Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB VI

Bab Enam

Peranan Modal Sosial
Pada Klaster Cor Logam
Ceper-Klaten
Pengantar
Peranan modal sosial pada dasarnya selalu berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan jaman. Demikian pula, Peranan modal sosial pada klaster cor logam
di Kabupaten Klaten juga berubah-ubah sesuai dengan perkembangan klaster itu
sendiri. Perubahan modal sosial dipengaruhi antara lain oleh budaya, adat istiadat,
teknologi, politik dan dukungan Pemerintah.
Untuk mengetahui peranan modal sosial pada klaster cor logam secara
keseluruhan dapat diamati melalui 3 (tiga) tahapan perkembangan klaster, yaitu:
Peranan modal sosial pada klaster awal pertumbuhan / embrio, tahun 19181970, Peranan modal sosial pada tahap tumbuh dan dewasa tahun 1970-1990
169

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

dan Peranan modal sosial pada tahap penurunan dan transformasi tahun 1990
– sekarang. Pada alinea terakhir, disampaikan pula tentang kebangkitan modal
sosial, yaitu tahapan setelah terjadinya penurunan dan transformasi.

Peranan Modal Sosial pada Tahap Klaster Awal Pertumbuhan/ Embrio
(1918-1970)
Sejak Jaman Hindia Belanda sampai dengan

tahun 1950-an,

kehidupan klaster diwarnai oleh adat dan budaya turun-temurun dari
leluhur. Berdasarkan sejarah Ceper, keagamaan masyarakat Ceper sangat
kuat. Kondisi ini berdampak pada kegiatan kebersamaan yang menjunjung
tinggi nilai-nilai agama. Pada kondisi tersebut, sebagian besar pengusaha
cor logam memahami bahwa bekerja adalah sebagai ibadah dan sekaligus
mencari berkah. Oleh karena itu, pembentukan modal sosial melalui
faktor keagamaan inilah yang kemudian dominan berkembang. Hampir
semua pelaku usaha mempunyai ilsafat kerja berdasarkan agama Islam.
Dasar-dasar tersebut menyebabkan etika bisnis di Ceper relatif
tinggi, nilai-nilai kebersamaan, kepercayaan dan kejujuran djunjung
sangat tinggi oleh para pelaku usaha di Ceper (Baharudin, 2010). Margono
(bekas pengusaha cor logam), menyampaikan tentang kondisi pengecoran
logam pada masa embrio :
“Pada masa sebelum kemerdekaan, apabila ada pengerjaan

cor logam, maka tetangga dan kerabat di sekitarnya akan membantu
secara sukarela. Pengerjaan tersebut tanpa dibayar, hanya diberi
makan dan minum seadanya. Dasar ilosoi kebersamaan dan

170

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

saling membantu yang didasarkan pada faktor keagamaan ini
sangat tinggi. Unsur kebersamaan tersebut terasa sangat menonjol
pada berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara gotong-royong”.
Budaya gotong-royong merupakan salah satu bentuk kegiatan
bersama dengan modal sosial yang tinggi. Dari budaya gotong royong
tersebut lama-kelamaan

terjadilah transfer pengetahuan ke tetangga

dan kerabat yang tadinya hanya membantu pekerjaan cor logam.
Ketika permintaan produk cor logam semakin tinggi maka mereka yang
semula hanya membantu secara gotong-royong tersebut kemudian

mulai mendirikan usaha-usaha baru. Demikian selanjutnya, apabila
para pengusaha baru tersebut mempunyai pekerjaan pengecoran maka
tetangga yang dulu dibantu juga ikut membantu. Modal sosial dalam
bentuk kepercayaan, jaringan usaha, kebersamaan dan kepedulian telah
tumbuh dalam bentuk kegiatan bersama atau gotong-royong tersebut.
Dengan bertambahnya usaha-usaha baru tersebut, lama kelamaan
terjadi saling bekerjasama dan akhirnya menuju ke arah pembentukan
klaster cor logam. Pada awal pertumbuhan klaster tersebut, pihak-pihak
yang terlibat masih hanya sebatas dari kalangan internal. Sebagaimana
disampaikan Margono:
“Pada waktu itu rantai nilai yang terbentuk masih sederhana
dan didominasi oleh hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan.
Sebagai contoh bahan baku dibeli dari pedagang kecil yang datang
ke rumah-rumah yang meninggalkan barang dagangannya. Dari
bahan baku tersebut, kemudian diolah oleh pengrajin kecil untuk

