl telah berlangsung di lapangan. Unit-unit tersebut meliputi:

a. Di daratan: KSA, yakni 214 unit Cagar Alam (CA), 63 unit Suaka Margasatwa (SM); KPA, yakni 39 unit Taman Nasional (TN), 104 unit Taman Wisata Alam (TWA), 17 unit Taman Hutan Raya (TAHURA); dan 14 unit Taman Buru (TB),

b. Di perairan: KSA, yakni: 9 unit CA, dan 6 unit SM; KPA, yakni 18 unit TWA, dan 6 unit TN. 3. Hutan Lindung

Sejauh ini campur tangan pemerintah pada hutan lindung relatif kurang dibanding terhadap fungsi pokok lainnya. Hampir semua yang berkaitan dengan keberadaan dan kualitas hutan lindung berlangsung alamiah diserahkan pada alam.

4. Hutan Produksi

a. Hutan produksi di Indonesia seluas 57,70 juta ha, kurang lebih 33,16 juta ha dimanfaatkan dalam bentuk Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Sisanya kurang lebih 24,54 juta ha merupakan hutan produksi yang tidak dibebani ijin karena telah dicabut dan pengawasannya diserahkan kepada Gubernur.

b. Pembentukan unit pengelolaan di hutan produksi atau KPHP, dilakukan pada semua hutan produksi. Prioritas pembentukan pada tahun 2005 ini akan diarahkan pada hutan produksi yang tidak dibebani ijin.

E. Prosedur dan Perkembangan Penyusunan KPHP

1. Prosedur pembentukan KPHP diatur dalam keputusan Menhut No 230/Kpts-II/2003 tentang Pembentukan KPHP yang lebih lanjut dari aspek kawasan diatur dalam keputusan Kepala Badan Planologi Kehutanan No 14/VII-PW/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembentukan KPHP. Penyusunan meliputi empat tahap, yakni: Rancang Bangun (Daerah-Gubernur); Arahan Pencadangan (Pusat-Menteri); Pembentukan (Daerah-Bupati/Walikota-Gubernur); dan Penetapan (Pusat-Menteri) yang merupakan satu kesatuan sebagai berikut:

a. Rancang Bangun merupakan rancangan makro KPHP yang dibentuk di tingkat provinsi yang secara fisik berupa Buku dan Peta. Peta menginformasikan spasial masing-masing KPHP sedangkan buku secara garis besar menggambarkan Arah Pengembangan-Rencana Pengelolaan KPHP dan Pengelola KPHP. b. Arahan Pencadangan merupakan hasil kajian Eselon I Dephut terhadap tiga hal, yakni: unit (kawasan), arah pengembangan pengelolaan (rencana), dan


(3)

pengelolaan tidak harus menunggu Rencana Kehutanan Prov-Kab-Kota tetapi langsung dimulai dari lapangan; dan institusi pengelola berperan sebagai “manajer” berada di bawah instansi kehutanan daerah yang perumusannya dikoordinir Gubernur.

c. Pembentukan merupakan pendetilan ketiga hal, yakni: unit, rencana pengelolaan, dan institusi pengelola di masing-masing kabupaten/kota. Pendetilan dapat dilakukan per unit atau Kab/Kota tergantung kesiapan masing-masing Kab/Kota ditinjau dari sisi: kawasan, rencana pengelolaan, dan institusi pengelola.

d. Penetapan merupakan terwujudnya unit, rencana pengelolaan, dan institusi pengelola di lapangan. Usulan penetapan KPHP oleh Gubernur tidak harus menunggu sampai seluruh KPHP di Kabupaten/Kota terbentuk, tetapi tergantung kesiapan masing-masing Kabupaten/Kota ditinjau dari sisi: kawasan, rencana pengelolaan, dan institusi pengelola. Penetapan KPHP oleh Menteri dapat dilakukan per unit KPHP yang ada di Kabupaten/Kota.