171

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster


menjadi bahan jadi. Barang jadi tersebut kemudian oleh pedagang
barang jadi dijual ke konsumen akhir melalui pasar tradisional dan
ada yang disetorkan ke pabrik gula dan pabrik tekstil”.
Melihat dasar pembentukan modal sosial yang masih mendasarkan
pada aspek kekeluargaan dan budaya tersebut maka jenis modal sosial
yang terjadi pada waktu itu adalah modal sosial bonding (ikatan). Sifatsifat budaya gotong-royong tersebut yang mengikat para pelaku usaha
satu dengan yang lain untuk saling bekerjasama dan saling membantu.
Lahirnya masa modernisasi di Ceper pada tahun 1950-an, mulamula dipicu oleh keberhasilan desa Pedan (yang berada di sebelah desa
Ceper) dalam hal ekonomi. Sebagaimana yang disampaikan Bilal (bekas
pengusaha cor logam):
“Desa Pedan, yang adalah penghasil kain lurik dan benang,
merupakan daerah industri yang lebih maju dari desa-desa lainnya
di Kabupaten Klaten. Pengaruh desa tersebut sangat kuat terhadap
masyarakat Ceper yang kemudian mendorong perubahan dari
pedesaan tradisional yang kental budaya gotong-royongnya beralih
menjadi desa dengan budaya konsumerisme yang tinggi”.
“Perubahan tersebut juga disebabkan pula oleh adanya
beberapa orang dari Ceper yang bekerja di Pedan sebagai pekerja
perusahaan tekstil. Orang-orang tersebut kemudian mempunyai
kekayaan materi yang lebih baik dibandingkan dengan yang

lainnya. Hal tersebut yang kemudian mendorong masyarakat Ceper

172

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

pada akhirnya lebih memprioritaskan kepentingan pribadi untuk
mendapatkan kekayaan daripada kepentingan sosial”.
Tingkat modal sosial berupa kebersamaan dan kepedulian yang
didasarkan pada azas sukarela mulai luntur dan diwarnai dengan
modal sosial yang tumbuh karena munculnya kepentingan individu.
Perusahaan-perusahaan, yang semula tumbuh dengan azas kekeluargaan
dan kebersamaan, kemudian mulai mengembangkan jaringan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompoknya sendiri. Jaringan usaha
kemudian dibangun baik secara non formal maupun secara formal melalui
lembaga formal.
Pada kondisi seperti itulah kemudian tumbuh adanya jaringan sosial
pada tahun 1954 dalam bentuk koperasi GP3T. Koperasi ini merupakan
gabungan pengusaha dan fungsi utamanya adalah untuk mengusahakan
bahan baku bagi anggotanya. Kemudian untuk semakin meningkatkan

nilai tambah para pengrajin cor logam di Klaten, Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 1954 telah mendirikan Perusda di Ceper yang
mengusahakan peralatan permesinan bubut. Dengan keberadaan Perusda
tersebut jaringan usaha yang ada semakin bertambah, bukan hanya kepada
Pemerintah, namun juga pasar yang semakin luas. Tahun 1962 kemudian
juga terbentuk koperasi “Prasodjo” yang telah berbadan hukum dengan
fungsi yang sama (Koperasi Batur Jaya, 2004).
Pada tahun 1965-an ketika terjadi gejolak politik yang dikenal
dengan G-30-S PKI, Kecamatan Ceper merupakan salah satu tempat yang
banyak terlibat, termasuk desa Pedan yang merupakan salah satu pusat
dari gerakan politik tersebut. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bilal :

173

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

“Seiring dengan perkembangan politik yang terjadi
maka kedua koperasi tersebut terkena dampak dan akhirnya
dibubarkan. Bubarnya kedua koperasi tersebut jelas berdampak
pada menurunnya modal sosial terutama kepercayaan terhadap

lembaga koperasi. Para tokoh muda yang tidak tergabung dalam
kedua koperasi tersebut kemudian melakukan pertemuan untuk
menggalang kebersamaan dalam rangka mendapatkan order.
Mereka sepakat untuk membentuk satu organisasi usaha dengan
beberapa pilihan sebagai wadah peningkatan modal sosial, antara
lain koperasi atau perusahaan swasta. Pada saat yang sama ada
seorang tokoh, yakni Ibu Rumini, yang berhasil mengembangkan
jaringan ke Jakarta dan sekitarnya dengan didampingi oleh para
pelaku usaha yang masih muda”.
Keberhasilan ini merupakan tonggak terbentuknya modal sosial
bridging, di samping tetap mempertahankan model kekeluargaan yang
mengarah pada bonding.
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tipe dinamika modal
sosial yang terbentuk pada tahapan perkembangan klaster berada pada
tahap klaster awal pertumbuhan/ embrio secara umum adalah bonding.
Selain terbentuk secara alami, karena kuatnya unsur-unsur keagamaan
yang mendorong kerjasama dalam bentuk gotong-royong, dinamika
modal soaial juga dipenguruhi oleh berbagai pihak yang pada waktu
itu berperan dalam periode awal pertumbuhan / embrio. Pihak-pihak
tersebut diantaranya adalah:

a. Pengrajin produk akhir yang berperan dalam memproduksi barang
barang yang diminta oleh konsumen akhir dalam jumlah besar seperti
174

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

pabrik gula,
b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplay kebutuhan dari
pengrajin besar dan kebutuhan pasar tradisional di sekitar Klaten,
c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang-barang dari
para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para
konsumen, khususnya melalui pasar tradisional,
d. Pedagang bahan baku, baik dari dalam maupun dari luar Ceper, yang
mempunyai peran untuk memenuhi kebutuhan bahan baku para
pengrajin di Ceper,
e. Koperasi yang mempunyai fungsi untuk menyediakan bahan baku
bagi para pengrajin,
f.

Perusda Provinsi yang menyediakan peralatan bubut kepada para

pengrajin, sehingga para pengrajin dapat memproduksi barang jadi
secara lebih baik,

g. Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi
maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,
h. Para tokoh masyarakat yang mempunyai peran dalam mendorong
kemajuan bersama, baik dalam membuka wawasan, pasar maupun
pembentukan koperasi.
Peranan Modal Sosial pada Tahap Tumbuh dan Dewasa (1970–1990)
Tahapan ini terjadi antara tahun 1970-1990. Setelah terjadi
kemunduran kondisi klaster karena pengaruh politik pada tahun 1965
maka mulai tahun 1970-an kondisi usaha berangsur-angsur meningkat
terus sampai tahun 1990-an. Sejalan dengan kondisi yang ada, kondisi

175

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

klaster pada tahapan tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu tahap
tumbuh (1970-1980) dan tahap dewasa (1980-1990).

Perkembangan kondisi klaster di tahap tumbuh ini dimotori oleh
seorang wanita bernama Ibu Rumini. Hasil dari upaya ibu Rumini
dalam membangun kerja sama dengan pihak luar yang berada di Jakarta
membuahkan kepercayaan dari pemerintah pusat kepada pelaku usaha
cor logam. Kepercayaan tersebut diikuti dengan kepercayaan para pelaku
usaha lainnya terhadap Ibu Rumini, sehingga menjadikan mereka juga
mengikuti jejak usaha Ibu Rukmini dengan mengadakan hubungan ke
luar Ceper. Beberapa orang yang mengikuti jejak Ibu Rumini, antara lain
Margono, Bilal dan Khusnul, yang akhirnya menjadi tokoh dan pengurus
Koperasi Batur Jaya.
Tahap tumbuh klaster tersebut pada tahun 1970 terjadi setelah
bangkrutnya 2 koperasi dan tumbangnya para tokoh-tokoh tua yang
banyak tersangkut politik. Sebagaimana disampaikan Margono :
”Dengan tutupnya koperasi dan pertentangan politik
tahun 1965 maka kepercayaan masyarakat terhadap para tokoh
tua tersebut menjadi luntur. Oleh karena itu, muncul beberapa
tokoh muda yang melakukan pembaharuan melalui kerjasama
dengan pihak di luar Ceper. Tokoh-tokoh muda tersebut, yang
dimotori Ibu Rumini, pada dasarnya tidak sepaham dengan para
tokoh tua sehingga melahirkan kelompok-kelompok baru yang