2. Perkembangan ke-4 tahap penyusunan KPHP adalah sebagai berikut:

a. Rancang Bangun selesai disusun di 11 provinsi, yakni: Sumatera Utara; Sumatera Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan; Bali; Nusa Tenggara Barat; Sulawesi Utara; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tenggara; Sulawesi Selatan; dan Papua. Sementara yang masih dalam proses di 11 provinsi, yakni: Nanggroe Aceh Darussalam; Sumatera Barat; Lampung; Bengkulu; Bangka Belitung; Kalimantan Tengah; Kalimantan Timur; Gorontalo; Nusa Tenggara Timur; Maluku; dan Maluku Utara.

b. Arahan Pencadangan yang telah dibuat di 11 provinsi, yakni: Sumatera Utara; Sumatera Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan; Bali; Nusa Tenggara Barat; Sulawesi Utara; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tenggara; Sulawesi Selatan; dan Papua. Sedangkan yang masih dipersiapkan terkait dengan Rancang Bangun yang masih dalam proses di 11 provinsi, yakni: Nanggroe Aceh Darussalam; Sumatera Barat; Lampung; Bengkulu; Bangka Belitung; Kalimantan Tengah; Kalimantan Timur; Gorontalo; Nusa Tenggara Timur; Maluku; dan Maluku Utara.

c. Pembentukan masih dalam proses di 3 provinsi, yakni: Papua; Sulawesi Utara; dan Kalimantan Selatan. Provinsi Papua di 5 (lima) Kabupaten; Sulawesi Utara di semua Kabupaten/Kota; dan Kalimantan Selatan 1 (satu) Kabupaten.

d. Penetapan per Unit di Kabupaten/Kota maupun seluruh Unit di Kabupaten/Kota; yang ada di Provinsi tertentu masih belum ada.

F. Relevansi Unit Pengelolaan Hutan dan Pemantapan Kawasan Hutan

1. Menteri Kehutanan sesuai dengan keputusan No SK 456/Menhut-VII/2004 tanggal 29 Nopember 2004 menetapkan 5 (lima) Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu untuk dijadikan pedoman bagi seluruh aparat dan instansi Departemen Kehutanan baik pusat maupun daerah serta pelaku lainnya. Salah satu dari 5 kebijakan tersebut adalah Pemantapan Kawasan Hutan.

2. Dengan memperhatikan tujuan pembentukan unit pengelolaan hutan, maka sangat penting dipahami bahwa ketiga hal dasar, yakni: unit (kawasan), rencana, dan pengelola harus menjadi pedoman semua pihak dalam memantapkan kawasan. Pengertian ketiga hal dasar tersebut dalam konteks Pemantapan Kawasan Hutan adalah sebagaimana berikut ini.

a. Sejauh ini penanganan kawasan berkaitan dengan status dalam arti penunjukan dan penetapan. Di lapangan, kawasan dengan status penunjukkan dan penetapan tidak dapat dibedakan dan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan terus berlangsung. Bahkan sejak diberlakukannya desentralisasi kerusakan hutan semakin menjadi-jadi tidak peduli kawasan sudah ditetapkan atau masih status penunjukkan. Situasi ini tidak dimaksudkan untuk


(4)

saling menyalahkan tetapi harus dicari pemecahan dalam konteks otonomi daerah. Artinya persoalan kawasan tidak hanya terletak di status tetapi keberadaan kawasan harus dikaitkan dalam konteks kebutuhan sektor lain serta kebijakan pemerintah daerah.

b. Namun demikian, upaya pemenuhan kebutuhan kawasan baik yang masih penunjukkan maupun penetapan untuk berbagai kepentingan harus diarahkan dengan menyusun rencana. Penyusunan rencana ini mesti dilakukan secara hati-hati dan sungguh-sungguh. Hal ini penting karena sifat dari kawasan itu sendiri yang berada di daerah dan realitanya masih banyak yang dibiarkan. Jangan sampai dokumen rencana tidak berguna karena penyusunannya tidak mendapat dukungan dari otoritas daerah yang mempunyai kewenangan di bidang kehutanan.

c. Meski kedua hal pokok telah ditangani dengan baik berkat fasilitasi berbagai pihak seperti pemerintah pusat, provinsi atau perguruan tinggi tetapi keberhasilan implementasi dokumen rencana di lapangan sangat ditentukan oleh pengelola yang berada di bawah instansi kehutanan daerah. Bagi daerah-daerah yang memiliki sumberdaya hutan dalam jumlah yang tidak terlalu luas, sudah tertata, dan memiliki SDM yang cukup tidak akan banyak menemui masalah dalam implementasi. Sebaliknya bagi daerah yang memiliki hutan relatif luas, belum tertata, serta keterbatasan SDM maka penerapan ketiga hal itu belum menjamin sumberdaya hutan menjadi lebih baik dibanding saat ini.