aktif membina hubungan dengan pihak luar”.
Munculnya kerja sama dengan pihak luar tersebut berarti juga
mulai terbentuknya modal sosial dalam bentuk bridging. Hasbullah (2006)
176

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

menerangkan bahwa modal sosial bridging merupakan suatu ikatan sosial
yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam perbedaan karateristik
dalam kelompoknya. Sementara itu Korigna (2005) lebih menegaskan
bahwa modal sosial bridging merupakan hubungan antara pelaku usaha
internal dengan eksternal. Modal sosial bridging yang terbentuk adalah
berupa hubungan dengan pihak luar, yang pertama kali dilakukan oleh
Ibu Rumini. Modal sosial tersebut mendorong kepercayaan eksternal,
khususnya kepercayaan pemerintah pusat, untuk mengembangkan usaha
di Ceper.
Peranan tokoh Ibu Rumini, dalam perjalanan perkembangan klaster
di Ceper selanjutnya, berangsur-angsur redup seiring dengan lahirnya
Koperasi Batur Jaya pada tahun 1975. Berdasarkan cerita salah seorang
tokoh pelaku sejarah cor logam Ceper (yang namanya minta dirahasiakan)
menyatakan :
”Masyarakat Ceper saat ini kurang begitu mengenal tokoh
Ibu Rumini sebagai penggagas kebangkitan klaster. Mereka lebih
mengenal H. Khusnun atau tokoh yang lain sebagai panutan
klaster. Hal tersebut dikarenakan, pada saat Koperasi Batur Jaya
terbentuk, dibutuhkan igur pemimpin yang lebih mapan dan
punya kesempatan untuk mengelola sehingga tidak menunjuk
Ibu Rumini sebagai ketua Koperasi karena pada waktu itu Ibu
Rumini, usahanya sedang mengalami penurunan sehingga harus
banyak waktu untuk mengurus perusahaan. Oleh karena itu,
beberapa pelaku usaha bermusyawarah dan memilih salah
seorang diantara mereka, yaitu H.Khusnun untuk di tokohkan
menjadi ketua Koperasi. Masyarakat memang membutuhkan
177

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

tokoh yang mempunyai kelebihan dari sisi kemampuan untuk
memimpin, baik dari segi materi dan waktu. Dalam rangka
peningkatan modal sosial, memang dibutuhkan pemimpin yang
bukan hanya mempunyai visi pengembangan yang kuat namun
juga mempunyai kelebihan materi dan waktu untuk membangun
kepercayaan masyarakat”.
Pada tahun 1973, atas dorongan dari Departemen Perindustrian,
masyarakat melakukan persiapan pendirian suatu badan usaha yang
bertujuan untuk melakukan usaha bersama diantara para pengrajin.
Pada waktu itu nuansa badan hukumnya adalah koperasi atau Perseroan
Terbatas. Setelah melalui perdebatan panjang dan atas anjuran dari
Departemen Perindustrian maka pada tahun 1976 terbentuklah Koperasi
Batur Jaya. Pemerintah melalui Departemen Perindustrian memberikan
bantuan berupa modal awal koperasi dan peralatan pengecoran. Dengan
adanya koperasi, maka para pengrajin mulai melakukan pengecoran di
Koperasi dan menjadi anggota koperasi (Koperasi Batur Jaya, 2004).
Koperasi tersebut diharapkan akan memperkuat modal sosial berupa
kebersamaan dan kepercayaan dalam rangka pengembangan bisnis
bersama.
Pada tahap klaster dewasa, yaitu pada periode tahun 1980-1990,
pengusaha di Ceper sering dibantu oleh pemerintah pusat, sebagaimana
disampaikan oleh Suyitno (mantan Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten
Klaten) :
“Pemerintah pusat banyak sekali membantu Ceper pada sekitar
tahun 1980 – 1990 baik dalam bentuk bantuan alat, bantuan
178

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

teknologi maupun akses pasar khususnya melalui perusahaan besar,
pasar dari sektor pemerintah seperti Departemen Perhubungan,
Kesehatan maupun Departemen PU serta bantuan suply bahan
baku untuk cor melalui PT Krakatau Steel. Kepercayaan Pemerintah
terhadap pelaku usaha cor logam di Klaten, tersebut membuahkan
hasil berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Masa-masa selama tahapan pertumbuhan tersebut merupakan
masa keemasan bagi industri Cor logam di Ceper-Klaten. Selain
koperasi Batur Jaya, Pemerintah juga membantu mendatangkan
stakeholder eksternal yang lain”.
Kondisi modal sosial klaster yang baik telah mendorong masuknya
pihak eksternal maupun internal dalam pengembangan klaster,
diantaranya:
a. Pengusaha produk akhir, dimana perannya adalah memproduksi
barang barang yang diminta oleh konsumen akhir, baik atas pesanan
pemerintah maupun pihak swasta,
b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplay kebutuhan
dari Pengrajin besar disamping juga untuk mensuplay kebutuhan di
pasar,
c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang barang dari
para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para
konsumen, khususnya melalui pasar tradisional,
d. Pedagang bahan baku, khususnya dari bahan bekas (rongsokan) baik
dari dalam maupun dari luar Ceper, yang mempunyai peran untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku para pengrajin di Ceper,
e. Krakatau Steel yang mensuplay kebutuhan bahan baku,
179

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

f.

Koperasi Batur Jaya yang mempunyai fungsi untuk menyediakan
peralatan permesinan bubut, bahan baku bagi para pengrajin serta
untuk mencarikan pasar untuk order order tertentu,

g. Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi
maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,
h. Perusahaan swasta yang berperan melakukan sub kontrak kepada
para pengusaha cor logam Ceper,
i.

Pemerintah yang melakukan pembelian/order kepada Koperasi,

j.

UPT (Unit Pelaksana Tehnik) milik Departemen Perindustrian yang
akhirnya melebur ke dalam Politeknik Manufaktur (Polman), yang
mempunyai peran dalam peningkatan kualitas produk cor logam.

Peranan Modal Sosial pada Tahap Penurunan dan Transformasi (1990sekarang)
Kondisi modal sosial pada masa penurunan dan transformasi,
dimulai tahun 1990 sampai sekarang. Dilihat dari aspek kepercayaan dan
kebersamaan kelompok, menurunnya modal sosial dari anggota pada
akhirnya membuat kelompok terpecah belah (transformasi). Menjadi
kelompok-kelompok lain yang lebih kecil, misal kelompok otomotif dan
kelompok pompa air. Sebagaimana disampaikan oleh Suyitno :
“Modal sosial yang menurun disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu
ekonomi makro Indonesia yang memburuk, peran Pemerintah yang
menurun dan perkembangan teknologi. Ketiga hal tersebut menyebabkan
anggota terpecah belah menjadi kelompok otomotif dan pompa air”.