3. Kini jelas bahwa mewujudkan tiga hal pokok yakni: unit, rencana, dan pengelola mesti segera dilakukan. Proses ini tentu tidak mudah bahkan mungkin membutuhkan satu periode pemerintahan karena membutuhkan keterpaduan, transparansi, dan partisipasi semua pihak terkait. Namun hanya dengan membangun dan mengimplementasikan ketiga hal tersebut secara komprehensif dan terus menerus yang menjanjikan terwujudnya Pemantapan Kawasan Hutan di Indonesia.

G. Tindak Lanj ut Pembentukan Unit Pengelolaan Hutan

Dari satu sisi terbentuk dan beroperasinya unit pengelolaan hutan di lapangan adalah syarat utama yang harus dipenuhi untuk menciptakan pemantapan kawasan hutan, sedangkan dari sisi lain mantapnya kawasan hutan dituntut bagi terlaksananya kebijakan prioritas bidang kehutanan seutuhnya. Untuk itu Badan Planologi Kehutanan akan menjadi fasilitator dalam pembentukan Unit Pengelolaan Hutan yang pada tahun 2005 difokuskan di hutan produksi yang tidak dibebani perijinan. Fasilitasi di pusat dimulai dengan menetapkan peran masing-masing eselon I Dephut untuk menegaskan bahwa membangun unit menjadi program kerja terpadu lintas Eselon I, sedangkan fasilitasi di daerah melalui pertemuan atau konsultasi dengan pemerintah daerah Provinsi-Kabupaten-Kota tentang Unit Pengelolaan Hutan atau KPHK, KPHL, dan KPHP.

Departemen Kehutanan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra – KL) Tahun 2005 – 2009 sebagaimana amanat UU No 5 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Renstra Departemen Kehutanan tersebut akan menjadi salah satu referensi utama dalam pembentukan Unit Pengelolaan Hutan.

H. Lampiran

1. Perkembangan Pembentukan KPHP s/d Desember 2004 2. Perkembangan Arahan Pencadangan KPHP s/d Desember 2004 3. Peta Arahan Pencadangan KPHP s/d Desember 2004


(5)

I. Lain-lain

Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:

Pusat Pembentukan Wilayah Pengelolaan dan Perubahan Kawasan Hutan Badan Planologi Kehutanan – Departemen Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 8 Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270 Telpon/ Fax : 5730295/ 5734632

E-mail : pusbenhil@dephut.cbn.net.id; is_mugiono@yahoo.com widiya@dephut.cbn.net.id

Lampiran 1. Perkembangan Pembentukan KPHP s/ d Desember 2004

No. Provinsi

Rancang Bangun KPHP

(Unit)

Arahan Pencadangan KPHP (Unit)

Pembentukan KPHP (Unit)

Penetapan KPHP

( Unit )

1. Nanggroe Aceh

Darussalam

42

2. Sumatera Utara 20 38

3. Sumatera Barat 37

4. Riau ●

5. Jambi ●


(6)

7. Bengkulu 5

8. Bangka Belitung 6

9. Lampung √

10. DI Yogyakarta ●

11. Bali 2 14

12. Nusa Tenggara Barat 53 53

13. Nusa Tenggara Timur √

14. Kalimantan Barat 51 53

15. Kalimantan Tengah √

16. Kalimantan Selatan 10 24 ©

17. Kalimantan Timur 125

18. Sulawesi Utara 18 18 ©

19. Gorontalo 22

20. Sulawesi Tengah 65 65

21. Sulawesi Selatan 33 66

22. Sulawesi Tenggara 29 39

23. Maluku √

24. Maluku Utara √

25. Papua 77 58 ©


(7)

Tahapan Pembentukan KPHP :

1. Rancang Bangun KPHP oleh Provinsi 2. Arahan Pencadangan KPHP oleh Pusat

3. Pembentukan KPHP oleh Kabupaten dan Provinsi 4. Penetapan KPHP oleh Pusat

● : Belum menyusun Rancang Bangun KPHP

√ : Telah menyusun Rancang Bangun KPHP tahun 2004 dan data belum masuk ©: Pembentukan KPHP masih dalam proses pada tahun 2004 dan data belum masuk

Lampiran 2. Perkembangan Arahan Pencadangan KPHP s/ d Desember 2004

LUAS (Ha) NO PROVINSI/ KABUPATEN/ KOTA LUAS KPHP

(Ha)

JUMLAH KPHP

TERBESAR TERKECIL

1 2 3 4 5 6

SUMATERA UTARA

1. Langkat 98.726,05 5 51.687,30 7.393,39

2. Deli Serdang 84.480,89 7 40.867,82 1.805,03

3. Tapanuli Selatan 475.401,46 6 194.956,11 13.589,78

4. Mandailing Natal 221.322,74 4 177.797,48 3.942,00

5. Nias 30.896,58 2 24.611,70 6.284,89

6. Nias Selatan 97.887,04 5 41.296,30 2.855,55

7. Tanah Karo 19.567,15 3 9.927,33 5.225,86

8. Dairi 89.707,35 3 62.943,16 4.059,83

9. Asahan 42.456,57 4 20.284,75 2.575,50

I


(8)

11. Labuhan Batu 153.743,,26 5 46.494,65 10.985,37

12. Simalungun 105.431,73 3 78.447,73 5.419,33

13. Pak-pak Barat 77.441,57 2 69.352,74 8.088,83

14. Tapanuli Tengah 70.713,82 5 30,203,60 1.563,14

15. Humbang Hasundutan 96.727,23 6 46.684,89 2.206,47

16. Toba Samosir 52.793,97 4 23.589,73 1.222,71

J U M L A H 1. 923. 192, 18 38

SUMATERA SELATAN

1. Musirawas 327.118,70 6 140.382,41 1.811,33

2. Musi Banyuasin 609.595,45 7 273.272,07 1.919,24

3. Ogan Komering 683.680,19 6 526.996,47 7.918,85

4. Muara Enim 197.062,30 3 133.637,34 4.300,70

5. Lahat 51.872,55 3 34.036,65 4.977,73

6. Ogan Komering Ulu 131.008,98 2 84.997,65 46.011,33

II

J U M L A H 2. 000. 338, 16 27

KALIMANTAN

SELATAN

1. Tabalong 163.172,10 3 112.663,49 1.811,33

2. Hulu Sungai Utara 40.482,30 3 37.009,58 2.462,44

3. Hulu Sungai Tengah 19.089,37 1

4. Kota Baru 570.128,90 6 398.581,33 4.939,44

5. Tanah Laut 34.889,43 3 31.467,52 1.169,00

6. Hulu Sungai Selatan 11.846,55 4 5.239,63 1.493,01

7. Tapin 8.537,19 2 5.880,12 2.657,06

8. Banjar 108.244,25 2 105.977,35 15.207,16

III

J U M L A H 969. 330, 28 24

KALIMANTAN BARAT

1. Sambas 111.794,70 8 40.065,72 3.497,82

2. Bengkayang 150.563,63 5 58.191,82 5.482,89

3. Pontianak 299.007,88 7 159.884,81 9.627,44

4. Landak 111.170,94 5 43.663,44 1.967,53

5. Sanggau 549.591,21 6 326.649,26 13.395,03

6. Sintang 1.408.520,95 8 779.720,99 4.306,32

7. Kapuas Hulu 650.767,23 7 173.106,21 20.475,42

IV


(9)