180

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Teknologi yang meningkat berdampak pada penurunan modal
sosial, seperti yang disampaikan Bilal :
“Teknologi berupa dapur induksi yang modern tidak
lagi membutuhkan tenaga kerja atau Institusi lain karena semua
proses dapat dikerjasakan sendiri oleh satu perusahaan. Baik
laboratorium, kualitas maupun jenis dapat dikerjakan sendiri
dengan menggunakan teknologi tersebut. Hal tersebut berdampak
pada ketergantungan pihak lain relatif rendah yang berakibat
modal sosial mengalami penurunan”
Peran pemerintah pusat yang tidak lagi memfasilitasi pengembangan
Ceper sebagai dampak desentralisasi berakibat pada menurunnya modal
sosial masyarakat kepada pemerintah. Sebagaimana yang disampaikan
Suyitno:
”Kepercayaan yang tinggi kepada Pemerintah pada saat
kejayaan Ceper berubah menjadi ketidakpercayaan masyarakat
terhadap Pemerintah. Modal sosial masyarakat yang tinggi
terhadap Pemerintah lebih dipicu karena kepentingannya berupa
peningkatan usaha cor logam terpenuhi. Ketika Pemerintah tidak
lagi memberikan bantuan maka modal sosial menjadi rendah”.
Dalam hal ini, modal sosial terbentuk untuk memenuhi
kepentingannya, sebagaimana Coleman (1988) menyatakan bahwa
fungsi modal sosial untuk pemenuhan kepentingan. Sedangkan Bourdieu
menganggap bahwa modal sosial untuk mempertahankan kekuasaan.
181

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

Teori Bourdieu merupakan bentuk modal sosial pemerintah pusat pada
waktu itu kepada masyarakat. Dengan bantuan-bantuan yang diberikan,
maka Departemen Perindustrian Pusat menggunakan masyarakat untuk
mempertahankan program-program industri dari Pemerintah Pusat agar
dapat terus berjalan.
Hal tersebut juga berdampak pada kondisi modal sosial klaster
cor logam bahwa kepercayaan mulai runtuh. Persaingan yang
tajam

mengakibatkan

timbulnya

kecurigaan

diantara

pengrajin.

Kepercayaan terhadap pemerintah juga mulai berkurang bahkan timbul
ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Hal ini terjadi bersamaan dengan
keberadaan pemerintah pusat yang mulai meninggalkan Ceper karena
alasan otonomi daerah. Dengan alasan otonomi daerah, maka Pemerintah
Daerah sebenarnya mempunyai kewenangan otonom, namun dalam
perkembangannya pemerintah daerah kurang memperhatikan klaster cor
logam.
Pemerintah

provinsi dan juga kabupaten Klaten, dengan

pertimbangan adanya perubahan struktur organisasi pada awal otonomi
dengan konsep miskin struktur dan kaya fungsi, mengakibatkan
keterbatasan kemampuan organisasi dan sumber daya manusia di bidang
industri serta minimnya dana yang ada untuk pembinaan. Kondisi ini
menyebabkan prioritas pada pengembangan klaster logam menjadi
terabaikan, walaupun klaster tersebut sangat strategis dalam pembangunan
bidang industri.
Penurunan tersebut juga mengakibatkan modal sosial juga mengalami
penurunan terutama modal sosial bridging, yaitu kepercayaan lembaga
eksternal terhadap klaster. Kepercayaan lembaga eksternal terhadap

182

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

klaster menurun seiring dengan menurunnya program Pemerintah yang
tidak lagi memfokuskan Ceper sebagai pusat industri logam Nasional.
Pihak-pihak yang berperan dalam periode Pengembangan Klaster
mengalami penurunan, terutama dari pihak eksternal diantaranya:
a. Pengusaha produk akhir, dimana perannya adalah memproduksi
barang barang yang diminta oleh konsumen akhir, baik atas pesanan
pemerintah maupun pihak swasta,
b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplai kebutuhan
dari pengrajin besar disamping juga untuk mensuplai kebutuhan di
pasar,
c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang barang dari
para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para
konsumen,
d. Pedagang bahan baku, khususnya dari bahan bekas (rongsokan) baik
dari dalam maupun dari luar Ceper, yang mempunyai peran untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku para pengrajin di Ceper,
e. Koperasi Batur Jaya yang mempunyai fungsi untuk menyediakan
peralatan permesinan bubut,bahan baku bagi para pengrajin serta
untuk mencarikan pasar untuk order-order tertentu,
f.

Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi
maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,

g. Politeknik Manufaktur (Polman), yang mempunyai peran dalam
peningkatan kualitas produk dan penentuan standard produk cor
logam.

183

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

Kebangkitan Modal Sosial
Seiring dengan perkembangan jaman, dimana terjadi perubahan
permintaan pasar, antara lain: 1) pasar cenderung menginginkan produk
dengan kualitas bagus, 2) adanya transparansi dalam penentuan harga
produk, 3) adanya permintaan pengiriman barang yang tepat waktu,
menyebabkan modal sosial yang tadinya menurun dapat meningkat
kembali. Permintaan pasar tersebut, telah mengeliminer persaingan yang
tidak sehat. Sebagaimana pernyataan Didik (dosen POLMAN/direktur
perusahaan):
”Dengan adanya permintaan pasar akan kualitas produk,
transparansi harga dan pengiriman barang yang tepat waktu
menyebabkan pengusaha yang tidak mampu memproduksi barang
sesuai dengan permintaan pasar tersebut akan menyerahkan kepada
pengusaha lain yang dirasa mampu. Dari hasil berbagi informasi
dengan pengusaha lain tersebut, biasanya akan mendapatkan fee
dari bagian hasil tersebut. ”
Kebangkitan modal sosial juga disebabkan oleh adanya bantuan
Pemerintah ke klaster yang berdampak pada tumbuhnya kembali
kepercayaan pelaku usaha kepada pemerintah. Sebagaimana disampaikan
oleh Husain :
”Saat ini telah mulai terjadi peningkatan modal sosial
setelah mengalami penurunan akibat krisis moneter.

Bahwa

dengan adanya bantuan Pemerintah kepada Koperasi Batur Jaya
184

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

baik dalam bentuk tambahan modal maupun tanur induksi
akan meningkatkan modal sosial masyarakat, berupa kepercayaan
terhadap Pemerintah dan modal sosial kebersamaan”.
”Apalagi pada tahun 2010 Koperasi telah memenangkan
tender block rem kereta api, sehingga modal sosial di masyarakat
kembali meningkat”.
Meskipun modal sosial mengalami penurunan dan bangkit kembali
karena berbagai sebab tersebut, tetapi modal sosial dari para anggota
koperasi tetap meningkat meskipun koperasi mengalami kekalahan
tender. Sebagaimana yang diutarakan Anas Yusuf :
”Dalam keadaan susahpun modal sosial para anggota koperasi,
yang juga merupakan pelaku usaha cor logam, masih ada dan
semakin meningkat. Terbukti ketika terjadi kekalahan tender block
rem kereta api pada tahun 2009, maka anggota dan pengurus bahu
membahu bekerjasama agar dapat memenangkan tender pada tahun
2010, yang akhirnya terbukti menang”.
Kesimpulan
Perkembangan peranan modal sosial pada klaster cor logam
juga dapat ditelusuri dari perkembangan klasternya. Pada tahap awal
pertumbuhan/embrio klaster. keberadaan modal sosial terbentuk
karena faktor keagamaan, adat dan budaya. Modal sosial dalam bentuk
kepercayaan, jaringan usaha, kebersamaan dan kepedulian telah tumbuh
yang antara lain terwujud dalam budaya gotong royong yang kemudian
185

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

menjadi awal terbentuknya klaster cor logam.
Modal sosial yang dominan pada awal pertumbuhan/embrio klaster
adalah bonding, tetapi semakin luntur ketika ekonomi semakin berkembang.
Pada masa tumbuh dan dewasa, keberadaan klaster diformalkan dalam
bentuk Koperasi Batur Jaya. Modal sosial yang kemudian berkembang
adalah bridging dalam bentuk kerja sama dengan pihak luar. Pada masa
penurunan dan transformasi, aktiitas usaha semakin berkurang sehingga
mengakibatkan modal sosial juga mengalami penurunan terutama modal
sosial bridging.

186

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB I

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB II

1 2 72

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB III

0 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB V

0 2 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB VII

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB IX

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB X

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah

0 0 3