J U M L A H 4. 683. 667, 37 53 SULAWESI SELATAN

1. Mamuju 352.052,50 6 281.201,28 821,83

2. Luwu 271.092,09 12 94.661,65 1.204,96

3. Tana Toraja 15.667,27 3 8.460,14 2.318,35

4. Polewali Mamasa 54.381,21 5 24.782,04 4.492,06

5. Majene 12.635,22 2 7.173,65 5.461,57

6. Luwu 23.374,90 2 21.399,82 1.975,08

7. Pinrang 28.921,87 3 13.753,32 2.228,82

8. Enrekang 6.352,86 1

9. Sindenreng Rappang 27.387,53 5 11.264,13 459,18

10. Soppeng 11.885,06 2 11.348,28 536,77

11. Barru 14.204,99 2 7.077,91 7.125,08

12. Pangkajene Kepulauan 9.714,53 2 9.320,65 393,88

13. Bone 112.488,38 3 55.613,76 17.500,00

14. Maros 34.063,85 3 18.971,16 4.646,18

15. Sinjai 5.262,56 2 4.099,09 1.163,47

16. Gowa 47.946,91 4 19.941,90 7.368,18

17. Bantaeng 3.407,31 1

18. Bulukumba 1.426,95 3 691,38 232,38

19. Takalar 3.431,67 1

20. Jeneponto 264,97 2 181,02 83,96

21. Selayar 264,97 2 6.817,34 4.039,96

V

J U M L A H 1. 047. 017, 93 66

SULAWESI UTARA

1. Bolaang Mangadow 213.534,31 8 84.334,68 2.863,95

2. Minahasa 68.371,06 8 36.107,37 800,08

3. Sangihe Talaud 2.412,65 2 1.316,51 1.096,14

VI

J U M L A H 284. 318, 02 18

SULAWESI TENGAH

1. Kota Palu 21.584,29 1

2. Donggala 277.129,47 8 65.831,39 1.208,76

3. Parigi Mautong 136.631,26 5 35.807,73 19.683,83

4. Poso 686.925,14 13 73.889,91 1.493,66

5. Morowali 363.251,77 13 49.727,06 2.160,71

6. Toli – toli 120.356,56 6 45.461,20 3.273,89

7. Buol 158.465,53 5 43.579,59 17.619,56

VII


(10)

9. Banggai Kepulauan 84.394,91 3 44.745,32 19.034,53

J U M L A H 1. 896. 429, 24 65

SULAWESI TENGGARA

1. Kolaka 265.114,34 6 88.991,42 16.977,86

2. Kendari 489.145,54 14 96.282,38 2.027,28

3. Buton 213.304,86 13 91.269,52 513,74

4. Muna 55.835,59 6 25.392,47 1.031,38

VIII

J U M L A H 1. 023. 400, 33 39

NUSA TENGGARA BARAT

1. Lombok Barat 30.683,23 3 19.204,64 922,78

2. Lombok Timur 12.978,25 2 11.947,23 1.031,03

IX

3. Lombok Tengah 5.679,85 4

4. Sumbawa 199.455,55 19 50.652,37 427,06

5. Dompu 105.184,14 9 18.430,90 1.613,49

6. Bima 124.185,59 19 21.308,76 331,59

J U M L A H 436. 990, 92 53

BALI

1. Buleleng 5.131,07 6 3.377,94 144,12

2. Jembrana 2.173,27 2 1.841,70 331,55

3. Bangli 466,97 2 44,70 52,27

4. Karang Asem 281,09 3 157,68 58,31

5. Klungkung 137,63 1

X

J U M L A H 8. 190, 02 14

PAPUA

1. Sorong 646.926,58 10 317.462,26 2.525,98

2. Manokwari 1.361.399,33 9 641.077,29 18.064,68

3. Fak – fak 1.756.058,51 12 546.735,77 4.026,02

4. Biak 70.154,47 2 63.668,69 6.485,77

5. Yapen Waropen 1.468.509,73 5 817.791,35 4.567,48

6. Merauke 5.164.075,32 11 1.222.524,04 55.851,12

7. Paniai 654.200,43 3 484.840,04 34.157,27

8. Jayawijaya 1.833.898,51 6 1.171.949,26 9.813,77

XI

J U M L A H 12. 955. 222, 88 58


(1)

I. Lain-lain

Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:

Pusat Pembentukan Wilayah Pengelolaan dan Perubahan Kawasan Hutan

Badan Planologi Kehutanan – Departemen Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 8 Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270 Telpon/ Fax : 5730295/ 5734632

E-mail : pusbenhil@dephut.cbn.net.id; is_mugiono@yahoo.com widiya@dephut.cbn.net.id

Lampiran 1. Perkembangan Pembentukan KPHP s/ d Desember 2004

No. Provinsi

Rancang Bangun KPHP (Unit)

Arahan Pencadangan KPHP (Unit)

Pembentukan KPHP (Unit)

Penetapan KPHP ( Unit ) 1. Nanggroe Aceh

Darussalam

42

2. Sumatera Utara 20 38

3. Sumatera Barat 37

4. Riau ●

5. Jambi ●


(2)

7. Bengkulu 5

8. Bangka Belitung 6

9. Lampung √

10. DI Yogyakarta ●

11. Bali 2 14

12. Nusa Tenggara Barat 53 53

13. Nusa Tenggara Timur √

14. Kalimantan Barat 51 53

15. Kalimantan Tengah √

16. Kalimantan Selatan 10 24 ©

17. Kalimantan Timur 125

18. Sulawesi Utara 18 18 ©

19. Gorontalo 22

20. Sulawesi Tengah 65 65

21. Sulawesi Selatan 33 66

22. Sulawesi Tenggara 29 39

23. Maluku √

24. Maluku Utara √

25. Papua 77 58 ©


(3)

Tahapan Pembentukan KPHP :

1. Rancang Bangun KPHP oleh Provinsi 2. Arahan Pencadangan KPHP oleh Pusat

3. Pembentukan KPHP oleh Kabupaten dan Provinsi 4. Penetapan KPHP oleh Pusat

● : Belum menyusun Rancang Bangun KPHP

√ : Telah menyusun Rancang Bangun KPHP tahun 2004 dan data belum masuk ©: Pembentukan KPHP masih dalam proses pada tahun 2004 dan data belum masuk

Lampiran 2. Perkembangan Arahan Pencadangan KPHP s/ d Desember 2004

LUAS (Ha) NO PROVINSI/ KABUPATEN/ KOTA LUAS KPHP

(Ha)

JUMLAH KPHP

TERBESAR TERKECIL

1 2 3 4 5 6

SUMATERA UTARA

1. Langkat 98.726,05 5 51.687,30 7.393,39

2. Deli Serdang 84.480,89 7 40.867,82 1.805,03

3. Tapanuli Selatan 475.401,46 6 194.956,11 13.589,78

4. Mandailing Natal 221.322,74 4 177.797,48 3.942,00

5. Nias 30.896,58 2 24.611,70 6.284,89

6. Nias Selatan 97.887,04 5 41.296,30 2.855,55

7. Tanah Karo 19.567,15 3 9.927,33 5.225,86

8. Dairi 89.707,35 3 62.943,16 4.059,83

9. Asahan 42.456,57 4 20.284,75 2.575,50

I


(4)

11. Labuhan Batu 153.743,,26 5 46.494,65 10.985,37

12. Simalungun 105.431,73 3 78.447,73 5.419,33

13. Pak-pak Barat 77.441,57 2 69.352,74 8.088,83

14. Tapanuli Tengah 70.713,82 5 30,203,60 1.563,14

15. Humbang Hasundutan 96.727,23 6 46.684,89 2.206,47

16. Toba Samosir 52.793,97 4 23.589,73 1.222,71

J U M L A H 1. 923. 192, 18 38

SUMATERA SELATAN

1. Musirawas 327.118,70 6 140.382,41 1.811,33

2. Musi Banyuasin 609.595,45 7 273.272,07 1.919,24

3. Ogan Komering 683.680,19 6 526.996,47 7.918,85

4. Muara Enim 197.062,30 3 133.637,34 4.300,70

5. Lahat 51.872,55 3 34.036,65 4.977,73

6. Ogan Komering Ulu 131.008,98 2 84.997,65 46.011,33

II

J U M L A H 2. 000. 338, 16 27

KALIMANTAN

SELATAN

1. Tabalong 163.172,10 3 112.663,49 1.811,33

2. Hulu Sungai Utara 40.482,30 3 37.009,58 2.462,44

3. Hulu Sungai Tengah 19.089,37 1

4. Kota Baru 570.128,90 6 398.581,33 4.939,44

5. Tanah Laut 34.889,43 3 31.467,52 1.169,00

6. Hulu Sungai Selatan 11.846,55 4 5.239,63 1.493,01

7. Tapin 8.537,19 2 5.880,12 2.657,06

8. Banjar 108.244,25 2 105.977,35 15.207,16

III

J U M L A H 969. 330, 28 24

KALIMANTAN BARAT

1. Sambas 111.794,70 8 40.065,72 3.497,82

2. Bengkayang 150.563,63 5 58.191,82 5.482,89

3. Pontianak 299.007,88 7 159.884,81 9.627,44

4. Landak 111.170,94 5 43.663,44 1.967,53

5. Sanggau 549.591,21 6 326.649,26 13.395,03

6. Sintang 1.408.520,95 8 779.720,99 4.306,32

7. Kapuas Hulu 650.767,23 7 173.106,21 20.475,42

IV


(5)

J U M L A H 4. 683. 667, 37 53 SULAWESI SELATAN

1. Mamuju 352.052,50 6 281.201,28 821,83

2. Luwu 271.092,09 12 94.661,65 1.204,96

3. Tana Toraja 15.667,27 3 8.460,14 2.318,35

4. Polewali Mamasa 54.381,21 5 24.782,04 4.492,06

5. Majene 12.635,22 2 7.173,65 5.461,57

6. Luwu 23.374,90 2 21.399,82 1.975,08

7. Pinrang 28.921,87 3 13.753,32 2.228,82

8. Enrekang 6.352,86 1

9. Sindenreng Rappang 27.387,53 5 11.264,13 459,18

10. Soppeng 11.885,06 2 11.348,28 536,77

11. Barru 14.204,99 2 7.077,91 7.125,08

12. Pangkajene Kepulauan 9.714,53 2 9.320,65 393,88

13. Bone 112.488,38 3 55.613,76 17.500,00

14. Maros 34.063,85 3 18.971,16 4.646,18

15. Sinjai 5.262,56 2 4.099,09 1.163,47

16. Gowa 47.946,91 4 19.941,90 7.368,18

17. Bantaeng 3.407,31 1

18. Bulukumba 1.426,95 3 691,38 232,38

19. Takalar 3.431,67 1

20. Jeneponto 264,97 2 181,02 83,96

21. Selayar 264,97 2 6.817,34 4.039,96

V

J U M L A H 1. 047. 017, 93 66

SULAWESI UTARA

1. Bolaang Mangadow 213.534,31 8 84.334,68 2.863,95

2. Minahasa 68.371,06 8 36.107,37 800,08

3. Sangihe Talaud 2.412,65 2 1.316,51 1.096,14

VI

J U M L A H 284. 318, 02 18

SULAWESI TENGAH

1. Kota Palu 21.584,29 1

2. Donggala 277.129,47 8 65.831,39 1.208,76

3. Parigi Mautong 136.631,26 5 35.807,73 19.683,83

4. Poso 686.925,14 13 73.889,91 1.493,66

5. Morowali 363.251,77 13 49.727,06 2.160,71

6. Toli – toli 120.356,56 6 45.461,20 3.273,89

7. Buol 158.465,53 5 43.579,59 17.619,56

VII


(6)

9. Banggai Kepulauan 84.394,91 3 44.745,32 19.034,53

J U M L A H 1. 896. 429, 24 65

SULAWESI TENGGARA

1. Kolaka 265.114,34 6 88.991,42 16.977,86

2. Kendari 489.145,54 14 96.282,38 2.027,28

3. Buton 213.304,86 13 91.269,52 513,74

4. Muna 55.835,59 6 25.392,47 1.031,38

VIII

J U M L A H 1. 023. 400, 33 39

NUSA TENGGARA BARAT

1. Lombok Barat 30.683,23 3 19.204,64 922,78

2. Lombok Timur 12.978,25 2 11.947,23 1.031,03

IX

3. Lombok Tengah 5.679,85 4

4. Sumbawa 199.455,55 19 50.652,37 427,06

5. Dompu 105.184,14 9 18.430,90 1.613,49

6. Bima 124.185,59 19 21.308,76 331,59

J U M L A H 436. 990, 92 53

BALI

1. Buleleng 5.131,07 6 3.377,94 144,12

2. Jembrana 2.173,27 2 1.841,70 331,55

3. Bangli 466,97 2 44,70 52,27

4. Karang Asem 281,09 3 157,68 58,31

5. Klungkung 137,63 1

X

J U M L A H 8. 190, 02 14

PAPUA

1. Sorong 646.926,58 10 317.462,26 2.525,98

2. Manokwari 1.361.399,33 9 641.077,29 18.064,68

3. Fak – fak 1.756.058,51 12 546.735,77 4.026,02

4. Biak 70.154,47 2 63.668,69 6.485,77

5. Yapen Waropen 1.468.509,73 5 817.791,35 4.567,48

6. Merauke 5.164.075,32 11 1.222.524,04 55.851,12

7. Paniai 654.200,43 3 484.840,04 34.157,27

8. Jayawijaya 1.833.898,51 6 1.171.949,26 9.813,77

XI

J U M L A H 12. 955. 222, 88 58